Professional Documents
Culture Documents
Bab 6
Sifat Inovasi dan
Kecepatan Adopsi
SIFAT INOVASI
DAN KECEPATAN ADOPSINYA
SIFAT-SIFAT INOVASI
Tidak satupun dari cara-cara dalam mengkaji sifat-sifat inovasi ini yang
merupakan cara paling ideal untuk memprediksi kecepatan adopsi di masa mendatang.
Tetapi bila digunakan, terutama bila digabung, itu lebih baik daripada tidak ada. Dan
bagaimanapun juga, penelitian tentang prediksi kecepatan adopsi suatu inovasi itu digali
sebelum, atau seiring dengan keputusan seseorang untuk mengadopsi inovasi
(Tornatzky dan Klein, 1985:5)1.
KEUNTUNGAN RELATIF
Keuntungan relatif adalah seberapa jauh suatu inovasi dianggap lebih baik
daripada gagasan yang mendahuluinya. Tingkat keuntungan relatif sering dikemukakan
dalam bentuk keuntungan ekonomik, pemberian status, atau dengan cara lain. Sifat
inovasi sebagian besar menentukan jenis keuntungan relatif apa (ekonomi, sosial, atau
lainnya) yang penting bagi pengguna, walaupun ciri-ciri calon pengguna juga
mempengaruhi dimensi keuntungan relatif.
Tak diragukan lagi salah satu motivasi penting hampir setiap orang untuk
mengadopsi inovasi adalah keinginan untuk memperoleh status sosial. Untuk inovasi-
inovasi tertentu, misalnya mode baju baru, prestise sosial yang diberikan oleh inovasi
merupakan bagian terbesar keuntungan yang diterima pengguna. Sesungguhnya, ketika
banyak anggota suatu sistem telah mengadopsi mode yang sama, inovasi itu (misalnya
ketika telah banyak orang mengadopsi rok mini atau jeans) mungkin banyak kehilangan
nilai sosialnya bagi pengguna. Memudarnya pemberian status sedikit demi sedikit pada
sebagian inovasi pakaian tertentu telah memberi tekanan kepada perancang agar terus
menerus menciptakan model-model baru.
Yang penting di sini bukanlah mode pakaian baru itu tidak lagi dimanfaatkan
secara fungsional oleh pengguna; misalnya, jeans adalah jenis pakaian yang praktis dan
tahan lama. Tetapi, sesungguhnya lebih banyak alasan pokok membeli baju jeans adalah
karena nama perancang yang nempel di saku, suatu atribut yang lebih banyak
menyangkut status inovasi itu daripada keawetan atau kemanfaatan jeans itu.
Barangkali pentingnya status sosial dalam keputusan untuk membeli pakaian baru
ditunjang dengan kenyataan bahwa sangat jarang pakaian lama seseorang itu betul-betul
usang sebelum diganti dengan yang baru.
Mode pakaian tidak lain hanyalah kelompok inovasi yang pertimbangan
pemberian-status merupakan alasan utama pengadopsiannya, dan wanita kelas atas
adalah anggota masyarakat yang biasanya tertarik pada inovasi-inovasi yang sangat
tampak (misalnya pakaian, mobil baru, dan gaya rambut) cenderung mengadopsi
iniovasi itu karena dorongan pemerolehan status. Contoh spektakuler kemampuan
inovasi-inovasi pertanian pemberi-status adalah difusi gudang tertutup tempat
menyimpan makanan ternak “Haverstore” di pedesaan AS. Gudang ini terbuat dari baja
dan kaca, dicat biru laut, dan secara mencolok menampangkan nama pembuatnya;
ketinggian bangunannya mendominasi pandangan, sehingga tanpak jelas dari jalan
umum. Karena Haverstore sangat mahal, harganya antara $ 30.000 sampai 70.000
(tergantung ukurannya), kebanyakan ahli pertanian merekomendasikan para petani
untuk membeli yang lebih murah saja. Tetapi kualitas pemberian-status Haverstore
menarik banyak petani. Ternyata, ada petani yang memiliki dua Haverstore, dan
memamerkannya secara menyolok, yang barangkali sama dengan garasi-dua-mobil di
rumah-rumah pinggiran kota.
Seperti kami kemukakan sebelumnya, orang-orang tertentu (yang mengadopsi
suatu inovasi pada waktu tertentu) lebih banyak didorong oleh pencarian status daripada
yang lain. Misalnya, banyak orang-orang berpenghasilan rendah dapat lebih berhemat
mode pakaian. Umumnya, kelas menengah dan atas cenderung menunjukkan perhatian
yang lebih kuat terhadap aspek-aspek status suatu inovasi. Motivasi-motivasi
peningkatan status untuk pengadopsian agaknya lebih penting bagi para Inovator
(innovators), Pengguna Awal (early adopters), dan Mayoritas Awal (early majority),
dan kurang penting bagi Mayoritas Akhir (late majority) dan Kolot (laggard).
