You are on page 1of 51

ST-Elevation Myocardial Infarction

(STEMI)

Oleh :
Umar Ar Rasyidin Lubis (120100130)
Raina Benita Br. Sinuraya (130100237)
Vania G. H. Girsang (130100282)

Pembimbing : dr. Teuku Bob Haykal, Sp. JP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2017
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dr.Teuku Bob Haykal, Sp.JP yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan,12 April 2017

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ................................................................ 18
BAB 4 FOLLOW UP ...................................................................................... 28
BAB 5 DISKUSI KASUS................................................................................ 37
BAB 6 KESIMPULAN ................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular
yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi.1 Sindrom Koroner Akut merupakan istilah operasional yang
mengacu pada kondisi iskemia miokard akut dan atau infark yang disebabkan oleh
berkurangnya aliran darah koroner secara mendadak. Hal ini disebabkan oleh
adanya ketidakseimbangan tiba-tiba antara kebutuhan dan suplai oksigen ke
miokard, yang biasanya merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah koroner
yang membawa oksigen ke otot jantung karena penyempitan atau obstruksi arteri
yang disebabkan oleh plak aterosklerosis.2
The American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa >780.000
orang di Amerika menderita Sindrom Koroner Akut (SKA) setiap tahunnya,
dengan karakteristik penderita tersering pada median usia 68 tahun dan lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2.2 Di Inggris,
dilaporkan bahwa pada tahun 2009 sebanyak 33.371 orang meninggal akibat
sindrom koroner akut, dimana jumlah ini adalah sebesar 6% dari seluruh kematian
di Eropa Barat.3
Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013 menunjukkan bahwa penyakit jantung masih merupakan salah satu
penyebab kematian terbesar. Prevalensi penderita penyakit jantung koroner,
termasuk di dalamnya sindrom koroner akut di Indonesia adalah sebesar 0,5-1,5%
dari seluruh penyakit tidak menular (berdasarkan diagnosis dokter dan gejala).
Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu jenis penyakit jantung terbanyak
yang dijumpai di Indonesia, yaitu sekitar 110.183 kasus.4
Manifestasi dari sindrom koroner akut dapat berupa angina tak stabil
(Unstable Angina), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non ST
Elevation Myocard Infark/NSTEMI), infark miokard akut dengan elevasi segmen
2

ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI) dan juga dapat menyebabkan kematian


jantung yang mendadak.5
Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut
merupakan penyebab kematian utama di dunia terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia.6 Pada tahun 2006,
sekitar 1,4 juta masyarakat di Amerika yang didiagnosa dengan sindrom koroner
akut, 537.000 di antaranya menderita angina pectoris tidak stabil, dan 810.000
lainnya didiagnosa dengan NSTEMI maupun STEMI.5
STEMI merupakan spektrum yang paling berat dalam SKA, pada STEMI
terjadi infark miokard yang merupakan nekrosis ireversibel pada otot jantung
yang disebabkan iskemik berkepanjangan. Iskemik sendiri merupakan akibat dari
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhannya karena oklusi total dari
arteri koroner. Infark miokard akut tipe STEMI sering menyebabkan kematian
mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan
tindakan medis secepatnya.7
Karakteristik utama infark miokard dengan ST-elevasi adalah angina
tipikal akut dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Pencegahan keterlambatan sangat
penting dalam penanganan STEMI karena waktu paling berharga dalam infark
miokard akut adalah di fase sangat awal, dimana pasien mengalami nyeri hebat
dan kemungkinan mengalami henti jantung.1

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit infark miokard
elevasi segmen ST (STEMI).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus infark miokard elevasi segmen ST (STEMI) serta melakukan
penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan
prognosis yang baik.
3

1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang
infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindrom Koroner Akut


2.1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut (SKA) atau acute coronary syndrome (ACS)
merupakan suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi
secara tiba-tiba akibat kurangnya aliran darah ke miokard berupa angina
tidak stabil, infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non ST
Elevation Myocard Infark/NSTEMI),maupun infark miokard akut dengan
elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI).5
Saat ini, istilah Sindrom Koroner Akut digunakan untuk
menunjukkan fase akut dari penyakit jantung koroner berupa iskemia
miokard dengan atau tanpa nekrosis sel miokard akibat ruptur plak
aterosklerosis, trombosis, embolisasi, dan berbagai tingkat obstruksi
koroner yang mengganggu perfusi miokard.8

2.1.2. Epidemiologi Sindrom Koroner Akut


Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi
penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok
umur 65-74 tahun, yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok
umur >75 tahun. Prevalensi PJK yang didiagnosis dokter maupun
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih tinggi pada perempuan
(0,5% dan 1,5%). Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat tidak
bersekolah dan tidak bekerja. Berdasarkan PJK terdiagnosis dokter,
prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan terdiagnosis
dokter dan gejala lebih tinggi di daerah pedesaan.4
5

2.1.3. Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut


Faktor resiko Sindrom Koroner Akut dapat dibedakan menjadi :

Faktor Resiko yang dapat Faktor Resiko yang tidak dapat


dimodifikasi dimodifikasi
a. Merokok a. Riwayat Keluarga
b. Dislipidemia b. Jenis Kelamin
c. Diabetes Mellitus c. Usia
d. Hipertensi d. Etnik
e. Diet tidak sehat
f. Obesitas
g. Stres psikososial
Tabel 2.1 Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut10

2.1.4 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut


Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak atheroma
pembuluh darah koroner yang robek atau pecah.Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrous yang menutupi
plak tersebut. Kejadian ini diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white trombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli
yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner.Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang
berhenti selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard).1
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
6

jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan


kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami
koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena
obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmetal).Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.1

