You are on page 1of 31

Laporan Kasus

Pyopneumothorax

PEMBIMBING:
dr. Maulidia Ayu, Sp.B-TKV

PENYUSUN:
Vinson 120100216
Jesika Andrea S. N 120100280
Vithyaa Devendra Kumar 120100454
Rezky P. Bagaskara 120100045

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Pyopneumothorax”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Maulidia
Ayu, Sp.B-TKV selaku supervisor pembimbing yang telah meluangkan waktu dan
memberi masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini
bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................ 1


Kata Pengantar ........................................................................................... 2
Daftar Isi ...................................................................................................... 3
Bab 1 Pendahuluan ..................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka ............................................................................. 5
2.1. Anatomi Rongga Pleura..................................................................... 5
2.2. Definisi ............................................................................................. 8
2.3. Klasifikasi dan Etiologi ..................................................................... 8
2.4. Patofisiologi ....................................................................................... 9
2.5. Diagnosis ........................................................................................... 10
2.6. Tatalaksana ........................................................................................ 12
Bab 3 Status Pasien ..................................................................................... 13
Bab 4 Follow Up .......................................................................................... 19
Bab 5 Diskusi Kasus .................................................................................... 24
Bab 6 Kesimpulan ....................................................................................... 30
Daftar Pustaka ............................................................................................. 31

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara di dalam rongga


pleura. Pneumothoraks dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu spontan dan
traumatik. Pneumothoraks spontan terbagi menjadi dua kelompok lagi yaitu primary
spontaneous pneumothotax (PSP) dan secondary spontaneous pneumothorax (SSP).
Pneumothoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma tumpul ataupun trauma
tembus. Bila pada rongga pleura terdapat udara maupun cairan maka kondisi ini disebut
dengan hidropneumothoraks.1
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Keadaan ini dapat
terjadi karena pneumotoraks yang berlangsung lama kemudian timbul cairan atau
karena udara masuk dengan tidak sengaja (iatrogenik) saat dilakukan pungsi pada efusi
pleura atau karena suatu proses infeksi kuman yang menghasilkan gas.2 Cairan ini bisa
juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan
piopneumotoraks. Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi yang berasal dari
mikroorganisme yang membentuk gas atau darirobekan septik jaringan paru atau
esofagus ke arah rongga pleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah Stafilokokus
aureus, Klebsiela, Mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.2
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada
dilkakukan di RSUP Dr. Soetomo, lebih kurang 55% kasus pneumothoraks disebabkan
oleh penyakit dasar seperti tuberkulosis paru, bronkitis kronis dan emfisema. Selain
itu, tuberkulosis paru juga merupakan penyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasan.2

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Pleura


Kata pleura berasal dari bahasa latin pleuron yang berarti sisi (side). Pleura
adalah selapis membran jaringan fibrosa yang halus, basah dan semi-transparan serta
terdiri dari selapis epitel skuamosa yang disebut mesotelium. Total luas permukaan
pleura diperkirakan adalah 2000 cm2 pada laki-laki dewasa.3 Pleura terdiri dari pleura
viseral dan pleura parietal dan ruang kosong di antara keduanya disebut rongga pleura.
Rongga pleura kanan dan kiri dipisahkan oleh mediastinum serta terpisah dari rongga
perikardium. Pleura viseral melapisi seluruh permukaan paru dan memiliki kontak
dengan dinding dada, diafragma, mediastinum dan fisura lobaris. Pleura parietal
melapisi permukaan dalam rongga toraks termasuk permukaan mediastinum dan
diafragma. Berdasarkan bagian permukaan intratoraks, pleura parietal terbagi atas : 3,4
1. Pleura parietal costae yang membatasi permukaan dalam tulang iga dan otot
interkostal.
2. Pleura parietal mediastinum yang melapisi struktur mediastinum.
3.Pleura parietal diafragmatika yang melapisi permukaan cembung diafragma.
4. Pleura parietal servikal yang mencapai leher dan melebar hingga di atas tulang
iga pertama.