Bukti pernyataan ini diberikan oleh Van der Haak (1972), yang mewawancarai
dua sampel pengusaha kecil Belanda, satu yang telah mendapatkan bantuan keuangan di
bawah syarat-syarat program pemerintah baru, dan sampel yang lain menolak bantuan
itu (walaupun mereka memenuhi syarat untuk itu). Para pengguna bantuan pemerintah
adalah mereka yang berusaha di bidang seperti penjualan barang-barang bekas, bagi
mereka, bantuan pemerintah dipandang sebagai cara memperoleh status ekonomi yang
lebih tinggi. Tetapi para pengusaha lebih borjuis, menolak inovasi bantuan pemerintah,
karena memandang penerimaan bantuan itu sebagai sesuatu yang memalukan, mereka
merasa akan terancam prestise sosialnya di mata masyarakat setempat bila mereka
menerima bantuan pemerintah, itu merupakan aib walaupun mereka membutuhkannya.
Maka dorongan ke arah status sosial begitu kuat baik bagi pengguna maupun yang
menolak, tatapi bantuan pemerintah sebagai inovasi punya makna sosial yang sangat
berbeda untuk masing-masing dari kedua kelompok itu. Motivasi status sosial lebih
penting daripada kebutuhan ekonomi bagi pengusaha Belanda yang memutuskan
menolak inovasi ini.
Kami percaya bahwa motivasi status untuk mengadopsi inovasi telah kurang
dikaji dalam penelitian difusi yang lalu. Sebagian. Hal ini mungkin karena keengganan
responden untuk mengakui bahwa mereka mengadopsi suatu gagasan baru sekedar
untuk mengamankan aspek-aspek status yang dikaitkan dengan inovasi. Menanya para
pengguna secara langsung tentang motivasi ini bisa memperkecil arti pentingnya
motivasi itu dalam keputusan adopsi. Barangkali dibutuhkan pendekatan pengukuran
yang lebih maju untuk menyelidiki motivasi-motivasi yang berbeda untuk mengadopsi
suatu inovasi.
Tentunya tidaklah aman untuk menduga--seperti yang sering terjadi di masa
lalu--bahwa dimensi-dimensi ekonomi keuntungan relatif hanyalah satu-satunya
prediktor kecepatan adopsi. Walaupun setiap pengadopsian inovasi ditentukan atas
alasan-alasan ekonomi (oleh calon penggunanya), namun dalam kadar tertentu setiap
inovasi juga mengandung "pemberian status".
Di seluruh buku ini kami menekankan bahwa difusi suatu inovasi merupakan
suatu proses pengurangan-ketidakpastian. Ketika seseorang (atau suatu organisasi)
memasuki proses keputusan inovasi, mereka terdorong untuk mencari informasi dalam
rangka mengurangi ketidakpastian mengenai keuntungan relatif suatu inovasi. Para
calon pengguna ingin mengetahui seberapa jauh suatu gagasan baru lebih baik daripada
yang telah ada. Maka keuntungan relatif se-ring merupakan isi pesan-pesan komunikasi
mengenai suatu inovasi. Pertukaran informasi penilaian inovasi itu merupakan inti
proses difusi.
Karena itu, tidak mengherankan para ahli difusi menemukan keuntungan relatif
menjadi salah satu prediktor terbaik kecepatan adopsi inovasi. Keuntungan reltif, di satu
sisi, menunjukkan kuatnya hadiah atau hukuman yang dihasilkan dari pengadopsian
suatu inovasi. Ada beberapa sub-dimensi keuntung-an relatif yakni: tingkat keuntungan
ekonomi, rendahnya biaya permulaan, kurangnya ketidaknyamanan, penghematan
waktu dan tenaga, dan segeranya diperoleh imbalan. Faktor yang terakhir itu
menjelaskan mengapa inovasi-inovasi yang preventif rendah tingkat adopsinya. Inovasi
preventif adalah suatu gagasan baru yang diadopsi seseorang untuk menghindari
kemungkinan beberapa kejadian di masa mendatang yang tidak diinginkan. Gagasan-
gagasan itu misalnya mengikuti asuransi, menggunakan sabuk pengaman di mobil,
mengadopsi cara-cara konservasi tanah, imunisasi, dan mengadopsi cara-cara
kontrasepsi. Keuntungan relatif inovasi-ibivasi preventif sulit didemontrasikan oleh
agen pembaru kepada klien mereka, karena itu terjadi di masa yang akan datang, tak
tahu kapan
Ringkasan penyelidikan tentang sifat-sifat inivasi dan kecepatan adopsi-nya
tampak pada Tabel 6-1. Hampir semua kajian itu melaporkan suatu hubung-an positif
antara keuntungan relatif dengan kecepatan adopsi.
