You are on page 1of 25

Diffusion of Innovations

Rogers, Everrett M. (1983) New York: Free Press. (3rd ed.)

Bab 6
Sifat Inovasi dan
Kecepatan Adopsi

Diterjemah oleh Abdillah Hanafi


BAB 6

SIFAT INOVASI
DAN KECEPATAN ADOPSINYA

Pengadopsian suatu ide baru bukanlah kebetulan atau


tak terduga. Sifat ide baru itu merupakan pembeda yang
penting bagi pengadopsiannya.
Homer G. Barnett (1953:313)
Innovation: The Basis of Cultural Change

Suaui medium baru tidak pernah menjadi tambahan


yang lama, tidak juga meninggalkan medium lama
dalam kedamaian. Ia tidak pernah berhenti menekan medium lama sampai
menemukan bentuk baru dan posisi baru
Marshall McLuhan (1964)
Understanding Media

DI KALANGAN ANGGOTA SISTEM SOSIAL, ada beberapa inovasi yang hanya


memerlukan waktu beberapa tahun sejak pertama kali diperkenalkan sampai
penggunaannya secara luas. Misalnya kalkulator saku; alat ini diadopsi dengan cepat
pada pertengahan tahun 1970an. Namun inovasi elektronik lainnya seperti videotape
hanya mencapai 3 persen pengadopsian dalam waktu delapan tahun. Sifat-sifat apakah
yang mempengaruhi kecepatan penyebaran dan pengadopsiannya suatu inovasi?
Bab ini membahas lima sifat yang mungkin dimiliki suatu inovasi, menunjukkan
bagaimana persepsi seseorang terhadap sifat-sifat ini dapat dipakai untuk
memperkirakan kecepatan adopsinya, dan membahas pengadopsian-berlebih
(overadoption).
Bila seseorang teliti membaca kepustakaan penelitian difusi, ia akan terkesan
betapa banyak upaya telah dilakukan orang untuk mengkaji perbedaan “orang” dalam
keinovatifan (yakni menentukan perbedaan ciri-ciri kelompok pengguna inovasi) dan
betapa minimnya usaha yang dilakukan untuk menganalisis perbedaan “inovasi” (yakni,
penyelidikan tentang sifat-sifat inovasi yang mempengaruhi kecepatan adopsinya). Tipe
penelitian yang kedua itu sangat penting artinya bagi agen pembaru untuk
memperkirakan reaksi binaan (klien) mereka terhadap suatu inovasi, dan barangkali ia
dapat mengubah reaksi tertentu dengan cara menamai atau menempatkan posisi inovasi
itu terkait dengan kepercayaan yang ada.
Para peneliti difusi pada masa lalu cenderung memandang semua inovasi
sebagai unit yang sama dari sudut pandang kajian dan analisisnya. Ini peyederhanaan
yang berlebihan dan berbahaya. Bahwa semua inovasi bukanlah unit yang sama terbukti
dengan kenyataan bahwa beberapa produk baru gagal menyebar sedangkan yang
lainnya berhasil. Departemen Perdagangan AS memperkirakan 90% produk baru gagal
dalam empat tahun pelemparannya ke pasar.

