You are on page 1of 62

← Childhood and Adolescent Immunization Schedule 2013

Update Journal: Pediatrics March 2013, Volume 131 2013→

Rekomendasi dan Jadwal Imunisasi Pada Anak dan


Dewasa 2013
Posted on Maret 23, 2013 by GrowUp Clinic

Rekomendasi dan Jadwal Imunisasi Pada Anak


dan Dewasa 2013
Menurut AAP ( American Academy of Pediatrics) Amerika Serikat
 Vaksin Hepatitis B I diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir
 Vaksin Polio O diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir di RB/RS
diberikan vaksin OPV saat bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi virus
vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dapat diberikan
vaksin OPV atau IPV.
 Vaksin BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila vaksin BCG akan
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Bila uji tuberkulin
pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun harus diobservasi dalam
7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction),
perlu dievaluasi lebih lanjut (diagnostik TB).
 Vaksin DTP diberikan pada umur ³ 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau
DtaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan
5 tahun. Program BIAS : disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian
Kesehatan. Untuk anak umur di atas 7 tahun dianjurkan vaksin Td.
 Vaksin Campak diberikan pada umur 9 bulan, vaksin penguat diberikan pada
umur 5-7 tahun. Program BIAS : disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian
Kesehatan
 Vaksin Pneumokokus dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15 bulan. Pada umur
5-12 bulan, diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur > 1 tahun diberikan
1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur 12 bulan atau minimal
2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup
satu kali.
 Vaksin rotavirus monovalen (Rotarix®) diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen (Rotateq®) diberikan 3 kali.
 Rotarix® dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan
interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksinasi
 Rotarix® selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur
24 minggu.
 Rotateq® dosis ke-1 diberikan umur 6-12 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-
10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur < 32 minggu (interval minimal 4
minggu).
 Vaksin Varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu.
 Vaksin MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat vaksin
campak umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun.
 Vaksin Influenza diberikan pada umur > 6 bulan, setiap tahun. Untuk imunisasi
primer anak 6 bln – < 9 tahun diberi 2 x dengan interval minimal 4 minggu
 Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Jadwal vaksin HPV bivalen
(Cervarix®) 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen (Gardasil ®) 0,2,6 bulan.
sumber: AAP http://pediatrics.aappublications.org

Manfaat Berbagai Vaksin dalam Pencegahan


Penyakit
Nama
Vaksin Jenis Vaksin Penyakit yang Dicegah

Mencegah
diare karena  Infeksi rotavirus adalah infeksi saluran cerna atau
1. Rotari rotavorus gastroentritis akut dengan gejala muntah dan diare yang
x bisa bedamoak dehidrasi atau kekurangan cairan

IPD disebabkan bakteri pneumokokus (streptoccoccus


Mencegah pneumoniae) menyebabkan bakteremia, pneumonia atau
infeksi infeksi paru, otitis media akut, gangguan berbagai organ tubuh
pnemokokus (disebut sepsis) yang akhirnya berujung pada kegagalan fungsi
organ (multiorgan failure). juga bisa menyebabkan penyakit
2. Synflorif IPD
lokal yang bersifat non-invasif, seperti infeksi telinga tengah,
radang paru dan sinusitis dan infeksi selaput otak (meningitis)

 Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b,


Mencegah sejenis bakteria yang menyebabkan penyakit yang dapat
infeksi berakibat fatal, seperti:
 Radang selaput otak ( Meningitis) -jangkitan pada selaput
difteri,
otak dan saraf tunjang Radang paru- paru (Pneumonia)
Tetanus dan  Jangkitan pada paru- paru
3. Infanrif pertusis  Radang epiglotis ( kerongkong )
HIB (DPaT- tanpa  Jangkitan pada epiglottis
HiB) demam  Keracunan darah ( septicaemia )Jangkitan darah
 Radang sendi – jangkitan pada sendi

 Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b,


sejenis bakteria yang menyebabkan penyakit yang dapat
berakibat fatal, seperti:
 Radang selaput otak ( Meningitis) -jangkitan pada selaput
otak dan saraf tunjang Radang paru- paru (Pneumonia)
Mencegah  Jangkitan pada paru- paru
infeksi Otak  Radang epiglotis ( kerongkong )
hemofilus  Jangkitan pada epiglottis
4. HIB Influenza  Keracunan darah ( septicaemia )Jangkitan darah
 Radang sendi – jangkitan pada sendi

Mencegah  Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b,


infeksi sejenis bakteria yang menyebabkan penyakit yang dapat
difteri, berakibat fatal, seperti:
 Radang selaput otak ( Meningitis) -jangkitan pada selaput
Tetanus,
otak dan saraf tunjang Radang paru- paru (Pneumonia)
Polio dan  Jangkitan pada paru- paru
pertusis  Radang epiglotis ( kerongkong )
5. Infanrif tanpa  Jangkitan pada epiglottis
HIB IPV demam  Keracunan darah ( septicaemia )Jangkitan darah
 Radang sendi – jangkitan pada sendi

Mencegah
infeksi pencegahan infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis A pada
6. Havrix hepatitis A anak – anak usia 2 sampai 15 tahun

Mencegah
infeksi pencegahan infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis A pada
7. Avaxim hepatitis A anak – anak usia 2 sampai 15 tahun

8. Avaxim Mencegah
infeksi pencegahan infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis A pada
hepatitis A anak – anak usia 2 sampai 15 tahun

Mencegah
infeksi
varicela-
9. Varilrix cacar air

Mencegah
10. Engerix infeksi
B Hepatitis B

Mencegah
infeksi
11. HB Vax Hepatitis B

Mencegah
infeksi
difteri,
Tetanus,
Polio dan
pertusis
12. tanpa
Infanrix demam

Mencegah
infeksiVaricel
13. Okavax la-cacar air

Mencegah
14. Polio infeksi polio

Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b,


Mencegah bakteria penyebab penyakit berakibat fatal, seperti: Radang
infeksi selaput otak ( Meningitis) -jangkitan pada selaput otak dan
difteri, saraf tunjang Radang paru- paru (Pneumonia) – jangkitan pada
Tetanus, paru- paru Radang epiglotis ( kerongkong ) – jangkitan pada
15. Polio dan epiglottis Keracunan darah ( septicaemia ) – jangkitan darah
Pediacel pertusis Radang sendi – jangkitan pada sendi
tanpa
demam

vaksin
16. Pneumokoku
Synflorix s 10 strain Rp 564.900

vaksin
17. Pneumokoku
Prevenar s 13 strain

Mencegah Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b,


infeksi bakteria penyebab penyakit berakibat fatal, seperti: Radang
difteri, selaput otak ( Meningitis) -jangkitan pada selaput otak dan
Tetanus, saraf tunjang Radang paru- paru (Pneumonia) – jangkitan pada
Polio dan paru- paru Radang epiglotis ( kerongkong ) – jangkitan pada
18. Tetract pertusis HiB epiglottis Keracunan darah ( septicaemia ) – jangkitan darah
HIB demam Radang sendi – jangkitan pada sendi

Mencegah
infeksi
19. Havrix Hepatitis A

Mencegah
20. BCG infeksi BCG

Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemah


kan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000
infective unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100
mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin
ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya
Mencegah dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk
21. infeksi tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO
Campak Campak untuk vaksin campak.

Mencegah
infeksi
difteri,
Tetanus,
22. DPT
Polio dan
pertusis
demam

Mencegah
infeksi
difteri,
23. DT Tetanus

Mencegah
24. infeksi
Tetanus Tetanus

Mencegah
infeksi
difteri,
Tetanus,
Polio dan
pertusis
25. DPT HB Hepatitis B

Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b,


bakteria penyebab penyakit berakibat fatal, seperti: Radang
selaput otak ( Meningitis) -jangkitan pada selaput otak dan
saraf tunjang Radang paru- paru (Pneumonia) – jangkitan pada
Mencegah paru- paru Radang epiglotis ( kerongkong ) – jangkitan pada
infeksi otak epiglottis Keracunan darah ( septicaemia ) – jangkitan darah
26. Act HIB HiB Radang sendi – jangkitan pada sendi

Mencegah
infeksi
Gondong
Campak
Rubela
27. (campak
Trimovax Jerman) Penyakit virus campak, gondong (mumps) atau rubela

Mencegah
infeksi
28. MMR II Penyakit virus campak, gondong (mumps) atau rubela
Gondong
Campak
Rubela
(campak
Jerman)

Mencegah
29. Euvax infeksi Penyakit hepatits B adalah infeksi virus yang menyerang hati
B Hepatitis B atau liver

sebaiknya diberikan

 Anak berumur 6 bulan sampai ulang tahun ke 19


 Wanita hamil
 Orang yang berusia 50 tahun atau lebih
 orang dengan umur berapapun dengan kondisi medis
kronis
 Orang yang hidup di panti jompo atau fasilitas perawatan
jangka lama lain.
 Orang yang hidup dengan atau merawat orang yang
beresiko tinggi mengalami komplikasi flu,
termasuk: Pekerja kesehatan
Mencegah  Orang yang tinggal serumah dengan seseorang yang
30. infeksi beresiko tinggi menderita komplikasi flu.
Vaxigrip influenza  Orang yang tinggal serumah dan tidak serumah yang
merawat anak- anak yang sering sakit

32. Penyakit Tifus atau Demam tifoid atau typhoid adalah penyakit
Typhim at yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica.Penyakit ini
au Mencegah dapat ditemukan di seluruh dunia, dan disebarkan melalui
Typherix infeksi tifus makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja.

