Bullying merupakan bentuk penyalahgunaan kekuatan yang disengaja dan berulang-ulang oleh seorang individu kepada individu yang lain dengan maksud untuk menyakiti atau menimbulkan perasaan tertekan atau stress. Bullying tidak hanya mengakibatkan kerugian dan tekanan, tetapi juga mengakibatkan gangguan emosi dan gangguan perkembangan yang dapat terjadi hingga remaja dan dewasa pada anak yang menjadi korban. Pelaku bullying juga cenderung menjadi agresif dan melakukan tindakan kriminal ketika dewasa.1 Bullying merupakan fenomena yang tersebar di seluruh dunia. Prevalensi bullying diperkirakan 8 hingga 50% di beberapa negara Asia, Amerika dan Eropa. Tindakan bullying menempati peringkat pertama dalam daftar hal-hal yang menimbulkan ketakutan di sekolah.2 Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus bullying dari tahun 2011 sampai september 2017, KPAI menerima 26 ribu pengaduan terkait masalah tersebut.3 Pada pertengahan tahun 2017 di Provinsi Riau, ada seorang siswi SMA bunuh diri dengan terjun ke sungai Kampar. Siswi tersebut diduga merupakan korban dari tindakan bullying. Sebelum korban melakukan aksi nekatnya, beberapa hari terakhir korban sudah tidak mau sekolah lagi. Korban mendesak pihak keluarga segera memindahkannya ke sekolah lain. Bullying memiliki berbagai macam bentuk baik secara fisik maupun non fisik. Ada 4 tipe bullying yaitu fisik, emotional bullying, verbal bullying dan cyber bullying. Keempat tipe bullying ini memiliki dampak yang sama kuatnya yang mengakibatkan rasa takut, stres, kerugian atau membahayakan bagi korban.4 Apabila melihat dari perspektif hukum, sudah sangatlah jelas bahwa bullying melanggar hukum dan terhadap tindakan bullying dapat dikenakan sanksi pidana. Pemerintah Indonesia telah menetapkan sanksi yang dapat dikaitkan dengan pelaku bullying. Sanksi tersebut tercantum pada Kitab Undang- undang Hukum Pidana pasal 170, 289, 300, 333, 335, 336, 351, 368 dan 369. Pelaku bullying terhadap anak dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.5 Pencegahan tindakan Bullying ini memerlukan kerjasama seluruh pihak, tidak hanya dari peran pemerintah dalam membentuk aturan yang tegas tentang kasus bullying. Orangtua memiliki peran yang penting dalam membina komunikasi dengan anak. Selain itu, peran sekolah juga penting karena tindakan bullying paling banyak terjadi di sekolah. Peran sekolah harus menyediakan teman yang aman dan bebas dari intimidasi sehingga setiap anak dapat tumbuh dan belajar dengan damai.6
1.2 Rumusan masalah
Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, klasifikasi, faktor penyebab, dampak dan pencegahan bullying.
1.3 Tujuan penelitian
a. Memahami tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi, faktor penyebab, dampak dan pencegahan bullying. b. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang kedokteran khusunya di bagian ilmu kedokteran jiwa.
1.4 Metode penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu pada beberapa literatur. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bullying
Konsep bullying pertama kali diperkenalkan oleh Olweus pada tahun 1973, yang diartikan sebagai suatu bentuk dari perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang tidak terdapat keseimbangan kekuasaan maupun kekuatan.7 Menurut American Psychiatric Association (APA), bullying adalah perilaku agresif yang dikarakteristikkan dengan 3 kondisi yaitu (a) perilaku negatif yang bertujuan untuk merusak atau membahayakan (b) perilaku yang diulang selama jangka waktu tertentu (c) adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat.1 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan secara berulang-ulang, dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat. 2.2 Epidemiologi Bullying Bullying merupakan fenomena yang tersebar di seluruh dunia, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Menurut The American Association of School Psychologist terdapat sekitar 160.000 anak menghindari sekolah akibat takut menjadi korban bullying.8 Di Indonesia, penelitian Amy pada tahun 2006, diperkirakan 10%-16% pelajar Sekolah Dasar (SD) kelas IV-VI di Indonesia mengalami bullying sebanyak satu kali per minggu. Bullying pada anak paling sering terjadi di sekolah tetapi belum banyak guru di Indonesia yang menganggap bullying sebagai masalah serius. Survei di berbagai belahan dunia menyatakan bahwa bullying paling banyak terjadi pada usia 7 tahun (kelas II SD), dan selanjutnya menurun hingga usia 15 tahun. Studi lain menyatakan prevalensi bullying tertinggi pada usia 7 tahun dan 10-12 tahun. Anak laki-laki lebih sering terlibat dalam bullying disbanding anak perempuan.1 Menurut penelitian yang dilakukan di Iran, dari total jumlah partisipan 834 siswa kelas 8 dan kelas 9 sekolah menengah pertama, berdasarkan pola pembullyan, didapatkan hasil 24,7% pembullyan dilakukan secara verbal, dan 10,3% pembullyan dilakukan secara physical.9 2.3 Klasifikasi Bullying Tindakan Bullying tidak hanya dihubungkan pada