Tabel 6-1. Sifat-sifat Inovasi dan Kecepatan Adopsinya
SIFAT-SIFAT
%
JML INOVASI
JML VARIAN
KAJI YANG
N PENULIS/ TIPE SIFAT DLM
AN BERHUBUNGAN
O PENELITI RESPONDEN INOV KECEPAT
INOV SIGNIFIKAN DG
ASI AN
ASI KECEPATAN
ADOPSI
ADOPSI
1 2 3 4 5 6 7
1 Kivlin (1960); 229 petani 43 11 51 (1) Keuntungan
Fliegel & Pennsylvania relatif
Kivlin (2) Kesesuaian
(1962) (3) Kerumitan
2 Tucker (1961) 88 petani Ohio 13 6 0 Tidak ada
3 Mansfield Perusahaan KA (1) Keuntungan
(1961) relatif
(2) Keteramatan
4 Fleigel & 229 Petani 12 2 50 (1) Ketercobaan
Kivlin Pennsylvania * (2) Keuntungan
(1966a) Relatif (biaya awal)
* Termasuk pada 229 petani Pensyilvania dalam kajian Kivlin (1960) di atas, tetapi
hanya 33 dari 43 inovasi dan 15 sifat inovasi yang dianalisis; karena itu hasilnya
berbeda.
** Respondennya sama dengan kajian Kivlin dan Fliegel (1967a), tetapi yang
dianalisis dengan korelasi ganda adalah 12 sifat inovasi.
*** Sama dengan responden pada kajian Kivlin (1960), tetapi jumlah sifat inovasi
yang dianalisis berbeda.
Effek Insentif
Banyak lembaga pembaruan memberi insentif atau subsidi kepada klien untuk
mempercepat tingkat adopsi inovasi. Salah satu fungsi insentif bagi para pengguna
adalah meningkatkan keuntungan relatif ide baru itu. Insentif adalah imbalan langsung
atau tidak langsung atau sejenis pemberian kepada seseorang atau suatu sistem dalam
rangka mendorong beberapa perubahan perilaku yang tampak. Sering, perubahan itu
menyebabkan pengadopsian inovasi.
Intensif telah banyak digunakan dalam upaya mempercepat difusi inovasi dalam
berbagai lapangan: pertanian, kesehatan, obat-obatan, dan keluarga berrencana. Tak
diragukan penelitian yang telah dilakukan mengenai insentif KB lebih banyak daripada
di bidang yang lain. Banyak variasi dalam pemberian insentif (Rogers, 1973: 157-159):
1. Insentif untuk pengguna atau penyebar. Insentif bisa diberikan secara langsung
kepada seorang pengguna, atau kepada orang lain untuk mendorongnya
mempengaruhi seorang pengguna. Suatu ilustrasi insentif untuk penyebar adalah
yang diberikan kepada penganjur vasektomi di India (diuraikan dalam bab 9). Suatu
insentif bagi penyebar meningkatkan observabilitas suatu inovasi, lebih besar
daripada keuntungan relatifnya.
2. Insentif perseorangan atau insentif sistem. Upah mungkin diberikan kepada
pengguna atau agen pembaru secara perseorangan, atau kepada sistem sosial.
Misalnya lembaga KB pemerintah di Indonesia (BKKBN) memberi suatu insentif
kepada desa-desa yang mencapai tingkat pengadopsian kontrasepsi tinggi; insentif
seperti itu meningkatkan keuntungan relatif KB.
3. Insentif positif atau insentif negatif. Kebanyakan insentif adalah positif yakni
mengganjar perubahan perilaku yang diharapkan (misalnya pengadopsian suatu ide
baru), tetapi mungkin juga menghukum seseorang dengan menjatuhkan suatu
hukuman yang tak diinginkan atau dengan menarik sesuatu yang dibutuhkan karena
tidak mengadopsi suatu inovasi.
4. Insentif moneter atau non-moneter. Seringkali insentif berupa pemberian finansial,
namun bisa juga berbentuk beberapa komoditi atau barang yang diinginkan oleh
penerima. Misalnya, di salah satu negara bagian India sebuah pakaian sari yang
bergambar segitiga merah (simbol KB di India) dihadiahkan kepada setiap wanita
yang telah disteril.
5. Insentif yang segera atau yang ditunda. Kebanyakan insentif diberikan pada saat
pengadopsian, tetapi ada yang hanya diperoleh setelah selang beberapa lama.
Misalnya, beberapa negara sedang berkembang memberi pembebasan SPP bagi
anak-anak pasangan suami istri keluarga kecil.