2.1.5. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


Klasifikasi sindrom koroner akut terdiri dari:
a. Angina Pektoris Tidak Stabil
Jika biomarker kardiak pasien tidak memenuhi kriteria miokard
infark tetapi memnuhi satu atau lebih kriteria di bawah :
i. Angina pada saat istirahat memanjang (biasanya > 20 menit)
ii. Onset angina baru dengan keparahan kelas 3 menurut Canadian
Cardiovascular Society (CCS)
iii. Angina yang bertambah parah (contohnya, angina menjadi lebih
sering, lebih parah, menetap untuk waktu yang lama)
b. Infark Miokard tanpa Elevasi Segmen ST (Non-ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction / NSTEMI)
Adalah nekrosis miokard (dengan adanya biomarker kardiak
dalam darah; elevasi troponin I atau troponin T dan CK) tanpa elevasi
segmen ST akut. Perubahan pada EKG seperti adanya depresi segmen
ST, inversi gelombang T atau kedua-duanya mungkin terlihat.
c. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction / STEMI)
7

Adalah nekrosis miokard dengan adanya perubahan EKG yang


menunjukkan elevasi segmen ST yang menetap dan sulit hilang dengan
pemberian nitroglycerine atau terdapat Left Bundle Branch Block (LBBB)
baru pada hasil EKG. Terdapat juga peningkatan biomarker jantung seperti
troponin I atau troponin T dan CK.10

Gambar 2.1 Klasifikasi SKA11

2.2. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI )


2.2.1. Definisi STEMI
STEMI adalah salah satu spektrum klinis dari sindrom koroner
akut dimana terjadi gangguan aliran darah koroner secara total ke miokard
akibat akibat ruptur plak athrematous yang ditandai dengan gejala iskemia
miokard dan berkaitan dengan elevasi segmen ST yang menetap pada
pemeriksaan EKG dan pelepasan biomarker karena adanya nekrosis di
miokardium.12
8

2.2.2. Diagnosa STEMI


a. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala umum pasien dengan
iskemi. Sifat nyeri dada spesifik angina dapat berupa nyeri dada yang
tipikal seperti rasa tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten atau persisten (lebih dari 20
menit). Keluhan sering disertai diaphoresis, mual atau muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, sinkop.13 Pada hampir setengah kasus, terdapat
faktor pencetus sebelum muncul nyeri dada angina, seperti aktivitas fisik
berat, stres emosi, udara dingin, atau penyakit medis lainnya.14
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan
pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit
arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard,bedah pintas koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetesmellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi
atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP
(National Cholesterol Education Program).1

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat membantu dalam mengidentifikasi faktor
pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan
menyingkirkan diagnosis banding.Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
- Umum : kecemasan, tidak bisa istirahat (gelisah), sesak, keringat
dingin, tekanan darah normal atau meningkat.
- Leher : normal atau sedikit peningkatan TVJ
9

- Jantung : takikardia, S1 lemah, timbulnya S4, terdapatnya S3, dapat


ditemukan murmur sistolik.
- Paru : rales atau mengi bila terdapat gagal jantung
- Ekstremitas : normal atau terdapat tanda penyakit vascular perifer.1,14

c. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan sangat penting untuk pengenalan
STEMI, untuk membantu menentukan diagnosis dan prognosis. Pada
pasien yang sedang nyeri dada, gambaran 12 sadapan EKG menunjukkan:
i. Elevasi segmen ST ≥ 1mm (0,1 mV) sekurang-kurangnya pada
2 sadapan ekstremitas (aVL hingga lead III, termasuk aVR)
ii. Elevasi segmen ST ≥ 1mm (0,1 mV) pada sadapan perikordial
V4 hingga V6
iii. Elevasi segmen ST ≥ 2 mm (0,2 mV) pada sadapan perikordial
V1 hingga V3, atau
iv. Left Bundle Branch Block (LBBB) yang baru.15

Gambar 2.2 Perubahan EKG pada STEMI.11


10

Tabel 2.2 Lokasi Infark Miokard berdasarkan EKG16


Lokasi Infark Lokasi Elevasi Arteri Kororner
Miokard Akut Segmen ST
Anterior V3,V4 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal
Anteroseptal V1,V2,V3,V4 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal, cabang LAD-septal
Anterior I,aVL,V2-V6 Arteri koroner kiri – proksimal
ekstensif LAD
Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5, Arteri koroner kiri cabang LAD-
V6 diagonal dan/cabang sirkumfleks
Inferior II,III,aVF Arteri koroner kanan (paling
sering) cabang desenden posterior
dan/ cabang arteri koroner kiri
sirkumfleks
Lateral I,aVL,V5,V6 Arteri koroner kiri cabang LAD-
diagonal dan/cabang sirkumfleks
Septum V1,V2 Arteri koroner kiri cabang LAD-
septal
Posterior V7,V8,V9 Arteri koroner kanan/sirkumfleks
VentrikelKanan V3R-V4R Arteri koroner kanan bagian
proksimal

d. Biomarka Jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atautroponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard.Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau
troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah
awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan
angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka
pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.
11

Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan


kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan
waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark
berulang) maupun infark periprosedural.1

Gambar 2.3 Biomarka Jantung11

2.2.3. Diagnosa Banding STEMI


Diagnosa banding STEMI adalah :11
No Kondisi Durasi Kualitas Lokasi
1. Perikarditis Hitungan jam Tajam Retrosternal atau
hingga hari, di apeks jantung,
bersifat episodik dapat menjalar ke
bahu kiri
2. Diseksi aorta Muncul Sensasi Dada anterior,
mendadak, nyeri dirobek dan kadang menjalar
sangat hebat diiris pisau ke punggung.
3. Emboli Muncul Pleuritik Kadang lateral
12

pulmonal mendadak, tergantung lokasi


beberapa menit emboli
hingga jam

2.2.4. Penatalaksanaan STEMI


a. Tindakan Umum dan Langkah Awal
Terapi awal pada pasien dengan diagnosa kerja kemungkinan SKA
atau SKA atas keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil
pemeriksaan EKG dan atau marka jantung adalah :
1. Tirah baring
2. Suplemen O2 harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <95% atau mengalami distres respirasi. Suplemen O2 dapat
diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 aspirin.
3. Nitrogliserin tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung, jika nyeri dada tidak hilang bisa diulang sampai 3
kali.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada pasien tanpa komplikasi.
5. Clopidogrel dengan dosis awal 300 mg dilanjutkan dengan maintanance
75 mg per hari.
6. Morfin sulfat 1-5 mg IV, dapat diulang 10-30 menit bagi pasien yang
tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.1
13

