You are on page 1of 11

Disusun Oleh :

 Rosmini Nasir
 Nurain Palembang
 Fitriani .R. Mamulati
 Stevi Antoni
 Emelie Manuputty
 Agus Cahyanto
 Henny Sahetapy
 Laila Rumalean
 Fitria wasahua
 Wiwin
Akper Kesehatan Daerah Militer XVI Pattimura
Ambon

A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting
dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005)
menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan
belajar. Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ?

Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :

 Moh. Surya (1997) :

“belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.

 Witherington (1952) :

“belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai


pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan
dan kecakapan”.

 Crow & Crow dan (1958) :

“ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”.

 Hilgard (1962) :

“belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah
karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”

 Di Vesta dan Thompson (1970) :

“ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari
pengalaman”.
 Gage & Berliner :

“belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena
pengalaman”

Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah
perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan
perilaku, yaitu :

1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu
yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti
suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi
pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi
Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam
dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.

2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya


merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi
dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya,
seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan
keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.

Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan
keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan
mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku
para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.

4. Perubahan yang bersifat positif.

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah


kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan
menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan
perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya,
namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan
untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip
perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.

5. Perubahan yang bersifat aktif.

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya


melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang
psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan
mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi
pendidikan dan sebagainya.

6. Perubahan yang bersifat pemanen.

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan
komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap
dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.

7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.


Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan
jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa
belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia
ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang
diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai
tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.

8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata,


tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya,
mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya
seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang


merupakan hasil belajar dapat berbentuk :

1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara
tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda,
definisi, dan sebagainya.
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi
dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan
simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan
dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak,
aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan
masalah.
3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan
keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif
yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi
aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil
pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses
pemikiran.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih
macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam
diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi
suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang
menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang
dikontrol oleh otot dan fisik.

Sementara itu, Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :

1. Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari


kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia
terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik,
keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan
kesadaran yang tinggi.
3. Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang
masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai
pengertian yang benar.
4. Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan
lainnya dengan menggunakan daya ingat.
5. Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan
“mengapa” (why).
6. Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik
atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan
keyakinan.
7. Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8. Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
9. Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah,
sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.

Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar
meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta
tingkatan aspek-aspeknya.
A. Proses Belajar
Sampai sekarang terdapat 2 pendapat yang terus berkembang berebut pengaruh
untuk diaplikasi terkait proses belajar. Proses belajar di sekolah dirancang ke dalam
kurikulum. Kurikulum yang berlaku di sekolah SD, SMP, SMA, SMK bermerk KTSP.
Tulungagung mulai memberlakukan KTSP tahun ajaran 2007/2008.

Pendapat I yakin proses belajar terjadi karena ada reinforcement sebagai motivasi
siswa agar terjadi perubahan tingkah laku (behaviorisme), proses belajar terjadi sesuai
tingkat perkembangan biologis seseorang (maturasionisme). Behaviorisme menekankan
ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme
menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia. Kurikulum sebelum KBK atau
KTSP menganut pendapat ini. Peran guru di sini aktif menyiapkan dan memberi pelajaran
yang sesuai untuk memperkaya dan mempercepat perkembangan pengetahuan dan mental
siswa.

Pendapat ke II yakin proses belajar terjadi karena bentukan kita sendiri


(selfcontructions). Pengetahuan yang kita dapat bukan karena meniru dan bukan pula
menggambar realitas di luar diri kita tetapi dikonstruksi melalui proses membuat struktur,
kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan
(konstruktivisme). Kurikulum yang diberlakukan sekarang KBK maupun KTSP menganut
pendapat ini.

Konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam,


pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika siswa tidak aktif membangun
pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu
pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan atau fenomena yang dihadapi siswa. Pengetahuan tidak bisa
ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa.
Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang
terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan siswa sangat menentukan dalam mengembangkan
pengetahuannya. Oley karena itu pembelajaran siswa di kelas atau di sekolah menggunakan
strategi pembelajaran siswa aktif. Peran guru di sini sebagai media dan fasilitator bahkan
menciptakan media pembelajaran dan menciptakan fasilitator pembelajaran supaya siswa
belajar aktif dan aktif belajar.

Siswa dibimbing dan dilatih serta diberi kesempatan melakukan adaptasi kognitif.
Sama halnya dengan setiap organisme tubuh harus beradaptasi secara fisik dengan
lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran siswa. Siswa dan
kita semua berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan baru yang
harus ditanggapi dan diselesaikan serta dipecahkan secaca kognitif (mental). Untuk itu,
siswa dibimbing dan dilatih mengembangkan skema pikiran lebih umum menuju ke lebih rinci,
atau perlu perubahan radikal untuk menjawab tantangan hidup dan menginterpretasikan
pengalaman-pengalamannya.

Proses belajar siswa untuk membentuk kemampuannya atau kompetensinya dimulai:

1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya siswa beradaptasi


dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan
lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk
mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.

2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap


mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.

3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah
tidak cocok lagi.

4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga


seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya
(skemata). Proses perkembangan intelek siswa berjalan dari disequilibrium
menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

Proses belajar bermakna berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur


pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya perlu bila siswa mendapatkan fenomena atau
informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian
lamanya. Pengetahuan siswa selalu diperbarui diupdate dikonstruksikan terus-menerus.
Jelaslah bahwa teori belajar bermakna bersifat konstruktif karena menekankan proses
asimilasi dan akomodasi fenomena, pengalaman, dan fakta baru ke dalam konsep atau
pengertian yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
B. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi
terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak
pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. (Muslihati 2005)
Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah
akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah
dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi
domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni
2000)

Dalam ranah kognitif , hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan
tersebut ialah :

1) Pengetahuan atau ingatan


2) Pemahaman
3) Penerapan
4) Sintesis
5) Analisis
6) Evaluasi.

Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu :

1) Peniruan (menirukan gerak)


2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu :

1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)


2) Merespon (aktif berpartisipasi)
3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya)
5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang
dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.

Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif,


afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesikannya bahan pelajaran.

Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan
terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui
tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai
berikut:

1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan
yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan
suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular
(menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena
lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari
hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima


pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau
kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah
memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar:

a. Keterampilan dan kebiasaan


b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita

Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses
belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian
dalam kehidupan siswa tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah
suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta
akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya
karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin
mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan
perilaku kerja yang lebih baik.

You might also like