Professional Documents
Culture Documents
Segala puji bagi Allah SWT yang telah begitu banyak menganugerahkan
nikmat jasmani dan rohani kepada penulis, sehingga sampai saat ini penulis dapat
pencarian data hingga pada penyusunan laporan. Selawat serta salam selalu
umat dunia, Nabi besar Muhammad SAW, yang selalu menjadi inspirasi dan
menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu yang berjudul ”Ekstraksi dan
kepada seluruh pihak yang telah membantu serta memudahkan penulis dalam
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan
2. Sri Yadial Chalid, M. Si sebagai Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
3. Kedua orang tua yang telah memberikan biaya sehingga penulis dapat
melanjutkan kuliah, serta senantiasa memberikan doa dan semangat demi janji
vi
4. Dr. Ira Djajanegara, sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan
baik.
6. Sri Yadial Chalid, M. Si dan Siti Nurbayti, M. Si, sebagai dosen penguji yang
Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik
yang membangun diharapkan dari para pembaca. Akhir kata, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT …………………….……………………………………………... xv
viii
2.4 Ekstraksi …………………………………………………………………… 14
ix
4.4 Hasil Analisis Kadar Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada
Ekstrak Kering Jamur Shiitake dengan Metode Congo Red ...…………….. 41
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiii
ABSTRAK
xiv
ABSTRACT
xv
BAB I
PENDAHULUAN
pentingnya hidup sehat, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser.
Bahan pangan yang kini banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai
komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasanya menarik, tetapi juga
harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh, seperti dapat menurunkan
Salah satu bahan pangan yang berpotensi sebagai bahan pangan fungsional
adalah jamur shiitake. Jamur shiitake dikenal sejak 199 M di China dan telah
glukan, yang dalam jamur shiitake dikenal sebagai senyawa lentinan, yaitu
polisakarida yang larut di dalam air dan diakui memiliki aktivitas sebagai
Center Institute di Tokyo, Jepang, dan beberapa lembaga sejenis di benua Eropa
1 1
Melihat pentingnya senyawa β-1,3;1,6-D-glukan tersebut dalam aktivitas
antikanker, maka pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi untuk mengisolasi
adalah metode Yap & Ng (2001) karena menggunakan pelarut aquades. Sehingga
analisis FTIR.
digunakan metode megazyme, metode ini dapat mengukur secara spesifik kadar
biaya yang cukup mahal dan waktu analisis yang kurang efektif, selain bahan
ujinya sulit didapat dan memiliki batas waktu penggunaan. Untuk itu dalam
penelitian ini digunakan pula metode congo red, sebagai alternatif pengukuran
Apabila metode congo red dapat secara spesifik mengukur kadar senyawa
untuk industri jamur skala kecil dalam mengukur kadar β-1,3;1,6-D-glukan dari
Rumusan Masalah
2
2. Apakah senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada ekstrak kering jamur shiitake
D-glukan pada ekstrak kering jamur shiitake dengan metode congo red?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
glukan pada jamur shiitake, maka dapat dilakukan metode ekstraksi Yap &
alternatif yang lebih murah dan efisien dalam menentukan kadar senyawa
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara mudah dapat dikatakan bahwa pangan fungsional adalah bahan pangan
yang berpengaruh positif terhadap kesehatan seseorang, selain kandungan gizi dan
cita-rasa yang dimilikinya. Jadi dalam hal ini keberadaan faktor ´plus´ bagi
kesehatan yang diperoleh karena adanya komponen aktif pada bahan pangan
Menurut Wijaya (2002) bahwa fungsi bahan pangan tidak lagi ada dua
tetapi menjadi tiga, yaitu: segi nutrisi, cita-rasa dan kemampuan fisiologis
aktifnya. Bila kita melihat lebih jauh lagi fungsi bahan pangan yang terakhir ini
bukanlah hal baru dalam dunia kuliner. Masakan Tiongkok kuno misalnya,
banyak sekali yang memadukan antara khasiat dan cita-rasa dalam seni
kulinernya. Pada masakan ini banyak digunakan bahan baku yang dikenal
mempunyai komponen bioaktif yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh. Ahli ilmu
pengobatan kuno, Hippocrates pun pernah berujar “Let Food be The Medicine”.
Menurut Wijaya (2002), suatu produk dapat disebut sebagai kelompok pangan
fungsional bila:
4 4
1. Harus berupa suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet atau bubuk) yang
2. Layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu setiap hari
pemulihan tubuh setelah menderita sakit, menjaga kondisi fisik dan mental
Mary K. Schmild dalam salah satu paparannya menyampaikan ada tiga hal utama
2. Pada obat, efek harus dapat dirasakan segera, sedang pada pangan fungsional
3. Pemberian obat lebih ditujukan pada populasi tertentu (orang dengan penyakit
5
2.2 Jamur Shiitake
Jamur Shiitake, Lentinula edodes, atau Hioko, adalah jamur pangan asal
Asia Timur yang terkenal di seluruh dunia. Namanya diambil dari bahasa Jepang.