Setiap kombinasi dari keempat tipe kebijakan insentif ini dapat diberikan pada
situasi tertentu. Sedikit demi sedikit, bukti sedang terkumpul mengenai kombinasi mana
yang punya pengaruh yang diharapkan atas difusi inovasi. Misalnya, insentif-insentif
memberi satu strategi difusi yang mengubah sifat-sifat inovasi, terutama keuntungan
relatif, dan dengan demikian mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi. Beberapa
kebijakan insentif dirancang hanya untuk mendorong percobaan suatu ide baru;
contohnya adalah pemberian sampel produk baru yang banyak diberikan oleh banyak
perusahaan komersial kepada langganan mereka. Strategi yang dijalankan di sini adalah
dengan mempermudah usaha percobaaan, akan diikuti dengan pengadopsian skala
penuh (jika inovasi itu punya keuntungan relatif yang dapat dirasakan oleh penerima).
Kebijakan insentif lainnya dirancang hanya untuk mengamankan pengadopsian suatu
ide baru oleh para pengguna pemula; begitu tercapai tingkat pengadopsian 20-30%
anggota sistem sosial, insentif ekonomis dihentikan oleh lembaga pembaru. Misalnya,
pemerintah Federal dan beberapa pemerintah negara bagian memberikan insentif
potongan pajak bagi pengadopsian alat pemanas rumah tangga solar. Tetapi biaya
insentif macam itu akan sangat besar, begitu tercapai tingkat pengadopsian 5 atau 10
persen. Maka mereka kemudian hanya memberi insentif pemberian cat dasar pompa,
yang dimaksudkan untuk melancarkan proses difusi.
Berdasarkan penelitian dan pengalaman dalam inovasi keluarga berencana,
Rogers, (1973:159-174) menarik kesimpulan:
1. Insentif meningkatkan kecepatan adopsi suatu inovasi. Insentif-insentif bagi
pengguna meningkatkan keuntungan relatif, dan insentif untuk penyebar
meningkatkan mudahnya pengkomunikasian inovasi. Lebih lanjut, insentif bagi
pengguna dapat bertindak sebagai isyarat bertindak (suatu saat yang mengkristalkan
sikap berkenan terhadap inovasi menjadi perubahan perilaku nyata) dalam memacu
pengadopsian inovasi.
2. Insentif bagi pengguna mengarahkan pengadopsian inovasi oleh orang-orang yang
berbeda dari yang diharapkan. Para inovator dan pengguna pemula biasanya punya
status sosial ekonomi dan sifat-sifat lain yang membedakan mereka dengan
pengguna terlambat (Bab 7). Tetapi ketika insentif diberikan secara luas kepada para
akseptor KB, orang-orang yang status soaial ekonominya paling rendah nampaknya
yang paling inovatif.
3. Insentif dapat meningkatkan jumlah pengguna suatu inovasi, tetapi kualitas
keputusan adopsi macam itu relatif rendah, dan menyebabkan terjadi konsekuensi
adopsi tidak seperti yang diharapkan. Bila orang megadopsi suatu inovasi karena
untuk mendapatkan insentif, motivasi untuk terus menggunakan inovasi relatif
kurang .
Ada aspek-aspek etik yang serius dalam pemberian insentif. Tetapi rancangan
kebijakan insentif dapat ditingkatkan dengan kajian-kajian empirik yang mengevaluasi
efek insentif atas kecepatan adopsi, kelangsungan adopsi, dan konsekuensi adopsi.
KESESUAIAN
Rumpun Teknologi
Inovasi sering tidak dipandang sebagai sesuatu yang tunggal oleh seseorang,
melainkan sebagai suatu rumpun gagasan baru yang terpadu. Pengadopsian suatu ide
baru bisa memicu pengadopsian beberapa ide baru lainnya.
Suatu rumpun teknologi bisa terdiri dari satu atau lebih unsur teknologi yang
berbeda, yang dipandang berkaitan erat. Batas-batas antar inovasi itu seringkali tidak
jelas. Dalam pikiran calon pengguna, suatu inovasi bisa dianggap sangat erat berkaitan
dengan ide baru lainnya. Jika demikian keadaannya, agen pembaru perlu
mempromosikan suatu rumpun atau paket inovasi kepada klien, daripada satu persatu
secara terpisah (sendiri-sendiri).
Misalnya di India dan negara sedang berkembang lainnya, suatu paket inovasi
pertanian, biasanya meliputi jenis bibit unggul, pupuk kimia, dan obat-obatan pertanian
lainnya, disarankan sebagai satu paket kepada petani (di Indonesia dikenal dengan
Panca Usaha Tani, pen). Pengalaman menunjukkan bahwa penduduk desa lebih mudah
dan lebih cepat mengadopsi paket itu daripada bila inovasi itu disebarkan terpisah.
Lebih penting lagi, dengan mengadopsi semua/sekaligus, para petani mendapatkan efek
gabungan dari kesemua inovasi itu.