Mencegah
33. Pedvax infeksi

Cara Pemberian Berbagai Vaksin Imunisasi Anak


Nama Vaksin Jenis Vaksin Cara Pemberian

Mencegah diare karena Pemberiannya lewat tetes


rotavorus mulut
1. Rotarix
Mencegah infeksi
2. Synflorif pnemokokus IPD Injeksi

Mencegah infeksi difteri,


Tetanus dan pertusis
3. Infanrif HIB (DPaT-HiB) tanpa demam Injeksi

Mencegah infeksi Otak


4. HIB hemofilus Influenza

Mencegah infeksi difteri,


Tetanus, Polio dan
5. Infanrif HIB IPV pertusis tanpa demam

Dosis 0,5 ml untuk setiap


injeksi ( IM ) dan Vaksinasi
primer nya 1 dosis vaksin
Mencegah infeksi hepatitis diikuti dengan Booster 6
6. Havrix A bulan kemudian

Dosis 0,5 ml untuk setiap


injeksi ( IM ) dan Vaksinasi
primer nya 1 dosis vaksin
Mencegah infeksi hepatitis diikuti dengan Booster 6
7. Avaxim A bulan kemudian

Dosis 0,5 ml untuk setiap


injeksi ( IM ) dan Vaksinasi
primer nya 1 dosis vaksin
Mencegah infeksi hepatitis diikuti dengan Booster 6
8. Avaxim A bulan kemudian

Mencegah infeksi varicela-


9. Varilrix cacar air

 Disarankan untuk
Mencegah infeksi diberikan bersama BCG
10. Engerix B Hepatitis B dan Polio I pada
kesempatan kontak
pertama dengan bayi.
 Bayi yang lahir dari ibu
dengan HBsAg negatif
mendapat ½ dosis anak
vaksinrekombinan atau 1
dosis anak vaksin plasma
derived
 Dosis kedua harus
diberikan 1 bulan atau
lebih setelah dosis
pertama.
 Bayi yang lahir dari ibu
HbsAg positif mendapat
0,5 cc Hepatitis B
immune globulin (HBIG)
dalam waktu 12 jam
setelah lahir dan 1 dosis
anak vaksin rekombinan
atau1 dosis anak vaksin
plasma derived pada
tempat suntikan yang
berlainan.
 Dosis kedua
direkomendasikan pada
umur 1-2 bulan dan
ketiga 6-7 bulan atau
bersamadengan vaksin
campak pada umur 9
bulan
 Bayi yang lahir dari ibu
yang tidak diketahui
status HBsAgnya
mendapat 1 dosisanak
plasma rekombinan atau
1 dosis anak vaksin
plasma derived dalam
waktu 12 jam setelah
lahir. Dosis kedua
direkomendasikan pada
umur 1-2 bulan dan
ketiga 6-7 bulan atau
bersama dengan vaksin
campak pada umur 9
bulan. Diberikan booster
5 tahun kemudian,
dianjurkan pemeriksaan
kadar anti HBsAg
sebelumnya.

Mencegah infeksi
11. HB Vax Hepatitis B

Mencegah infeksi difteri,


Tetanus, Polio dan
12. Infanrix pertusis tanpa demam

Mencegah infeksiVaricella-
13. Okavax cacar air

Dua dosis vaksin MMR


diberikan pada atau setelah
ulang tahun pertama yang
direkomendasikan untuk
semua anak, termasuk
mereka yang sebelumnya
menerima vaksin campak
monovalen. Dosis pertama
biasanya diberikan pada 12
sampai 15 bulan, dan dosis
kedua biasanya diberikan
pada empat hingga enam
tahun. Harus ada minimal
14. Polio Mencegah infeksipolio empat minggu antara dosis.

 Hib adalah singkatan


untuk Haemophilus
influenzae type b,
bakteria penyebab
penyakit berakibat fatal,
seperti: Radang selaput
otak ( Meningitis)
 Jangkitan pada selaput
otak dan saraf tunjang
Radang paru- paru
(Pneumonia)
Mencegah infeksi difteri,  Jangkitan pada paru-
Tetanus, Polio dan paru Radang epiglotis (
15. Pediacel pertusis tanpa demam kerongkong ) – jangkitan
pada epiglottis
Keracunan darah (
septicaemia )
 jangkitan darah Radang
sendi – jangkitan pada
sendi

vaksin Pneumokokus 10
16. Synflorix strain

vaksin Pneumokokus 13
17. Prevenar strain

Hib adalah singkatan untuk


Haemophilus influenzae type
b, bakteria penyebab
penyakit berakibat fatal,
seperti: Radang selaput otak
( Meningitis) -jangkitan pada
selaput otak dan saraf
tunjang Radang paru- paru
(Pneumonia) – jangkitan
pada paru- paru Radang
epiglotis ( kerongkong ) –
jangkitan pada epiglottis
Keracunan darah (
Mencegah infeksi difteri, septicaemia ) – jangkitan
Tetanus, Polio dan darah Radang sendi –
18. Tetract HIB pertusis HiB demam jangkitan pada sendi

Mencegah infeksi
19. Havrix Hepatitis A

20. BCG Mencegah infeksi BCG

 dosis 0,5 ml yang


disuntikkan secara
SUBKUTAN, lebih baik
pada lengan atas.
 Pada setiap penyuntikan
21. Campak Mencegah infeksi Campak harus
menggunakan jarum
dan syringe yang steril.
Vaksin yang telah
dilarutkan hanya dapat
digunakan pada hari itu
juga (maksimum untuk 8
jam) dan itupun
berlaku hanya jika
vaksin selama waktu
tersebut disimpan pada
suhu 2O-8OC serta
terlindung dari sinar
matahari.
 Pelarut harus disimpan
pada suhu
sejuk sebelum
digunakan.

Mencegah infeksi difteri,


Tetanus, Polio dan
22. DPT pertusis demam

Mencegah infeksi difteri,


23. DT Tetanus

24. Tetanus Mencegah infeksi Tetanus

Mencegah infeksi difteri,


Tetanus, Polio dan
25. DPT HB pertusis Hepatitis B

Hib adalah singkatan untuk


Haemophilus influenzae type
b, bakteria penyebab
penyakit berakibat fatal,
seperti: Radang selaput otak
( Meningitis) -jangkitan pada
selaput otak dan saraf
tunjang Radang paru- paru
(Pneumonia) – jangkitan
pada paru- paru Radang
26. Act HIB Mencegah infeksi otak HiB epiglotis ( kerongkong ) –
jangkitan pada epiglottis
Keracunan darah (
septicaemia ) – jangkitan
darah Radang sendi –
jangkitan pada sendi

 Untuk orang dewasa


dan anak-anak usia 2
tahun dan lebih tua,satu
dosis disuntikkan ke
dalam otot luar lengan
atas atau paha.
 Vaksin tifoid harus
diberikan setidaknya 14
hari sebelum memasuki
area risiko tipus untuk
perlindungan terbesar
dari infeksi tifus.
 Vaksinasi ulang
(“booster”) dianjurkan
setiap 3 tahun jika Anda
berulang kali perjalanan
ke daerah di mana Anda
terkena S. typhi . typhi.
 Banyak hal yang dapat
mempengaruhi dosis
obat yang dibutuhkan
seseorang, seperti berat
badan, kondisi medis
lainnya, dan obat
lain.Jika dokter Anda
telah
merekomendasikan
dosis yang berbeda dari
yang tercantum di
sini, jangan mengubah
cara Anda mengambil
obat tanpa konsultasi
dokter Anda.
 Simpan obat ini di lemari
es, tidak membeku,
melindunginya dari
cahaya, dan jauhkan dari
Mencegah infeksi jangkauan anak-anak.
Gondong Campak Rubela  Jangan buang obat
27. Trimovax (campak Jerman) dalam air limbah
(misalnya di wastafel
atau di toilet) atau dalam
sampah rumah
tangga. Tanyakan dokter
bagaimana untuk
membuang obat yang
tidak lagi diperlukan atau
telah kedaluwarsa.