Shiitake secara harafiah berarti jamur dari pohon shii (Castanopsis cuspidate).
Batang pohon shii yang sudah lapuk merupakan tempat tumbuh jamur ini
(Widyastuti, 2009).
Lentinula edodes atau Lentinus edodes adalah jamur kayu yang di Jepang
pasar internasional dikenal sebagai chinese black mushroom atau black forest
jamur kayu cokelat. Selain itu, jamur ini juga disebut jamur payung karena
Shiitake termasuk rajanya jamur kayu karena harga, nilai gizi dan
khasiatnya memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Jamur ini dapat tumbuh pada
kayu gelondongan yang sudah kering (bukan lapuk) ataupun pada produk
sampingan kayu, seperti serbuk gergaji kayu. Budi daya jamur shiitake secara
6
alami belum menggunakan bibit buatan, tetapi masih mengandalkan spora yang
di tanah. Selain secara alami, shiitake juga dapat dibudidayakan secara tradisional
dengan balok kayu. Budidaya ini merupakan usaha agribisnis yang penting di
negeri Cina, Jepang dan Korea Selatan. Ada tiga jenis bibit jamur yang dapat
digunakan, yaitu jamur yang dapat membentuk tubuh buah pada suhu di atas
20oC, antara 10-15oC, dan pada suhu 10oC (Sarwintyas dkk, 2001).
putih yang sering disebut ‘renda’, bahkan ada juga yang retak-retak (bukan
pecah), lebar tudung bervariasi antara 2,5-9 cm dan terdapat selaput kutikula.
Bagian bawah tudung terdapat lamella (insang) yang berisi spora. Tangkai tudung
berwarna seperti tudungnya dan sedikit agak keras, panjang tangkai tudung 3-9
yaitu:
jamur.
3. Jamur muda
7
4. Stadium masak, yakni jamur utuh yang tudungnya sudah mengembang
penuh tetapi lamella-nya belum membuka. Jamur seperti ini yang dipanen.
Dalam keadaan normal, dari bentuk pinhead sampai masak memerlukan waktu 2-
3 hari.
klorofil dan berupa sel-sel yang menandung selulosa atau chitin. Tubuh jamur
dapat berupa sel-sel yang lepas tetapi dapat juga berupa sel-sel yang
bergandengan atau berupa benang. Benang ini merupakan tabung atau buluh yang
bersekat atau tidak bersekat. Satu helai benang disebut hifa dan kumpulan hifa
Hifa yang bersekat-sekat memiliki aliran protoplasma dari sel yang satu ke sel
yang lain melalui pori-pori yang terdapat di sekat. Inti sel dapat berpindah tempat
melalui pori-pori tersebut. Dinding sel atau dinding hifa yang mengandung
(Widyastuti, 2009).
sebagai berikut:
Kingdom : Mycota
Divisio : Amastigomycota
Kelas : Homobasidiomycetes
8
Ordo : Agaricales
Famili : Marasmiaceae
Genus : Lentinula
Spesies ini dulu dikenal sebagai Lentinus edodes. Ahli botani Inggris bernama
Miles Joseph Berkeley menamai spesies ini sebagai Agaricus edodes di tahun
cochleats yang warna dan ukurannya mirip. Perbedaan yang mencolok terdapat
pada tangkai, yang mana bagian yang mengarah ke ujung membesar karena
tersebut berhubungan dengan cita rasa yang timbul dari jamur ini sebagai
9
Abu 3,7-7
Kalori 387-392
5 Ribonukleat 165,5 mg
histidine
shiitake berpengaruh juga terhadap penurunan kolesterol dan gula darah, sehingga
kencing manis. Kandungan protein dan polisakarida pada jamur ini juga
berkhasiat sebagai antivirus. Pengaruh buruk akibat rokok dan alkohol yang dapat
penderita kanker uterus atau indung telur di Jepang sangat rendah jika
dibandingkan dengan wanita Inggris dan Amerika, karena wanita Jepang sering
10
dan sel natural killer serta sel darah putih lain, mengontrol kanker dan infeksi,
operasi kanker payudara dan saluran pencernaan, serta penyembuhan kanker leher
rahim dan kanker perut (Sarwintyas dkk, 2001). Kandungan senyawa β-1,3;1,6-D-
glukan tertinggi didapatkan di bagian batang dekat tudung dan bagian tudungnya.
