You are on page 1of 11

Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm.

107-117

PENDEKATAN NARATIF DALAM KONSELING


RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT)
UNTUK MENGELOLA EMOSI
Prias Hayu Purbaning Tyas
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
email: avillatheresia@yahoo.com

Abstract

The research aims to obtain an overview of the effectiveness of the narrative


approach in counseling Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) to
manage emotions. The approach used in this study is a quantitative approach
using a quasi-experimental methods. The study design used is one group
pretest-posttest design using purposive sampling technique. The samples were
6 students who score low emotion management. The instrument used in the
form of guidelines for the interview to express emotion management profile of
students in class X. The results showed that: (1) there are 6 students of 14
students interviewed, have a tendency to be difficult to manage emotions
appropriately; (2) The narrative approach in counseling REBT apparently
quite effective for improving emotional intelligence on aspects of self-
awareness, self-regulation, self-motivation, empathy, and social skills. This
recommendation is addressed to the teacher guidance and counseling, further
research, and study of Guidance and Counseling Program.

Keywords: counseling REBT, narrative approach, manage emotions.

1. PENDAHULUAN rasa tertekan. Stres merupakan suatu


Seperti telah diketahui bersama, proses, stres tidak terjadi begitu saja,
bahwa stres telah menjadi bagian dalam namun juga dipengaruhi masa lalu,
kehidupan manusia. Manusia sering kegiatan sehari-hari, beragam tugas yang
terjebak dalam sebuah rutinitas yang tak kunjung selesai atau terus bertambah,
membosankan dan menyebabkan stres. perasaan dan pikiran atas berbagai
Stres telah menjadi bagian dalam pengalaman hidup, penghargaan diri dan
kehidupan manusia namun seringkali kesehatan fisik merupakan komponen
manusia tidak menyadarinya. Stres dari munculnya stres. Seringkali pula,
sebenarnya merupakan motivasi yang stres disebabkan oleh trauma atau
dibutuhkan manusia untuk bergerak, permasalahan kehidupan yang tak
suatu energi yang bisa digunakan secara kunjung mampu dipecahkan sehingga
efektif. Begitu banyaknya aktivitas yang mengganggu aktivitas.
dikerjakan, seringkali manusia justru Stres dapat membuat seseorang yang
mengalami sisi negatif dari stres yaitu mengalaminya, merasakan emosi tertentu
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 107
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

yang seringkali mengganggu menabrak seorang pengendara motor.


aktivitasnya. Menurut Darwis (2006:15), Berita di televisi yang seringkali hanya
emosi dalam pemakaian sehari-hari menampilkan berita tentang kericuhan
mengacu pada ketegangan yang terjadi para anggota DPR dalam sidang, sadar
pada individu akibat dari tingkat atau tidak, jelas mempengaruhi cara
kemarahan yang tinggi. Namun pada berpikir remaja yang mengamati,
dasarnya emosi bukan hanya diakibatkan sehingga wajar bila remaja pun sulit
oleh ketegangan saat marah, namun bisa mengelola emosi yang dibuktikan dengan
karena perasaan sedih yang begitu adanya kasus tawuran antar sekolah.
mendalam atau kecewa, atau perasaan Kejadian-kejadian tersebut, menunjukkan
“hopeless” atas sesuatu hal yang sulit bahwa sebagian manusia mulai
diraih meski telah berusaha sekuat kehilangan kontrol atas emosi yang di
tenaga. Hal tersebut bisa dialami oleh alaminya, sehingga pada akhirnya hanya
semua orang, termasuk juga remaja yang berujung pada sesuatu yang merugikan
masih dalam masa penentuan jati dirinya dan tidak terselesaikan dengan damai.
secara utuh. Beragam peristiwa yang terjadi di
Kehidupan masa remaja sendiri sekitar lingkungan hidup remaja, besar
senantiasa menarik untuk dibicarakan. atau kecil tentu berpengaruh pada proses
Mengingat betapa kompleksnya perkembangan remaja. Pada masa transisi
permasalahan yang dialami para remaja, mereka, mereka membutuhkan model dan
terlebih masa remaja adalah masa pengalaman dari luar dirinya, yang
peralihan, perubahan fisik, yang dibutuhkan untuk dapat
mempengaruhi hormon-hormon dalam mengaktualisasikan segala potensi dalam
tubuh sehingga emosional dalam diri dirinya. Namun bila mereka tidak
mulai bergejolak. Banyak terjadi kasus menemukan makna dari setiap
tawuran antar pelajar yang seringkali pengalaman yang mereka alami, tentu
dipicu oleh hal-hal yang sangat sepele. akan berpengaruh pada pencapaian
Demonstrasi oleh orang-orang anarkis kemajuan kepribadiannya secara utuh,
dan berakhir ricuh, bahkan termasuk dalam proses belajarnya dan
menghancurkan segala sarana prasarana perkembangan kognitifnya di sekolah.
yang ada. Beberapa waktu lalu juga Seorang filsuf mengatakan bahwa “what
terjadi aksi warga membakar sebuah disturbs people’s minds is not events but
armada bus umum, karena bus tersebut their judgements on events”, yaitu
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 108
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