Mencegah infeksi
Gondong Campak Rubela
28. MMR II (campak Jerman)

Mencegah infeksi
29. Euvax B Hepatitis B

 Vaksin influenza
diberikan sekali setahun,
biasanya pada bulan
Oktober atau November,
sebagai suntikan ke
dalam otot (biasanya di
lengan atas).
 Penting obat ini
diberikan persis seperti
yang direkomendasikan
oleh dokter Anda.
 Jika Anda melewatkan
janji untuk menerima
vaksin influenza, hubungi
dokter sesegera mungkin
untuk menjadwal ulang
janji Anda.
 Obat ini disimpan dalam
lemari es dan harus
dijauhkan dari jangkauan
anak-anak. Ini harus
dilindungi bentuk cahaya
dan tidak diizinkan untuk
membeku.
 Jangan buang obat
dalam air limbah
(misalnya di wastafel
atau di toilet) atau dalam
Mencegah infeksi sampah rumah tangga.
30. Vaxigrip influenza  Setiap dosis 0,5 mL berisi
3 strain virus
influenza bahan
Nonmedicinal:.Formalde
hida, neomisin, larutan
natrium klorida isotonik,
natrium fosfat-buffer,
thimersol, sukrosa, dan
Triton ® X-100.

Mencegah infeksi
31. Vaxigrip Influenza Mirip xagrip di atas

Setiap 0,5 mL dosis steril,


solusi yang jelas, tidak
berwarna untuk injeksi
intramuskular
mengandungSalmonella
typhi (TY2 strain) dimurnikan
Vi polisakarida kapsuler 25
mgbahan
Nonmedicinal:.Fenol (sebagai
pengawet) dan larutan buffer
32. Typhim Mencegah infeksi tifus isotonik.

Cara pemberiannya mirip


33. Typherix Mencegah infeksi Tifus Typhim

34. Pedvax Mencegah infeksi

Kontraindikasi Berbagai Jenis Vaksin Saat


Imunisasi Anak
Nama Vaksin Jenis Vaksin Kontraindikasi
 Bayi anda mengalami
reaksi alergi setelah
mendapatkan Rotarix
sebelumnya.
 Bayi anda alergi terhadap
komponen vaksin Rotarix.
Komponen/komposisi
vaksin dapat dilihat di
Mencegah diare karena bawah.
Rotarix rotavorus  Bayi anda mempunyai
kelaian pada saluran
pencernaan.
 Bayi anda mempunyai
riwayat intususepsi.
 Bayi anda menderita
Severe Combined
Immunodeficiency
Disease (SCID), yaitu
gangguan sistem imun
berat.
Sebelum imunisasi beritahu
dokter bila

 Alergi lateks
 Mempunyai masalah
dengan sistem imun
 Menderita kanker
 Akan berhubungan dekat
dengan seseorang yang
mempunyai gangguan
sistem imun atau akan
mendapatkan pengobatan
kanker.
Synflorix sebaiknya tidak
diberikan apabila :
 Anak mempunyai riwayat
alergi/hipersensitif
terhadap zat aktif yang
terkandung di dalam
vaksin. Tanda alergi
adalah
kulit kemerahan, gatal,
sesak napas, atau bengkak
pada wajah dan bibir.
 Anak sedang sakit
infeksi yang ditandai
dengan demam tinggi,
suhu lebih dari 38 C.
Apabila ada infeksi berat
atau demam tinggi,
imunisasi
sebaiknya ditunda.
Apabila sakit ringan
Mencegah infeksi seperti pilek atau common
Synflorif pnemokokus IPD cold, imunisasi dapat
diberikan.
 tidak sepenuhnya efektif
dalam sistem kekebalan
tubuh anak-anak yang
kurang aktif, misalnya
karena cacat genetik,
infeksi HIV, atau
pengobatan dengan obat-
obatan yang menekan
sistem kekebalan, seperti
kemoterapi, dosis tinggi
kortikosteroid, atau obat-
obatan untuk mencegah
penolakan transplantasi.
 Anak dengan riwayat
pribadi atau keluarga
kejang demam. Anak-anak
harus diberikan
parasetamol atau
ibuprofen untuk mencegah
demam setelah vaksin ini
 Anak-anak yang memiliki
suhu 40 º C atau lebih
tinggi dalam waktu 48 jam
dari dosis sebelumnya
vaksin batuk rejan.
 Anak-anak yang runtuh
atau tidak responsif
setelah sebelumnya dosis
vaksin batuk rejan.
 Anak-anak yang menangis
dan ditenangkan
persistantly selama lebih
dari tiga jam dalam waktu
Mencegah infeksi difteri, 48 jam dari dosis
Tetanus dan pertusis tanpa sebelumnya vaksin batuk
demamVaksin ini hanya rejan.
memberikan perlindungan  Anak-anak yang sudah
terhadap meningitis yang kejang-kejang dalam
disebabkan bakteri waktu tiga hari
Haemophilus influenzae tipe sebelumnya dosis vaksin
B (Hib), tidak akan batuk rejan.
melindungi terhadap  Anak dengan sindrom
Infanrif HIB meningitis yang disebabkan Guillain-Barre atau
(DPaT-HiB) oleh organisme lain. neuritis brakialis setelah
dosis vaksin tetanus
sebelumnya.
 Anak berisiko pendarahan
setelah suntikan ke dalam
otot, misalnya karena
gangguan penggumpalan
darah seperti hemofilia,
atau jumlah trombosit
berkurang dalam darah
(trombositopenia).
 Bayi yang lahir sangat
prematur (dilakukan
selama kurang dari 28
minggu).
Tidak untuk digunakan
dalam
 Anak umur lebih tiga
tahun dan orang dewasa.
 Demam atau penyakit
yang parah tiba-tiba.
 Anak dengan alergi
diketahui bahan dari
vaksin (termasuk
neomisin, polimiksin dan
polisorbat 80).
 Anak yang memiliki
reaksi alergi yang parah
dengan dosis sebelumnya
karena vaksin iini atau
vaksin lainnya terhadap
penyakit ini.
 Anak dengan penyakit
saraf berat (ensefalopati),
seperti kejang
berkepanjangan (kejang),
kesadaran berkurang, atau
koma dalam waktu tujuh
hari dari setiap menerima
vaksin
 Anak dengan penyakit
progresif atau tidak stabil
yang mempengaruhi otak
dan sistem syaraf,
misalnya epilepsi kurang
terkontrol.
 Tidak boleh digunakan
jika anak Anda alergi
terhadap satu atau salah
satu bahan nya.
 Jika anak mengalami
reaksi alergi setelah
vaksin, segera lapor
dokter
Vaksin ini hanya
memberikan perlindungan
terhadap meningitis yang
disebabkan bakteri
Haemophilus influenzae tipe
B (Hib), tidak akan
melindungi terhadap
meningitis yang disebabkan
HIB oleh organisme lain.
Mencegah infeksi difteri,
Tetanus, Polio dan pertusis
tanpa demamVaksin ini
hanya memberikan
perlindungan terhadap
meningitis yang disebabkan
bakteri Haemophilus
influenzae tipe B (Hib),
tidak akan melindungi
terhadap meningitis yang
disebabkan oleh organisme
Infanrif HIB IPV lain.
 demam
Mencegah infeksi hepatitis  penyakit akut
Havrix A  penyakit kronis progresif.
 demam
Mencegah infeksi hepatitis  penyakit akut
Avaxim A  penyakit kronis progresif
 demam
Mencegah infeksi hepatitis  penyakit akut
Avaxim A  penyakit kronis progresif
 Mendadak sakit demam
berat
Mencegah infeksi varicela-  Anak di bawah usia satu
Varilrix cacar air tahun.
 Kehamilan .
 Menyusui
 Orang yang memiliki
reaksi alergi terhadap
vaksin varicella lain, atau
dosis pertama vaksin ini.
 Alergi terhadap neomisin
antibiotik.
 Orang-orang yang sistem
kekebalan tubuh memiliki
kemampuan yang sangat
menurun untuk melawan
infeksi, misalnya karena
penyakit seperti leukemia
, limfoma , infeksi HIV
atau sindrom
imunodefisiensi.
 Orang yang sedang
menerima pengobatan
yang menekan aktivitas
sistem kekebalan tubuh,
misalnya dosis tinggi
kortikosteroid, kemoterapi
, radioterapi, atau
imunosupresan , misalnya
untuk mencegah
penolakan transplantasi.
 Orang yang mmendapat
terapi darah atau transfusi
plasma, atau suntikan
imunoglobulin manusia,
dalam tiga bulan
sebelumnya.
 Orang yang pernah vaksin
campak di bulan
sebelumnya.
Hati-hati pada:
 Penderita gangguan pada
kulit, seperti eksim parah.
 Anak-anak dengan
riwayat pribadi atau
keluarga kejang demam
 kemoterapi untuk kanker
 kortikosteroid dalam dosis
tinggi (namun vaksin
dapat diberikan kepada
orang yang memakai dosis
rendah kortikosteroid
untuk asma
 Obat penekan kekebalan
obat-obatan, misalnya
abatacept, adalimumab,
anakinra, azathioprine,
ciclosporin, efalizumab,
etanercept, infliximab,
leflunomide, mofetil,
tacrolimus
 radioterapi luas untuk
kanker.
 hindarkan pemberian
salisilat selama 6 minggu
setelah vaksinasi
karenadilaporkan terjadi
Reye’s Syndrome setelah
pemberian salisilat pada
anak dengan varisela
alamiah.
Mencegah infeksi Hepatitis
Engerix B B
Mencegah infeksi Hepatitis
HB Vax B
Mencegah infeksi difteri,
Tetanus, Polio dan pertusis
Infanrix tanpa demam
Mencegah infeksiVaricella-
Okavax cacar air
Polio Mencegah infeksipolio
Mencegah infeksi difteri,
Tetanus, Polio, HiB dan
pertusis tanpa
demamVaksin ini hanya
memberikan perlindungan
terhadap meningitis yang
disebabkan bakteri
Haemophilus influenzae tipe
B (Hib), tidak akan
Pediacel melindungi terhadap
meningitis yang disebabkan
oleh organisme lain.
vaksin Pneumokokus 10
Synflorix strain
vaksin Pneumokokus 13
Prevenar strain
Mencegah infeksi difteri,
Tetanus, Polio dan pertusis
HiB demamVaksin ini
hanya memberikan
perlindungan terhadap
meningitis yang disebabkan
bakteri Haemophilus
influenzae tipe B (Hib),
tidak akan melindungi
terhadap meningitis yang
disebabkan oleh organisme
Tetract HIB lain.
Mencegah infeksi Hepatitis
Havrix A
BCG Mencegah infeksi BCG
 Kontraindikasi alergi
berat terhadap
kanamycin dan erithrom
ycin.
 Defisiensi imun (mutlak)
 Mendapat injeksi
gammaglobulin dalam 6
minggu terakhir
 wanita hamil
 penyakit
immune deficiency atau
individu yang diduga
menderita gangguan
respon imun karena
leukimia, lymphoma atau
generalized malignancy.
Bagaimanapun penderita
HIV, baik yang disertai
gejala ataupun tanpa
Campak Mencegah infeksi Campak gejala harus diimunisasi
vaksin campak
sesuai jadual yang
ditentukan.
 malnutrisi. Demam
ringan, infeksi ringan
pada saluran nafas atau
diare, dan beberapa
penyakit ringan lainnya
bnukan sebagai
kontraindikasi.
Mencegah infeksi difteri,
Tetanus, Polio dan pertusis
DPT demam
Mencegah infeksi difteri,
DT Tetanus
Tetanus Mencegah infeksi Tetanus
Mencegah infeksi difteri,
Tetanus, Polio dan pertusis
DPT HB Hepatitis B
Mencegah infeksi otak
HiBVaksin ini hanya
memberikan perlindungan
terhadap meningitis yang
disebabkan bakteri
Haemophilus influenzae tipe
B (Hib), tidak akan
melindungi terhadap
meningitis yang disebabkan
Act HIB oleh organisme lain.
Mencegah infeksi
Gondong Campak Rubela
Trimovax (campak Jerman)
Mencegah infeksi
Gondong Campak Rubela
MMR II (campak Jerman)
Mencegah infeksi Hepatitis
Euvax B B