Bagian batang pada umumnya merupakan makanan kaya serat yang sangat
11
dan dikenal dengan nama senyawa 1,3-β glukan, senyawa ini terdapat pada
dan Schizophyllum commune. Jika senyawa ini diekstraksi dari jamur shiitake
maka dikenal dengan nama senyawa lentinan, yang diambil dari bahasa latin
jamur shiitake terdiri dari lima residu 1,3-β-glukosa dalam ikatan rantai lurus
12
Konformasi senyawa polisakarida antikanker meliputi bentuk single helix,
triple helix memiliki berat molekul sekitar 400-800 x 103 kDa (Ooi & Liu, 2000).
aktivitas antikanker lebih rendah. Senyawa glukan dengan berat molekul yang
lebih tinggi tampak lebih efektif dibandingkan dengan yang berbobot molekul
lebih rendah. Ada berbagai variasi senyawa polisakarida anti tumor dengan
Dr. Chihara yang banyak meneliti dalam masalah antikanker dari jamur
glukan adalah salah satu bahan aktif dari jamur shiitake yang berperan dalam
Menurut pemaparan dalam review Ooi & Lee (2000), senyawa β-1,3;1,6-
langsung terhadap sistim intrinsik tubuh tanpa langsung membunuh sel kanker,
13
tumor dan menstimulasi sel-sel T-helper. Senyawa lentinan juga berperan sebagai
inducer interferon yang dapat mengontrol pertumbuhan dan replikasi sel kanker
(Aryantha, 2005).
2.4 Ekstraksi
pelarut. Jenis ekstraksi terdiri dari ekstraksi cair-cair dan padat-cair. Ekstraksi
padat-cair dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aqueus phase dan organic
phase. Cara aqueus phase dilakukan dengan menggunakan pelarut air, sedangkan
14
D-glukan dari jamur shiitake dengan pelarut aquades menggunakan metode
hemat waktu, lebih efisien dan relatif lebih rendah biaya dibanding metode asli
Chihara, et al (1970).
Prinsip metode ekstraksi Yap & Ng (2001) yaitu dengan proses perebusan
jamur shiitake menggunakan pelarut aquades pada suhu 100oC. Selanjutnya Hasil
ekstraksi diinkubasi pada suhu ruang dan kemudian ditambahkan alkohol 95%
dingin (4oC) untuk proses pengendapan ekstrak jamur shiitake. Presipitan (ekstrak
cair jamur shiitake) yang diperoleh dimurnikan dengan merebusnya kembali pada
suhu 100oC, kemudian didiamkan pada suhu ruang dan diendapkan kembali
2. Syarat untuk alat dan bahan kimia yang Banyak Tidak kecuali
15
3. Biaya preparasi Tinggi Rendah
2.5 Megazyme
mengukur kadar senyawa β-1,3;1,6-D-glukan dari yeast dan jamur, namun metode
ini memiliki kelemahan dari segi biaya pengujian yang cukup mahal, waktu
pengujian yang kurang efisien dan sulitnya mendapatkan bahan uji. Pengukuran
mengukur terlebih dahulu kadar total glukan dan α-glukan dalam ekstrak glukan,
adalah dengan menghidrolisis ekstrak glukan dengan HCl (37 %) yang dilanjutkan
dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 2 jam menjadi D-glucose. Untuk
16
quinoneimine yang dihasilkan, diukur dengan spektrofotometer UV-Vis sebagai
UV-Vis.
17
berat molekul 696,66 g/mol. Congo red larut dalam air, dan kelarutan congo red
Pada penelitian ini pereaksi warna congo red coba dikembangkan sebagai
salah satu metode analisis alternatif yang digunakan untuk menentukan adanya
menjadi prosedur pengujian yang memiliki kelebihan dari segi keefektifan waktu
pereaksi warna congo red didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ronald
M. Teather dan Peter J. Wood (1981) bahwa terjadi interaksi signifikan antara
18
pengukuran yang signifikan, dengan hasil pengukuran yang mendekati hasil
ultraviolet dan sinar tampak digunakan untuk analisis kuantitatif spesies kimia.
eksitasi elektron ikatan. Puncak absorpsi (λ maks) dapat dihubungkan dengan jenis
dalam ikatan sigma tereksitasi maka diperlukan energi paling tinggi dan akan
ini dikenal sebagai daerah ultraviolet hampa, karena pada pengukuran harus tidak
boleh ada udara, sehingga sukar dilakukan dan juga relatif tidak banyak
19
memberikan keterangan untuk penetuan struktur. Di atas 200 nm merupakan
jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik di dalam suatu molekul. Elektron
sunyi pada oksigen, nitrogen dan sulfur dapat juga termasuk dalam perluasan
Dimana:
c = konsentrasi (ppm)
20
b = tebal sel (cm) dan
A = serapan
Alat spektrofotometer UV-Vis ada dua macam yaitu single beam dan
double beam, perbedaan antara keduanya adalah pada tempat sampel dan standar.