Pleura viseral dan parietal memiliki suatu rongga tertutup yang dapat
berkembang di antara kedua lapisan pleura yang disebut rongga pleura. Rongga pleura
kanan dan kiri pada manusia merupakan rongga yang terpisah satu sama lain dan juga
terpisah dari rongga mediastinum dan rongga perikardium. Pleura viseral dan parietal
akan bertemu di bagian hilus paru yaitu daerah penetrasi saluran napas utama dan
pembuluh darah paru. Pleura mediastinum akan masuk secara lateral ke dalam hilus
paru (lung root) pada hilus paru. Pada bagian posterior dari hilus paru, pleura akan
berlanjut ke arah bawah sebagai lipatan ganda yang tipis dan dikenal sebagai ligamen
paru.2,4 Ligamen paru terletak di bagian bawah hilus paru sebagai lipatan ganda pleura

5
dan membentuk suatu ruang kosong yang memberikan ruang ekspansi untuk
pembuluh-pembuluh di hilus paru saat penurunan diafragma pada proses inspirasi.4

Gambar 2.1 Anatomi Rongga Pleura5

Cairan Pleura 6
Sejumlah cairan terdapat di antara pleura parietal dan viseral pada keadaan
normal yang berfungsi sebagai pelicin dengan rerata total volume cairan pada manusia
yang tidak merokok adalah 0,26 ± 0,1 ml/kg berat badan dan dari hasil beberapa
penelitian pada hewan bervariasi antara 0,04 – 0,2 ml/kg berat badan. Volume cairan
pleura berjumlah ±15-20 ml dengan jumlah sekitar 1700 sel/mm3 (75% makrofag, 23%
limfosit, 1% sel-sel mesotel). Volume dan karakteristik cairan pleura ditentukan oleh
kombinasi dinamika sirkulasi paru dan sistemik, drainase limfatik, gerakan mekanik
rongga toraks dan gerakan jantung.
Cairan pleura merupakan keadaan ekuilibrium produksi dan penyerapan cairan
yang konstan di rongga pleura. Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietal dan
awalnya berasal dari sirkulasi sistemik. Sebagian besar produksi cairan pleura terjadi
pada bagian rongga pleura dengan pembuluh darah terdekat dengan permukaan

6
mesotel. Penyerapan cairan pleura umumnya terjadi melalui drainase pembuluh limfe
di bagian pleura parietal dan terjadi pada bagianpermukaan toraks, mediastinum dan
diafragma parietal. Bergantung pada lokasinya, pembuluh limfe di pleura parietal akan
memindahkan komponen cairan tertentu ke kelenjar getah bening yang berbeda dan
menuju duktus limfatikus kanan atau duktus torakikus dan berakhir masuk ke dalam
sirkulasi vena sistemik. Jika terdapat peningkatan produksi cairan pleura, kecepatan
penyerapan cairan pleura dapat meningkat dari 0,01 ml/kg berat badan/jam hingga
mencapai 0,28 ml/kg berat badan/jam.Dikutip dari 2 Volume cairan pleura akan
membentuk lapisan cairan tipis di antara pleura viseral dan pleura parietal dengan
ketebalan ±10 μm. Ketebalan ini mencegah kontak antara pleura viseral dan pleura
parietal.

Sirkulasi dan Persarafan


Pleura parietal dan pleura viseral memiliki sirkulasi dan persarafan yang
berbeda. Pleura parietal diperdarahi oleh sirkulasi arteri sistemik, terutama arteri
interkosta dan sirkulasi vena dari pleura parietal akan masuk ke dalam sirkulasi vena
sistemik.8 Pleura parietal costae diperdarahi oleh arteri mamari interna dan arteri
interkosta dan pleura parietal mediastinum diperdarahi oleh arteri perikardiofrenikus,
arteri mediastinal, arteri mamari interna, arteri diafragmatika atas dan arteri bronkial.
Pleura parietal servikal diperdarahi oleh arteri subklavia dan percabangannya serta
pleura parietal diafragmatika diperdarahi oleh arteri frenikus superior (percabangan
arteri mamari interna), arteri mediastinum posterior dari aorta toraks, arteri frenikus
inferior dari aorta abdominalis dan arteri muskulofrenikus.5
Pleura viseral diperdarahi oleh sirkulasi arteri sistemik, terutama oleh
percabangan sirkulasi arteri bronkial. Berbeda dengan pleura parietal, pleura viseral
memiliki penyerapan atau drainase vena ke dalam sistem vena pulmoner. Berdasarkan
hasil penelitian pada hewan uji coba, perdarahan pleura viseral tergantung dari
ketebalan pleura. Hewan dengan pleura tipis memiliki perdarahan pleura viseral yang
berasal dari sirkulasi paru dan hewan dengan pleura tebal berasal dari sirkulasi sistemik
melalui arteri bronkialis. Pleura parietal costae dan diafragmatika memiliki saraf