Sayangnya pendekatan paket ini hanya sedikit dasar empiriknya dalam
penelitian difusi walaupun secara intuitif masuk akal. Secara alami, pemaketan itu
hendaknya didasarkan pada persepsi pemakai tentang inovasi itu, namun ini belum
dilakukan. Analisis faktor interkolerasi antara pengadopsian (atau persepsi mereka)
tentang seperangkat dapat dipergunakan untuk menentukan inovasi-inovasi mana yang
digabungkan dalam satu paket, seperti yang didemonstrasikan Crouch (1981) pada
petani biri-biri di Australia.
Salah satu dari sedikit penyelidikan paket ide-ide baru adalah analisis Silverman
dan Bailey (1961) tentang pengadopsian tiga inovasi penumbuh jagung oleh 107 petani
Mississippi. Ketiga ide itu (pupuk, bibit unggul, dan tongkat penahan/gejig) berkaitan
secara fungsional sedemikian rupa sehingga pengadopsian inovasi yang satu tanpa dua
yang lain mengakibatkan panenan jagung lebih sedikit dengan tidak menggunakan
ketiga-tiganya. Kebanyakan petani mengadopsi ketiga-tiganya atau tidak sama sekaliu,
tetapi 8% menggunakan kombinasi itu tidak berhasil. Silverman dan bailey
menyarankan perlunya agen pembaru menunjukkan kepada para petani antar hubungan
ketiga gagasan itu dalam paket penanaman jagung.
Ada kebutuhan untuk menganalis paket-paket inovasi dalam penelitian di masa
mendatang, mengkaji ide-ide baru suatu urutan yang evolusioner, dan menentukan
tingkat kesesuaian ide-ide yang saling berkaitan itu menurut pandangan anggota
masyarakat. Dengan demikian kita mempunyai dasar yang lebih baik untuk merakit
inovasi-inovasi dalam suatu paket yang mudah diterima.
Penamaan Inovasi
Nama yang diberikan pada suatu inovasi seringkali mempengaruhi
kesesuaiannya, dan karena itu juga mempengaruhi kecepatan adopsinya. Tidak banyak
perhatian diarahkan pada bagaimana calon pengguna menyebut inovasi, akibatnya telah
banyak dilakukan kesalahan serius oleh lembaga pembaruan atau agen pembaru.
Misalnya sebuah perusahaan besar sabun di AS memperkenalkan produk “cue” kepada
bangsa yang berbahasa Perancis, padahal kata itu punya konotasi cabul. Kesalahan-
kesalahan seperti itu menunjukkan kepada perusahaan dagang pentingnya penelitian
pasar untuk mempra-uji nama suatu produk baru sebelum melepasnya ke pasaran. Di
lain pihak, lembaga-lembaga pembaharuan pemerintah umumnya tidak menyadari
pentingnya nama suatu inovasi.
Persepsi terhadap inovasi diwarnai oleh simbol-simbol yang dipergunakan untuk
menyebutnya. Pemilihan nama suatu inovasi merupakan hal yang sulit dan penting.
Kata-kata adalah unit pemikiran yang menstruktur persepsi kita. Dan tentu saja persepsi
calon pengguna terhadap inovasi mempengaruhi kecepatan adopsinya. Kadang-kadang
nama medik atau kimiawi dipergunakan untuk menyebut suatu inovasi yang berasal dari
penelitian pengembangan medika dan kimiawi; sayangnya, nama-nama itu tidak begitu
berarti bagi calon pengguna (kecuali jika mereka itu doketer atau ahli kesehatan),
contohnya adalah “obat semprot 2.4D”, “bibit unggul IR-20”, dan “IUD”; nama-nama
itu kabur dan tidak dipahami oleh para petani atau pengguna KB. Suatu alat kontrasepsi
IUD baru “copper-t” diperkenalkan di Korea Selatan tanpa pertimbangan yang cermat.
Huruf “t” tidak ada dalam alfabet korea, dan copper dianggap berkaitan dengan besi
(logam) dan punya persepsi yang tidak menyenangkan. Karena itu, janganlah sekali-kali
memilih nama yang jelek bagi inovasi (Harding et. Al, 1973).
Sebaliknya kata “nirodh” dipilih dengan cermat di India pada tahun 1970
sebagai nama yang paling tepat untuk kondom. Sebelumnya, kondom punya persepsi
sangat negatif sebagai alat kontrasepsi; dianggap sebagai alat untuk men-cegah penyakit
kelamin. Ketika pemerintah India mempromosikan kondom sebagai alat kontrasepsi,
dipraujikan dengan berbagai nama. “Nirodh”, suatu kata Sansekerta yang berarti
“perlindungan” dipergunakan, dan kemudian dipromosikan dalam suatu kampanye
advertensi besar-besaran pada audien yang dimaksud (Rogers, 1927: 237). Hasilnya
adalah kecepatan adopsi “nirodh" meningkat tajam.