Untuk single beam, tempat sampel dan standar digunakan bergantian, sehingga
Berikut perbedaan skema alat antara single beam dan double beam:
21
Walaupun Spektrofotometer single beam dan double beam memiliki
(Khopkar, 2003):
Vis adalah lampu hidrogen atau lampu deuterium. Kebaikan lampu wolfram
adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang
transformator. Jika potensial tidak stabil kita akan mendapatkan energi yang
sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan
celah. Jika celah posisinya tetap maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan
untuk mendapatkan λ yang diinginkan. Ada dua tipe prisma yaitu susunan
cornu dan susunan littrow. Secara umum tipe cornu menggunakan sudut 60°,
sedangkan tipe littrow menggunakan prisma dimana pada sisinya tegak lurus
dengan arah sinar yang berlapis alumunium serta mempunyai sudut optik 30°.
3. Sel absorpsi: pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca
corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus
menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang
22
lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi,
tetapi bentuk silinder juga dapat digunakan. Kita harus menggunakan kuvet
yang bertutup untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa dan gelas
2.8 Spektrofotometer IR
daerah radiasi IR terbagi dalam IR dekat (4000-12800 cm-1; 1,2-3,8 x 1014 Hz;
0,78-2,5 μm), dan daerah IR tengah (200-4000 cm-1; 0,012-6 x 1014 Hz; 2,5-
50μm), dan daerah IR jauh (10-200 cm-1; 3-60 x 1011 Hz; 50-1000 μm). Daerah
yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah 690-4000
cm-1 (2-12 x 1013 Hz; 2,5-1,5 μm). Daerah ini biasa disebut sebagai daerah IR
khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisis
dengan bilangan gelombang pada sumbu X dan persentase transmitan (T) pada
dalam daerah ini dibutuhkan untuk transisi elektronik. Maka radisasi infra merah
23
hanya terbatas pada perubahan energi setingkat molekul. Untuk tingkat molekul,
perbedaan dalam keadaan vibrasi dan rotasi digunakan untuk mengabsorpsi sinar
infra merah. Jadi untuk dapat mengabsorpsi, molekul harus memiliki perubahan
momen dipole sebagai akibat dari vibrasi. Berarti radiasi medan listrik yang
Posisi relatif atom dalam molekul tidak pasti, tetapi berubah-ubah terus-
menerus karena vibrasi. Untuk molekul dwi-atom dan tri-atom, vibrasi dapat
dianggap dan dihubungkan dengan energi absorpsi tetapi untuk molekul poliatom,
vibrasi tidak dapat dengan mudah diperkirakan, karena banyaknya pusat vibrasi
vibrasi tekuk. Vibrasi ulur menyangkut konstanta vibrasi antara dua atom
sepanjang sumbu ikatan, sedangkan vibrasi tekuk karena berubahnya sudut antara
dua ikatan dan ada empat tipe, yaitu scrissoring, rocking, wagging, dan twisting.
Keempat vibrasi tersebut hanya mungkin bagi molekul yang mempunyai lebih
1. bending
2. streching
24
3. wagging (kibasan) : atom-atomnya bergerak bolak balik keluar bidang atau
molekul
berubah-ubah
25
Berikut ini adalah beberapa gugus fungsi dengan daerah serapannya:
dan terdiri dari 5 bagian utama yaitu sumber radiasi, daerah cuplikan, kisi difraksi
1. Sumber radiasi, radiasi infra merah biasanya dihasilkan oleh pemijar Nernst
dan Globar. Pemijar Globar merupakan batangan silikon karbida yang dipanasi
sekitar 1200oC, sehingga memancarkan radiasi kontinyu pada daerah 1-40 μm.
Globar merupakan sumber radiasi yang sangat stabil. Pijar Nernst merupakan
26
batang cekung dari sirkonium dan yitrium oksida yang dipanasi sekitar 1500oC
dengan arus listrik. Sumber ini memancarkan radiasi antara 0,4-20 μm dan
pendinginan air.
keluar, alat pendispersi yang berupa kisi difraksi atau prisma, dan beberapa
cermin untuk memantulkan dan memfokuskan berkas sinar. Bahan yang lazim
digunakan prisma adalah natrium klorida, kalium bromida, sesium bromida dan
monokromator infra merah, karena dispersinya tinggi untuk daerah antara 5,0-
16 μm, tetapi dispersinya kurang baik untuk daerah antara 1,0-5,0 μm. Kalium
bromida dan sesium bromida merupakan bahan prisma yang baik untuk infra
merah jauh. Litium fluorida merupakan bahan yang baik untuk infra merah
difraksi, bukan prisma. Keuntungan kisi difraksi adalah resolusi lebih baik,
energi sinar yang hilang lebih sedikit sehingga dapat digunakan lebar celah
yang lebih sempit, memberikan disperse yang linier dan tahan terhadap uap air.