manusia terganggu bukan oleh ‘sesuatu’, Pengalaman Lapangan Bimbingan dan


namun karena pandangannya yang Konseling (PPL-BK) di sekolah tersebut.
mereka dapatkan dari ‘sesuatu’ tersebut Berdasarkan hasil observasi dan
(Latipun, 2011:72). Manusia seringkali wawancara dengan guru BK di sekolah
begitu gelisah akan sesuatu hal yang tersebut, guru BK menuturkan beberapa
belum pernah dialami, hanya karena siswa memiliki motivasi yang sangat
melihat orang lain pernah mengalami kurang untuk bersekolah, sering bolos,
sesuatu yang tidak menyenangkan, dan keluar pada saat jam pelajaran, kurang
buah pikiran tersebut sering disiplin dalam berpakaian seragam, dan
memunculkan emosi tertentu. Emosi bila cuek ketika di peringatkan oleh guru.
tidak dikelola dengan baik dan tepat, Beberapa fenomena tersebut
akan berpengaruh buruk pada menunjukkan masih labilnya kecerdasan
perkembangan manusia, terlebih dalam emosi siswa terutama berkaitan dengan
hal ini adalah remaja, yang masih aspek kecerdasan emosional yaitu
membutuhkan bimbingan dan penguatan kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi,
dalam menemukan makna hidupnya. empati dan keterampilan sosialnya.
Menurut Gilliand dkk, 1984 dan Gregg, Mayoritas dari mereka, memang anak-
1997 dalam Latipun (2011:72), kalangan anak broken home, tidak tinggal dengan
penganut Budha dan Tao ada anggapan orang tuanya karena orang tuanya bekerja
bahwa emosi manusia mula-mula berasal di luar kota, mengalami kekecewaan yang
dari pikiran, dan untuk mengubah emosi mendalam terhadap orang tuanya dan
tersebut, orang harus mengubah semacamnya. Fenomena tersebut
pikirannya. menjelaskan bahwa peristiwa yang
Dalam penelitian ini, fenomena yang mereka alami di luar sekolah (dengan
ditemukan berkaitan dengan kesulitan lingkungan keluarganya), membentuk
siswa dalam mencapai kemajuan dalam keyakinan tertentu yang kemudian
proses belajarnya di sekolah, karena menimbulkan sebuah kondisi emosional
adanya emosi-emosi terpendam yang sehingga menimbulkan perilaku yang
rupanya begitu mempengaruhi sikapnya tetap dan cenderung mempengaruhi
dalam belajar di sekolah. Fenomena ini perkembangan kepribadiannya secara
peneliti temukan di SMA Laboratorium- utuh.
Percontohan UPI, Bandung, selama
peneliti melaksanakan Praktek
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 109
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

