You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
Laryngopharyngeal Reflux (LPR) adalah sebuah kondisi pada seseorang
yang mengalami Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau penyakit refluks
gastroesophageal, ketika asam lambung naik ke laringofaring.

Laryngopharingeal Reflux pada umumnya lebih banyak menyerang wanita


dengan usia di atas 40 tahun, rata-rata berusia 57 tahun. Tidak ada predileksi ras
tertentu. Lebih dari 55% tidak memiliki gejala suara serak, 20-45% menunjukkan
gejala rasa terbakar pada ulu hati, regurgitasi, dan gangguan pencernaan.

Penyebab dari LPR di antaranya adalah: Menurunnya tekanan LES,


Motilitas esofagus yang abnormal, Penurunan resistensi mukosa, Penurunan
salivasi, Pengosongan lambung yang tertunda/lambat, Peningkatan tekanan
intraabdominal, Hipersekresi asam lambung atau pepsin karena stress, obat-
obatan, alkohol, diet.

Prinsip pengobatan pada laryngopharyngeal reflux adalah edukasi pasien


dan perubahan gaya hidup, medikamentosa, dan pembedahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi fisiologi
Laryngopharyngeal Reflux (LPR) adalah sebuah kondisi pada seseorang
yang mengalami Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau penyakit
refluks gastroesophageal, ketika asam lambung naik ke laringofaring.

Laringofaring atau hipofaring merupakan bagian paling kaudal dari faring


dan tempat di mana tenggorokan berhubungan dengan esofagus. Laringofaring
terletak inferior dari epiglottis dan melebar hingga lokasi di mana jalur ini
bercabang menjadi jalur pernapasan (laring) dan pencernaan (esofagus). Pada
titik ini, laringofaring berhubungan langsung/menyatu dengan esophagus
secara posterior. Esofagus mengalirkan makanan dan cairan menuju lambung;
sedangkan udara masuk ke laring pada bagian anterior. Ketika menelan,
makanan akan masuk ke jalurnya sedangkan aliran udara akan sementara
terhenti.
1.2 Epidemiologi
Laryngopharingeal Reflux pada umumnya lebih banyak menyerang wanita
dengan usia di atas 40 tahun, rata-rata berusia 57 tahun. Tidak ada predileksi
ras tertentu. Lebih dari 55% tidak memiliki gejala suara serak, 20-45%
menunjukkan gejala rasa terbakar pada ulu hati, regurgitasi, dan gangguan
pencernaan.

1.3 Etiologi
Penyebab dari LPR di antaranya adalah:
 Menurunnya tekanan LES karena hiatus hernia, diet (lemak, coklat,
mint, produk susu, dll), tembakau, alkohol, obat-obatan (teofilin, nitrat,
dopamine, narkotik, dll).
 Motilitas esofagus yang abnormal karena penyakit neuromuskular,
laringektomi, etanol.
 Penurunan resistensi mukosa karena radioterapi rongga mulut,
radioterapi esofagus, xerostomia.
 Penurunan salivasi
 Pengosongan lambung yang tertunda/lambat karena obstruksi, diet
(lemak), tembakau, dan alkohol.
 Peningkatan tekanan intraabdominal karena kehamilan, obesitas,
makan yang berlebihan, minuman karbonasi.
 Hipersekresi asam lambung atau pepsin karena stress, obat-obatan,
alkohol, diet.
1.4 Patofisiologi
Berbeda dari GERD, pada LPR sering tidak terdapat gejala rasa seperti
terbakar maupun gejala regurgitasi. Laring sangat rentan terhadap refluks dari
lambung, sehingga pasien lebih banyak mengalami gejala laringofaringeal
dibandingkan gejala seperti terbakar atau regurgitasi. Terdapat 4 jenis
pertahanan fisiologis yang melindungi traktus aerodigestif dari cedera refluks:
LES (Lower Esophageal Spinchter), fungsi motorik esofageal dengan
pembersihan asam lambung, resistensi jaringan mukosa esofageal, dan
spingter esofageal atas.