Kami menyarankan pemberian nama kepada suatu inovasi hendaknya
berorientasi-penerima dan menggunakan pendekatan empirik, sehingga terpilih simbol-
kata yang bermakna bagi audien.
KERUMITAN
Kerumitan adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap relatif sulit dipahami dan
dipergunakan. Setiap ide baru bisa diklasifikasikan pada kontinum rumpil-sederhana.
Beberapa inovasi ada yang jelas (mudah dipahami) oleh calon pengguna, tetapi
beberapa inovasi lainnya tidak mudah. Walaupun bukti penelitian ini jauh dari
kongklusif, kami mengajukan Rampatan 6-3: kerumitan suatu inovasi, menurut
pandangan anggota sistem berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya.
Kivlin (1965) menemukan bahwa kerumitan inovasi-inovasi pertanian
berhubungan (negatif) lebih kuat dengan kecapatan adopsinya dibanding dengan sifat-
sifat inovasi lainnya kecuali keuntungan relatif. Hasil-hasil yang sama juga dilaporkan
oleh Singh (1966) di kanada dan Petrini (1966) di Swedia (lihat Tabel 6-1).
Graham (1956) bermaksud menentukan mengapa canasta dan televisi meyebar
dengan kecepatan yang berbeda di kalangan kelompok-kelompok sosial ekonomi tinggi
dan rendah. Salah satu alasannya adalah kerumitan kedua ide baru itu. Canasta harus
dipelajari melalui penjelasan-penjelasan rinci dalam kontak personal di samping
selebaran. Prosedur-prosedurnya rumit dan sulit dikuasai. Sedangkan televisi,
tampaknya merupakan ide yang relatif sederhana yang hanya memerlukan kemampuan
untuk memijit tombol.
KETERCOBAAN
Ketercobaan adalah sejauh mana suatu inovasi bisa dicoba dalam skala kecil.
Ide-ide baru yang dapat dicoba sedikit umumnya akan diadopsi lebih cepat daripada
inovasi-inovasi yang tidak dicoba. Suatu inovasi yang dapat dicoba akan tidak begitu
kabur bagi pengguna. Beberapa inovasi ada yang tidak bisa diambil sedikit untuk
dicoba. Walaupun kekurangan bukti yang kuat, kami mengemukakan Rampatan 6-4:
ketercobaan suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial,
berhubang positif dengan kecepatan adopsinya. Kajian-kajian oleh Fliegel dan Kivlin
(1966), Singh (1966), dan Fliegel et al (1968) mendukung pernyataan ini. (Lihat tabel
6-1)
Para pengguna yang relatif lebih awal memandang ketercobaan itu lebih penting
daripada pengguna yang lebih lambat (Gross, 1942; Ryan, 1948). Waktu yang
diperlukan para laggard (yang terlambat mengadopsi) untuk pindah dari percobaan awal
sampai penggunaan inovasi secara penuh lebih singkat daripada para inovator dan
pemuka. Orang-orang yang lebih inovatif tidak mempunyai preseden yang akan mereka
ikuti ketika mereka mengadopsi, sementara para pengguna yang belakangan dikelilingi
oleh teman-teman yang telah mengadopsi inovasi itu. Teman-teman ini dapat bertindak
sebagai percobaan psikologis dan seolah-olah para pengguna yang lebih akhir itu perlu
mengalami sendiri. Karena itu, mereka merasa tidak perlu mencoba sendiri suatu ide
baru.
KETERAMATAN
Keteramatan adalah sejauh mana hasil suatu inovasi terlihat oleh orang lain. Ada
ide-ide baru yang hasilnya mudah dilihat atau dikomunikasikan kepada orang lain.
Kami mengajukan rampatan 6-5: keteramatan suatu inovasi, menurut pandangan
anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya.
Kebanyakan inovasi yang dikaji dalam penelitian difusi adalah ide-ide
teknologis. Teknologi adalah suatu rancangan untuk tindakan instrumental yang
mengurangi ketakpastian mengenai hubungan sebab-akibat yang berkaitan dengan
pencapaian suatu hasil yang diharapkan. Suatu teknologi punya dua komponen: (1)
aspek perangkat keras yang terdiri dari alat-alat yang membentuk teknologi itu sebagai
obyek material atau fisik, dan (2) aspek perangkat lunak yang terdiri dari informasi
mengenai peralatan itu. Suatu contoh, yang dikutip pada Bab 1, adalah komputer:
perangkat kerasnya adalah mesin komputer, sedangkan perangkat lunaknya asalah
programnya. Biasanya komponen software suatu inovasi teknologis tidak begitu
nampak, maka inovasi yang aspek softwarenya lebih dominan kurang memiliki sifat
keteramatan, biasanya kecepatan adopsinya relatif lebih lambat.