Sedangkan kekurangan dari kisi difraksi adalah jumlah sinar hamburan lebih
banyak dan dihasilkannya lebih dari satu spektrum dari berbagai orde. Untuk
mengatasi kelemahan ini maka digunakan prisma dan filter bersama kisi
27
orde saja. Hal yang sama juga dapat diperoleh dengan membuat sudut jalur kisi
sedemikian rupa sehingga sinar yang didispersikan terpusat hanya pada satu
orde saja.
fotolistrik tidak dapat digunakan untuk mendeteksi sinar infra merah, karena
energi foton infra merah tidak cukup besar untuk membebaskan elektron dari
permukaan katoda dari suatu tabung foton. Detektor panas untuk mendeteksi
sinar infra merah yaitu termokopel, bolometer dan sel golay. Ketiga detektor
ini bekerja berdasarkan efek pemanasan yang ditimbulkan oleh sinar infra
merah.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
Hidayatullah, Jakarta. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2009 hingga
Januari 2010.
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari peralatan untuk
(sigma 201m) dan batang pengaduk. Peralatan untuk pengeringan sampel hasil
ekstraksi, yaitu: cawan petri dan alat freeze-dryer (telstar iyoalfa 15). Peralatan
untuk uji megazyme dan congo red, yaitu: tabung uji dengan tutup, tabung reaksi,
sentrifius (HIMAC CR 21G), rak tabung reaksi, hot plate, termometer raksa.
Infra Red Perkin Elmer tipe spectrum-one (untuk identifikasi keberadaan senyawa
29 29
lentinan), Spektrometer UV-Vis double beam Hitachi tipe V-2001 (untuk analisis
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang dipakai pada penelitian ini terdiri dari bahan sampel
dan bahan untuk analisis. Bahan sampel adalah jamur shiitake yang diperoleh dari
swalayan jln. Ampera Raya No.38 Cilandak Timur, Jakarta-Selatan dan β-1,3;1,6-
Bahan untuk analisis terdiri dari: bahan ekstraksi adalah aquades dan
alkohol 96%. Bahan analisis FTIR adalah serbuk KBr. Bahan untuk analisis kadar
dan pereaksi congo red. Bahan analisis kadar senyawa β-1,3;1,6-glukan dengan
metode Megazyme yaitu Megazyme kits (dari Irlandia) dipesan oleh laboratorium
U/mL) + invertase (500 U/mL) dalam 50 % v/v gliserol, 20 mL); botol 3 (pereaksi
D-Glucose (5 mL, 1.00 mg/mL) in 0.2 % w/v asam benzoid); botol 6 (control
yeast β-glucan, 56 %), dan Reagen: buffer sodium asetat (1,2 M; pH-3,8), buffer
sodium asetat (200 mM; pH-5), KOH 2M, HCl (37% v/v; ~10M), KOH 2N.
30
3.3 Prosedur Penelitian
Jamur shiitake diperoleh dari swalayan jln. Ampera Raya No.38 Cilandak
dalam botol 1, kemudian disimpan dalam tabung polypropylene pada suhu -20oC
(reagen stabil > 2 tahun pada suhu -20oC). Reagen 2: diencerkan isi botol 3
(pereaksi buffer glukosa (pekat; 50 mL)) menjadi 1 L dengan air yang didistilasi
atau diionisasi (stabil >2 tahun pada suhu 4oC). Reagen 3: dilarutkan isi botol 4
mM) kedalam isi botol 3 yang telah diencerkan (stabil 2-3 bulan pada suhu 4oC
aquades (100oC) selama 1 jam, kemudian ekstrak jamur shiitake diinkubasi pada
31
1:1 dan disimpan dalam freezer pada suhu -15oC selama 1 malam untuk
Endapan ekstrak basah jamur shiitake (berbentuk gel) yang diperoleh dipisahkan,
kemudian direbus kembali dengan aquades (100oC) hingga larut. Setelah semua
endapan larut kemudian diinkubasi pada suhu ruang, hingga suhunya ±27oC dan
dan disimpan dalam freezer pada suhu -15oC selama satu malam untuk
ekstrak basah jamur shiitake dengan berat minimun. Setelah diperoleh ekstrak
mg serbuk KBr kering dengan lumpang agate atau “vibrating ball mill” hingga
pencetak dengan alat press. Lalu cakram KBr dilepas dari alat press. Selanjutnya
32
3.3.5 Analisis Kadar Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada Ekstrak Kering
1,5 ml HCl pekat (37 % v/v) kedalam tabung reaksi, selanjutnya divortex pelan-
pelan. Kemudian diinkubasi dalam waterbath 30oC, selama 45 menit dan divortex
KOH 2 N, kemudian dipindahkan ke labu volumetric 100 ml, dicuci sisa pada
labu volumetric dengan buffer sodium asetat pH-5, dicampur dengan hati-hati
ditambahkan 0,1 ml reagen 1 (campuran 8 mL buffer sodium asetat 200 mM, pH-
2.0 mL) dan divortex, selanjutnya diinkubasi pada 40oC selama 60menit,
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm. Penentuan kadar total
glukan dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Dilakukan pula penentuan kadar total
33
2. Penentuan Kadar α-glukan
natrium Asetat 1,2 M pH-3,8 dan divortex, kemudian ditambahkan 0,2 ml enzim
% v/v gliserol, 20 mL) dan divortex kembali, selanjutnya diinkubasi pada 40oC
menit, diambil 0,1 ml supernatan dan ditambahkan 0,1 ml buffer sodium asetat
glukan dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Dilakukan pula Penentuan Kadar α-
1,4 ml NaOH 1M dan diaduk dengan stirer hingga serbuk glukan larut.