SIFAT-SIFAT INOVASI

Kita memerlukan suatu daftar klasifikasi yang standar untuk menggambarkan


sifat-sifat inovasi dalam suatu istilah yang universal. Sehingga, orang dapat mengkaji
setiap inovasi sebagai suatu kasus khusus dalam rangka memperkirakan kecepatan
adopsinya. Misalnya, kita akan dapat mengatakan bahwa inovasi A lebih mirip dengan
inovasi B daripada inovasi C (dalam pandangan penggunanya). Sistem
pengklasifikasian umum ini merupakan tujuan akhir penelitian difusi mengenai sifat
inovasi. Kita belum mencapai tujuan itu, tetapi bagian ini membahas salah satu
pendekatan yang telah digunakan secara luas dalam dua puluh tahun terakhir ini. Kami
sedang berusaha merumuskan sifat-sifat inovasi yang komprehensif, yang sedapat
mungkin betul-betul berbeda satu sama lain dan relevan. Kelima sifat inovasi itu ialah
(1) keuntungan relatif (relative advantage), (2) kesesuaian (compatibility), (3)
kerumitan (complexity), (4) ketercobaan (trialability), (5) keteramatan (observability).
Masing-masing sifat ini akan dibahas pada bagian-bagian berikut dalam bab ini.
Sangat pentingnya persepsi dalam penjelasan perilaku manusia dipertegas oleh
diktum sosiologis “Bila orang memandang situasi sebagai kenyataan, mereka yakin
akan akibat-akibatnya” (Thomas dan Znaniecki, 1917: 81). Hal yang sama
dikemukakan oleh Watson (1960) “Kesulitan pemerkenalan ide-ide baru terutama
karena sifat 'baru' produk baru itu—sesuatu yang baru itu oleh pelanggan dipandang
baru ada”. Persepsi pengguna tentang sifat-sifat inovasi--bukan sifat-sifat inovasi
menurut pengamatan para ahli atau agen pembaru--mempengaruhi kecepatan adopsinya.
Seperti halnya kecantikan, inovasi itu hanya ada dalam pandangan orang yang
melihatnya. Dan pandangan itulah yang mempengaruhi tindakannya.
Walaupun penelitian pertama mengenai sifat-sifat inovasi dan kecepatan
adopsinya dilakukan di kalangan petani, beberapa kajian terhadap para guru dan
pegawai sekolah akhir-akhir ini menunjukkan adanya sifat-sifat yang sama pentingnya
dalam memprediksi kecepatan adopsi inovasi pendidikan. Holloway (1977) merancang
penelitiannya terhadap 100 kepala SMA berkenaan dengan lima sifat inovasi yang
dibahas dalam bab ini. Ada dukungan umum terhadap kerangka yang sekarang
diketemukan, walaupun pembedaan antara keuntungan relatif dan kesesuaian tidak
begitu jelas, dan muncul aspek-aspek cakupan-status sebagai dimensi (sifat) keenam
pada inovasi kependidikan untuk memprediksi kecepatan adopsi. Item-item skala Likert
pada analisis faktornya Hooloway (1977) mengukur persepsi responden terhadap ide-
ide baru kependidikan, dan menghasilkan enam kategori sifat-sifat inovasi. Metode
analisis faktor juga telah digunakan untuk data para guru (Hahn, 1974; Clinton, 1973)
dan para petani (Elliot, 1968; Kivlin, 1960); hasil antara kajian satu dengan yang lain
agak beragam, tetapi dukungan terkuat umumnya diperoleh untuk sifat-sifat keuntungan
relatif, kesesuaian, dan kerumitan, dan dukungan yang agak lemah berkenaan dengan
ketercobaan dan keteramatan.
Kami menyimpulkan bahwa sifat inovasi yang paling penting bagi kebanyakan
responden dapat dimasukkan pada kelima sifat yang kami gunakan sebagai kerangka
umum kami.
Penelitian mengenai sifat-sifat inovasi ini bermanfaat, terutama untuk
memperkirakan kecepatan adopsinya di masa mendatang. Kebanyakan penelitian yang
lalu, betapapun, telah memperkirakan apa yang telah terjadi (postdiction) bukannya
memprediksi. Yakni, sifat-sifat inovasi itu dipandang sebagai variabel bebas dalam
penjelasan varian variabel bergantung kecepatan adopsi inovasi. Variabel bergantung
diukur pada masa lalu, sedangkan variabel bebasnya diukur sekarang; maka sulit
menganggap sifat-sifat itu sebagai prediktor kecepatan adopsi dalam penelitian lalu, dan
rampatan ini dapat dipergunakan untuk memperkirakan kecepatan adopsi inovasi di
masa mendatang.
Namun demikian rancangan penelitian yang ideal adalah yang betul-betul
mengukur sifat-sifat inovasi pada t-1 untuk memprediksi kecepatan adopsi inovasi itu
pada t-2 (Tornatzky dan Klein, 1981). Sayangnya, daftar metode penelitian ilmu sosial
umumnya tidak cocok dengan tugas pencarian data tetang perilaku “di sini dan
sekarang” untuk memprediksi “di sini dan kelak di kemudian hari”. Tidak ada jalan
keluar yang sempurna terhadap masalah ini, tetapi beberapa pendekatan penelitian yang
berguna untuk membantu memperkirakan masa depan adalah:
1. Peramalan (ekstrapolasi) dari kecepatan adopsi inovasi yang lalu ke masa depan
untuk inovasi-inovasi yang lain.
2. Mendeskripsi suatu inovasi hipotetik pada calon penggunanya dan menentukan
sifat-sifatnya menurut pengamatan mereka sehingga dapat memperkirakan
kecepatan adopsinya.
3. Menyelidiki akseptabilitas suatu inovasi pada tahap pra difusinya, misalnya pada
waktu baru saja diuji pasar atau dievaluasi dalam percobaan.

Tidak satupun dari cara-cara dalam mengkaji sifat-sifat inovasi ini yang
merupakan cara paling ideal untuk memprediksi kecepatan adopsi di masa mendatang.
Tetapi bila digunakan, terutama bila digabung, itu lebih baik daripada tidak ada. Dan
bagaimanapun juga, penelitian tentang prediksi kecepatan adopsi suatu inovasi itu digali
sebelum, atau seiring dengan keputusan seseorang untuk mengadopsi inovasi
(Tornatzky dan Klein, 1985:5)1.

KEUNTUNGAN RELATIF

Keuntungan relatif adalah seberapa jauh suatu inovasi dianggap lebih baik
daripada gagasan yang mendahuluinya. Tingkat keuntungan relatif sering dikemukakan
dalam bentuk keuntungan ekonomik, pemberian status, atau dengan cara lain. Sifat
inovasi sebagian besar menentukan jenis keuntungan relatif apa (ekonomi, sosial, atau
lainnya) yang penting bagi pengguna, walaupun ciri-ciri calon pengguna juga
mempengaruhi dimensi keuntungan relatif.