Kecepatan adopsi adalah kecepatan relatif pengadopsian suatu inovasi oleh suatu
sistem sosial. Pada umumnya ini diukur dengan jumlah individu yang mengadopsi ide
baru itu dalam suatu periode tertentu. Maka kecepatan adopsi merupakan suatu petunjuk
numerik kecuraman kurva adopsi suatu inovasi.
Di awal bab ini telah kami kemukakan bahwa salah satu variabel penting dalam
menjelaskan kecepatan adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat tampaknya. Tabel 6-1
menunjukkan bahwa 49% - 87% varian dalam kecepatan adopsi dijelaskan dengan lima
sifat (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas dan observabilitas).
Selain sifat-sifat tampak suatu inovasi itu, variabel lainnya seperti (1) tipe keputusan
inovasi, (2) sifat saluran komunikasi yang menyalurkan inovasi pada berbagai tahap
proses oleh agen pembaru dalam menyebarkan inovasi, (3) sifat sistem sosial, dan (4)
gencarnya usaha promosi oleh agen pembaru dalam menyebarkan inovasi, juga
mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi (gambar 6-1).
Tipe keputusan inovasi berhubungan dengan kecepatan adopsi. Kita umumnya
berharap bahwa inovasi-inovasi yang memerlukan keputusan inovasi opsional
individual akan diadopsi lebih cepat daripada jika suatu inovasi diadopsi oleh organisasi
(Bab 10). Semakin banyak orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan-inovasi,
semakin lambat kecepatan adopsinya. Jika demikian halnya, salah satu jalan untuk
mempercepat kecepatan adopsi adalah dengan berusaha mengubah/mengganti unit
keputusan sedemikian rupa sehingga lebih sedikit orang yang terlibat. Misalnya,
dijumpai di AS bahwa keputusan untuk mengadopsi floridasi air PAM dibuat oleh
walikota atau Bupati, kecepatan adopsi lebih cepat daripada ketika keputusan itu dibuat
secara kolektif atau melalui referendum.
VARIABEL PENENTU KECEPATAN VARIABEL BERGANTUNG
ADOPSI YANG DIJELASKAN
EFEK DIFUSI
Tidak hanya usaha agen pembaru yang punya efek berbeda pada titik yang
berbeda dalam urutan kecepatan adopsi suatu inovasi, tetapi tekanan-tekanan sistem
terhadap pengadopsian juga berubah begitu proporsi anggota sistem yang mengadopsi
meningkat. Kami menyebut peningkatan tekanan jaringan antar pribadi ini sebagai
“efek difusi” (diffusion effect).
Efek difusi adalah peningkatan kumulatif kekuatan pengaruh terhadap seseorang
untuk mengadopsi inovasi atau menolak suatu inovasi dikarenakan pergerakan jaringan
kawan-sebaya berkenaan dengan inovasi dalam suatu sistem sosial. Misalnya, ketika
hanya 5 persen orang dalam suatu sistem sosial yang mengetahui suatu ide baru, tingkat
pengaruh terhadap seseorang untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi itu sangat
berbeda ketika 95% anggota sistem itu telah mengadopsi. Dengan kata lain, norma-
norma sistem mengenai inovasi itu berubah seiring dengan berjalannya waktu, ketika
proses difusi itu berlangsung, dan ide baru itu sedikit demi sedikit menyatu dengan arus
kehidupan sistem itu. Lingkungan komunikasi sistem itu berkenaan dengan inovasi iti
berubah begitu jumlah orang yang mengadopsi bertambah. Ada antar hubungan yang
kompleks tetapi penting antara menyebarnya pengetahuan me-ngenai suatu inovasi di
dalam suatu sistem dan kecepatan adopsinya. Dalam satu hal, tingkat pengetahuan pada
suatu waktu tertentu merupakan indikasi keseluruhan informasi mengenai inovasi yang
ada pada rata-rata orang di dalam sistem itu. Bila level informasi seperti itu (bergabung
dengan pengaruh jaring-an) sangat rendah, pengadopsian inovasi tidak mungkin bagi
setiap orang. Bila level informasi penilaian inovasi meningkat melampaui ambang batas
tertentu, pengadopsian sangat mungkin terjadi tekanan-tekanan jaringan sosial terhadap
adopsi meningkat. Hubungan ini positif tetapi tidak linier dan langsung. Begitu tingkat
pengetahuan-kesadaran tentang inovasi meningkat sampai 2-30 persen, sangat sedikit
terjadi adopsi. Kemudian, begitu titik ambang ini terlampaui setiap tambahan persentase
pengetahuan-kesadaran dalam sistem itu biasanya disosiasikan dengan beberapa
persentase yang meningkat dalam kecepatan adopsi. Efek difusi berarti bahwa sampai
orang memiliki suatu level pengetahuan tertentu dan pengaruh teman sebayanya dalam
sistem sosial itu berada pada level minimum, dia tidak mungkin mengadopsi. Tetapi
begitu ambang ini terlampaui (titik ambang yang pasti untuk setiap inovasi dan setiap
sistem adalah berbeda), pengadopsian ide itu selanjutnya ditingkatkan oleh setiap
masukan tambahan pengetahuan dan pengaruh terhadap lingkungan komunikasi sistem.