Gambar 2.4. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA1

7. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam
dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block
(LBBB) yang (terduga) baru.Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP
primer) diindikasikan apabilaterdapat bukti klinis maupun EKG adanya
iskemia yang sedang berlangsung,bahkan bila gejala telah ada lebih dari
12 jam yang lalu atau jika nyeri danperubahan EKG tampak tersendat.1
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah
menentukan ada rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila
tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan waktu
tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit
tersebut apakah kurang ataulebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu
lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik
14

selesai diberikan, jika memungkinkanpasien dapat dikirim ke pusat dengan


fasilitas IKP.1

Gambar 2.5. Langkah-langkah reperfusi pada pasien STEMI1

2.2.5. Komplikasi
Komplikasi STEMI dibagi dua yaitu :

a. Komplikasi Awal
Sering timbul dalam jangka waktu satu minggu, di antaranya:
i. Aritmia jantung
Aritmia adalah gangguan listirk irama jantung sehingga jantung
mungkin mendetak terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak
15

teratur.Dalam kebanyakan kasus, aritmia bersifat ringan dan


sementara. Namun, terdapat juga aritmia yang mengancam nyawa,
dimana aritmia terjadi 24 jam pertama setelah serangan miokard
infark dan aritmia ini merupakan penyebab utama kematian.
Aritmia yang terbentuk dalam STEMI adalah fibrilasi ventrikel,
takikardi ventrikel, ventrikel ektopik, irama idioventrikular yang
dipercepat, fibrilasi atrium, takikardi atrium, blok atrioventrikular
dan sinus bradikardi.
ii. Gagal jantung akut
Terjadi akibat disfugsi vertrikel kiri.
iii. Syok kardiogenik
Terjadi akibat kerusakan verntrikel kiri yang meluas.
iv. Perikarditis
Sering terjadi dua hingga tiga hari setelah serangan. Pasien akan
mengeluh nyeri dada yang berbeda dari sebelumnnya. Nyeri dada
itu cenderung lebih buruk atau kadang-kadang hanya dirasakan
pada saat inspirasi.
v. Emboli
Permukaan endocardium yang tampak kasar akibat infark otot
jantung akan memicu aggregasi platelet dan sering membentuk
thrombus. Trombus ini akan mengikut aliran darah dan
menghambat ateri lain sehingga menyebabkan strok atau iskemik
pada ekstremitas.

b. Komplikasi Mekanik
Disebabkan adanya ruptur atau robekan pada otot jantung yang infark.
i. Regurgitasi Mitral Kronik : Disebabkan ruptur musculus papilaris
ii. Tamponade jantung : Disebabkan ruptur ventrikel
iii. Gagal jantung kanan : Disebabkan ruptur septum interventrikel
16

c. Komplikasi Lanjut
Sering timbul satu minggu setelah serangan, di antaranya:
a. Sindroma Pasca Miokard Infark (Sindroma Dressler)
Sering timbul satu hingga tiga minggu setelah STEMI dan ditandai
dengan demam, pericarditis, pleuritis dan ini disebabkan oleh
pelepasan antigen dari miokarium setelah infark. Untuk
penatalaksanaannya, diberikan NSAIDs, aspirin atau kortikosteroid
dengan dosis tinggi.
b. Aneurisma Ventrikel Lambat
Pada kasus STEMI, aneurisma boleh terbentuk di dinding ventrikel
kiri karena luas otot jantung yang infark mungkin melebar dan
bergerak secara parado k selama systole. Aneurisma verntikel kiri
dapat diminimalkan dengan menggunakan ACE inhibitors dan
beta-blockers pada awal penanganan.
c. Gagal jantung kronik
Berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu setelah serangan
di mana oto jantung tidak dapat memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi permintaan tubuh.17

2.2.6 Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis:13
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik

Tabel 2.3. Klasifikasi Killip18


Kelas Definisi Proporsi Mortalitas
pasien (%)
I Tidak ada tanda gagal 40-50% 6
jantungkongestif
II + S3 dan/atau ronki basah di basal 30-40% 17
paru
17

III Edema paru akut 10-15% 30-40


IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

2) TIMI risk score


Merupakan sistem prognostik paling akhir yang
menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang
dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik

Tabel 2.4. TIMI Risk Score untuk STEMI19


Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)
Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2.2
TDS <100mmHg (3 poin) 4,4
Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 7,3
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4
Berat < 67 kg (1 poin) 16,1
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 23.4
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8

Tabel 2.5 Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI11


Skor TIMI Risiko Risiko Kejadian Kedua
0–2 Rendah < 8,3 %
3–4 Menengah < 19,9 %
5-7 Tinggi ≤ 41%
18

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 2017

No. RM : 70.40.07 Tanggal : 30/03/2017 Hari : Kamis


Nama Pasien : Margono Umur : 49 tahun Jenis Kelamin :
Laki-Laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta Alamat: LANGKAT, Takari Agama : Islam
Makmur
Tlp : - Hp : 08126489696