Faktor-faktor ekonomi dan kecepatan relatif

Beberapa produk baru menerapkan serangkaian kemajuan teknologis yang


berhasil mengurangi biaya produksi suatu produk, dan menyebabkan harganya menjadi
lebih murah bagi konsumen. Para ahli ekonomi menyebut ini “belajar sambil bekerja”
(Arrow, 1962). Contoh yang baik adalah kalkulator saku, yang dijual seharga $250 pada
1972; dalam beberapa tahun karena kemajuan teknologi dalam produksi semikonduktor
yang merupakan bagian vital kalkulator, barang itu sekarang harganya hanya sekitar
$10.
Ketika harga suatu produk baru merosot demikian tajam selama proses
difusinya, jelas memudahkan kecepatan diskontinuansinya. Sebetulnya, orang bisa
bertanya apakah inovasi seperti kalkulator saku itu betul-betul sama pada tahun 1976,
ketika harganya $10, seperti tahun 1972 ketika harganya dua puluh lima kali lipat.
Tentunya keuntungan relatifnya telah meningkat luar biasa. Di sini kita lihat ilustrasi
bagaimana suatu sifat inovasi berubah ketika tingkat adopsinya maju. Jadi, mengukur
ciri yang tampak suatu inovasi secara belah-silang (cross-sectional) pada suatu saat
tertentu hanya memberi gambaran yang sangat tidak sempurna mengenai hubungan
antara sifat-sifat itu dengan kecepatan adopsinya. Sifat-sifat itu mungkin berubah
seiring penyebarannya.
Suatu kontroversi mengenai relatif pentingnya keuntungan daripada sifat-sifat
inovasi lainnya menurut pandangan petani AS dapat dilacak melalui kepustakaan difusi.
Griliches (1957) seorang ekonomiwan, menjelaskan bahwa sekitar 30% variasi dalam
kecepatan adopsi jagung hibrida adalah berdasarkan keuntungannya. Dia menggunakan
data dari kumpulan laporan-panen distrik dan negara bagian, dan karena itu sebetulnya
ia tidak dapat mengklaim bahwa akan diperoleh kesimpulan yang sama bila unit
analisisnya adalah para petani secara perseorangan. Griliches (1957) menyimpulkan:
“Adalah kepercayaan saya bahwa akan dalam jangka panjang, dan secara potong
melintang, variabel-variabel (sosiologis) cenderung menghilang, dan tinggal variabel-
variabel ekonomik sebagai penentu utama pola perubahan teknologis”. Pernyataan tegas
Griliches tentang pentingnya keuntungan sebagai satu-satunya penjelas kecepatan
adopsi konsisten dengan para ahli ekonomi Aliran Chicago yang berasumsi bahwa,
dalam ketiadaan bukti yang menentang, penentu adopsi adalah kekuatan pasar.
Kekuatan-kekuatan pasar tak diragukan lagi penting dalam penjelasan kecepatan adopsi
inovasi-inovasi pertanian. Untuk beberapa inovasi (yakni, yang berbiaya tinggi dan
sangat menguntungkan) dan bagi beberapa petani, aspek-aspek ekonomis keuntungan
relatif bahkan mungkin merupakan prediktor tunggal terpenting kecepatan adopsi.
Tetapu untuk mengatakan bahwa faktor-faktor ekonomi sebagai prediktor satu-satunya
kecepatan adopsi adalah lucu. Barangkali bila Dr. Griliches telah pernah secara pribadi
mewawancarai salah seorang petani Midwestern yang mengadopsi jagung hibrida, dia
akan memahami (di samping hanya sekedar menganalisis perilaku agregat mereka dari
sumber-sumber data sekunder) dia pasti akan memahami bahwa para petani itu tidak
seratus persen manusia ekonomi.
Tidak mengherankan, bukti-bukti agak kuat yang menyangkal pernyataan
Griliches telah menimbulkan kontroversi: (1) dalam kasus pengadopsian sorghum di
Kansas (Bradner dan Straus, 1959; Bradner, 1960; Bradner dan Kearl, 1964), kesesuaian
inovasi lebih penting daripada keuntungan relatifnya, dan (2) pengadopsian jagung
hibrida di Iowa (Havens dan Rogers, 1961b; Griliches, 1962); Rogers dan Havens,
1962b, kombinasi keuntungan relatif suatu inovasi dan keteramatannya merupakan yang
terpenting dalam menentukan kecepatan adopsinya. Untuk komentar-komentar lain
dalam kontroversi ini, lihatlah Griliches (1960b), dan Babcock (1962). Analisis akhir-
akhir ini tentang data jagung hibridanya Griliches oleh ahli lain (Dixon, 1980)
membawa pada kesimpulan umum bahwa keuntungan dan kesesuaian adalah pelengkap,
bukan pengganti, dalam menjelaskan kecepatan adopsi. Maka kontroversi yang tadi itu
sekarang telah berakhir dan menuju ke arah konsensus yang lebih kuat.