Pengalaman emosional yang dialami persoalan emosi dan perilaku mereka di


oleh beberapa siswa di SMA sekolah. Bahkan Albert Ellis melahirkan
Laboratorium-Percontohan UPI sebuah teknik REBT berdasarkan hasil
cenderung mempengaruhi perkembangan pengamatannya mengenai banyaknya
kecerdasan emosi para siswa. Mereka anak atau remaja yang tidak mencapai
mengalami kesulitan untuk kemajuan karena mereka tidak memiliki
mengembangkan kecerdasan pemahaman yang tepat terhadap
emosionalnya, yang ditunjukkan dengan peristiwa-peristiwa yang mereka alami di
masih ada kecenderungan siswa keluarga mereka. Anak-anak atau remaja
berperilaku kurang efektif, karena masih yang tidak mengalami kemajuan tersebut
belum mampu mengatasi emosi negatif menurut Ellis karena masih adanya
yang mereka alami seperti sedih, kecewa, pikiran atau keyakinan irasional terhadap
putus asa, tidak berdaya, frustasi, marah, suatu peristiwa atau pengalaman tertentu.
dendam dan banyak lagi, sehingga Fokus penelitian adalah mengubah
emosi-emosi tersebut mempengaruhi keyakinan irasional mereka mengenai
daya juang mereka untuk mencapai peristiwa atau pengalaman di masa lalu
kemajuan dalam hidupnya. Biasanya menjadi rasional, sehingga diharapkan
orang berusaha untuk menghindari atau dapat mempengaruhi keadaan emosi dan
menghilangkan emosi negatif, namun terjadi perubahan perilaku yang lebih
seringkali gagal untuk melakukannya. efektif. Pendekatan yang akan dilakukan
Kegagalan ini di alami oleh banyak dalam penelitian ini adalah pendekatan
orang, apalagi masa remaja yang menurut naratif sebagai media mengungkapkan
Alwisol (2009, 98) adalah masa yang emosi dalam konseling Rational-Emotive
labil, masa dimana remaja masih Behavior Therapy. Menurut Corey
berusaha menemukan jati dirinya, pun manusia dilahirkan dengan potensi baik
dalam hal ini adalah dalam mengelola untuk berfikir rasional dan jujur atau
emosi yang dialaminya. untuk berfikir irasional dan jahat (2010:
Berdasarkan fenomena tersebut, 238). Artinya bahwa manusia selain
penelitian ini menggunakan konseling memiliki kecenderungan untuk
REBT atau Rational Emotive Behavior memelihara diri, berbahagia, mencintai
Therapy yang di pelopori oleh Albert dan tumbuh serta mengaktualisasikan
Ellis. REBT dipilih karena sesuai bila diri, manusia juga memiliki
diberikan pada siswa yang mengalami kecenderungan sebaliknya yaitu
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 110
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

menyesali kesalahan-kesalahan terus kejadiannya. Setiap individu memiliki


menerus, suka mencela diri, tidak mau cerita yang berisi tentang pengalaman-
mengaktualisasikan diri bahkan hingga pengalamannya yang memiliki
kecenderungan untuk menghancurkan pemaknaan yang berbeda-beda. Dalam
diri. Kecenderungan yang kedua inilah penelitian ini, peneliti ingin lebih fokus
yang menjadi sasaran penelitian, yaitu pada pengalaman emosional individu
subjek penelitian yang memiliki yang telah mempengaruhi
pemikiran yang irasional sehingga kepribadiannya.
menghambat perkembangan aktualisasi
2. METODE PENELITIAN
dirinya secara optimal.
Penelitian ini menggunakan metode
Teknik pendekatan naratif
eksperimen dengan bentuk quasi
merupakan sebuah metode yang mulai di
experimental design. Desain kuasi
kembangkan oleh beberapa konselor di
experimental merupakan pengembangan
Amerika Serikat sebagai bagian dari
dari true experimental design. Bila dalam
praktek konseling. Konseling bukan
true experimental design semua variabel
hanya “terapi bicara” atau wawancara,
penelitian di kontrol dan diberi perlakuan
namun bisa dilakukan dengan metode
oleh peneliti, quasi experimental design,
tertentu dalam upaya membantu
peneliti memberi perlakuan kepada kedua
seseorang memecahkan suatu
kelompok yang telah ditentukan, yaitu
permasalahan tertentu. Praktek konseling
kelompok eksperimen dan kelompok
dengan pendekatan naratif atau biasa
control, namun dengan pendekatan yang
disebut terapi naratif memandang bahwa
berbeda yaitu konseling REBT dengan
setiap individu adalah ahli mengenai
pendekatan naratif bagi kelompok
masalah-masalah yang dialaminya.
eksperimen dan konseling REBT dengan
Menurut Ula Horwitch dalam Bagus
cara konvensional bagi kelompok
Takwin (2007: 73) terapi naratif
kontrol.
berasumsi bahwa orang memiliki banyak
Tujuan penelitian adalah untuk
keterampilan, kompetensi, keyakinan,
memperoleh gambaran dan rumusan
nilai, komitmen dan kemampuan yang
program intervensi konseling REBT
membantu mereka mengurangi pengaruh
dengan pendekatan naratif untuk
dari masalah yang di alami dalam
mengembangkan kecerdasan emosi
hidupnya. Naratif merujuk pada cerita-
siswa. Lokasi dilaksanakan penelitian ini
cerita yang disusun berdasarkan urutan
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 111
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