ANAMNESIS
√ Autoanamnesis Alloanamnese

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Nyeri dada
Anamnesa :
Hal ini dialami OS sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, dan memberat
1 hari terakhir. Nyeri dada yang dirasakan di dada tengah dan seperti
tertimpa beban berat. Nyeri dirasakan terus menerus lebih dari 20 menit,
dan menjalar ke punggung belakang. Nyeri dada disertai keringat dingin
dan mual namun tidak ada muntah. Riwayat nyeri dada sebelumnya
dijumpai namun hilang beberapa saat. Sesak nafas dijumpai bersamaan
dengan nyeri dada. Sesak nafas timbul tanpa dipengaruhi oleh cuaca,
diperberat saat beraktivitas dan berkurang jika beristirahat. Sesak jika
berbaring disangkal, sesak saat beraktivitas dijumpai dan terbangun saat
tidur malam karena sesak disangkal. Riwayat sesak nafas disangkal. Batuk
tidak dijumpai. Demam tidak dijumpai. BAK dan BAB dalam batas
normal. Kaki bengkak tidak dijumpai, riwayat kaki bengkak tidak
19

dijumpai. OS mempunyai penyakit darah tinggi yang diketahui 10 bulan


yang lalu dengan tekanan darah tertinggi 200 mmHg dan OS rutin
meminum obat anti hipertensi. Riwayat sakit gula disangkal. OS
sebelumnya pernah terkena stroke 4 bulan yang lalu. OS merupakan
perokok aktif sejak umur 17 tahun dengan rata rata mengkonsumsi 2
bungkus perhari. Tidak ada dikeluarga OS yang memiliki keluhan yang
sama. Sebelumnya OS dirawat di RS Pertamina dan RS Sari Mutiara
dengan keluhan yang sama. Disana OS mendapatkan perawatan intensif
dan dirujuk ke RSUP H.Adam Malik Medan.

Faktor Risiko PJK : laki-laki, usia>45 tahun, hipertensi,


merokok.
Riwayat Penyakit Terdahulu :-
Riwayat Pemakaian Obat : Bisoprolol

Status Presens:
KU: Lemah Kesadaran : CM TD :120/80 mmHg
HR: 86 x/i, reguler RR : 20 x/i Suhu : 36,30 C
Sianosis: (-) Ortopnu : (-) Dispnu: (-)
Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)

Pemeriksaan Fisik :
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Dinding toraks Batas Jantung
Inspeksi : Simetris fusiformis Atas: ICS II LMCS
Palpasi : SF kanan = kiri Kiri :1cm lateral LMCS ICS V
Perkusi : Sonor pada kedua Kanan : LPSD ICS IV
Lapangan paru Bawah : Diafragma
20

Auskultasi
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) regular
Murmur (+) Tipe : PSM Grade:3/6
Punctum maximum : - Radiasi : -
Paru : Suara Pernafasan :vesikuler (+/+)
Suara tambahan : Ronki (+/+) basah basal
Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : tidak teraba, kesan: normal,
Asites (-)
Ekstremitas : Superior: sianosis (-/-) clubbing (-/-)
Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+)
Akral : hangat
21

Elektrokardiografi
Gambar 3.1 Hasil EKG di RS Sari Mutiara (29/03/2017)

Interpretasi Rekaman EKG


Irama dasar: Sinus Ritme , QRS rate 126x/menit, Left Axis Deviation..
Gelombang P (N), Interval PR 0,16 second.
Kompleks QRS bentuk (N), durasi 0,08 second,.
ST elevasi di sadapan V2,V3,V4,V5,V6, Q patologis pada II,III,avF, gelombang T
inversi di sadapan V2,V3,V4,V5,V6 . LVH (-), VES (-)
Kesimpulan : Irama Sinus + OMI inferior + STEMI anterolateral
22

Gambar 3.2 Hasil EKG di RSUP HAM (30/03/2017)

Interpretasi Rekaman EKG


Irama dasar: Sinus Ritme , QRS rate 94x/menit, Left Axis Deviation..
Gelombang P (N), Interval PR 0,16 second.
Kompleks QRS bentuk (N), durasi 0,08 second,.
ST elevasi di sadapan V2,V3,V4,V5,V6, Q patologis pada II,III, avF, gelombang
T inversi di sadapan V2,V3,V4,V5 . LVH (-), VES (-)
Kesimpulan : Irama Sinus + OMI inferior + STEMI anterolateral
23

Gambar 3.3 Hasil EKG di RSUP HAM (06/04/2017)

Interpretasi Rekaman EKG


Irama dasar: Sinus Ritme , QRS rate 88x/menit, Left Axis Deviation.
Gelombang P (N), Interval PR 0,16 second.
Kompleks QRS bentuk (N), durasi 0,08 second,.
ST elevasi di sadapan V2,V3,V4,V5,V6, Q patologis pada II,III,avF, gelombang T
inversi di sadapan V1,V2,V3,V4,V5,V6. LVH (-), VES (-)
Kesimpulan : Irama Sinus + OMI inferior + STEMI anterolateral
24

Foto Toraks
Gambar 3.4. FotoToraks

Interpretasi Foto Toraks

CTR = 61 %, Segmen Aorta normal, Segmen Pulmonal dilatasi, Pinggang jantung


mendatar, Apex downward, Infiltrate (+), Kongesti (+)

Kesan: Kardiomegali dengan aorta dilatasi


25

Hasil Laboratorium (07 - 03 - 2017) pukul: 05:53:45

Darah Lengkap
Hb : 11.6 g/dL (12-16)
Eritrosit : 4.26 juta /μL (4,10-5,10)
Leukosit : 16.140 /μL (4000-11000)
Hematokrit : 35% (36-47)
Trombosit : 510 x 103/μL (150 000-450 000)

Metabolisme Karbohidrat
KGD sewaktu : 140 mg/dL (<200)

Elektrolit
Natrium : 132 mEq/L (135-155)
Kalium : 4.0 mEq/L (3,6-5,5)
Klorida : 102 mEq/L (96-106)

Faal Hemostasis
Waktu Protrombin
Pasien : 23.7 s
Kontrol : 13.70 s
INR : 1.86
APTT
Pasien : 35.6 s
Kontrol : 34.0 s
Waktu Trombin
Pasien : 17.0 s
Kontrol : 18.4 s
26

Ginjal
BUN : 27 mg/dL (9-21)
Ureum : 58 mg/dL (19-44)
Kreatinin : 0.92 mg/dL (0,7-1,3)

Enzim Jantung
CK-MB : 28 U/L (≤24)
Troponin I : 0.31 /mL (0 – 1.0)