Aspek-aspek Status Suatu Inovasi

Tak diragukan lagi salah satu motivasi penting hampir setiap orang untuk
mengadopsi inovasi adalah keinginan untuk memperoleh status sosial. Untuk inovasi-
inovasi tertentu, misalnya mode baju baru, prestise sosial yang diberikan oleh inovasi
merupakan bagian terbesar keuntungan yang diterima pengguna. Sesungguhnya, ketika
banyak anggota suatu sistem telah mengadopsi mode yang sama, inovasi itu (misalnya
ketika telah banyak orang mengadopsi rok mini atau jeans) mungkin banyak kehilangan
nilai sosialnya bagi pengguna. Memudarnya pemberian status sedikit demi sedikit pada
sebagian inovasi pakaian tertentu telah memberi tekanan kepada perancang agar terus
menerus menciptakan model-model baru.
Yang penting di sini bukanlah mode pakaian baru itu tidak lagi dimanfaatkan
secara fungsional oleh pengguna; misalnya, jeans adalah jenis pakaian yang praktis dan
tahan lama. Tetapi, sesungguhnya lebih banyak alasan pokok membeli baju jeans adalah
karena nama perancang yang nempel di saku, suatu atribut yang lebih banyak
menyangkut status inovasi itu daripada keawetan atau kemanfaatan jeans itu.
Barangkali pentingnya status sosial dalam keputusan untuk membeli pakaian baru
ditunjang dengan kenyataan bahwa sangat jarang pakaian lama seseorang itu betul-betul
usang sebelum diganti dengan yang baru.
Mode pakaian tidak lain hanyalah kelompok inovasi yang pertimbangan
pemberian-status merupakan alasan utama pengadopsiannya, dan wanita kelas atas
adalah anggota masyarakat yang biasanya tertarik pada inovasi-inovasi yang sangat
tampak (misalnya pakaian, mobil baru, dan gaya rambut) cenderung mengadopsi
iniovasi itu karena dorongan pemerolehan status. Contoh spektakuler kemampuan
inovasi-inovasi pertanian pemberi-status adalah difusi gudang tertutup tempat
menyimpan makanan ternak “Haverstore” di pedesaan AS. Gudang ini terbuat dari baja
dan kaca, dicat biru laut, dan secara mencolok menampangkan nama pembuatnya;
ketinggian bangunannya mendominasi pandangan, sehingga tanpak jelas dari jalan
umum. Karena Haverstore sangat mahal, harganya antara $ 30.000 sampai 70.000
(tergantung ukurannya), kebanyakan ahli pertanian merekomendasikan para petani
untuk membeli yang lebih murah saja. Tetapi kualitas pemberian-status Haverstore
menarik banyak petani. Ternyata, ada petani yang memiliki dua Haverstore, dan
memamerkannya secara menyolok, yang barangkali sama dengan garasi-dua-mobil di
rumah-rumah pinggiran kota.
Seperti kami kemukakan sebelumnya, orang-orang tertentu (yang mengadopsi
suatu inovasi pada waktu tertentu) lebih banyak didorong oleh pencarian status daripada
yang lain. Misalnya, banyak orang-orang berpenghasilan rendah dapat lebih berhemat
mode pakaian. Umumnya, kelas menengah dan atas cenderung menunjukkan perhatian
yang lebih kuat terhadap aspek-aspek status suatu inovasi. Motivasi-motivasi
peningkatan status untuk pengadopsian agaknya lebih penting bagi para Inovator
(innovators), Pengguna Awal (early adopters), dan Mayoritas Awal (early majority),
dan kurang penting bagi Mayoritas Akhir (late majority) dan Kolot (laggard).
Bukti pernyataan ini diberikan oleh Van der Haak (1972), yang mewawancarai
dua sampel pengusaha kecil Belanda, satu yang telah mendapatkan bantuan keuangan di
bawah syarat-syarat program pemerintah baru, dan sampel yang lain menolak bantuan
itu (walaupun mereka memenuhi syarat untuk itu). Para pengguna bantuan pemerintah
adalah mereka yang berusaha di bidang seperti penjualan barang-barang bekas, bagi
mereka, bantuan pemerintah dipandang sebagai cara memperoleh status ekonomi yang
lebih tinggi. Tetapi para pengusaha lebih borjuis, menolak inovasi bantuan pemerintah,
karena memandang penerimaan bantuan itu sebagai sesuatu yang memalukan, mereka
merasa akan terancam prestise sosialnya di mata masyarakat setempat bila mereka
menerima bantuan pemerintah, itu merupakan aib walaupun mereka membutuhkannya.
Maka dorongan ke arah status sosial begitu kuat baik bagi pengguna maupun yang
menolak, tatapi bantuan pemerintah sebagai inovasi punya makna sosial yang sangat
berbeda untuk masing-masing dari kedua kelompok itu. Motivasi status sosial lebih
penting daripada kebutuhan ekonomi bagi pengusaha Belanda yang memutuskan
menolak inovasi ini.
Kami percaya bahwa motivasi status untuk mengadopsi inovasi telah kurang
dikaji dalam penelitian difusi yang lalu. Sebagian. Hal ini mungkin karena keengganan
responden untuk mengakui bahwa mereka mengadopsi suatu gagasan baru sekedar
untuk mengamankan aspek-aspek status yang dikaitkan dengan inovasi. Menanya para
pengguna secara langsung tentang motivasi ini bisa memperkecil arti pentingnya
motivasi itu dalam keputusan adopsi. Barangkali dibutuhkan pendekatan pengukuran
yang lebih maju untuk menyelidiki motivasi-motivasi yang berbeda untuk mengadopsi
suatu inovasi.
Tentunya tidaklah aman untuk menduga--seperti yang sering terjadi di masa
lalu--bahwa dimensi-dimensi ekonomi keuntungan relatif hanyalah satu-satunya
prediktor kecepatan adopsi. Walaupun setiap pengadopsian inovasi ditentukan atas
alasan-alasan ekonomi (oleh calon penggunanya), namun dalam kadar tertentu setiap
inovasi juga mengandung "pemberian status".