adalah SMA Laboratorium-Percontohan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN


UPI, Bandung dan subjek dalam Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penelitian ini adalah siswa kelas X. dari 172 siswa kelas X SMA
berdasarkan wawancara dengan guru BK Laboratorium-Percontohan UPI Bandung,
dan observasi langsung di lapangan, ada diketahui bahwa 150 siswa berada pada
beberapa siswa yang mengalami kategori sedang dan 22 siswa berada pada
ketidakstabilan emosi seperti asal-asalan kategori rendah dan tidak ada yang
dalam berpakaian, tidak peduli dengan berada pada kategori tinggi. Kondisi
teguran guru, cuek dengan aktivitas di tersebut di dasari pada beberapa hal yaitu
sekolah, dan relasi dengan teman sebaya bahwa siswa kelas X adalah siswa remaja
yang kurang efektif seperti membentuk pada rentang usia 15-18 tahun, yang biasa
genk atau sebaliknya, mengasingkan diri disebut remaja pertengahan. Pada usia-
dari pergaulan dengan teman-teman usia ini, siswa SMA mengalami banyak
sebayanya di sekolah. Berdasarkan perubahan kepribadian baik secara fisik,
observasi dan wawancara awal dengan psikologis, sosial maupun emosional.
guru BK tersebut, peneliti melakukan Masa remaja memiliki ciri-ciri yang
penelitian mengenai keadaan kecerdasan membedakannya dari masa sebelum dan
emosional siswa di SMA Laboratorium sesudahnya.
Percontohan UPI, dan dalam penelitian Masa remaja disebut masa diantara
ini, akan diambil subjek penelitian dari anak-akan dan dewasa, mereka masih
siswa kelas X. Sampel adalah bagian dari memiliki ciri-ciri tertentu yang
jumlah dan karakteristik yang dimiliki mempengaruhi kecenderungan
oleh populasi (sugiyono, 2010:118). emosionalnya. Karakteristik yang
Teknik pengambilan sampel dilakukan ditemukan pada siswa kelas X SMA
dengan menggunakan teknik purposive Laboratorium-Percontohan UPI Bandung
atau sampling purposive. Sampling antara lain adalah adanya keterikatan
purposive merupakan sebuah teknik dengan teman sebaya lainnya, tidak mau
penentuan sampel penelitian dengan dan tidak suka bila dianggap anak-anak
pertimbangan tertentu, dan dalam oleh orang tua atau guru, memiliki tokoh
penelitian ini, sampel penelitian adalah yang sangat di idolakan seperti tokoh
siswa yang memiliki skor rendah dalam boyband korea seperti yang saat ini
inventori kecerdasan emosional. marak di kalangan remaja, dan mudah
takut mengutarakan sesuatu dan mencoba
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 112
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