Ketika keempat mekanisme perlindungan di atas gagal, maka epitel


pernapasan yang bersilia pada laring posterior menjadi rentan dan
mengakibatkan disfungsi dari silia tersebut sehingga terjadi stasis dari mukus.
Akumulasi dari mukus menyebabkan sensasi post-nasal drip dan menstimulasi
“throat clearing”. Iritasi langsung dari zat refluks dapat menyebabkan batuk
dan tersedak (laringospasme) karena sensitivitas pada ujung sensorik laring
meningkat akibat inflamasi lokal. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut
menyebabkan edema pita suara, ulkus kontak, dan granuloma, kemudian
menghasilkan gejala yang berhubungan dengan LPR: suara serak, globus
faringeus, dan nyeri tenggorokan.

Refluks asam lambung diklasifikasikan menjadi:


1. Fisiologis: asimptomatik, postprandial, tanpa temuan abnormalitas
2. Fungsional: asimptomatik
3. Patologik: simptom lokal, manifestasi sekunder dari LPR
4. Sekunder
1.5 Manifestasi/Gejala Klinis
 Suara serak
 Batuk
 Globus faringeus
 Throat clearing
 Disfagia
 Nyeri tenggorokan
 Wheezing
 Laringospasme
 Halitosis

GERD LPR
Heartburn + -
Esofagitis + Jarang
- (kecuali sangat Selalu laringitis
Laringitis
parah) posterior
Perubahan Suara - +
Abnormalitas Spincter LES UES
Refluks Nokturnal/saat berbaring Siang hari/saat berdiri

1.6 Diagnosis
 Anamnesis
o Signifikansi dan non-spesifikasi relatif dari gejala suara serak
terhadap laringitis, biasanya laringitis bersifat ringan dan sembuh
spontan. Bila laringitis persisten, harus dicari etiologinya: infeksi
virus atau bakteri, alergi, trauma pita suara, postnasal discharge,
atau LPR.
o Disfonia persisten atau progresif lebih dari 2-3 minggu
membutuhkan pemeriksaan laringofaring untuk menyingkirkan
kanker dan kondisi serius lainnya.
o Belafsky, et al mengembangkan suatu sistem penilaian diagnostik,
yaitu Reflux Symptom Index (RSI) untuk membantu dokter menilai
derajat relatif dari gejala LPR saat penilaian awal dan setelah
pengobatan. Skor RSI > 13 dianggap abnormal.

 Laringoskopi
o Tanda nonspesifik iritasi dan inflamasi laring biasanya ditemukan.
Meskipun bukan tanda patognomonik, tetapi penebalan, edema,
dan kemerahan yang terkonsentrasi di laring posterior atau
posterior laringitis merupakan temuan yang umum.
o Contact granuloma
o Tepi medial pita suara tampak terdapat indentasi linear akibat
edema infraglotik difus → pseudosulkus
o Reflux Finding Score menurut Belafsky, et al:

RFS lebih dari atau sama dengan 7 pasien dianggap memiliki LPR.
 Menegakkan Diagnosis Refluks
o Pengobatan empiris dan perubahan perilaku/gaya hidup
o Observasi endoskopik dari mukosa
o Studi monitor pH
o Radiografi
o Manometri esofageal
o Pengukuran spektrofotometri
o Biopsi mukosa