7
sensoris dengan saraf interkosta mempersarafi pleura parietal costae dan bagian perifer
dari pleura parietal diafragmatika. Saat area ini terstimulasi, nyeri akan terasa di
dinding dada terdekat dan berperan dalam karakteristik nyeri dada pleuritik pada
pasien.4,5

2.2 Definisi Hidropneumotoraks


Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Pada kondisi
normal, rongga pleura mengandung sedikit cairan pleura (5-15 ml) sebagai pelumas
dan tidak terisi oleh udara. Cairan pleura dibentuk secara lambat dari pembuluh darah
kapiler pleura parietalis. Kemudian cairan tersebut masuk ke dalam rongga pleura dan
mengalir meninggalkan rongga pleura menembus pleura viseralis untuk masuk ke
dalam aliran limfe.2,7

2.3 Klasifikasi dan etiologi


2.3.1 Klasifikasi dan etiologi hidrotoraks atau efusi pleura8,9
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, hidrotoraks diklasifikasikan menjadi :
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada
tekanan normal di dalam paru-paru, seperti: gagal jantung kongestif, sindrom
nefrotik, asites karena sirosis hepatis, sindrom vena cava superior, tumor dan
sindrom Meig.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakit pada paru, seperti: tumor, tuberkulosis dan infeksi
paru lainnya, infark paru, radiasi dan penyakit kolagen.
3. Efusi pleura hemoragae dapat disebabkan oleh : tumor, trauma, infark paru dan
tuberculosis.

8
2.3.2 Klasifikasi dan etiologi pneumotoraks
Pneumotoraks diklasifikasikan menjadi: 9
1. Pneumotoraks spontan
a. Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru
yang mendasari sebelumnya. Umumnya disebabkan oleh pecahnya
suatu bleb subpleura yang biasanya terdapat di daerah apeks paru.
b. Pneumothoraks spontan sekunder
Terjadi sebagai komplikasi penyakit paru yang mendasarinya. Beberapa
penyakit yang sering menjadi penyebab pneumothoraks antara lain
PPOK tipe emfisema dan tuberkulosis paru.
2. Pneumothorakstraumatik non iatrogenik
Terjadi sebagai akibat trauma, baik trauma tumpul maupun trauma tajam di
dinding dada.
3. Pneumotoraks iatrogenik
Terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut,
misalnya pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, dll
4. Pneumotoraks katamenial (catamenial/ monthly penumotoraks)
Pneumotoraks yang terjadi sehubungan dengan siklus menstruasi.

2.4 Patofisiologi 10
Hidropneumotoraks dapat terjadi karena pneumotoraks yang berlangsung lama
kemudian timbul cairan atau karena udara masuk dengan tidak sengaja (iatrogenik) saat
dilakukan fungsi pada efusi pleura atau karena suatu proses infeksi kuman yang
menghasilkan gas.

2.4.1 Patofisiologi hidrothoraks


Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila :
1. Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemia.

9
2. Terjadi peningkatan :
a. permeabilitas kapiler (radang dan neoplasma)
b. tekanan hidrostatik di pembuluh darah ke jantung atau vena pulmonalis
(gagal jantung kiri)
c. tekanan negatif intra pleura (atelektasis)

2.4.2 Patofisiologi pneumothoraks 10


Pneumotoraks spontan sekunder bisa disebabkan oleh penyakit paru
obstruksi kronis, tuberkulosis, asma, pneumonia dll. Menurut penelitian di RS Sutomo
penyebab terbesar dari pneumotoraks spontan sekunder itu adalah tuberculosis (76%).
Pada tuberkulosis, proses bermula dari terbentuknya sarang dini mula-mula
berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan berikut: 6
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri, menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa)dan
menimbulkan kavitasbila jaringan keju dibatukkan keluar. Kavitas mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya akan menjadi tebal (kavitas
sklerotik).Apabila kavitas yang terbentuk ini pecah maka akan terjadi
pneumotoraks di mana udara dari dalam paru akan masuk ke dalam rongga
pleura sehingga paru menjadi kolaps melalui fistula bronkopleura.