memisahkan ekstrak kering jamur shiitake yang sudah larut (filtrat) dengan yang
belum larut (residu) . Filtrat yang terpisah kemudian diambil dan ditambahkan
34
500 μl NaOH 0,2 M dan divortex. Selanjutnya ditambahkan 400 μl pereaksi congo
red dan divortex kembali untuk mencampurnya dan diinkubasi selama 20 menit
35
BAB IV
proses ekstraksi berulang sebanyak tujuh kali, maka dari 900 g sample jamur
diperoleh total ekstrak basah jamur shiitake basah sebesar 84 g. Dengan hasil
berat kering sebesar 4,4987 g atau 0,4999 % (w/w) . Menurut penelitian yang
dilakukan Yap & Ng (2001), bahwa dengan metode ekstraksi yang sama dari 100
g sample jamur shiitake diperoleh berat kering sebesar 325 mg (0,3250 % w/w)
didasarkan pada sifat kelarutan senyawa β-glukan yang akan diekstraksi, menurut
Widyastuti (2009): β-glukan adalah polisakarida yang larut dalam pelarut aquades
dapat terjadi karena pada saat proses pemanasan membuat rantai cabang dari
terjadi gelatinisasi yang dapat terlihat dari supernatan hasil ekstraksi yang
mengental.
36 36
pelarut aqudes. Dengan penambahan etanol maka interaksi hidrogen antara
dengan etanol karena sifat kelarutanya yang kecil. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Kusmawati dan Irma, telah dibuktikan bahwa semakin rendah suhu
yang masih terbawa selama proses perebusan pertama ataupun selama proses
jamur shiitake menggunakan metode freeze drying dipilih agar supaya struktur
ekstrak kering jamur shiitake yang diperoleh tidak rusak, karena dalam metode
freeze drying tidak digunakan panas yang tinggi. Sedangkan jika proses
37
4.2 Hasil Identifikasi Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada Ekstrak Kering
shiitake dapat ditentukan dengan melihat kemiripan peak-peak yang muncul pada
55
890
50 Standar B-Glukan
Standar
45
470.44
40 Lentinan
Ekstrak Shiitake
653.21
895.57
35
%T 1650.75
1431.10
30 3840.30
1541.64
3395.21
20
2927.96
15
1070.34
10.0 3424.24
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
cm-1
Gambar 7. Spektrum IR Ekstrak Kering Jamur Shiitake dan β-1,3;1,6-Glukan Standar (Barley)
Seperti terlihat pada hasil spektrum FT-IR diatas (gambar 7), dengan
ekstrak kering jamur shiitake. Namun masih ada perbedaan beberapa peak antara
kedua spektrum tersebut, dimana ada peak yang muncul pada spektrum ekstrak
38
standar, sehingga perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut terhadap peak-peak
Dari beberapa peak-peak yang muncul pada spektrum ekstrak kering jamur
shiitake maka dapat teridentifikasi beberapa gugus fungsi sebagai berikut: pada
dan yang paling spesifik adalah keberadaan peak pada bilangan gelombang 890
glukan dibuktikan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Synytsya dkk
polisakarida yang kuat terutama dalam cincin piran yang ditunjukkan pada
spektrum ekstrak kering jamur shiitake yaitu menunjukkan gugus C=O pada
bilangan gelombang 1541,64 cm-1 dan gugus N-H pada bilangan gelombang
1651,79cm-1. Kedua peak ini tidak menunjukkan gugus fungsi dari senyawa β-
1,3;1,6-D-glukan, kemungkinan kedua peak ini berasal dari senyawa amida yang
terikat pada glukan (proteoglukan). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang
39
dilakukan oleh Werning (2008) pada penentuan β-glukan, dimana pada bilangan