1.7 Penatalaksanaan
 Edukasi pasien dan perubahan gaya hidup
o Penurunan berat badan
o Menghentikan kebiasaan merokok
o Menghindari alkohol
o Membatasi konsumsi coklat, makanan berlemak, buah-buahan
asam, minuman berkarbonasi, makanan pedas, anggur merah,
kafein, dan makan terlalu malam
o Mengkonsumsi obat-obatan secara teratur dan tepat waktu (30-60
menit sebelum makan untuk PPI)
 Medikamentosa
o PPI: Omeprazole, Esomeprazole, Lansoprazole
o H2-receptor blocker: Ranitidine, Cimetidine
o Prokinetic agents: Tegaserod, Metoclopramide, Domperidone
o Mucosal cytoprotectants: Sucralfat
 Pembedahan
o Fundoplikasi, komplet (Nissen atau Rosetti) atau parsial (Toupet
atau Bore)
o Laparoskopi
o Bertujuan untuk mengembalikan kompetensi LES dan mengurangi
episode refluks
1.8 Prognosis
Tujuan dari pengobatan LPR adalah meredakan gejala dan menjaga agar
efek refluks terkontrol dengan diet dan medikamentosa. Apabila diet dan
medikamentosa tidak berhasil, maka dibutuhkan rujukan ke ahli
gastroenterologi atau bedah digestif. Pada umumnya, prognosis LPR baik
apabila gaya hidup sehat dapat diterapkan dan pengobatan dilakukan secara
teratur. Namun, apabila LPR tidak terdiagnosis atau gagal terapi, dapat terjadi
komplikasi seperti edema pita suara, ulkus pita suara, pembentukan massa di
tenggorokan, perburukan asma, emfisema, dan bronkitis. LPR yang tidak
teratasi juga dapat berperan dalam pembentukan kanker pada daerah pita
suara.
BAB III

KESIMPULAN

Laryngopharyngeal Reflux (LPR) adalah sebuah kondisi pada seseorang


yang mengalami Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau penyakit refluks
gastroesophageal, ketika asam lambung naik ke laringofaring.

Penyebab dari LPR di antaranya adalah: Menurunnya tekanan LES,


Motilitas esofagus yang abnormal, Penurunan resistensi mukosa, Penurunan
salivasi, Pengosongan lambung yang tertunda/lambat, Peningkatan tekanan
intraabdominal, Hipersekresi asam lambung atau pepsin karena stress, obat-
obatan, alkohol, diet.

Pengobatan yang dilakukan pada pasien Laryngopharyngeal Reflux


meliputi:

 Edukasi pasien dan perubahan gaya hidup


o Penurunan berat badan
o Menghentikan kebiasaan merokok
o Menghindari alkohol
o Membatasi konsumsi coklat, makanan berlemak, buah-buahan
asam, minuman berkarbonasi, makanan pedas, anggur merah,
kafein, dan makan terlalu malam
o Mengkonsumsi obat-obatan secara teratur dan tepat waktu (30-60
menit sebelum makan untuk PPI)
 Medikamentosa
o PPI: Omeprazole, Esomeprazole, Lansoprazole
o H2-receptor blocker: Ranitidine, Cimetidine
o Prokinetic agents: Tegaserod, Metoclopramide, Domperidone
o Mucosal cytoprotectants: Sucralfat
 Pembedahan
o Fundoplikasi, komplet (Nissen atau Rosetti) atau parsial (Toupet
atau Bore)
o Laparoskopi
o Bertujuan untuk mengembalikan kompetensi LES dan mengurangi
episode refluks
DAFTAR PUSTAKA

1. ________________________. Laryngopharyngeal Reflux. CCENT


[online] 2004. Available from http://www.ccent.com/webdocuments/LPR-
CCENT-document.pdf
2. ________________________. Laryngopharyngeal Reflux. Cleveland
Clinic [online] 2012. Available from
http://my.clevelandclinic.org/disorders/laryngopharyngeal-reflux-
lpr/hic_laryngopharyngeal_reflux_lpr.aspx
3. ________________________. Laryngopharyngeal Reflux. UCDavis
Health System [online]. Available from http://www.ucdvoice.org/lpr.html
4. Ford, Charles N. Evaluation and Management of Laryngopharyngeal
Reflux. JAMA 2005; 294(12): 1534-1540. doi:10.1001/jama.294.12.1534.
5. Simpson, C.Blake. Laryngopharyngeal Reflux Disease (LPR). UT Health
Science Center [online] 2003. Available from
http://www.uthscsa.edu/oto/lpr.asp

You might also like