Mencegah infeksi Alergi terhadap salah satu


Vaxigrip Influenza bahan obat ini
 alergi terhadap telur,
neomisin, atau thimerosal
 berada di bawah usia 6
bulan
 memiliki gangguan
neurologis aktif
 memiliki penyakit akut
(kecuali untuk penyakit
ringan tanpa demam)
 Orang yang pernah
mengalami reaksi alergi
berat terhadap vaksin
influenza.
 Orang yang menderita
penyakit Guillain-Barré
syndrome (GBS) dalam 6
minggu sebelum
mendapatkan vaksinasi
influenza. *
 nak-anak yang berusia
kurang dari 6 bulan dan
 penyakit sedang sampai
berat dengan gejala
penyerta berupa demam
 Hipersensitif
 penyakit infeksi akut
Typhim,Typherix Mencegah infeksi tifus  anak usia < 2 thn

Penggunaan Vaksin Polio Khusus (IPV: vaksin


polio injeksi)
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah
Menimbang . bahwa anak bangsa, khususnya Balita, perlu diupayakan agar terhindar
dari penyakit Polio, antara lain melalui pemberian vaksin imunisasi; bahwa dalam
program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) tahun 2002 ini terdapat sejumlah anak Balita
yang menderita immunocompromise (kelainan sistim kekebalan tubuh) yang
memerlukan vaksin khusus yang diberikan secara injeksi (vaksin jenis suntik, IPV);
Vaksin khusus tersebut (IPV) dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang
berasal dari porcine (babi), namun dalam hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi, dan
belum ditemukan IPV jenis lain yang dapat menggantikan vaksin tersebut; bahwa oleh
karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status
hukum penggunaan IPV tersebut, sebagai pedoman bagi pemerintah, umat Islam dan
pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Mengingat .
 Hadis-hadis Nabi. antara lain: “Berobatlah, karena Allah tidak membuat penyakit
kecuali membuat pula obatnya selain satu penyakit, yaitu pikun”(HR. Abu Daud dari
Usamah bin Syarik). “Allah telah menurunkan pen yakit dan obat, serta menjadikan
obat bagi setiap penyakit; maka, berobatlah dan jariganlah hero hat dengan berzda
yang haram “(HR. Abu Daud dari Abu Darda ). “Sekelompok orang dari sukcu ‘Ukl
atau ‘Urainah datang dan tidak cocok dengan udara Madinah (sehingga mereka
jatuh sakit); maka Nabi s.a.w. memerintahkan agar mereka diberi unta perah dan
(agar mereka) meminum air kencing dari unta tersebut… “(HR. al-Bukhari dari Anas
bin Malik). “Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan (pula)
obatnya. ” (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah). Sabda Nabi s.a.w. yang melarang
penggunaan benda yang terkena najis sebagaimana diungkapkan dalam hadis
tentang tikus yang jatuh dan mati (najis) dalam keiu : “Jika keju itu ker°as (padat),
buanglah tikus itu dan keju sekitarnya, dan makanlah (sisa) keju tersebirt: namun
jika keju itu cair, tumpahkaf7lah (HR alBukhari, Ahmad, dan Nasa’i dari Maimunah
isteri Nabis.a.w.)
 Kai dah-kai dah fiqh : “Dharar (bahaya) harus dicegah sedapat mungkin. ““Dharar
(bahaya) harus dihilangkan. ““Kondisi hajah menempati kondisi darurat. ““Darurat
membolehkan hal-hal yang dilarang. ““Sesuatu yang dibolehkan karena darurat
dibatasi sesuai kadar (kebutuhan)-nya. “
 Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI periode 2000-2005.
 Pedoman Penetapan Fatwa MUI.
 Pendapat para ulama; antara lain : ”Imam Zuhri (w. 124 H) berkata , ”Tidak halal
meminum air seni manusia karena suatu penyakit yang diderita , sebab itu adalah
najis ; Allah berfirman :’…Dihalalkan bagimu yang baik-baik (suci)……’ (QS. Al-
Matidah [5]: S)”; dan Ibnu Mas’ud (w 32 H) berkata tentang sakar (minuman keras)
, Allah tidak menjadikan obatmu sesuatu yang diharamkan atasmu ” (Riwaayat
Imam al-Bukhori)
 Surat Menteri Kesehatan RI nomor: 11 92/MENKES/ IX/2002, tangga124
September 2002, serta penjelasan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan, Direktur
Bio Farma, Badan POM, LP. POM-MUI, pada rapat Komisi Fatwa, Selasa, 1 Sya’ban
1423/8 Oktober 2002; antara lain :
 Pemerintah saat ini sedang berupaya melakukan pembasmian penyakit Polio dari
masyarakat secara serentak di seluruh wilayah tanah air melalui program Pekan
Imunisasi Nasional (PIN) dengan cara pemberian dua tetes vaksin Polio oral
(melalui saluran pencernaan).
 Penyakit (virus) Polio, jika tidak ditanggulangi, akan menyebabkan cacat fisik (kaki
pincang) pada mereka yang menderitanya. Terdapat sejumlah anak Balita yang
menderita immunocompromise (kelainan sistim kekebalan tubuh) yang
memerlukan vaksin khusus yang diberikan secara injeksi (vaksin jenis suntik, IPV).
 Jika anak-anak yang menderita immunocompromise tersebut tidak diimunisasi,
mereka akan menderita penyakit Polio serta sangat dikhawatirkan pula mereka akan
menjadi sumber penyebaran virus. Vaksin khusus tersebut (IPV) dalam proses
pembuatannya menggunakan enzim yang berasal dari porcine (babi), namun dalam
hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi. Sampai saat ini belum ada IPV jenis lain yang
dapat menggantikan vaksin tersebut dan jika diproduksi sendiri, diperlukan
investasi (biaya, modal) sangat besar sementara kebutuhannya sangat terbatas.
Pendapat peserta rapat Komisi Fatwa d tersebut; antara lain: Sejumlah argumen
keagamaan (adillah diniyyah: al-Qur’an, hadits, dan qawa’id fiqhiyyah) dan
pendapat para ulama mengaj arkan; antara lain : setiap penyakit dan kecacatan yang
diakibat-kan penyakit adalah dharar (bahaya) yang harus dihindarkan (dicegah) dan
dihilangkan (melalui pengobatan) dengan cara yang tidak melanggar syari’ah dan
dengan obat yang suci dan halal; setiap ibu yang baru melahirkan, pada dasarnya,