Diagnosa kerja :STEMI Anterolateral onset 5 hari KILLIP II TIMI Risk 6/14

1. Fungsional : KILLIP II TIMI risk 6/14


2. Anatomi :Coronary Artery
3. Etiologi : Ruptur plak ateriosklerosis

Diferensial Diagnosis:
1. Perikarditis
2. Diseksi Aorta
3. Emboli pulmonal

Pengobatan:
- Bed rest
- O2 2-4 L/i via nasal kanul
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)
- Inj.Lovenox 0,6cc/ 12jam
- Aspilet 1 x 80 mg
- Clopidogrel 75 mg
- Omeprazole 1 x 20mg
- Bisoprolol 1x 2.5mg
- Simvastatin 1 x 40 mg
- Inj. Furosemid
27

Rencana pemeriksaan lanjutan :


4. EKG serial
5. Enzim Jantung Serial
6. Echocardiography
7. Angiografi Koroner
8. KGD sewaktu, 2 jam pp, lipid profile, HBa1c

Prognosis: Dubia ad bonam


28

BAB 4
FOLLOW UP

Table 4.1 Follow Up pasien

S O A P

02/04/17 - Sesak Sens: CM STEMI - Bed rest


Napa Anterolateral - O2 2-4 L/I via nasal
TD : 120/80
s (+) Onset 5 hari canul
mmHg
KILLIP II - IVFD NaCL 0,9% 10
HR : 84 x/i TIMI Risk gtt/i Mikro
6/14 - Brilinta 2x 90mg
RR : 20 x/i
- Aspilet 1 x 80mg
Temp : 36,4 - Simvastatin 1 x 40 mg
o
C - Omeprazole 1 x 20mg
- Bisoprolol 1 x 1,25 mg
- Inj. Furosemide 20mg /
Kepala: 8jam
- Ramipiril 1x 2,5mg
Mata : Conj.
- Inj. Ranitidin 50mg / 12
Anemis (-/-),
jam
sklera ,
Ikterik (-/-)
R/:
Leher : TVJ
R-2 cm H2O - KGDs, 2 jam PP
- HbA1C
Thorax :
- Lipid profile
Cor : S1 S2 - Urinalisa
reguler, - Ekokardiografi
29

murmur (-), - Angiografi koroner


gallop (-)

Pulmo :SP :
vesikuler
(+/+)

ST : ronki (-/-
)

Abdomen :
Simetris,
soepel, H/L/R
: tidak teraba,
BU (+)
normal

Ekstrimitas :
Akral hangat,
oedem (-/-)

Hasil lab
(08/2/17)

KGD Puasa :
92 mg/dL

HbA1c : 5,8%

Lemak :

Kolestrol
total : 151
30

mg/dL

Trigliserida :
133 mg/dL

Kolestrol
HDL : 18
mg/dL

Kolestrol
LDL : 138
mg/dL

03/04/17 - Sesak Sens: CM - STEMI - Bed rest


Napa Anterolat - O2 2-4 L/I via nasal
TD : 110/80
s (+) eral Onset canul
mmHg
- Nyeri 5 hari - IVFD NaCL 0,9% 10
dada HR : 96 x/i KILLIP II gtt/i Mikro
(-) TIMI - Ranitidin 2 x 90mg
RR : 20 x/i
Risk - Aptor 1 x 80mg
Temp : 37,4 6/14+ - Omeprazole 1 x 20mg
o
C Pneumoni - Simvastatin 1 x 40 mg
a - Inj Furosemide 20mg /
8jam
- Ramipiril 1 x 2,5mg
- Bisoprolol 1 x 1,25 mg
Kepala:
- Inj Levofloxacin 750mg
Mata : Conj. / hari
Anemis (-/-), - Inj. Ranitidin 5mg/12
sclera ikterik jam

(-/-)
R/:
Leher : TVJ
31

R-2 cm H2O - Echocardiography

Thorax :

Cor : S1 S2
reguler,
murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : SP :
vesikuler ST
: ronki (+/+)

Abdomen :
Simetris,
soepel, H/L/R
: tidak teraba,
BU (+)
normal

Ekstrimitas :
Akral hangat,
oedem (-/-)

Hb : 11,9
Leu : 19.810
Trom :
697.000
04/04/17 - Sesak Sens: CM - STEMI - Bed rest
Napa Anterolat - O2 2-4 L/I via nasal
TD : 110/90
s (+) eral Onset canul
mmHg
5 hari - IVFD NaCL 0,9% 10
HR : 94 x/i KILLIP II gtt/i Mikro
TIMI - Brilinta 2 x 90mg
32

RR : 22 x/i Risk - Aptor 1 x 80mg


6/14+ - Omeprazole 1 x 20mg
Temp : 37,1
o
Pneumoni - Simvastatin 1 x 40 mg
C
a+ - Ramipiril 1 2,5mg
Kepala: Oedem - Inj Furosemide 20mg /
Paru 8jam
Mata : Conj.
- Bisoprolol 1 x 1,25 mg
Anemis (-/-),
- Inj Ranitidin 5mg / 12
sklera ikterik
jam
(-/-)
- Drips Levofloxacin
Leher : TVJ 750mg / hari
R-2 cm H2O
R/ - Echocardiography
Thorax :

Cor : S1 S2
reguler,
murmur (-),
gallop (-)

Pulmo : SP :
vesikuler, ST
: ronki (+/+)

Abdomen :
Simetris,
soepel, H/L/R
: tidak teraba,
BU (+)
normal

Ekstrimitas :
Akral hangat,
33

oedem (-/-)

05/04/17 Sesak Sens: CM - STEMI - Bed rest


Nafas Anterolat - O2 2-4 L/I via
TD : 110/80
(+) eral onset nasal canul
mmHg
5 hari - IVFD NaCL 0,9%
HR : 90 x/i KILLIP II 10 gtt/i Mikro
TIMI risk - Brilinta 2 x 90mg
RR : 22 x/i
6/14 + - Aptor 1 x 80mg
Temp : 37,1 Pneumoni - Omeprazole 1 x
o
C a+ 20mg