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti
ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Berat
ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan
apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan PPOK,

10
pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat.
Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk setempat pada sisi paru yang
terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit
bertambah waktu bernafas dan batuk. Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang
jarang bila tidak disertai penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak
produktif. Keluhan-keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri-
sendiri, bahkan ada yang tidak mempunyai keluhan sama sekali.6,8

2.5.2 Pemeriksaan fisik 7

Tanda pemeriksaan fisik terdiri dari tanda-tanda pneumothoraks diatas cairan.


a) Inspeksi: terlihat sesak nafas, pergerakan dinding dada asimetris serta iktus
kordis tergeser kearah yang sehat.
b) Palpasi: spatium interkostalis yang melebar, vocal fremitus melemah, trakea
tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah
yang sehat.
c) Perkusi: sonor, hipersonor sampai timpani pada daerah apeks dan redup sampai
pekak pada daerah basal.
d) Auskultasi: suara nafas yang melemah, sampai menghilang. Bila dada penderita
digoyang pada waktu melakukan auskultasi maka akan terdengar kocakan air
(succusio Hippocrates).

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang 7,10


1. Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan analisis cairan efusi yang diambil lewat torakosentesis.

2. Radiologi
Gambaran radiologi hidropneumotoraks merupakan perpaduan antara
gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumothoraks. Gambaran tersebut
meliputi pergeseran mediastinum, air fluid level datar, garis mendatar karena
adanya udara di atas cairan,ruang pleura sangat translusen dengan

11
tidak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak
garis putih tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru
yang kolaps, tampak gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah,
dan penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sudut
costofrenikus menumpul. Pada hidropneumothoraks tidak ditemukan garis
Ellis-Damoisseaux (batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medial penderita pada posisi duduk).

Penatalaksanaan 10,11
Penatalaksanaan hidropneumotoraks meliputi:
1. Observasi
2. Pemberian O2
3. Torakosintesis
4. Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD)
Pemasangan WSD dilakukan untuk mengalirkan udara dan atau cairan dari
dalam rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga pleura.
Pemasangan WSD dilakukan pada ICS 5 linea mid aksilaris pada hemitoraks
yang terkena. Untuk WSD dicabut apabila ketika pasien disuruh untuk batuk,
undulasi cairan pada botol WSD sudah tidak terdapat lagi. Untuk mengevaluasi
keberhasilan WSD dalam mengembangkan paru, maka dilakukan pemeriksaan
rontgen kembali.
5. Operatif
a. Pleurodesis
Dilakukan dengan merekatkan pleura parietal dan pleuran viseral.
b. Torakoskopi
Torakoskopi merupakan suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam
rongga toraks menggunakanalat bantu torakoskop. Torakoskopi bisa untuk
diagnosis maupun untuk terapi.
c. Torakotomi

12
BAB 3
STATUS PASIEN

3.1. STATUS ORANG SAKIT


Identitas Pasien
Nama : Tn. EG
No. RM : 03.93.64
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 24 Januari 1992
Usia : 26 tahun
Alamat : Asrama Armed- 7 Cikiwul
Agama : Kristen Katolik
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Tanggal Masuk : 21 Februari 2018

Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak Napas
Telaah : Hal ini sudah dialami oleh pasien sejak ± 1 bulan yang lalu dan
memberat sejak ± 2 minggu yang lalu. Sesak napas berhubungan
dengan aktivitas namun tidak berhubungan dengan perubahan
cuaca. Nafas berbunyi tidak dijumpai. Riwayat napas berbunyi
juga disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan batuk yang
sudah dialami sekitar 1 bulan yang lalu dan tidak berdahak.
Batuk berdarah disangkal oleh os. Selain itu, os juga
mengeluhkan adanya nyeri dada sebelah kanan yang sudah
dialami sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk dan menjalar ke punggung. Os juga merasakan demam.
Penurunan nafsu makan dijumpai dan BB os telah turun sekitar
8 kg dalam 1 bulan terakhir ini. Sebelum pasien dirawat di RS

13
USU, pasien sudah dirawat selama 2 minggu di RS Elisabeth dan
menurut pengakuan keluarga, os didiagnosa dengan paru-paru
bocor oleh dokter RS Elisabeth. Os juga sudah menjalani
pemasangan thoraks drain selama 2 minggu. Pasien merupakan
perokok aktif dengan rata-rata menghabiskan satu bungkus
rokok per hari. Riwayat OAT, HT, DM disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak Jelas
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Jelas
Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja di pabrik sepatu, terpapar dengan
biomass (+)

Status Presens
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 104 x/menit
Frekuensi nafas : 30 x/menit
Suhu : 38.2oC
SpO2 : 99% dengan O2 3L/I via NC

Status Generalisata
Kepala
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-),sklera ikterik (-/-)
refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø3 mm/ 3 mm
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Tenggorokan : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax
Paru : Inspeksi : Asimetris, ketinggalan bernapas pada paru kanan.
Penggunan otot bantu nafas (+)
Palpasi : Stem fremitus kanan < Stem fremitus kiri