aktifitas fisik saja, ada 4 klasifikasi bullying:1 a. Physical bullying Bullying yang bersifat fisik dimana terjadi kontak fisik antara pelaku bullying dengan korban. Jenis ini merupakan bullying yang paling mudah diidentifikasi karena dapat dilihat oleh mata. Contoh- contoh bullying fisik antara lain memukul, menarik baju, menjewer, menjambak, menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan membersihkan WC, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan, menghukum dengan cara push up. b. Emotional bullying Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam - diam dan diluar jangkauan pemantauan kita. Contoh-contohnya antara lain mencibir, mengucilkan, memandang sinis, memelototi, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggem atau email, memandang yang merendahkan. c. Verbal bullying Verbal bullying memiliki kesamaan dengan emotional bullying, dimana akan menimbulkan gangguan secara emosional terhadap korban. Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra pendengaran kita. Contoh-contoh bullying verbal antara lain membentak, meledek, mencela, memaki-maki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah. d. Cyber bullying Bullying jenis ini merupakan tindakan yang paling banyak terjadi diera modernisasi. Cyber bullying melibatkan internet sebagai bullying. Bullying ini dapat melalui pesan singkat via email, website maupun media sosial. 2.4 Penyebab terjadinya Bullying Perilaku bullying ini sebuah perilaku negatif yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:10 a. Keluarga Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah antara lain orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan.10 Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka,seperti terjadinya perceraian orang tua, orang tua perasaan yang tidak stabil dan pikirannya, orang tua yang saling mencaci maki, menghina, bertengkar dihadapan anak-anaknya, bermusuhan dan tidak pernah akur, memicu terjadinya depresi dan stress bagi anak. Seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi negatif seperti sarcasm (sindirian tajam) akan cenderung meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya dan kemudian menirunya terhadap teman- temannya.11 Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.10 b. Sekolah Kecenderungan pihak sekolah yang sering mengabaikan keberadaan bullying menjadikan siswa yang menjadi pelaku bullying semakin mendapatkan penguatan terhadap perilaku tersebut. Selain itu, bullying dapat terjadi di sekolah jika pengawasan dan bimbingan etika dari para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten, hukuman yang tidak bermanfaat sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah. Dalam penelitian oleh Adair, 79% kasus bullying di sekolah tidak dilaporkan ke guru atau orang tua.10,11 c. Faktor Kelompok Sebaya Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.10 Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam perilaku bullying yaitu:10 1. Bullies (Pelaku bullying) Pelaku bullying adalah orang yang melakukan tindakan bullying. Biasanya pelaku bullying memiliki kekuatan secara fisik dengan penghargaan diri yang baik dan berkembang. Karakteristik anak atau remaja pelaku bullying adalah hiperaktif, agresif, destruktif, menikmati dominasi atas anak atau remaja lainnya, mudah tersinggung, dan memiliki toleransi yang rendah terhadap frustasi. Mereka juga cenderung sulit memproses informasi sosial, sehingga sering menginterpretasikan secara keliru perilaku anak atau remaja lain sebagai perilaku bermusuhan, juga saat sikap permusuhan itu ditujukan pada anak atau remaja lain.12 2. Victim (Korban bullying) Korban bullying adalah seorang yang sering menjadi target dari perilaku agresif, tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan melawan penyerangnya.10 Karakteristik korban bullying adala mereka yang penampilan perilaku sehari-hari berbeda, ukuran tubuh secara fisik lebih kecil, lebih tinggi, atau lebih berat badannya dibandingkan kebanyakan anak atau remaja seusianya, berasal dari latar belakang etnik, keyakinan atau budaya yang berbeda dari kebanyakan anak atau remaja di lingkungannya, memiliki kemampuan atau bakat istimewa, keterbatasan kemampuan tertentu, misalnya attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan belajar, retardasi mental, dan lainnya. Umumnya anak atau remaja yang pencemas, mudah gugup, selalu merasa tidak aman, pemalu pendiam, memiliki cacat fisik atau mental, masalah tingkah laku atau gangguan perkembangan neurologis.12 3. Bully-victim Pihak yang terlibat dalam perilaku agresif, tetapi juga menjadi korban perilaku agresif. Bullying termasuk tindakan yang disengaja oleh pelaku pada korbannya, yang dimaksudkan untuk menggangu seorang yang lebih lemah. Faktor individu dimana kurangnya pengetahuan menjadi salah satu penyebab timbulnya perilaku bullying, Semakin baik tingkat pengetahuan remaja tentang bullying maka akan dapat meminimalkan atau menghilangkan perilaku bullying.