Oedem - Simvastatin 1 x 40
Kepala:
Paru mg
Mata : Conj. - Ramipiril 1 2,5mg
Anemis (-/-), - Inj Furosemide
sklera ikterik 20mg / 8jam
(-/-) - Bisoprolol 1 x 1,25
mg
Leher : TVJ
- Inj Ranitidin 5mg /
R-2 cm H2O
12 jam
Thorax : - Neb. Ventolin
2,5mg / 8jam
Cor : S1 S2
- N asetyl sistein
reguler,
3x20mg
murmur (-),
- Inj. Cefotaxime
gallop (-)
1gr/ 12jam
Pulmo : SP : R/ - Echocardiography
vesikuler, ST - Cek darah lengkap,
: ronki (+/+) HST, RFT
34

Abdomen :
Simetris,
soepel, H/L/R
: tidak teraba,
BU (+)
normal

Ekstrimitas :
Akral hangat,
oedem (-/-)

06/04/17 Sesak Sens: CM - STEMI - Bed rest


nafas Anterolat - O2 2-4 L/I via
TD : 110/70
(+) eral onset nasal canul
mmHg
5 hari - IVFD NaCL 0,9%
HR : 68 x/i KILLIP II 10 gtt/i Mikro
TIMI risk - Brilinta 2 x 90mg
RR : 20 x/i
6/14 + - Aptor 1 x 80mg
Temp : 36,5 Pneumoni - Omeprazole 1 x
o
C a+ 20mg

Oedem - Simvastatin 1 x 40
Kepala:
Paru mg
Mata : Conj. - Ramipiril 1 2,5mg
Anemis (+/+), - Inj Furosemide
sklera ikterik 20mg / 8jam
(-/-) - Bisoprolol 1 x 1,25
mg
Leher : TVJ
- Inj Ranitidin 5mg /
R-2 cm H2O
12 jam
Thorax : - Neb. Ventolin 25g /
8jam
Cor : S1 S2
- N asetyl sistein
35

reguler, 3x20mg
murmur (-), - Inj. Cefotaxime
gallop (-) 1gr/ 12 jam
- Codein 3x 10mg
Pulmo : SP :
vesikuler, ST
: ronki (+/+)

Abdomen :
Simetris,
soepel, H/L/R
: tidak teraba,
BU (+)
normal

Ekstrimitas :
Akral hangat,
oedem (-/-)

07/04/17 Sesak Sens: CM - STEMI - Bed rest


Nafas Anterolat - O2 2-4 L/I via
TD :
(+) eral Onset nasal canul
120/palpasi
5 hari - IVFD NaCL 0,9%
HR : 120 x/i KILLIP II 10 gtt/i Mikro
TIMI - Brilinta 2 x 90mg
RR : 30 x/i
Risk 6/14 - Aptor 1 x 80mg
Temp : 36,5 + - Omeprazole 1 x
o
C Pneumoni 20mg

a + PPOK - Simvastatin 1 x 40
Kepala:
mg
Mata : Conj. - Ramipiril 1 2,5mg
Anemis (+/+), - Inj Furosemide
sklera ikterik 20mg / 8jam
36

(-/-) - Bisoprolol 1 x 1,25


mg
Leher : TVJ
- Inj Ranitidin 5mg /
R-2 cm H2O
12 jam
Thorax : - Neb. Ventolin 25g /
8jam
Cor : S1 S2
- N asetyl sistein
reguler,
3x20mg
murmur (-),
- Inj. Cefotaxime
gallop (-)
1gr/ 12 jam
Pulmo : SP : - Codein 3x 10mg
vesikuler, ST - Drips Dobutamine
: ronki (+/+) 70mg > Titrasi
sesuai Tekanan
Abdomen :
Darah
Simetris,
soepel, H/L/R
: tidak teraba,
BU (+)
normal

Ekstrimitas :
Akral hangat,
oedem (-/-)
37

BAB 5
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Faktor Resiko SKA14 Pada kasus, didapatkan pasien memiliki
Yang tidak dapat dimodifikasi : faktor resiko PJK yaitu :
 Usia  Laki-laki
Resikomeningkat dengan  Usia 49 tahun
bertambahnya usia>45 tahun pada pria  Merokok
dan >55 tahun pada wanita
 Jenis kelamin
Laki-laki > perempuan walaupun
setelah menopause, tingkat kematian
perempuan akibat penyakit jantung
meningkat namun tidak sebanyak
tingkat kematian pada laki-laki
 Riwayat Keluarga
Anak dengan orangtua dan saudara
kandung memiliki riwayat penyakit
jantung lebih beresiko untuk terkena
penyakit jantung

Yang dapat dimodifikasi :


 Merokok
Peran rokok dalam PJK antara lain
dapat menimbulkan aterosklerosis,
peningkatan trombogenesis dan
vasokonstriksi, peningkatan tekanan
darah, pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen
38

jantung, dan penurunan kapasitas


pengangkutan oksigen.
 Alkohol
 Hipertensi
Hipertensi dapat menyebabkan
peningkatan afterload secara tidak
langsung dan akan meningkatkan beban
kerja jantung. Kondisi seperti ini akan
memicu hipertrofi ventrikel kiri yang
pada akhirnya akan meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung
 Hiperkolesterolemia
Kolesterol berperan penting untuk
terjadinya PJK. Akumulasi kolesterol
dalam pembuluh darah akan
membentuk plak dan akan mengalami
aterosklerosis
 Stress
Manifestasi klinis :6 Pada kasus :
 Nyeri dada tipikal Dijumpai adanya keluhan nyeri dada di
Nyeri dada persisten dirasakan >20 dada tengah, dirasakan seperti tertimpa
menit di daerah retrosternal. Nyeri beban berat dan menjalar ke punggung
seperti tertimpa beban berat, ditekan, belakang disertai keringat dingin dan
rasa terbakar, ditusuk dan nyeri mual. Nyeri dada berlangsung lebih dari
menjalar ke bahu, lengan, leher, sampai 20 menit dan bersifat terus-menerus.
ke epigastrium. Nyeri dicetuskan oleh
aktifitas fisik dan stress emosional
 Gejala penyerta
Diaphoresis (keringat dingin), mual
muntah, sulit bernafas, cemas, dan
39