sesuatu yang baru meski mereka namun belum dapat dikatakan dewasa,
menyatakan ingin. Ciri-ciri ini senada sehingga perilaku dan perkembangan
dengan ciri-ciri remaja yang disebutkan mereka pada tahap ini sangat rumit dan
Hurlock (1996) antara lain bahwa masa seringkali membingungkan bagi guru
remaja adalah masa peralihan sehingga atau orang tua. Namun dengan
mereka tidak bisa disebut anak-anak pendampingan yang baik, remaja ini akan
namun juga belum pantas dianggap memahami perubahan yang terjadi dalam
dewasa, masa remaja adalah masa dirinya secara menyeluruh, sehingga
perubahan dimana remaja mengalami diharapkan remaja ini akan memiliki
transformasi baik dari sisi fisik, minat pemahaman yang tepat terhadap
sosial, mental dan moral serta emosinya, kepribadiannya.
masa remaja adalah masa bermasalah Karakteristik remaja itu sendiri
karena keinginan kuat mereka akan menjadi bahan yang cukup rumit bagi
sesuatu hal yang baru namun seringkali orang tua dan guru untuk dipahami. Masa
dipandang belum pantas bagi orang tua remaja seringkali dikenal sebagai masa
sehingga sering terjadi perbedaan mencari jati diri yang oleh Erickson
pendapat yang memicu konflik tertentu disebut sebagai ego identity (Ali dan
antara remaja dan orang dewasa, masa Asrori, 2008:16). Ini terjadi karena secara
remaja adalah masa mencari identitas, fisik mereka bukan lagi anak-anak
itulah mereka selalu mencari tokoh idola melainkan seperti orang dewasa, namun
untuk dijadikan panutan, masa remaja jika mereka diperlakukan atau diberi
adalah masa di ambang dewasa, mereka tanggungjawab sebagai orang dewasa,
belum mampu sepenuhnya berpikir ternyata mereka belum dapat
rasional dan objektif terhadap dirinyam menunjukkan sikap dewasa. Remaja juga
sehingga remaja saat ini seringkali pada umumnya memiliki rasa ingin tahu
dilanda kegelisahan atas apapun yang tinggi sehingga seringkali mencoba-
pengalaman mereka. coba, suka mengkhayal yang tinggi,
Perubahan secara fisik, psikologis, mudah merasa gelisah dan sudah berani
sosial tentu mempengaruhi pula melakukan pertentangan atau bahkan
perkembangan emosional remaja. Masa perlawanan jika dirinya merasa
remaja awal ini masih pada batas antara disepelekan atau tidak dihormati oleh
masa anak-anak dan masa dewasa. orang lain.
Mereka tidak lagi bisa disebut anak-anak,
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 113
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

Sikap-sikap yang dinyatakan oleh Ali mengatakan “galau” seperti yang


dan Asrori tersebut mendukung data dikenal banyak remaja saat ini.
observasi dalam penelitian ini bahwa b. Siswa seringkali merasa tidak
siswa di SMA Laboratorium-Percontohan dimengerti oleh orang tuanya karena
UPI Bandung menunjukkan beberapa masih sering dilarang melakukan
sikap berikut: kegiatan tertentu. Seperti ketika salah
a. Siswa seringkali mengungkapkan kata satu siswa dalam kelompok konseling
“galau” ketika ditanya perihal ingin menyatakan ingin jalan-jalan
masuk ipa atau ips di kelas XI, apa menghilangkan suntuk setelah ujian,
yang membuatnya gelisah akhir-akhir beberapa detik kemudian
ini dan harapan apa yang ingin mereka menyangkalnya sendiri dengan
wujudkan di tahun mendatang. mengatakan “ah tapi takut ah, kata
Awalnya mereka selalu mengatakan mama tadi habis dari sekolah langsung
tidak tahu atau masih galau. Hal ini pulang! Lagipula aku cuma dikasi
menunjukkan bahwa remaja memiliki uang segini…(sambil menunjukkan 2
banyak idealisme dan keinginan yang lembar uang dua ribuan”). Tentu
ingin dicapai di masa depan. Namun pernyataan siswa tersebut yang
seringkali keinginannya jauh lebih tampak sederhana, bagi siswa tersebut
besar dari kemampuan dan keadaan ada semacam pertentangan antara
dirinya secara nyata. Selain itu, di satu keinginannya untuk jalan-jalan dengan
pihak mereka ingin mendapatkan pesan orang tuanya untuk segera
pengalaman sebanyak-banyaknya pulang setelah selesai dengan urusan
untuk menambah pengetahuannya, di sekolah. Pada umumnya remaja
namun di pihak lain mereka merasa sering mengalami kebingungan disaat
belum mampu melakukan banyak hal pendapat atau keinginannya ditentang
tersebut dengan baik sehingga tidak oleh orang tuanya, sehingga
memiliki keberanian untuk mencari menyebabkan muncul keinginan untuk
pengalaman secara langsung. Kondisi melepaskan diri dari orang tuanya,
di antara dua pilihan tersebut namun kemudian ditentangnya sendiri
seringkali membuat remaja menjadi karena masih ada keinginan untuk
gelisah, atau menurut konseli yang mendapatkan rasa aman dari keluarga.
mengikuti konseling kelompok REBT