14
Perkusi : Redup di lapangan paru kanan, sonor di paru kiri
Auskultasi : SP = menghilang di lapangan paru kanan
ST = Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :Batas Jantung
Batas Atas : Intercosta III
Batas Kiri : Intercosta V, 1 cm lateral linea mid-
clavicular sinistra
Batas Kanan : Intercosta II LPSD
Auskultasi : S1 normal, S2 normal, Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, hepar/lien/renal tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Genitalia : Laki-laki, sesuai status lokalisata
Ekstremitas : Atas : oedem (-), sianosis (-)
Bawah : oedem (-), sianosis (-)

Status Lokalisata
Regio Thoraks
Inspeksi : Gerakan pernapasan asimetris
Palpasi : Stem fremitus kanan < stem fremitus kiri
Perkusi : Redup di lapangan paru kanan
Auskultasi : Suara pernapasan : menghilang di lapangan paru kanan
Suara tambahan : ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium (21/08/2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 13,8 14–17 g/dl
Eritrosit (RBC) 4,75 x106 (4,4 – 5,9) x106/µl

15
Leukosit (WBC) 14.870 3.800–10.600 /µl
Hematokrit 40 43–49
Trombosit (PLT) 189 x103 150–440 x103
KIMIA DARAH
Analisa Gas Darah
pH 7,48 7,37 – 7,45
pCO2 31,4 33-44 mmHg
pO2 124 71-104 mmHg
HCO3 23 22-29 mmol/L
BE 0,4 (-2) – 3 mmol/L
O2 Saturasi 99 94-98 %
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 135 mEq/L 135–155 mEq/L
Kalium (K) 3,39 mEq/L 3,5–5,0 mEq/L
Klorida (Cl) 98 mEq/L 96–106 mEq/L

 Foto Thoraks PA/Lateral (21/02/2018)

Jantung sulit dinilai

16
Aorta baik. Mediastinum superior tidak melebar.
Trakea di tengah. Hilus tidak menebal.
Tampak area lusen avaskuler dengan fluid level pada hemitoraks kanan dengan
WSD terpasang.
Tampak konsolidasi paru kanan.
Pada posis lateral sinus anterio-posterior dan hemidiafragma kanan terselubung
disertai fluid level.
Kesimpulan: Hidropneumothoraks kanan dengan WSD terpasang dan
suspek kolaps paru kanan dengan infeksi.
Saran: CT scan thoraks dengan kontras IV.

 CT Scan Thoraks (25/02/2018)

Jantung tidak membesar, tidak tampak effusi perikard.


Tampak area lusen avascular dengan effusi pleura kanan disertai konsolidasi
homogen dengan air bronkogram pada paru kanan atas disertai penarikan trakea
dan organ mediastinum ke kanan.
Tak tampak pembesaran KGB paratrakea, paraaorta, subkarina dan perihilar.
Tak tampak infiltrate maupun nodul pada kedua paru.
WSD terpasang pada sisi kanan dengan terlihat penebalan pleura sisi kanan.

17
Paru kanan bawah tampak kollaps.
Kesimpulan:
Hidropneumothoraks disertai peluritis kanan dengan WSD terpasang.
Proses spesifik dengan kollaps paru kanan terutama lobus bawah.

Diagnosis
Piopneumothoraks Dekstra ec susp TB Paru + Chest Tube Insertion + WSD

Penatalaksanaan
1. O2 3L/I via nasal canule
2. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
3. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
4. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
5. Parasetamol Tab 3x 500mg
6. N-asetil sistein 3x200 mg

Rencana
1. CT scan thoraks
2. Kultur sputum di ruangan
3. Konsul spesialis bedah toraks kardiovaskular

Foto Klinis

18
BAB 4
FOLLOW UP

Tanggal Subjective Objective Assessment Plan


23/02/18 Sesak napas Thorax: SP Piopneumothorax - Terapi sesuai TS
(+) kanan d/t Suspek TB Paru paru
menghilang, - Menunggu hasil
redup. foto thorax PA erect
Drain:
produksi 250
cc, pus,
undulasi (+)
25/02/18 Sesak napas Thorax: Piopneumothoraks - CT scan thorax
(-) asimetris, SP d/t Suspek TB - Chest Fisioterapi
kanan paru+ Chest tube - Nebulizer
menghilang. insertion + WSD pulmicort
Drain: -Hembus 5
produksi 40 cc, balon/hari
pus, undulasi
(+)
26/02/18 Sesak napas Sens: CM Post chest tube - Terapi lanjut dari
(-) Drain: insertion + WSD d/t TS Paru
produksi drain Piopneumothoraks - Nebul pulmicort/ 8
(-), undulasi (+) dekstra jam
-Tiup 5 balon/hari
28/02/18 Sesak napas Sens: CM Piopneumothoraks - Terapi OAT oleh
(-), batuk Thoraks: dekstra d/t TB paru TS paru
Asimetris, + Post pemasangan - Konservatif
SF kanan < kiri chest tube + WSD - Pantau produksi
Perkusi redup drain