Keuntungan relatif dan Kecepatan Adopsi

Di seluruh buku ini kami menekankan bahwa difusi suatu inovasi merupakan
suatu proses pengurangan-ketidakpastian. Ketika seseorang (atau suatu organisasi)
memasuki proses keputusan inovasi, mereka terdorong untuk mencari informasi dalam
rangka mengurangi ketidakpastian mengenai keuntungan relatif suatu inovasi. Para
calon pengguna ingin mengetahui seberapa jauh suatu gagasan baru lebih baik daripada
yang telah ada. Maka keuntungan relatif se-ring merupakan isi pesan-pesan komunikasi
mengenai suatu inovasi. Pertukaran informasi penilaian inovasi itu merupakan inti
proses difusi.
Karena itu, tidak mengherankan para ahli difusi menemukan keuntungan relatif
menjadi salah satu prediktor terbaik kecepatan adopsi inovasi. Keuntungan reltif, di satu
sisi, menunjukkan kuatnya hadiah atau hukuman yang dihasilkan dari pengadopsian
suatu inovasi. Ada beberapa sub-dimensi keuntung-an relatif yakni: tingkat keuntungan
ekonomi, rendahnya biaya permulaan, kurangnya ketidaknyamanan, penghematan
waktu dan tenaga, dan segeranya diperoleh imbalan. Faktor yang terakhir itu
menjelaskan mengapa inovasi-inovasi yang preventif rendah tingkat adopsinya. Inovasi
preventif adalah suatu gagasan baru yang diadopsi seseorang untuk menghindari
kemungkinan beberapa kejadian di masa mendatang yang tidak diinginkan. Gagasan-
gagasan itu misalnya mengikuti asuransi, menggunakan sabuk pengaman di mobil,
mengadopsi cara-cara konservasi tanah, imunisasi, dan mengadopsi cara-cara
kontrasepsi. Keuntungan relatif inovasi-ibivasi preventif sulit didemontrasikan oleh
agen pembaru kepada klien mereka, karena itu terjadi di masa yang akan datang, tak
tahu kapan
Ringkasan penyelidikan tentang sifat-sifat inivasi dan kecepatan adopsi-nya
tampak pada Tabel 6-1. Hampir semua kajian itu melaporkan suatu hubung-an positif
antara keuntungan relatif dengan kecepatan adopsi.
Tabel 6-1. Sifat-sifat Inovasi dan Kecepatan Adopsinya

SIFAT-SIFAT
%
JML INOVASI
JML VARIAN
KAJI YANG
N PENULIS/ TIPE SIFAT DLM
AN BERHUBUNGAN
O PENELITI RESPONDEN INOV KECEPAT
INOV SIGNIFIKAN DG
ASI AN
ASI KECEPATAN
ADOPSI
ADOPSI
1 2 3 4 5 6 7
1 Kivlin (1960); 229 petani 43 11 51 (1) Keuntungan
Fliegel & Pennsylvania relatif
Kivlin (2) Kesesuaian
(1962) (3) Kerumitan
2 Tucker (1961) 88 petani Ohio 13 6 0 Tidak ada
3 Mansfield Perusahaan KA (1) Keuntungan
(1961) relatif
(2) Keteramatan
4 Fleigel & 229 Petani 12 2 50 (1) Ketercobaan
Kivlin Pennsylvania * (2) Keuntungan
(1966a) Relatif (biaya awal)

5 Petrini (1966) 1.845 petani 14 2 71 (1) Keuntungan


Swedia Relatif
(2) Kerumitan
6 Singh (1966) 130 petani 22 10 87 (1) Keuntungan
Kanada Relatif
(2) Kerumitan
(3) Ketercobaan
(4) Keteramatan
7 Kivlin & 80 petani gurem 33 15 51 (1) Keuntungan
Fleigel Pennsylvania Relatif
(1967a);
(1967b)
8 Fliegel et al 387 penduduk 50 12 58 (1) Keuntungan
(1968) desa Indian Relatif
(2) Keteramatan
9 8. Fliegel et al 80 petani gurem 33 12 62 (1) Keuntungan
(1968) Pennsyilvania* Relatif
*
10 Fliegel et al 229 petani besar 33 12 49 (1) Keuntungan
(1968) Pennsyilvania* Relatif
** (2) Ketercobaan
11 Clinton 383 guru SD 18 16 55 (1) Keuntungan
(1973) Kanada Relatif
(2) Kerumitan
(3) Kesesuaian
(4) Keteramatan
12 Hahn (1974) 209 guru AS 22 5+ None (1) Keteramatan
(2) Kerumitan
(3) Kesesuaian
13 Holloway 100 giru SMA 1 5+ None (1) Keuntungan
(1977) Relatif dan
kesesuaian
(2) Kerumitan
(3) Ketercobaan
(4) Keteramatan
14 Allan & Wolf 100 pegawai None 5 None (1) Kerumitan
(1978) TU

* Termasuk pada 229 petani Pensyilvania dalam kajian Kivlin (1960) di atas, tetapi
hanya 33 dari 43 inovasi dan 15 sifat inovasi yang dianalisis; karena itu hasilnya
berbeda.
** Respondennya sama dengan kajian Kivlin dan Fliegel (1967a), tetapi yang
dianalisis dengan korelasi ganda adalah 12 sifat inovasi.
*** Sama dengan responden pada kajian Kivlin (1960), tetapi jumlah sifat inovasi
yang dianalisis berbeda.