Suatu ambang agaknya terjadi sekitar titik dimana para pemuka pendapat dalam suatu
sistem mulai berkenan terhadap inovasi.
Suatu penyelidikan kecepatan adopsi lima inovasi makanan di kalangan 1.028
ibu rumah tangga di lima desa Guatemala memberi beberapa bukti lebih lanjut tentang
pentingnya efek difusi dalam menjelaskan kecepatan adopsi (Mendez, 1968). Semakin
cepat kecepatan adopsi diketemukan pada desa-desa yang sangat padu dimana lebih
banyak dari mereka yang terjangkau oleh jaringan-jaringan antar-pribadi. Bukti yang
mendukung diberikan oleh Guy Mares (1968), Yadav (1967), Coughenour (1964), dan
Colleman et al (1966). Di semua kasus tampak bahwa sistem-sistem sosial yang
anggotanya lebih erat dikaitkan jejaring komunikasi (guyub), punya efek difusi yang
lebih kuat dan suatu kecepatan adopsi inovasi yang lebih cepat. Kami menyimpulkan
pembahasan ini dalam rampatan 6-6: tingkat saling keterkaitan dalam suatu sistem
sosial berhubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi.
Di seluruh buku ini, kita melihat betapa penilaian subyektif terhadap suatu
inovasi menggerakkan proses difusi, melalui jaring-jaring antar pribadi.
Gagasan overadopsi mengandung arti bahwa salah satu tugas agen pembaru
adalah mencegah terjadinya “berlebihan” pengadopsian inovasi, sebagaimana halnya ia
berusaha mempercepat proses difusi. Di banyak bidang, overadopsi merupakan masalah
penting. Kami seringkali menyebut pengadopsian gudang tertutup “harverstone” oleh
para petani Amerika, suatu inovasi yang tidak dianjurkan oleh pakar pertanian. Di
bidang kesehatan, terkadang diberli peralatan mahal yang penggunaannya tidak dapat
dibenarkan. Misalnya Scannel dkk (1971) menunjukkan bahwa setidaknya ada
sebanyak dua kali pembedahan jantung terbuka (open heart surgery) dari kebutuhan di
Amerika Serikat. Akibatnya, banyak tim dokter-bedah yang kurang pengalaman
melakukan operasi (dengan menggunakan alat baru itu) sehingga punya keterampilan
yang memadai.
RINGKASAN
Bab ini membahas lima ciri yang melekat pada suatu inovasi, dan menunjukkan
bahwa persepsi seseorang terhadap sifat-sifat ini merupakan prediksi terhadap
kecepatan adopsinya. Kami menekankan bahwa persepsi pengguna terhadap sifat-sifat
inovasi inilah yang mempengaruhi kecepatan adopsi (Tabel 6-2).
Keuntungan relatif adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap lebih baik
daripada gagasan yang mendahuluinya. Keuntungan relatif suatu inovasi, menurut
pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan
adopsinya. (rampatan 6-1)
Kesesuaian adalah sejauh mana suatu inovasi dipandang konsisten dengan nilai-
nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan calon pengguna. Kesesuaian suatu
inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan
kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-2)
Kerumitan adalah sejauh mana suatu inovasi dipandang oleh para anggota
suatu sistem sosial sebagai relatif sulit dimengerti dan digunakan. Kerumitan suatu
inovasi, menurut pandangan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan
kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-3)
Ketercobaan adalah sejauh mana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil.
Ketercobaan suatu inovasi, menurut pandangan anggota sistem sosial, berhubungan
positif dengan kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-4). Keteramatan adalah sejauh mana
akibat-akibat penggunaan suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Keteramatan suatu
inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan
kecepatan adopsinya.
Tingkat adopsi adalah kecepatan relatif pengadopsian suatu inovasi oleh para
anggota suatu sistem sosial. Disamping sifat-sifat tampak suatu inovasi, variabel-
variabel lain yang berpengaruh terhadap kecepatan adopsinya adalah (1) tipe keputusan
inovasi yang digunakan, (2) saluran-saluran komunikasi yang menyebarkan inovasi
pada berbagai tahap proses keputusan inovasi, (3) sifat sistem sosial, dan (4) gencarnya
usaha agen pembaru dalam menyebarkan inovasi.
Diffusion of Innovations
Rogers, Everrett M. (1983) New York: Free Press. (3rd ed.)
Bab 7
KEINOVATIFAN DAN
KATEGORI PENGGUNA INOVASI
Diterjemah oleh Abdillah Hanafi
Bab 7
KEINOVATIFAN DAN
KATEGORI PENGGUNA INOVASI