wajib memberikan air susu yang pertama keluar (colostrum, al-liba’– kepada
anaknya dan dianjurkan pula memberikan ASI sampai dengan usia dua tahun. Hal
tersebut menurut para ahli kesehatan dapat memberi-kan kekebalan (imun) pada
anak;
Memperhatikan :
Dalam proses pembuatan vaksin tersebut telah terjadi
persenyawaan/persentuhan (ilhtilath antara porcine yang najis dengan
media yang digunakan untuk pembiakan virus bahan vaksin dan tidak
dilakukanpenyucian dengan cara van2 dibenarkan syari’ah (tathhir syar’an
Hal itu menyebabkan media dan virus tersebut menjadi terkena najis
(mutanadjis). Kondisi anak-anak yang menderita immunocompromise, jika
tidak diberi vaksin IPV, dipandang telah berada pada posisi hajah dan
dapat pula menimbulkan dharar bagi pihak lain Dengan bertawakkal
kepada Allah SWT MEMUTUSKAN
Menetapkan :
FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN POLIO KHUSUS
 Pertama : KetentuanHukum Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk
vaksin, yang berasal dari –atau mengandung–benda naj is ataupun benda terkena
naj is adalah haram.
 Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita
immunocompromise, pada saat ini, dibolehkan, sepanjang belum ada
IPV jenis lain yang suci dan halal.
 Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya. Pertama . Rekomendasi (Taushiah) Pemerintah hendaknya
mengkampanyekan agar setiap ibu memberikan ASI, terutama colostrum secara
memadai (sampai dengan dua tahun).
 Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan
negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam
dalam hal kebutuhan akan obat-obatan yang suci dan halal.
Ditetapkan di : Jakarta Padatanggal : 0 1 Sya’ban 1423 H. 08 Oktober 2002 M. KOMISI
FATWAMAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua, Sekretaris, K.H. MA’RUF AMIN
HASANUDIN

osted on Mei 17, 2012 by GrowUp Clinic


rtikel IMUNISASI

A. Pengertian Imunisasi
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan)
yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap
kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini
kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap
penLaporan UNICEF tentang himbauan untuk menyelamatkan anak-anak melalui
imunisasi

© UNICEF/IDSA/022/Estey

Puluhan ribu anak Aceh dan


Sumatra Utara terselamatkan
dari wabah campak yang
menakutkan saat mereka
diimunisasi dengan vaksin
dalam minggu pertama
setelah bencana tsunami
pada Desember 2004.

Jakarta, 30 September 2005

Laporan UNICEF yang dikeluarkan terakhir menyebutkan bahwa 27 juta anak balita dan 40 juta ibu hamil di
seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin. Akibatnya, penyakit yang dapat dicegah
oleh vaksin ini diperkirakan menyebabkan lebih dari dua juta kematian tiap tahun. Angka ini mencakup 1,4
juta anak balita yang terenggut jiwanya.

Sejak diluncurkannya Program Pengembangan Imunisasi (EPI) pada 1974, imunisasi telah menyelamatkan
lebih dari 20 juta jiwa pada dua dasawarsa. Bahkan ini dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa dan dana
daripada bentuk-bentuk intervensi lainnya. Program ini merupakan intervensi kesehatan dengan
pembiayaan efektif. Tidak hanya jiwa yang terselamatkan tapi juga memacu pembangunan yaitu dengan
mengurangi beban biaya kematian dan penyakit pada sebuah keluarga.

Sekalipun imunisasi telah menyelamatkan dua juta anak pada 2003, data yang terbaru menyebutkan bahwa
1,4 juta anak meninggal karena mereka tidak divaksin. Hampir seperempat dari 130 juta bayi yang lahir
tiap tahun tidak diimunisasi agar terhindar dari penyakit anak yang umum.

Vaksin telah menyelamatkan jutaan jiwa anak-anak dalam tiga dekade terakhir, namun masih
ada jutaan anak lainnya yang tidak terlindungi dengan imunisasi ("Progress for Children" Report
no.3, September 2005)
Pada perkembangan selanjutnya, banyak Negara akan gagal mencapai tujuan-tujuan imunisasi yang
ditetapkan pada Sidang Istimewa PBB yang khusus membahas soal Anak-anak pada 2002. Afrika Barat dan
Afrika Tengah dianggap paling tidak berhasil karena cakupan rata-rata imunisasi tidak pernah meningkat
dari kisaran 53 persen selama lebih dari satu dasa warsa. Negara-negara seperti Nigeria, Republik Afrika
Tengah dan Guyana semakin mundur. Amerika Latin dan Karibia mengalami kemajuan dan bahkan melebih
Negara-negara industri.

Rata-rata angka imunisasi di Indonesia hanya 72 persen. Artinya, angka di beberapa daerah sangat rendah.
Ada sekitar 2.400 anak di Indonesia meninggal setiap hari termasuk yang meninggal karena sebab-sebab
yang seharusnya dapat dicegah. Misalnya tuberculosis, campak, pertussis, dipteri dan tetanus. “Ini
merupakan tragedi yang mengejutkan dan tidak seharusnya terjadi. Masalah ini mencerminkan masalah-
masalah sistem dari tingkat kabupaten ke bawah. Sekaligus juga mencerminkan perlunya pendanaan yang
sesuai di tingkat nasional untuk untuk mendukung dan mempertahankan pengawasan program imunisasi di
Indonesia. Wabah polio yang baru saja terjadi merupakan krisis kesehatan yang berdampak global. Ini
merupakan contoh yang baik mengapa beberapa program tidak boleh dibiarkan gagal karena kurangnya
dana dan kapasitas sumber daya manusia pada pelaksanaannya,” kata Dr. Gianfranco Rotigliano, Kepala
Perwakilan UNICEF di Indonesia.

Survei atas dugaan kasus polio yang dilakukan WHO menunjukkan bahwa di beberapa daerah angka
imunitas kurang dari 56 persen. Tiga tahun sebelumnya angka imunitas mencapai 70 persen. Hal ini
menunjukkan turunnya layanan kesehatan di beberapa daerah miskin.