proteoglukan. Ini diperkuat pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Synytsya
dkk (2008), bahwa pada sekitar bilangan gelombang 1650 cm-1 dan 1540 cm-1
pada ekstrak kering jamur shiitake. Hasil pengukuran (triplo) kadar senyawa β-
40
kadar senyawa β-1,3;1,6-D-glukan menggunakan metode megazyme. Sebagai
dengan perlakuan dan waktu yang sama terhadap pengukuran kadar β-1,3;1,6-D-
glukan pada ekstrak kering jamur shiitake, selain itu kadar β-1,3;1,6-D-glukan
dari yeast yang diperoleh harus berkisar antara 50-56 %, sebagaimana yang
1,3;1,6-D-glukan dari yeast yang diperoleh <50% maka prosedur pengujian kadar
yeast tidak terlalu signifikan maka tidak terlalu jadi masalah untuk menyimpulkan
Hasil analisis dengan metode congo red didapat nilai absorban ekstrak
kering jamur shiitake sebesar 0,2850, dengan memasukkan nilai absorban tersebut
41
sigma, kemurnian >95 %), maka didapat konsentrasi senyawa β-1,3;1,6-D-glukan
maka nilai ini sangat tidak mungkin menunjukkan hasil pengukuran yang tepat.
Begitu juga jika hasil tersebut dibandingkan dengan hasil pengukuran kadar
Dari hasil ini maka dapat terlihat ketidakmampuan metode congo red
polisakarida lain. Hal ini dapat dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh
Anugraha (2008) bahwa Congo red akan bereaksi dengan polisakarida, termasuk
Walaupun metode congo red memiliki kelebihan dari segi biaya yang
lebih efisien dan waktu pengerjaan yang lebih efektif dibandingkan dengan
metode megazyme, namun metode congo red belum dapat menentukan kadar
pewarna congo red dalam berinteraksi dengan semua polisakarida maka untuk
42
penelitian selanjutnya metode congo red diharapkan dapat digunakan dalam
43
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Hasil ekstraksi metode Yap & Ng diperoleh berat kering ekstrak jamur
shiitake (ekstrak glukan) sebesar 4,4987 g dengan rendemen hasil per berat
cm-1, gugus fungsi C-O-C stretching pada bilangan gelombang 1076,20 cm-1
3. Metode congo red belum mampu secara spesifik menentukan kadar senyawa
5.2 Saran
tetap pada kondisi dingin) dan penggunaan enzim agar tidak terkontaminasi.
44 44
2. Untuk mengetahui aktivitas antikanker senyawa β-1,3;1,6-D-glukan dalam
45
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Peluang Tanaman Rempah dan Obat Sebagai Sumber Bahan Pangan.
Bogor: Litbang Pertanian.
Hendry, Reni Efita. 2005. Manfaat Jamur Sebagai Bahan Pangan & Obat.
Majalah Health Today.
Hermanto, Sandra. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi &
Spektrofotometri. Jakarta: Pusat Laboratorium Terpadu UIN syahid.
Kusmiati, dkk. 2007. Produksi β-Glukan Dari Dua Galur Agrobacterium sp.
Pada Media Mengandung Kombinasi Molase dan Urasil. Surakarta:
Jurusan Biologi FMIPA UNS.
46 46
Megazym.com.
Sarwintyas, dkk. 2001. Tinjauan Literatur Jamur Kegunaan Kimia dan Khasiat.
Jakarta: LIPI.
Synytsya, Andriy. dkk. 2008. Glucans from fruit bodies of cultivated mushrooms
Pleurotus ostreatus and leurotus eryngii: Structure and potential
prebiotic activity. Czech Republic: www.elsevier.com/locate/carbpol.
47
Werning, Laura Maria. 2008. Heterologous Expression of a Position 2-Substituted
(1,3)-β-D-Glucan in Lactococcus lactis. Journal of American Society
for Microbiology.