Kita bisa menyimpulkan penemuan-penemuan penelitian mengenai keuntungan


relatif ini dalam Rampatan 6-1: keuntungan relatif suatu inovasi dalam pandangan
anggota sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. Sayangnya,
untuk dapat dirampatkan, responden untuk kajian-kajian ini adalah para petani
komersial AS, dan motivasi pengadopsian mereka terhadap inovasi-inovasi ini
dipusatkan pada aspek ekonomis keuntungan relatif. Seperti dinyatakan Kiflin dan
Fliegel (1966a): ”karena kita berurusan dengan inovasi-inovasi yang punya signifikasi
ekonomis langsung bagi para penerima, tidak heran bahwa inovasi-inovasi itu dianggap
paling menguntungkan dan mengan-dung sedikit resiko dan ketidakpastian, pasti
diterima paling cepat”. Sebetulnya kajian Kiflin dan Fliegel yang mencakup petani AS
(yang kurang berorientasi pada pertimbangan keuntungan) menemukan bahwa
kurangnya ketidaknyamanan, salah satu dimensi keuntungan relatif, tetapi bukan
keuntungan ekonomik, berhubungan positif dengan kecepatan adopsi.
Aspek-aspek ekonomi keuntungan relatif mungkin kurang penting bagi para
petani di negara sedang berkembang. Kenyataannya, Fliegel dkk (1968) menemukan
bahwa para petani Punjab di India bertindak seperti petani kecil AS, mengenai persepsi
mereka terhadap inovasi: “Lebih daripada sekedar insentif-intensif finansial yang
meyebabkan tersebar luasnya dan cepatnya adopsi praktek-praktek yang diperbarui …
Tidak seperti peternak di Pennsylvania, responden Punjab tampaknya lebih
mementingkan restu sosial dan kurang tertarik pada keuntungan finansial” (Fliegel dll,
1968).

Effek Insentif
Banyak lembaga pembaruan memberi insentif atau subsidi kepada klien untuk
mempercepat tingkat adopsi inovasi. Salah satu fungsi insentif bagi para pengguna
adalah meningkatkan keuntungan relatif ide baru itu. Insentif adalah imbalan langsung
atau tidak langsung atau sejenis pemberian kepada seseorang atau suatu sistem dalam
rangka mendorong beberapa perubahan perilaku yang tampak. Sering, perubahan itu
menyebabkan pengadopsian inovasi.
Intensif telah banyak digunakan dalam upaya mempercepat difusi inovasi dalam
berbagai lapangan: pertanian, kesehatan, obat-obatan, dan keluarga berrencana. Tak
diragukan penelitian yang telah dilakukan mengenai insentif KB lebih banyak daripada
di bidang yang lain. Banyak variasi dalam pemberian insentif (Rogers, 1973: 157-159):
1. Insentif untuk pengguna atau penyebar. Insentif bisa diberikan secara langsung
kepada seorang pengguna, atau kepada orang lain untuk mendorongnya
mempengaruhi seorang pengguna. Suatu ilustrasi insentif untuk penyebar adalah
yang diberikan kepada penganjur vasektomi di India (diuraikan dalam bab 9). Suatu
insentif bagi penyebar meningkatkan observabilitas suatu inovasi, lebih besar
daripada keuntungan relatifnya.
2. Insentif perseorangan atau insentif sistem. Upah mungkin diberikan kepada
pengguna atau agen pembaru secara perseorangan, atau kepada sistem sosial.
Misalnya lembaga KB pemerintah di Indonesia (BKKBN) memberi suatu insentif
kepada desa-desa yang mencapai tingkat pengadopsian kontrasepsi tinggi; insentif
seperti itu meningkatkan keuntungan relatif KB.
3. Insentif positif atau insentif negatif. Kebanyakan insentif adalah positif yakni
mengganjar perubahan perilaku yang diharapkan (misalnya pengadopsian suatu ide
baru), tetapi mungkin juga menghukum seseorang dengan menjatuhkan suatu
hukuman yang tak diinginkan atau dengan menarik sesuatu yang dibutuhkan karena
tidak mengadopsi suatu inovasi.
4. Insentif moneter atau non-moneter. Seringkali insentif berupa pemberian finansial,
namun bisa juga berbentuk beberapa komoditi atau barang yang diinginkan oleh
penerima. Misalnya, di salah satu negara bagian India sebuah pakaian sari yang
bergambar segitiga merah (simbol KB di India) dihadiahkan kepada setiap wanita
yang telah disteril.
5. Insentif yang segera atau yang ditunda. Kebanyakan insentif diberikan pada saat
pengadopsian, tetapi ada yang hanya diperoleh setelah selang beberapa lama.
Misalnya, beberapa negara sedang berkembang memberi pembebasan SPP bagi
anak-anak pasangan suami istri keluarga kecil.