19
pada paru - Chest fisioterapi
kanan, - Nebul pulmicort/ 8
SP: melemah di jam
lapangan paru
kanan. ST:
Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
Drain: 280 cc,
pus, undulasi
(+)
02/03/18 Sesak napas Sens: CM Piopneumothoraks - Konservatif
(-), nyeri TD: 120/80 dekstra d/t TB paru - Chest Fisioterapi
dada (-), mmHg on WSD - Nebul pulmicort/ 8
demam (-) RR: 20 x/i jam
HR: 80 x/i - Terapi lain sesuai
Temp: 36, 8C TS paru
Thorax:
Bronkovaskular
(+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-), BJ I, II
(+), murmur (-),
gallop (-)
04/03/18 Sesak napas Sens: CM Piopneumothoraks - Konservatif
(-), nyeri TD: 120/80 dekstra ec TB paru - Chest Fisioterapi
dada (-), Thoraks: on WSD - Nebul pulmicort /8
demam (-) I: Punctum jam
maximum tidak - Terapi lain sesuai
terlihat TS paru
P: Dada

20
mengembung
simetris (+),
punctum
maximum
teraba di sela
iga 4
P: Batas
jantung tidak
melebar, sonor
(+/+)
A: Vesikuler
(+/+),
Wheezing (-/-),
Rhonki (-/-)
BJ I,II (+),
murmur (-),
gallop (-)
05/03/18 Sesak napas Sens: CM Piopneumothoraks - Konservatif
(-), nyeri TD: 120/80 dekstra ec TB paru - Chest Fisioterapi
dada (-), mmHg on WSD - Nebul pulmicort /8
demam (-) RR: 21 x/i jam
HR: 89 x/i - Terapi lain sesuai
Temp: 36,9 C TS paru
Thoraks:
I: Punctum
maximum tidak
terlihat
P: Dada
mengembung

21
simetris (+),
punctum
maximum
teraba di sela
iga 4
P: Batas
jantung tidak
melebar, sonor
(+/+)
A: Vesikuler
(+/+),
Wheezing (-/-),
Rhonki (-/-)
BJ I,II (+),
murmur (-),
gallop (-)
Drain:
undulasi (+),
produksi (+)
pus 200 cc

22
Foto Thoraks (5/03/2018)

23
BAB 5
DISKUSI KASUS

NO TEORI KASUS

1 KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI Pasien EG, laki-laki berusia 26


. Pneumotoraks diklasifikasikan tahun datang ke RS USU dengan
menjadi : keluhan sesak nafas yang dialami
1. Pneumotoraks spontan selama 1 bulan ini. Riwayat trauma
a. Pneumotoraks spontan primer tidak dijumpai. Pasien merupakan
Pneumotoraks spontan primer terjadi perokok aktif dengan rata-rata
tanpa ada riwayat penyakit paru yang menghabiskan 1 bungkus rokok.
mendasari sebelumnya. Umumnya Riwayat penyakit lain dan riwayat
disebabkan oleh pecahnya suatu bleb penggunaan obat tidak dijumpai.
subpleura yang biasanya terdapat di
daerah apeks paru.
b. Pneumothoraks spontan
sekunder
Terjadi sebagai komplikasi penyakit
paru yang mendasarinya. Beberapa
penyakit yang sering menjadi
penyebab pneumothoraks antara lain
PPOK tipe emfisema dan tuberkulosis
paru.
2. Pneumothoraks traumatik non
iatrogenik
Terjadi sebagai akibat trauma, baik
trauma tumpul maupun trauma tajam
di dinding dada.
3. Pneumotoraks iatrogenik

24
Terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan/komplikasi tindakan
tersebut, misalnya pada tindakan
parasentesis dada, biopsi pleura, dll
4. Pneumotoraks katamenial
(catamenial/ monthly penumotoraks)
Pneumotoraks yang terjadi
sehubungan dengan siklus menstruasi.
GI
2 DIAGNOSIS Anamnesis