48
Lampiran 1. Desain penelitian
Jamur Shiitake
freeze drying
Ekstrak Kering Jamur Shiitake
Penghalusan
Serbuk
49
Lampiran 2. Data Hasil Ekstraksi
1 2,55 27
2 2,30 24
3 1,45 17
4 1,05 7
5 0,95 4
6 0,65 3
7 0,90 2
50
Lampiran 3. Gambar-gambar Tahapan Ekstraksi Hingga Freeze Drying
Penghalusan
sentrifugasi
Pemisahan
Disaring
Pemisahan
51
Lampiran 4. Data Hasil Pengukuran Kadar Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan
dengan Metode Megazyme
Tabel Absorbansi Total Glukan, α-glukan dan Glukosa Hasil Analisis Spektrofotometer UV-Vis
Ulangan 1 A1 A2 A1-rata2 Blanko A2-rata2 Blanko ∆E
Ekstrak shiitake:
- total glukan 0,438 0,451 0,421 0,434 0,4275
- alfa glukan 0,053 0,060 0,036 0,043 0,0395
Ekstrak Yeast:
- total glukan 0,693 0,651 0,676 0,634 0,6550
- alfa glukan 0,079 0,076 0,062 0,059 0,0605
Glukosa 1,063 1,090 1,046 1,073 1,0595
Blanko 0,017 0,017 - - -
Ulangan 2
Ekstrak shiitake:
- total glukan 0,433 0,439 0,417 0,423 0,4200
- alfa glukan 0,083 0,061 0,067 0,045 0,0560
Ekstrak Yeast:
- total glukan 0,675 0,676 0,659 0,660 0,6595
- alfa glukan 0,078 0,080 0,062 0,064 0,0630
Glukosa 1,088 1,079 1,072 1,063 1,0675
Blanko 0,016 0,016 - -
Ulangan 3
Ekstrak shiitake:
- total glukan 0,397 0,399 0,366 0,368 0,3675
- alfa glukan 0,075 0,078 0,044 0,047 0,0455
Ekstrak Yeast:
- total glukan 0,613 0,626 0,582 0,595 0,5885
- alfa glukan 0,086 0,086 0,055 0,055 0,0550
Glukosa 1,015 1,017 0,984 0,986 0,9850
Blanko 0,030 0,032 - -
52
Tabel Hasil Pengukuran Kadar Total Glukan, α-glukan dan β-glukan
% Total Glukan % α-glukan % β-glukan
Ulangan ke-1
Ekstrak Shiitake 36,1336 3,3058 32,8279
Ekstrak Yeast 54,8172 0,5195 54,2977
Ulangan ke-2
Ekstrak Shiitake 35,2337 4,6515 30,5821
Ekstrak Yeast 54,7802 0,5369 54,2433
Ulangan ke-3
Ekstrak Shiitake 33,3994 4,1449 29,2545
Ekstrak Yeast 53,7179 0,5161 53,2018
Dimana:
∆E = absorban sampel – absorban blanko
F = faktor untuk mengkonversi absorban ke μg dari D-glukosa
100/0,1= faktor koreksi volume; untuk total glukan (yeast)
103 = faktor koreksi volume; untuk α-glucan (10,3 ml yang dianalisa)
atau 1000 = faktor koreksi volume; untuk α-glucan (100 ml yang dianalisa)
1/1000 = konversi dari μg ke miligram
100/W = konversi balik ke 100 mg dari sampel (%w/w)
W = berat sampel yang dianalisis
53
162/180 = faktor untuk mengkonversi dari D-glukosa bebas, yang diukur,
untuk anhidroglukosa
Yeast :
Total glukan (%w/w) = 0,6550 x (94,3841/101,5) x 90
= 54,8172
α-glukan (%w/w) = 0.0605 x (94,3841/101,9) x 9,27
= 0,5195
% β-glukan = 54,8172 – 0,5195 = 54,2977
54
• Cara Perhitungan Kadar Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan dengan Program
Komputerisasi
55
Lampiran 5. Reaksi Selama Analisis Kadar Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan
dengan Metode Megazyme
Tahap 1
Tahap 2
amyloglucosidase
α-glukan(l) + H2O
Tahap 3
glucose oxidase
+ O2 +
Tahap 4
+ +
Peroxidase
+ 4
56
Reaksi selama analisis total glukan
Tahap 1
HCl, 30 C, 45 menit
1,3:1,6-β-glukan(s) + 1,3- β-glukan + α-glukan(s) + H2O
Glukan(l) + H2O
laminarisaccharides + H2O
Tahap 2
+ O2 + glucose oxidase
Tahap 3
+ +
peroxidase
+ 4
57
Lampiran 6. Data Hasil Pengukuran Kadar Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan
dengan Metode Congo Red
58
Nilai absorbansi dari ekstrak kering jamur shiitake, dimasukkan kedalam
X = 0,2226 : 5.10-6
Karena ekstrak kering jamur shiitake yang diukur merupakan hasil pengenceran
maka konsentrasi yang didapat dalam ppm (mg/L) terlebih dahulu dikonversi ke
Konsentrasi ekstrak kering jamur shiitake didapat dengan membagi berat ekstrak
glukan yang dianalisis dengan volume pelarut yang digunakan yaitu 0,02 gr : 2ml
= 0,01 gr/ml
59