Imunisasi adalah cara untuk mencegah agar anak terhindar dari cacat atau penyakit yang mematikan
dengan biaya efektif. Cara ini dapat pula merangsang perkembangan sistem-sistem kesehatan dan
menggambarkan investasi ekonomi yang bagus. Apalagi hal ini memberi kontribusi kesehatan yang lebih
baik dan juga mengurangi kemiskinan.

Cakupan Imunisasi Dasar Anak Usia 1-5 tahun

dan Beberapa Faktor yang berhubungan di

Poliklinik Anak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA)

Banda Aceh

TM Thaib, Dora Darussalam, Sulaiman Yusuf, Rusdi Andid*

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RS Dr.
Zainoel Abidin, Banda Aceh

*Rumah Sakit Ibu dan Anak, Banda Aceh

Latar belakang. Program pengembangan imunisasi sudah berjalan sejak tahun 1974
untuk penyakit-penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu satu kali imunisasi BCG, empat
kali imunisasi polio,

tiga kali imunisasi DPT, tiga kali imunisasi hepatitis B, dan satu kali imunisasi campak
sebelum berumur 12

bulan. Sasaran yang hendak dicapai Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


tahun 2010-2014 adalah
meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan menjadi 90%.
Saat ini berdasarkan

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, cakupan imunisasi dasar lengkap
secara nasional baru

mencapai 53,8%, sedangkan Propinsi Aceh baru mencapai 37,0%.

Tujuan. Mengetahui cakupan imunisasi dasar anak balita usia 1-5 tahun, alasan
imunisasi yang tidak lengkap, serta

mengetahui hubungan antara pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga dengan


kelengkapan imunisasi.

Metode. Penelitian potong lintang menggunakan kuesioner dengan subjek orangtua


anak usia 1-5 tahun

yang berkunjung ke Poliklinik Anak RSIA Banda Aceh selama kurun waktu 8 minggu
(12 Desember 2011

sampai 27 Januari 2012). Cakupan bayi dengan imunisasi dasar lengkap adalah
persentase bayi umur <12

bulan yang telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Hubungan antara 2 kelompok
variabel dianalisis dengan

uji Chi-square dan Kolmogorov-Smirnov.

Hasil. Seratus tiga anak diikutsertakan dalam penelitian. Cakupan imunisasi dasar
pada anak usia 1-5 tahun

86 (83,5%) lengkap, 16 (15,5%) tidak lengkap, dan 1 (1%) tidak pernah diimunisasi.
Alasan tidak pernah

diimunisasi atau tidak melengkapi imunisasi adalah ibu cemas akan efek samping 12
(70,6%), 4 (23,5%)

sering sakit, dan 1 (5,9%) orangtua beralasan imunisasi haram. Terdapat hubungan
yang bermakna antara

sebaran pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar (p<0,05).

Kesimpulan. Cakupan imunisasi dasar pada subjek penelitian 83,5%. Terdapat


hubungan yang bermakna antara

sebaran pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar (p<0,05). Sari Pediatri
2013;14(5):283-7.

Kata kunci: imunisasi dasar, cakupan imunisasi, universal child immunization


Alamat korespondensi:

Dr. TM Thaib, Sp.A, M.Kes. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-Unsyiah/

RSUD Dr. Zainoel Abidin. Jl. Tgk. Daud Beureueh No. 108 Banda Aceh,

Telp/Fax. : (0651) 7122798. E-mail: thaib_tm@yahoo.com284

TM Thaib dkk: Cakupan imunisasi dasar anak usia 1-5 tahun dan beberapa faktor yang
berhubungan

Sari Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari 2013

imunisasi dasar lengkap minimal 80%. Tahun 2010

rerata nasional desa UCI adalah 75,31%, dan di

Propinsi Aceh masih 52,67%,

sedangkan target

pemerintah adalah 100 persen desa mencapai UCI

pada tahun 2014.

Penelitian kami bertujuan untuk mengetahui

cakupan imunisasi dasar anak balita usia 1-5 tahun,

alasan imunisasi yang tidak lengkap, serta mengetahui

apakah terdapat hubungan pendidikan orangtua dan

pendapatan keluarga dengan kelengkapan imunisasi di

Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA), Banda Aceh.

Metode

Penelitian bersifat observasional deskriptif dengan

desain potong lintang, dilakukan di Poliklinik Anak

RSIA Banda Aceh selama kurun waktu 8 minggu

(Desember 2011-Januari 2012. Kriteria inklusi adalah


semua pasien balita usia 1-5 tahun yang berkunjung

ke Poliklinik Anak RSIA Banda Aceh selama kurun

waktu penelitian, dan orangtua bersedia mengikuti

penelitian. Surat persetujuan diperoleh dari ibu

anak yang bersangkutan, setelah diberi penjelasan

mengenai tujuan dan cara penelitian. Selanjutnya,

responden diminta mengisi kuesioner dipandu oleh

tim peneliti. Bersamaan dengan pengisian kuesioner

oleh responden, peneliti mencatat imunisasi subjek.

Sumber data adalah data primer dari kuesioner dan

catatan imunisasi subjek.

Formulir penelitian berisi informasi tentang

identitas pasien, jenjang pendidikan (dasar, menengah

dan tinggi), disesuaikan dengan Undang-Undang

Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

10

Pendapatan keluarga

diklasifikasikan berdasarkan kriteria Bank Dunia

2010 (rendah, menengah bawah, menengah atas, dan

tinggi),

11

setelah dikonversi dengan kurs yang berlaku

saat dilakukan penelitian.

12

Kelengkapan imunisasi
dasar (imunisasi yang diberikan pada usia 0-12 bulan

sesuai dengan program PPI, yaitu 1 dosis BCG, 3

dosis DPT, 4 dosis polio, 1 dosis campak, dan 3

dosis hepatitis B.

13

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

(KIPI) dicatat, juga beserta alasan tidak melengkapi

imunisasi.

Cakupan bayi dengan imunisasi dasar lengkap

adalah persentase bayi umur kurang dari 12 bulan yang

telah mendapat imunisasi dasar BCG 1 kali, DPT 3 kali,

Hepatitis B 3 kali, Polio 4 kali, dan Campak 1 kali.

antangan utama pembangunan suatu bangsa

adalah membangun sumber daya manusia

yang bekualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

Pencapaian pembangunan manusia diukur

dengan indeks pembangunan manusia (IPM) atau

human development index (HDI). Tiga indikator, terdiri

atas parameter kesehatan, pendidikan, dan ekonomi

belum menunjukkan hasil yang menggembirakan pada

tiga dasawarsa terakhir.

Pada tahun 2011, IPM Indonesia berperingkat

124 dari 187 negara, lebih rendah dibandingkan

dengan negara tetangga kita di Asean, seperti Filipina,


Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Provinsi Aceh

menduduki rangking ke-29 dari 33 Provinsi di

Indonesia.

Indikator komponen kesehatan dalam IPM adalah

umur harapan hidup. Saat ini, Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia sedang mengembangkan indeks

pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM) yang

terdiri atas 24 indikator kesehatan utama, sebagai

acuan keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu

provinsi atau kabupaten. Salah satu indikator mutlak

dan mempunyai bobot yang tinggi adalah cakupan

imunisasi dasar di suatu daerah.

Imunisasi merupakan

pencegahan primer terhadap penyakit infeksi yang

paling efektif dan murah.

Walaupun demikian,

berdasarkan hasil Riskesdas 2010, di Indonesia rerata

cakupan imunisasi dasar lengkap baru mencapai 53,8%

(dengan rentang 28,2%-96,11%), sedangkan cakupan

imunisasi dasar lengkap di Provinsi Aceh masih di

bawah rerata nasional, yaitu 37,0%.


5

Di Indonesia,

cakupan imunisasi BCG sudah mencapai 93%, tetapi

cakupan imunisasi dasar lain masih di bawah 90%,

sedangkan di beberapa kawasan negara Asean seperti

Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Vietnam,

cakupan imunisasi dasarnya sudah mencapai lebih

dari 90%.

Cakupan imunisasi dasar yang rendah beberapa

propinsi di Indonesia, antara lain disebabkan alokasi

anggaran kesehatan yang rendah untuk pencegahan

baik di propinsi maupun di kabupaten akibat sistem

desentralisasi,

Rasio jumlah desa dengan Posyandu

yang rendah yaitu rerata nasional 3,55 (1 desa

mempunyai 3-4 Posyandu). Rasio jumlah desa dengan

Posyandu tertinggi terdapat di Jakarta (15,69) dan

paling rendah di Papua (0,61) sedangkan Propinsi

Aceh (1,10).