lemas
Diagnosa :15 Pada kasus :
 Anamnesis  Berdasarkan anamnesis dijumpai
Keluhan nyeri dada tipikal, riwayat adanya nyeri dada disertai dengan
nyeri sebelumnya, faktor resiko PJK, gejala penyerta berupa keringat dingin
serta riwayat keluarga dengan PJK. dan mual. Pasien mempunyai faktor
Perlu juga ditanyakan apa yang risiko yaitu : laki-laki berusia 49 tahun
dilakukan oleh pasien sebelum terjadi dan merokok 2 bungkus/hari.
serangan
 Pemeriksaan fisik  Berdasarkan EKG ditemukan
Sebagian besar pasien akan cemas dan Irama dasar: Sinus Ritme
tidak bisa istirahat. Seringkali disertai QRS rate 126x/menit
keringat dingin. Selain itu dari Left Axis Deviation..
pemeriksaan fisik dapat Gelombang P (N)
mengidentifikasi komplikasi iskemia Interval PR 0,16 second.
(regurgitasi katup mitral akut, S3, ronki Kompleks QRS bentuk (N)
basah atau edema paru) dan juga dapat Durasi kompleks QRS 0,08 second,.
menyingkirkan diagnosa banding ST elevasi di sadapan V2,V3,V4,V5,V6
 EKG Q patologis pada II,III,avF
Diagnosis STEMI ditegakkan dengan Gelombang T inversi di sadapan
berdasarkan EKG yaitu adanya ST V2,V3,V4,V5,V6
elevasi  2mm, minimal pada 2 sadapan LVH (-)
prekondrial yang berdampingan atau  VES (-)
1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pada Kesimpulan : Irama Sinus + OMI
sadapan V1-V3 nilai ambang untuk inferior + STEMI anterolateral
diagnostik beragam bergantung dari
usia dan jenis kelamin. Nilai ambang
 Berdasarkan pemeriksaan enzim
segmen ST elevasi di V1-V3 pada pria jantung didapatkan
usia ≥ 40 tahun adalah ≥ 0.2mv
CK-MB: 28 U/L (≤24)
sedangkan pada pria usia < 40 tahun
Troponin I: 0,31/mL (<0,1)
40

adalah ≥ 0.25Mv. Pemeriksaan EKG 12


sadapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan
yang dicurigai STEMI dalam waktu 10
menit sejak kedatangan pasien di ruang
gawat darurat.2
Gambaran EKG : normal,
nondiagnostik, LBBB, elevasi ST
segmen yang persisten ( 20 menit)
maupun tidak persisten, atau depresi
segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T.
Dari gelombang EKG pula kita dapat
menentukan lokasi infark.
 Peningkatan marka jantung6
Marka jantung yang biasanya
digunakan untuk diagnosis infark
miokard adalah CK-MB dan Troponin-
T. Peningkatan marka jantung dua kali
diatas nilai batas normal menunjukkan
adanya nekrosis miokard.
CK-MB meningkat setelah 3 jam bila
ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali
normal dalam 2 hari.
Troponin-T meningkat setelah 2 jam
dan mencapai puncak dalam 10-24 jam
dan masih dapat terdeteksi sampai 2
minggu bergantung luas nekrosis.
Penatalaksanaan16 -
41

 Tirah Baring -
 O2 - Bed rest
Oksigen harus segera diberikan dalam - O2 2-4 L/i via nasal kanul
6 jam pertama tanpa - IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
mempertimbangkan saturasi oksigen (mikro)
atau dengan saturasi oksigen <95% - Alteplase (15 mg bolus, 50 mg
 Terapi reperfusi habis ½ jam, 35 mg habis 1 jam)
Terapi reperfusi dilakukan dengan - Inj.Lovenox 0,6cc/ 12jam (H2)
terapi tombolitik maupun dengan PCI. - Aspilet 1 x 80mg
Dalam menentukan terapi reperfusi, - Clopidogrel 1 x 75 mg
tahap pertama adalah menentukan ada - Simvastatin 1 x 40 mg
tidaknya rumah sakit sekitar yang - Clobazam 1 x 10mg
memiliki fasilitas PCI. Bila - Bisoprolol 1 x 1,25 mg
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, - Laxadin Syr 1 x CI
reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Dan
fibrinolitik setelah selesai diberikan,
pasien dapat dikirim ke pusat fasilitas
PCI. Tidak disarankan melakukan PCI
rutin pada arteri yang telah tersumbat
sepenuhnya lebih dari 24 jam setelah
awitan pada pasien stabil tanpa gejala
iskemia. Pemberian trombolitik harus
dilakukan sesegera mungkin karena
semakin cepat diberikan semakin
banyak miokardium yang
terselamatkan. Terapi fibrinolitik
direkomendasikan diberikan dalam 12
jam pertama sejak awitan gejala pada
pasien.
 Nitrat
42

Nitrat adalah venodilator yang


mengakibatkan berkurangnya preload
dan volume akhir diastolik sehingga
menurunkan kebutuhan oksigen
miokard.
NTG spray/tablet sublingual diberikan
pada pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung, jika dengan satu
kali pemberian nyeri dada tidak hilang
maka dapat diulangi setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali. Jika tidak
tersedia NTG, dapat diganti dengan
ISDN.
 Morfin
Morfin sulfat 1-5 mg intravena dapat
diulang setiap 10-30 menit bagi pasien
yang tidak responsive dengan terapi tiga
dosis NTG sublingual.
 Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar
pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner
akut. Aspirin berfungsi untuk
menginhibisi siklooksigenase trombosit
yang dilanjutkan dengan reduksi kadar
tromboksan A2.
Aspirin diberikan dengan dosis 160-
320 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75-160 mg.
 Clopidrogel
43