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus


Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 114
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

c. Siswa masih lebih percaya diri ketika dialaminya, termasuk keinginan untuk
bersama-sama dengan teman satu bisa menjadi seperti orang dewasa.
kelompoknya. Hal ini Nampak ketika Akibatnya, tak jarang ditemui di
salah satu siswa datang lebih awal, sekolah-sekolah, termasuk di SMA
yaitu CA, CA menunjukkan ekspresi Laboratorium-Percontohan UPI
malu, canggung dan kurang percaya Bandung, beberapa siswa laki-laki
diri saat berbincang dengan konselor. yang secara sembunyi-sembunyi
Namun setelah satu persatu temannya merokok di lingkungan sekolah, atau
datang, CA menjadi lebih percaya diri siswa perempuan yang mencoba
untuk mengungkapkan sesuatu. berdandan seperti wanita dewasa,
Menurut Ali dan Asrori (2008:17), sedangkan aturan sekolah dengan
masa remaja adalah masa menjalin tegas melarang.
hubungan sosial yang akrab dengan Sebagai orang tua, sangat penting
teman sebaya yang biasanya memiliki untuk memberikan pendampingan agar
minat yang sama, yang sering disebut rasa ingin tahu remaja yang tinggi dapat
sebagai sahabat atau genk. Aktivitas diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang
kelompok ini terbentuk karena adanya positif, kreatif dan produktif. Selain itu,
begitu banyak keinginan yang mereka sebagai orang tua, perlu untuk menjadi
miliki untuk mewujudkan sesuatu teladan bagi remaja, karena mereka
namun memiliki kendala salah satunya memerlukan keteladanan, konsistensi dan
materi atau uang, sehingga mereka komunikasi yang tulus dan empatik dari
menjalin kelompok untuk saling orang dewasa. Seringkali remaja
berbagi sehingga keinginan mereka melakukan aktivitas-aktivitas menurut
dapat terpenuhi, dalam arti kendala norma mereka sendiri, karena melihat
yang ada dapat teratasi dalam ketidakkonsistenan di masyarakat yang
kelompok. dilakukan oleh orang dewasa di sekitar
d. Pada umumnya remaja memiliki rasa mereka. Apa yang di nasehatkan atau
ingin tahu yang tinggi (high curiosity). dilarang terhadap remaja, justru
Dorongan rasa ingin tahu yang begitu dilakukan sendiri oleh orang dewasa,
tinggi menimbulkan keinginan yang sehingga remaja pun meniru apa yang
tinggi untuk mengalami, bertualang, dilakukan orang dewasa lainnya.
menjelajah dan mencoba segala
sesuatu yang belum pernah
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 115
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