2.5 Dampak Bullying
Terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat bullying. Dampak yang dialami korban bullying tersebut bukan hanya dampak fisik tapi juga dampak psikis. Bullying tidak hanya berdampak terhadap korban, tapi juga terhadap pelaku.8 a. Dampak bagi korban Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2009) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah.Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman.Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide). b. Dampak bagi pelaku Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2009) menunjukan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya. Secara umum bullying mengakibatkan dampak-dampak negatif sebagai berikut:8 1. Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan, kesepian. 2. Konsep diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korban merasa tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga mempunyai pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina pertemanan, yaitu di bully oleh teman dekatnya sendiri. 3. Membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah 4. Keinginan untuk bunuh diri 5. Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis 6. Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. 7. Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga. 8. Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk- batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah.
2.6 Cara mencegah Bullying
1. Peran orangtua Pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullying, para orangtua diharapkan mampu untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak sejak dini. Ajarkan anak untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain dan menyadarkan sang anak bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Peran orangtua di rumah harus mampu menciptakan komunikasi yang baik dengan anak-anak dan membekali anak dengan pemahaman agama yang cukup dan menanamkan akhlakul karimah yang selalu dilaksanakan di lingkungan rumah, karena anak akan selalu meniru perilaku orangtua. Pemberian teladan kepada anak akan lebih baik dari memberi nasihat.10 2. Peran guru Dengan dilaksanakannya bimbingan dan konseling di sekolah diharapkan para guru mampu mencapai:10 1) Pengembangan keharmonisan di dalam melaksanakan proses belajar mengajar. 2) Keselarasan kerjasama dengan para siswa, terutama dengan mereka yang memiliki masalah pribadi. 3) Kerjasama yang lebih intensif dengan orangtua siswa dan masyarakat luas pada umumnya. 3. Putus mata rantai pelaku dan budaya bullying Biasanya budaya bullying diwariskan dengan sistem kaderisasi yang kuat, motivasi senioritas adalah faktor yang terkuatnya. Untuk menghindari gejala tersebut sebaiknya bimbinglah para remaja dengan cara mengadakan kegiatan bersama antara generasi tersebut maupun alumninya dan buatlah suatu ikatan supaya terbentuk jalinan. Persaudaraan yang akan melahirkan kesadaran bahwa senior harus membimbing dan para junior harus menghormati seniornya.10 BAB III KESIMPULAN
Bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan secara berulang-
ulang, dilakukan dengan sadar dan sengaja yang bertujuan untuk menyakiti orang lain secara fisik maupun emosional, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan dari pihak-pihak yang terlibat. Bullying memiliki berbagai macam bentuk baik secara fisik maupun non fisik. Ada 4 tipe bullying yaitu fisik, emotional bullying, verbal bullying dan cyber bullying. Berbagai macam faktor penyebab terjadinya bullying. Salah satu faktor penyebab adalah dari faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor kelompok sebaya. Keluarga merupakan peranan yang sangat penting dalam pendidikan dan tumbuh kembang anak. Faktor sekolah dan faktor teman sebaya juga ikut berperan, sebagai tempat anak untuk belajar bersosialisasi dengan lingkungan. Pencegahan bullying dilakukan oleh semua pihak dan dilakukan secara continue. Memutus mata rantai merupakan salah satu faktor penting dalam pencegahan bullying yang bisa dilakukan mulai dari diri sendiri. DAFTAR PUSTAKA 1. Yusuf, S. dan Nurihsan, J. (2008). Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2. Widayanti, C.G.S. (2009). Fenomena Bullying di sekolah Negeri Semarang: Sebuah study kualitatif. Jurnal Psikologi Undip. Vol 5.Nomor 2. Desember 2009. 3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2017), KPAI : KPAI Terima Aduan 26 Ribu Kasus Bully Selama 2011-2017, diakses pada tanggal 27 Januari 2017 dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-terima-aduan-26-ribu-kasus- bully-selama-2011-2017/ 4. Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo. 5. Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 115. Sekretariat Negara. Jakarta. 6. Gorea RK. Bullying in schools: epidemiology and prevention.Int J Eth Trauma Victimology 2016; 2(2):6-9 7. Dan Olweus, “In the handbook of bullying in Schools: An international perspective”, Pp. 9-33. Edited by Jimerson, S. R., Swearer, S. M., and Espelage, D. L. New York: Routledge, (2010), hal. 11. 8. Coloroso, B. (2007). Stop Bullying. Jakarta: Penerbit Serambi Ilmu Semesta 9. Soori H, M Rezapour, S Khodakarim. Epidemiological pattern of bullying among school children in mazandaran province iran. J Child Adolesc Behav. 2014; 2(3):1-5 10. Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak. Jakarta: Grasindo. 11. Lestari WS. Analisis faktor-faktor penyebab bullying di kalangan peserta didik. Science Education Journal. 2016; 3(2): 147-157 12. Surilena. Perilaku bullying (perundungan) pada anak dan remaja. CDK. 2016;43(1):35-8