Clopidrogel adalah anti platelet yang


menghambat platelet P2Y12 ADP
receptor sehingga mencegah terjadinya
aktivasi dan agregasi platelet.
Clopidrogel dapat digunakan pada
orang yang alergi aspirin, namun studi
menunjukkan penggunaan kombinasi
aspirin dan clopidrogel lebih efektif
dalam menurunkan mortalitas dan
komplikasi akibat sindroma koroner.
Clopidrogel diberikan dengan dosis
300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari
 Antikoagulan
Pemberian antikoagulan disarankan
untuk semua pasien yang mendapatkan
terapi antiplatelet. Anti koagulan
disarankan untuk pasien STEMI yang
diberikan agen fibrinolitik hingga
revaskularisasi (bila dilakukan) atau
selama pasien dirawat di rumah sakit
hingga hari ke 8. Pilihan terapi ;
enoxaparin iv diikuti s.c., heparin tidak
terfraksi, berikan fondaparinux bolus iv
pada pasien yang diberikan
streptokinase. Fondaparinuks secara
keseluruhan memiliki progil keamanan
berbanding resiko yang paling baik.
Dosis yang diberikan adalah 2,5mg
setiap hari secara subkutan.
44

 Terapi regulasi lipid/Statin


Statin harus diberikan pada semua
penderita jika tidak terdapat
kontraindikasi tanpa melihat nilai awal
LDL,dll. Statin dapat membantu
menstabilkan plak aterosklerosis karena
menurunkan inflamasi vascular dan
memperbaiki disfungsi sel endotel.
Terapi statin dimulai sebelum pasien
keluar rumah sakit dengan sasaran
terapi kadar LDL <100 mg/dl.
Prognosis : Pada kasus, didapatkan
Terdapat beberapa sistem dalam KILLIP IImortalitas 17%
menentukan prognosis paska infark TIMI 6/14 mortalitas 30 hari 16%
miokardium. Prognosis berdasarkan
pada :
 Killip13
 TIMI risk score

Klasifikasi Killip13

Kelas Definisi Proporsi Mortalitas


pasien (%)
I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6
II S3(+) dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17
III Edema paru akut 10-15% 30-40
IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST13

Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)


45

Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8)


Usia > 75 tahun (3 poin) 1 (1,6)
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2 (2.2)

TDS <100mmHg (3 poin) 3 (4,4)


Frekuensi jantung > 100x/i (2 poin) 4 (7,3)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)
Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23.4)
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)
 8 (35,9)
Skor risiko = total poin (0-14) 6/14
46

BAB 6
KESIMPULAN
Bapak Margono, berusia 49 tahun di diagnosa dengan STEMI Anterolateral
onset 5 hari KILLIP II TIMI Risk 6/14
- Bed rest
- O2 2-4 L/I via nasal canul
- IVFD NaCL 0,9% 10 gtt/i Mikro
- Brilinta 2x 90mg
- Aspilet 1 x 80mg
- Simvastatin 1 x 40 mg
- OMZ 2x
- Bisoprolol 1 x 1,25 mg
- Inj. Furosemide 20mg / 8jam
- Ramipiril 1x 2,5mg
- Inj. Ranitidin 50mg / 12 jam
47

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Indonesia: Centra Communications;
2015.
2. Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey DE, Ganiats TG, Holmes
DR, et al. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients
With Non-ST-Elevation Acute Coronary Syndromes. AHA/ACC. Des
2014; 130: 344-426.
3. Charles River Associates. The Burden of Acute Coronary Syndromes in
the United Kingdom. CRALSP. Feb 2011; 4p.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI. Riset Kesehatan Dasar. Indonesia: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
5. Overbaugh KJ. Acute Coronary Syndrome. AJN. May 2009; 109(5).42-52.
6. World Health Organization, 2008 The Top Ten Causes of Death. Available
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf
7. European Society of Cardiology. ESC Guidelines for the management of
acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment
elevation. EHJ. 2012; 10(1093): 51 p.
8. Hamm CW, Heeschen C, Falk E, Fox KAA. Acute Coronary Syndromes:
Pathophysiology, Diagnosis and Risk Stratification. Chapter 12.
ResearchGate. Des 2014; 333-61. Available from: :
https://www.researchgate.net/publication/265352198
9. Brunori EHFR, Lopes CK, Cavalcante AMRZ, Santos VB, Lopes JDL,
Barros ALBL. Association of Cardiovascular Risk Factors With The
Different Presentations of Acute Coronary Syndrome. Rev.Latino-Am.
Enfermagem. Jul-Aug 2014; 22(4):538-46.
10. Warnica JW. Overview of Acute Coronary Syndrome (ACS) (Unstable
Angina; Acute MI; Myocardial Infarction). Kenilworth, NJ, USA: Merck
& Co., Inc; Sept 2016 [cited 2017 March 10]. Available from :
48

http://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-
disorders/coronary-artery-disease/overview-of-acute-coronary-syndromes-
acs
11. Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease. 5th Ed. China: Wolters
Kluwer Health; 2011. p.161-89.
12. O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, Lemos JA,
et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Managementof ST-Elevation
Myocardial Infarction.Journal of American College of Cardiology.
ACCF/AHA. Jan 2013;127. 64 p.
13. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care
Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut.
Indonesia: Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan; 2006.
14. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.1630-
38.
15. Kosowsky JM, Yiadom MYAB. The Diagnosis and Treatment of STEMI
in the Emergency Department. EBMedicine. Jun 2009; 11(6). 15p.
16. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta:EGC;
2009.
17. NSTEMI.ORG. Available from :http://nstemi.org/
18. Killip T, Kimball JT . Treatment of myocardial infarction in a coronary
care unit. A two year experience with 250 patients. Am J Cardiol. Oct
1967. 20(4):457-64.
19. Morrow DA, Antman EM, Charlesworth A, Cairns R, Murphy SA, Lemos
JA, et al. TIMI Risk Score for ST-Elevation Myocardial Infarction: A
Convenient, Bedside, Clinical Score for Risk Assessment at Presentation.
AHA. Oct 2000. 102(17). 2031-37.

You might also like