Kecerdasan emosional adalah sebuah Ho ditolak, dan jika nilai p>0.05 maka
kemampuan yang terus menerus Ho diterima.
berkembang melalui latihan dan Penghitungan statistika dengan
pembiasaan dalam merefleksikan setiap menggunakan uji wilcoxon dilakukan
pengalaman yang dialami. Siswa yang untuk mengetahui efektivitas konseling
mengikuti kegiatan konseling kelompok REBT dengan pendekatan naratif dalam
REBT adalah siswa yang berada pada meningkatkan kecerdasan emosional
rentang usia 15 tahun, yang memang terhadap peningkatan skor kecerdaan
masih terlihat kebingungan mereka dalam emosional secara umum. Hasil uji
memahami pengalaman emosional Wilcoxon menujukkan terdapat
mereka. Barangkali kebingungan mereka perbedaan skor kecerdasan emosional
menjadi salah satu penyebab kurang siswa antara sebelum dan sesudah
efektifnya proses konseling REBT mengikuti kegiatan konseling REBT
dengan pendekatan naratif. Berdasarkan dengan pendekatan naratif.
hasil interaksi dengan para siswa dalam
4. SIMPULAN
kegiatan konseling kelompok REBT,
Secara umum gambaran tingkat
muncul beberapa ciri khas pikiran
kecerdasan emosional siswa kelas X
emosional seperti yang dikemukakan oleh
SMA Laboratorium-Percontohan UPI
Goleman (2006:414) yaitu respon yang
Bandung berada pada kategori sedang
cepat tapi ceroboh, mendahulukan
dan rendah yaitu pada aspek kesadaran
perasaan baru kemudian pikiran,
diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan
memperlakukan realitas sebagai realitas
keterampilan sosial. Siswa yang berada
simbolik, masa lampau diposisikan
pada kategori kecerdasan emosional
sebagai masa sekarang atau dengan kata
sedang dan rendah, menunjukkan bahwa
lain, masih terbawa pada suasana atau
siswa masih belum memiliki kematangan
kondisi di masa lalu, dan realitas
emosi sebagai remaja yang
ditentukan oleh keadaan.
mempengaruhi kecerdasan emosionalnya.
Dasar pengambilan keputusan untuk
Program intervensi konseling REBT
menentukan efektivitas program
dengan pendekatan naratif juga memadai
bimbingan karier berdasarkan pendekatan
dalam hal isi materi dan proses
naratif adalah dengan membandingkan
pelaksanaan. Secara keseluruhan isi dan
nilai probabilitas (p) yang diperoleh
proses konseling telah mengungkap juga
dengan α=0.05. Jika nilai p<0.05 maka
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus
Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 116
Jurnal Fokus Konseling Volume 1 No. 2, Agustus 2015 Hlm. 107-117

aspek-aspek dalam kecerdasan emosinal


Alwisol. 2009. “Psikologi Kepribadian:
yaitu bahwa (1) siswa menjadi lebih
Edisi Revisi”. Malang: UMM Press.
menyadari kemampuan dan potensi serta
Corey, Gerald. 2010. “Teori dan Praktek
kecenderungan emosional dalam dirinya
Konseling dan Psikoterapi”.
sehingga menjadi lebih percaya diri; (2) Diterjemahkan Koswara. Bandung:
PT Refika Aditama.
siswa mampu untuk lebih mampu
mengendalikan emosi dan mengelolanya Darwis, Hude. 2006. “Emosi”. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
secara lebih positif serta belajar untuk
Goleman. 2006.“Kecerdasan Emosional”.
lebih fleksibel dalam menghadapi setiap Diterjemahkan Hermaya, T. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka.
perubahan; (3) siswa menjadi lebih
optimis dalam menghadapi stress; (4) Hurlock, Elizabeth. 1992.
“Perkembangan Anak Jilid 2”.
siswa mengalami proses berempati
Jakarta : Erlangga.
dengan teman lainnya yang mengalami
Latipun. 2011. “Psikologi Konseling
persoalan, dalam proses konseling
(edisi ketiga)”. Malang: UMM Press.
kelompok; dan (5) Siswa menjadi berani
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
untuk mengkomunikasikan persoalannya
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
kepada konselor dan teman kelompok Bandung: Alfabeta.
sehingga dapat saling mendapatkan solusi
Takwin, Bagus. 2007. “Psikologi Naratif:
dan mengelola konflik baik dengan diri Membaca Manusia sebagai Kisah”.
Yogyakarta: Jalasutra
sendiri atau pun dengan orang lain secara
lebih efektif.
Kesimpulan uji statistik dengan
menggunakan uji Wilcoxon menunjukkan
konseling REBT dengan pendekatan
naratif cukup efektif untuk meningkatkan
kecerdasan emosional pada aspek
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi
diri, empati dan keterampilan sosial.

5. DAFTAR PUSTAKA

Ali. M dan Asrori. M. 2008. “Psikologi


Remaja-Perkembangan Peserta
Didik”. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/fokus


Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 117

You might also like