Anamnesis  Pasien mengalami sesak


 Pada pasien diteumkan rasa nafas kira-kira dalam 1
nyeri pada dada seperti ditusuk, bulan, terjadi secara tiba-
disertai sesak nafas dan tiba. Sesak berhubungan
kadang-kadang disertai dengan dengan aktivitas tidak
batuk-batuk. berhubungan dengan cuaca
 Pada penderita dengan PPOK, Os juga mengeluh batuk
pneumotoraks yang minimal sekitar 1 bulan yang lalu.
sekali pun akan menimbulkan Dahak tidak dijumpai.
sesak nafas yang hebat. Batuk berdarah juga tidak
 Sakit dada biasanya datang dijumpai.
tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk  Riwayat trauma tidak
setempat pada sisi paru yang dijumpai.
terkena, kadang-kadang  Pasien merupakan perokok
menyebar ke arah bahu, aktif dengan rata-rata
hipokondrium dan skapula. menghabiskan 1 bungkus
Rasa sakit bertambah waktu rokok dalam 1 hari.
bernafas dan batuk.

25
 Batuk-batuk biasanya
merupakan keluhan yang
jarang bila tidak disertai
penyakit paru lain; biasanya
tidak berlangsung lama dan
tidak produktif. Keluhan-
keluhan tersebut di atas dapat
terjadi bersama-sama atau
sendiri-sendiri, bahkan ada
yang tidak mempunyai keluhan
sama sekali
Pada pemeriksaan fisik

Paru :
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Asimetris, paru
Tanda pemeriksaan fisik terdiri dari kanan ketinggalan bernafas,
tanda-tanda pneumothoraks diatas penggunaan otot bantu pernafasan
cairan. (+)

a) Inspeksi : terlihat sesak nafas, Palpasi : Stem fremitus kiri


pergerakan dinding dada > kanan,
asimetris serta iktus kordis Perkusi : Redup di lapangan
tergeser kearah yang sehat.
paru sebelah kanan, sonor di
b) Palpasi : spatium interkostalis
yang melebar, vocal fremitus lapangan paru sebelah kiri.
melemah, trakea tergeser ke Auskultasi : Suara pernafasan
arah yang sehat dan iktus kordis paru kanan menghilang
tidak teraba atau tergeser ke
arah yang sehat.
c) Perkusi : sonor, hipersonor
sampai timpani pada daerah
apeks dan redup sampai pekak
pada daerah basal.

26
d) Auskultasi : suara nafas yang
melemah, sampai menghilang.
Bila dada penderita digoyang
pada waktu melakukan
auskultasi maka akan terdengar
kocakan air
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1.Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan analisis cairan efusi yang Hb/Ht/Leu/Plt
diambil lewat torakosentesis. 13,8/40/14.870/189.000
2. Radiologi pH/pCO2/pO2/HCO3/BE
Gambaran radiologi
7,48/31,4/124/23/0,4
hidropneumotoraks merupakan
perpaduan antara gambaran radiologi Na/K/Cl
dari efusi pleura dan pneumothoraks. 135/3,39/98
Gambaran tersebut meliputi
pergeseran mediastinum, air fluid level
datar, garis mendatar karena adanya Foto Thorax
udara di atas cairan, ruang pleura -Jantung sulit dinilai
sangat translusen dengan tidak
-Aorta baik. Mediastinum superior
tampaknya gambaran pembuluh darah
paru, biasanya tampak garis putih tegas tidak melebar.
membatasi pleura visceralis yang -Trakea di tengah. Hilus tidak
membatasi paru yang kolaps, tampak
menebal.
gambaran semiopak homogen
-Tampak area lusen avaskuler
menutupi paru bawah, dan
penumpukan cairan di dalam cavum dengan fluid level pada hemitoraks
pleura yang menyebabkan sudut kanan dengan WSD terpasang.
costofrenikus menumpul. Pada
-Tampak konsolidasi paru kanan.
hodropneumothoraks tidak ditemukan
garis Ellis-Damoisseaux (batas atas -Pada posis lateral sinus anterio-
cairan berupa garis lengkung dengan posterior dan hemidiafragma kanan
ujung lateral atas ke medial penderita terselubung disertai fluid level.
pada posisi duduk).

Kesimpulan:

27
Hidropneumothoraks kanan
dengan WSD terpasang dan
suspek kolaps paru kanan
dengan infeksi.
Saran: CT scan thoraks dengan
kontras IV.