Setiap kombinasi dari keempat tipe kebijakan insentif ini dapat diberikan pada
situasi tertentu. Sedikit demi sedikit, bukti sedang terkumpul mengenai kombinasi mana
yang punya pengaruh yang diharapkan atas difusi inovasi. Misalnya, insentif-insentif
memberi satu strategi difusi yang mengubah sifat-sifat inovasi, terutama keuntungan
relatif, dan dengan demikian mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi. Beberapa
kebijakan insentif dirancang hanya untuk mendorong percobaan suatu ide baru;
contohnya adalah pemberian sampel produk baru yang banyak diberikan oleh banyak
perusahaan komersial kepada langganan mereka. Strategi yang dijalankan di sini adalah
dengan mempermudah usaha percobaaan, akan diikuti dengan pengadopsian skala
penuh (jika inovasi itu punya keuntungan relatif yang dapat dirasakan oleh penerima).
Kebijakan insentif lainnya dirancang hanya untuk mengamankan pengadopsian suatu
ide baru oleh para pengguna pemula; begitu tercapai tingkat pengadopsian 20-30%
anggota sistem sosial, insentif ekonomis dihentikan oleh lembaga pembaru. Misalnya,
pemerintah Federal dan beberapa pemerintah negara bagian memberikan insentif
potongan pajak bagi pengadopsian alat pemanas rumah tangga solar. Tetapi biaya
insentif macam itu akan sangat besar, begitu tercapai tingkat pengadopsian 5 atau 10
persen. Maka mereka kemudian hanya memberi insentif pemberian cat dasar pompa,
yang dimaksudkan untuk melancarkan proses difusi.
Berdasarkan penelitian dan pengalaman dalam inovasi keluarga berencana,
Rogers, (1973:159-174) menarik kesimpulan:
1. Insentif meningkatkan kecepatan adopsi suatu inovasi. Insentif-insentif bagi
pengguna meningkatkan keuntungan relatif, dan insentif untuk penyebar
meningkatkan mudahnya pengkomunikasian inovasi. Lebih lanjut, insentif bagi
pengguna dapat bertindak sebagai isyarat bertindak (suatu saat yang mengkristalkan
sikap berkenan terhadap inovasi menjadi perubahan perilaku nyata) dalam memacu
pengadopsian inovasi.
2. Insentif bagi pengguna mengarahkan pengadopsian inovasi oleh orang-orang yang
berbeda dari yang diharapkan. Para inovator dan pengguna pemula biasanya punya
status sosial ekonomi dan sifat-sifat lain yang membedakan mereka dengan
pengguna terlambat (Bab 7). Tetapi ketika insentif diberikan secara luas kepada para
akseptor KB, orang-orang yang status soaial ekonominya paling rendah nampaknya
yang paling inovatif.
3. Insentif dapat meningkatkan jumlah pengguna suatu inovasi, tetapi kualitas
keputusan adopsi macam itu relatif rendah, dan menyebabkan terjadi konsekuensi
adopsi tidak seperti yang diharapkan. Bila orang megadopsi suatu inovasi karena
untuk mendapatkan insentif, motivasi untuk terus menggunakan inovasi relatif
kurang .

Ada aspek-aspek etik yang serius dalam pemberian insentif. Tetapi rancangan
kebijakan insentif dapat ditingkatkan dengan kajian-kajian empirik yang mengevaluasi
efek insentif atas kecepatan adopsi, kelangsungan adopsi, dan konsekuensi adopsi.

KESESUAIAN

Kesesuaian (compatibility) adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap sejalan


dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan calon penerima.
Suatu ide yang lebih sesuai akan mengurangi keraguan calon pengguna. Suatu inovasi
bisa sesuai atau tidak dengan (1) nilai-nilai dan kepercayaan sosio-budaya, (2) ide-ide
yang diperkenalkan sebelumnya, atau (3) kebutuhan klien akan inovasi.

Kesesuaian dengan Nilai dan Kepercayaan

Banyak ilustrasi yang dapat menunjukkan bagaimana ketidak-sesuaian suatu


inovasi dengan nilai-nilai budaya merintangi pengadopsiannya. Kami kemukakan pada
Bab 1 bagaimana penduduk Los Molinos memandang merebus air minum tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya mereka mengenai klasifikasi panas-dingin. Para petani
menempatkan suatu nilai yang kuat mengenai peningkatan produktifitas ini, dan sangat
lambat pengadopsiannya.
Di kalangan penduduk perkotaan modern di India ada norma yang kuat untuk
tidak menyuap makanan dengan tangan kiri, yang dipercaya tidak bersih. Kebiasaan
inovasi muncul beberapa abad lalu ketika para penduduk desa di India mempergunakan
tangan mereka untuk tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan buang air besar (yakni
untuk cebok). Pada saat itu fasilitas pencucian dan sanitasi tidak memadai dan kompleks
tangan-kiri-tidak-bersih masih berlaku. Tetapi sekarang adalah mudah bagi orang kota,
kelas menengah India mencuci tangan mereka sebelum makan. Namun demikian
kebiasaan tangan –tak-bersih tetap terpatri sebagai unsur budaya penduduk perkotaan
India. Apa yang dilakukan jika anda seorang agen pembaru yang bertugas
mempengaruhi mereka untuk makan dengan tangan kiri mereka? Banyak agen pembaru
menghadapi tugas-tugas sulit seperti itu dalam mempromosikan inovasi yang
bertentangan dengan nilai-nilai yang dipegang teguh.