Akibat rasio desa dengan Posyandu

yang rendah menyebabkan rendahnya desa universal

child immunization (UCI), yaitu desa dengan cakupan 285

TM Thaib dkk: Cakupan imunisasi dasar anak usia 1-5 tahun dan beberapa faktor yang
berhubungan
Sari Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari 2013

Data dianalisis dengan uji Chi-square dan

Kolmogorov-Smirnov, menggunakan program

komputer SPSS versi 16. Hubungan antar variabel

dianggap bermakna jika dalam uji statistik didapatkan nilai p <0,05.

Hasil

Seratus tiga anak balita memenuhi kriteria inklusi

terdiri atas 49 laki-laki dan 54 perempuan dengan

rentang usia 13–58 bulan, dan rerata 31,8 bulan.

Karakteristik responden dan subjek penelitian tertera

pada Tabel 1. Delapanpuluh enam (83,5%) anak

mempunyai status imunisasi lengkap, 16 (15,5%)

status imunisasi tidak lengkap, dan 1 (1%) tidak

pernah imunisasi. Sebagian besar ayah (58 orang atau

56,3%) dan 51 orang atau 49,5% ibu mempunyai

tingkat pendidikan menengah. Terdapat hubungan

yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan

kelengkapan imunisasi dasar (p=0,001), sedangkan

tingkat pendidikan ayah tidak terdapat hubungan

yang bermakna dengan kelengkapan imunisasi dasar

(p=0,065).

Delapanpuluh tujuh (84,5%) orang merupakan

keluarga dengan pendapatan menengah atas. Tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara tingkatan

pendapatan keluarga dengan kelengkapan imunisasi

dasar (p=0,855)
Cakupan imunisasi untuk masing-masing jenis

vaksin tertera pada Tabel 2, BCG, polio1, polio2,

polio3, polio4, hepatitis B0, hepatitis B1, hepatitis

B2, dan DPT1 sudah mencapai di atas 90%,

sedangkan DPT2, DPT3, dan campak masih kurang

dari 90%.

Enambelas (15,5%) anak dengan imunisasi

tidak lengkap sedangkan 1 (1,0%) anak tidak

pernah diimunisasi. Alasan tersering orangtua adalah

kecemasan ibu karena efek samping imunisasi

(70,6%).

Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang paling

sering dikeluhkan orangtua adalah demam (40) anak,

diikuti bengkak di tempat suntikan (12), dan anak

menangis terus-menerus (4) setelah diimunisasi.

Tabel 1. Status imunisasi dasar subjek penelitian

Karakteristik

Cakupan imunisasi dasar

p Lengkap

(orang)

Tidak pernah/

tidak lengkap

(orang)

Total
(orang)

Pendidikan ibu

Dasar

Menengah

Tinggi

Pendidikan ayah

Dasar

Menengah

Tinggi

Pendapatan keluarga

Rendah

Menengah bawah

Menengah atas

43

38

47

38

76

45,5

84,3

92,7
20,0

81,0

95,0

40,0

72,7

87,4

11

11

54,5

15,7

7,3

80,0

19,0

5,0

60,0

27,3

12,6

11

51
41

58

40

11

87

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

0,001*

0,065**

0,865**

* Chi square ** Kolmogorov -Smirnov

Tabel 2. Cakupan imunisasi dasar untuk masing-masing

jenis imunisasi (%)

Jenis imunisasi n %

BCG

Polio-1

Polio-2
Polio-3

Polio-4

Hepatitis B0

Hepatitis B1

Hepatitis B2

DPT-1

DPT-2

DPT-3

Campak

99

100

96

94

93

97

93

93

94

91

91

90

96,1

97,1

93,2

91,3

90,3
94,2

90,3

90,3

91,3

88,3

88,3

87,4286

TM Thaib dkk: Cakupan imunisasi dasar anak usia 1-5 tahun dan beberapa faktor yang
berhubungan

Sari Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari 2013

Tabel 3. Kelengkapan imunisasi dasar dan penyebab tidak

lengkap atau tidak pernah imunisasi

Kelengkapan imunisasi n %

Lengkap

Tidak lengkap

Tidak pernah

Anak sering sakit

Ibu cemas

Imunisasi haram

86

16

12

83,5

15,5
1,0

23,5

70,6

5,9

Tabel 4. Kejadian ikutan pasca imunisasi (satu subjek dapat

memilih lebih dari 1 keluhan)

Keluhan n

Tidak ada

Demam

Bengkak ditempat suntikan

Anak menangis terus

51

40

12

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan cakupan imunisasi dasar

lengkap anak balita di Poliklinik Anak RSIA Banda

Aceh adalah 83,5% dari 103. Nilai tersebut lebih

rendah dari target nasional (90%),

jauh lebih tinggi

dari hasil Riskesdas tahun 2010 yang mendapatkan

rerata cakupan imunisasi Propinsi Aceh dan Nasional,

berturut-turut 37,0% dan 53,8%.

5
Cakupan imunisasi

dasar yang tinggi karena responden sebagian besar

berasal dari kota Banda Aceh dan sekitarnya dengan

fasilitas informasi, tempat, dan tenaga yang relatif

terjangkau.

Alasan tersering orangtua tidak melakukan atau

tidak melengkapi imunisasi karena ibu cemas efek

samping imunisasi. Demam dan bengkak bekas

suntikan merupakan keluhan tersering dijumpai

sehingga kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) dan

hal tersebut merupakan reaksi vaksin yang sudah

dapat diprediksi, dan secara klinis biasanya ringan.

14

Tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan

penjelasan mengenai efek samping imunisasi yang

dapat terjadi, serta perlakuan orangtua jika terjadi

efek samping.

15

Pada penelitian kami tiga variabel yang diteliti

berkaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar, yaitu

pendidikan ibu, pendidikan ayah, dan pendapatan

keluarga. Terdapat hubungan yang bermakna antara

pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar

(p<0,05).

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara


pendidikan ayah dan pendapatan keluarga dengan

kelengkapan imunisasi dasar (p>0,05) walaupun terdapat kecenderungan bahwa anak


dengan pendidikan

ayah yang lebih tinggi atau tingkat pen dapat an

keluarga yang lebih tinggi mempunyai riwayat

imunisasi dasar lengkap yang lebih tinggi. Hal ter sebut

sesuai dengan penelitian oleh Som16

tahun 2002-2004

di West Bengal India, yang mendapatkan tingkatan

pendidikan orangtua mempunyai hubungan ber makna

dengan cakupan imunisasi anak balita. Demikian juga,

dengan hasil Riset Kesehatan Dasar

tahun 2010,

bahwa kecenderungan semakin tinggi pendidikan dan

status ekonomi keluarga akan semakin tinggi cakupan

imunisasi dasar lengkap. Proyogo

17

mendapatkan hasil

yang berbeda yaitu tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat pendidikan orangtua dan

pendapatan keluarga dengan kelengkapan imunisasi

dasar anak.

Pada penelitian kami juga didapatkan masih

terdapat cakupan imunisasi yang kurang dari 90%, yaitu

DPT2 dan DPT3 masing-masing 88,3% dan campak

87,4%. Hasil tersebut sesuai dengan laporan tahunan


cakupan imunisasi dasar Propinsi Aceh, yaitu berkisar

antara 82,36% hingga 88,13% untuk imunisasi DPT

dan 81,23% untuk imunisasi campak.

Tempat imunisasi terbanyak dipilih berturutturut adalah rumah sakit, Puskesmas, dan
Posyandu.

Agar cakupan imunisasi dasar lebih meningkat maka

peran Posyandu sebagai sarana pelayanan kesehatan

yang paling dekat dengan masyarakat harus lebih

diberdayakan dan direvitalisasi dalam pelaksanaan

program imunisasi.

18

Kami menyimpulkan 83,5% subjek memiliki

status imunisasi dasar yang lengkap, 15,5 % tidak

lengkap, dan 1% tidak pernah diimunisasi. Alasan

imunisasi dasar yang tidak lengkap terbanyak ialah

orangtua cemas dan takut efek samping imunisasi.

Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan

ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar anak balita di

poliklinik anak RSIA Banda Aceh.