3 PENATALAKSANAAN Tatalaksana :
1. O2 3L/I via nasal canule
Penatalaksanaan hidropneumotoraks
2. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
meliputi:
3. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
6. Observasi 4. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
5. Parasetamol Tab 3x 500mg
7. Pemberian O2
6. N-asetil sistein 3x200 mg
8. Torakosintesis

9. Pemasangan Water
Sealed - Telah dilakukan pemasangan
Drainage (WSD) WSD di sebelah kanan pada ICS 5-
6 sebelumnya di RS Elisabeth
Pemasangan WSD dilakukan untuk
mengalirkan udara dan atau cairan dari
Rencana :
dalam rongga pleura untuk
- CT Scan Thoraks
mempertahankan tekanan negatif
rongga pleura. Pemasangan WSD - Kultur sputum
dilakukan pada ICS 5 linea mid
- Konsul spesialis bedah toraks
aksilaris pada hemitoraks yang
kardiovaskular
terkena. Untuk WSD dicabut apabila
ketika pasien disuruh untuk batuk,

28
undulasi cairan pada botol WSD sudah - Rujuk ke spesialis bedah thoraks
tidak terdapat lagi. Untuk kardio vaskular
mengevaluasi keberhasilan WSD
dalam mengembangkan paru, maka
dilakukan pemeriksaan rontgen
kembali.

5. Tindakan operatif

d. Pleurodesis

Dilakukan dengan merekatkan pleura


parietal dan pleuran viseral.

e. Torakoskopi

Torakoskopi merupakan suatu


tindakan untuk melihat langsung ke
dalam rongga toraks menggunakan
alat bantu torakoskop. Torakoskopi
bisa untuk diagnosis maupun untuk
terapi.

f. Torakotomi

Torakotomi merupakan tindakan


pembedahan pada rongga toraks.
Terapi ini digunakan bila terapi
dengan torakospoi gagal dilakukan

29
BAB 6
KESIMPULAN

Tn. EG, laki-laki usia 26 tahun datang ke RS USU dengan keluhan sesak napas
yang sudah dialami sekitar 1 bulan ini dan memberat 2 minggu yang lalu. Pasien
sebelumnya telah dirawat di RS Elisabeth selama 2 minggu dan menurut pengakuan
keluarga, os didiaganosa dengan paru-paru bocor dan sudah dipasang chest tube selama
2 minggu. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosa dengan Piopneumothoraks Dekstra ec susp TB Paru + Chest Tube
Insertion + WSD dan diberi tatalaksana di IGD berupa:
1. O2 3L/I via nasal canule
2. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
3. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
4. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
5. Parasetamol Tab 3x 500mg
6. N-asetil sistein 3x200 mg

Rencana
1. CT scan thoraks
2. Kultur sputum di ruangan
3. Konsul spesialis bedah toraks kardiovaskular

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Tokur M, Ergin M, Demiroz M, Sayan M, Arpag H. Approach to Pneumothorax in


Emergency Department. Medical Journal of Islamic World Academy of Sciences
2015; 23(3): 98-107.
2. FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid II. Jakarta: 2007
3. Light RW. Anatomy of the pleura. In: Light RW. Pleural diseases. 5th ed. Tenessee:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 2-7.
4. Yalcon NG, Choong CKC, Eizenberg N. Anatomy and pathophysiology of the
pleura and pleural space. Thorac Surg Clin 2013;23:1-10.
5. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Thorax. In: Moore KL, Dalley AF, Agur AMR,
editors. Clinically oriented anatomy. 6th ed. Baltimore: Lippincott Williams &
Wilkins Baltimore; 2010. p. 108-13.
6. Mehran RJ, Deslauriers J. Anatomy and physiology of the pleural space. In:
Patterson GA, Pearson FG, Cooper JD, Deslauriers J, Rice TW, Luketich JD, et al.,
editors. Pearson's thoracic and esophageal surgery. 3rd ed. Philadelphia: Churchill
Livingstone Elsevier; 2008. p. 1001-7.
7. Alsagaff H, Rai IB, Widjaja A, Mukty HA. Dasar-Dasar Diagnostik Fisik Paru.
Surabaya:Universitas Airlangga.1994
8. Djojodibroto D. Respiratory Medicine.Jakarta:EGC.2009
9. Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit
Paru.Surabaya:Airlangga University Press.2005
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
kanker paru di Indonesia. Jakarta. 2001.
11. Faradilla N. Hidropneumotoraks.Pekanbaru:Fakultas Kedokteran Universitas
Riau.2009

31

You might also like