Ucapan terima kasih

Ucapan terimakasih kepada direktur beserta seluruh

staf RSIA Banda Aceh atas izin yang diberikan untuk

melaksanakan penelitian ini. Semoga hasil penelitian

ini berguna bagi perkembangan kesehatan anak di 287


TM Thaib dkk: Cakupan imunisasi dasar anak usia 1-5 tahun dan beberapa faktor yang
berhubungan

Sari Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari 2013

Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Aceh pada

khususnya.

Daftar pustaka

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indeks

pembangunan kesehatan masyarakat. Jakarta:IPKM;

2010.

2. United Nations Development Programme (UNDP).

Human development report 2011. New York: UNDP;

2011.

3. United Nations Development Programme (UNDP).

Laporan pembangunan manusia Aceh 2010. Jakarta:

UNDP; 2010.

4. Ranuh IGN. Imunisasi upaya pencegahan orimer. Dalam:

Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita

CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, penyunting. Pedoman

imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas

Imunisasi-IDAI; 2008. h. 2-9.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset

kesehatan dasar. Riskesdas 2010. h. 116.

6. Unicef, World Health Organization. Immunization

summary a statistical reference containing data

through;2009.h.25-191.

7. Heywood P, Choi Y. Health system performance at the


district level in Indonesia after decentralization. BMC

International Health and Human Rights 2010;10:3.

8. Kementerian Kesehatan Indonesia. Profil Kesehatan

Indonesia 2010. lampiran 4.24.

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan

Menteri Kesehatan Indonesia Republik Indonesia no.

482/Menkes/SK/IV/2010 tentang akselarasi imunisasi

nasional Universal child immunization 2010-2014 (Gain

UCI 2010-2014).

10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

11. The World Bank. World development indicators 2010.

12. Bank Indonesia. Kurs uang kertas Indonesia tanggal 12

Desember 2011. [cited 27 Feb 2012] didapat dari: URL:

http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Kurs+Bank+Indonesia/

Kurs+Transaksi/

13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1611/

Menkes/SK/XI/2005 tentang pedoman penyelenggaraan

imunisasi

14. Akib AP, Purwanti A. Kejadian ikutan pasca imunisasi

Dalam: Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS,

Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko, penyunting.

Pedoman Imunisasi di Indonesia, Edisi ketiga. Jakarta:

Satgas Imunisasi-IDAI; 2008. h. 318-40.

15. Committee on Practice and Ambulatory Medicine


and Council on Community Pediatrics. Increasing

immunization coverage. Pediatrics 2010;125;1295

16. Som S, Pal M, Chakrabarty S, Bharati P. Socioeconomic

impact on child immunisation in the districts of West

Bengal, India. Singapore Med J 2010;51:406-12

17. Prayogo A, Adelia A, Cathrine, Dewina A, Pratiwi B,

Ngatio B, dkk. Kelengkapan imunisasi dasar pada Anak

Usia 1 – 5 tahun. Sari Pediatri 2009;11:15-20

18. Kementerian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

Pedoman umum revitalisasi posyandu. Surat edaran

nyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl dan
Madrona, 2001).

Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-
zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan
benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh.Di
Indonesia imunisasi mempunyai pengertian sebagai tindakan untuk memberikan perlindungan
(kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung dan terhindar dari penyakit-penyakit
menular dan berbahaya bagi bayi dan anak (RSUD DR. Saiful Anwar, 2002).

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit
tertentu.Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan dan melalui mulut.

B. Tujuan Imunisasi

Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang

Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi

C. Jenis Imunisasi

1. Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh yang secara aktif
membentuk zat anti bodi.

a. Imunisasi aktif alamiah

Adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari suatu penyakit.
b. Imunisasi aktif buatan

Adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk mendapatkan perlindungan
dari suatu penyakit

2. Imunisasi Pasif

Imunisasi adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat kekebalan
tubuhnya didapatkan dari luar.

a. Imunisasi pasif alamiah

Adalah antibody yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu yang merupakan orang tua
kandung langsung ketika berada dalam kandungan.

b. Imunisasi pasif buatan

Adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan serum untuk mencegah penyakit
tertentu.

D. Jenis/Macam Imunisasi Vaksin Wajib Pada Anak

Berdasarkan program pengembangan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Program


Pengembangan Imunisasi (PPI) yang diwajibkan dan Program Imunisasi Non PPI yang
dianjurkan. Wajib jika kejadian penyakitnya cukup tinggi dan menimbulkan cacat atau kematian.
Sedangkan imunisasi yang dianjurkan untuk penyakit-penyakit khusus yang biasanya tidak
seberat kelompok pertama. Jenis imunisasi wajib terdiri dari: (Sri Rezeki, 2005)

1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin).


merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC.
2. Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus).
merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit Difteri,
Pertusis dan Tetanus.
3. Imunisasi Polio.
merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit Poliomyelitis.
4. Imunisasi Campak.
merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak.

5. Imunisasi Hepatitis B.
merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit Hepatitis
E. Antibodi
1. IgG :

– Komponen utama Ig serum (75%)

– Dapat menembus Placenta

– Terbentuk pada respons sekunder

– Anti bakteri, anti virus, anti jamur

2. IgM

– Imunoglobulin terbesar

– Respons imun primer

– Mencegah gerakan mikroorganisme sekunder

– Mengaktifkan komplemen

3. IgA

– Terbentuknya pd rangsangan selaput lender

– Kekebalan infeksi saluran nafas, pencernaan, urogenitalis

– Fiksasi komplemen, antitoxin, reaksi aglutinasi, anti virus

4. IgD

– Sangat rendah dalam sirkulasi

– Fungsi belum jelas

5. IgE

– Sangat sedikit jumlahnya

– Tinggi pada alergi, fiksasi komplemen, infeksi cacing, infeksi parasit

F. Dosis Dan Cara Pemberian Imunisasi

Vaksin Dosis Cara pemberian

BCG 0,05 cc Intracutan di daerah m. deltoideus


DPT 0,5 cc Intramuscular G. Jumla
h,
Interv
Hepatits B 0,5 cc Intramuscular
al
Dan
Polio 2 tetes Mulut Wakt
u
Campak 0,5 cc Subcutan di daerah lengan kiri atas Pemb
erian

Vaksin Jml pemberian Interval Waktu pemberian

BCG 1 kali 0 – 11 bulan

DPT 3 kali 4 minggu 2 – 11 bulan

Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0 – 11 bulan

Polio 4 kali 4 minggu 0 – 11 bulan

Campak 1 kali 9 – 11 bulan

H. Potensi Vaksin Dalam Temperatur

Vaksin 0 – 8 Derajat Celcius 35 – 37 Derajat Celcius

DT 3 – 7 tahun 6 minggu

Pertusis 18 – 24 bulan Di bawah 50% dalam 1 minggu

BCG:

Kristal 1 tahun Di bawah 20% dalam 3 – 14 hari

Cair Dipakai dalam 1 kali kerja Dipakai dalam 1 kali kerja

Campak:
Kristal 2 tahun 1 minggu

Cair Dipakai dalam 1 kali kerja Dipakai dalam 1 kali kerja

Polio : 6 – 12 bulan 1 – 3 hari

I. Faktor-Faktor Yang Merendahkan Sistem Keimunan

Sistem imun mempunyai hubungan rapat dengan cara hidup kita. Berikut adalah faktor-
faktor yang merendahkan sistem keimunan kita:

1. Cara hidup yang tidak sehat

2. Kekurangan zat makanan

3. Pencemaran udara atau alam sekitar

4. Keletihan

5. Tekanan dan kerisauan

6. Kurang bersenaman

7. Penggunaan antibiotik yang berlebihan

Apabila sistem imun kita menurun, maka lebih mudah untuk kita mendapat jangkitan.
Orang yang mempunyai sistem imun yang rendah mudah berasa letih, tidak bersemangat,
sentiasa selesema, jangkitan usus (makanan yang tidak sesuai akan menyebabkan muntah dan
mual), luka sukar untuk sembuh, alergi dan sebagainya. Selain itu, sistem imun yang tidak
teratur juga boleh menyebabkan kecederaan pada sel.

J. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit, cacat dan kematian. Sedangkan
manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya
pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Di dunia selama tiga dekade United Nations Childrens
Funds (UNICEF) telah menggalakkan program vaksinasi untuk anak-anak di negara
berkembang dengan pemberian bantuan vaksinasi Dipteria, Campak, Pertusis, Polio, Tetanus,
dan TBC. Bila dibandingkan, risiko kematian anak yang menerima vaksin dengan yang tidak
menerima vaksin kira-kira 1: 9 sampai 1: 4 (Nyarko et al., 2001).

You might also like