Kesesuaian dengan ide-ide yang diperkenalkan sebelumnya


Di samping suatu inovasi dipandang kesesuaian denagn nilai-nilai budaya yang
tertanam teguh, juga dengan ide-ide yang diadopsi sebelumnya. Kesesuaian suatu
inovasi dengan ide-ide yang mendahuluinya dapat mempercepat atau menghambat
kecepatan adopsinya. Ide-ide lama merupakan alat utama untuk menilai ide-ide baru.
Seseorang tak dapat menduga suatu inovasi kecuali berdasarkan ide yang telah dikenal
atau yang sudah ada. Untuk mengurangi ketakpastian terhadap suatu inovasi, orang
menggunakan praktek terdahulu sebagai standart penilaian.
Contoh-contoh penggunaan pengalaman masa lalu untuk menilai ide-ide baru,
diperoleh dari suatu kajian difusi di masyarakat petani Kolombia (Fals Borda, 1980).
Pertama, para petani menabur pupuk kimia di atas bibit kentang mereka (seperti
biasanya kalau mereka menggunakan pupuk kandang), sehingga rusaklah bibit mereka
dan ini menyebabkan mereka menilai negatif terhadap inovasi itu. Petani lain secara
berlebihan menyemprot kentang mereka dengan insektisida, mentransfer kebiasaan
mereka dalam cara mengairi tanaman.
Hawley (1964) berusaha menyelidiki mengapa Katolik Roma, yang disebarkan
oleh para pendeta Spanyol gampang diterima oleh penduduk Indian Peublo Timur di
Arizona dan Meksiko, sedangkan di Peublo Barat, “setelah mengenal sepintas ajaran
Katolik, mereka menolaknya dengan keras, membunuh para pendetanya, membakar
misi itu, dan bahkan menghancurkan desa Awatobi yang penduduknya menunjukkan
kecenderungan begitu bersemangat menerima akulturasi”. Hawley menyimpulkan
bahwa penduduk Peublo Timur, yang struktur keluarganya sangat patrilinear dan
berorientasi-ayah, tertarik dengan agama baru itu dimana Tuhan adalah seorang tokoh
lelaki. Namun ajaran katolik tidak sesuai dengan kepercayaan berorientasi-ibu yang
dianut Peublo Barat. Barangkali bila agen pembaru dapat menonjolkan aspek ajaran
katolik tentang Bunda Maria, mereka akan mencapai keberhasilan di antara suku-suku
Peublo Barat.
Kecepatan adopsi suatu ide baru dipengaruhi oleh ide lama yang
mendahuluinya. Namun demikian jika ide baru itu jelas-jelas sejalan (sama) dengan
praktek yang telah ada, maka sama dengan tidak ada inovasi, setidak-tidaknya di benak
para calon penggunanya. Denga kata lain, semakin sesuai suatu inovasi dengan ide yang
ada sebelumnya semakin tidak terjadi perubahan. Lalu, apa manfaat pengenalan suatu
inovasi yang sangat sesuai? Barangkali sangat berguna, bila inovasi yang sesuai itu
dipandang sebagai langkah pertama dari serangkaian inovasi yang akan diperkenalkan
berikut-berikutny, yang kurang sesuai.
Pengalaman negatif dengan suatu inovasi dapat menggagalkan pengadopsian
inovasi-inovasi selanjutnya (yang datang kemudian). Negativisme terhadap inovasi
seperti itu merupakan aspek kesesuaian yang tak diinginkan (Arensberg dan Neihoff,
1964). Negatifisme inovasi adalah seberapa jauh suatu kegagalan dengan inovasi
mengkondisi seorang calon pengguna menolak inovasi berikutnya. Bila satu ide gagal,
calon pengguna terkondisi memandang semua inovasi yang akan datang dengan
kecurigaan.

Kesesuaian dengan Kebutuhan


Contoh-contoh yang baru saja dikemukakan, dan bukti-bukti lainnya,
mendukung rampatan 6-2: “kesesuaian suatu inovasi, menurut anggapan anggota
sistem sosial berhubungan positif dengan pengadopsiannya”. Analisis statistik tentang
pernyataan ini, yang mengontrol efek sifat-sifat inovasi yang lain (tabel 6-1),
menunjukkan bahwa kesesuaian relatif kurang penting sebagai prediktor kecepatan ini
sebagian mungkin semata-mata karena kesulitan dalam mengukur kesesuaian inovasi.
Dalam kebanyakan kajian yang ditampilkan pada tabel 6-1, kesesuaian ditemukan
berhubungan positif dengan kecepatan adopsi, walaupun korelasi itu sering kali tidak
signifikan bila efek sifat-sifat inovasi lainnya secara statistik diabaikan.

Rumpun Teknologi
Inovasi sering tidak dipandang sebagai sesuatu yang tunggal oleh seseorang,
melainkan sebagai suatu rumpun gagasan baru yang terpadu. Pengadopsian suatu ide
baru bisa memicu pengadopsian beberapa ide baru lainnya.
Suatu rumpun teknologi bisa terdiri dari satu atau lebih unsur teknologi yang
berbeda, yang dipandang berkaitan erat. Batas-batas antar inovasi itu seringkali tidak
jelas. Dalam pikiran calon pengguna, suatu inovasi bisa dianggap sangat erat berkaitan
dengan ide baru lainnya. Jika demikian keadaannya, agen pembaru perlu
mempromosikan suatu rumpun atau paket inovasi kepada klien, daripada satu persatu
secara terpisah (sendiri-sendiri).
Misalnya di India dan negara sedang berkembang lainnya, suatu paket inovasi
pertanian, biasanya meliputi jenis bibit unggul, pupuk kimia, dan obat-obatan pertanian
lainnya, disarankan sebagai satu paket kepada petani (di Indonesia dikenal dengan
Panca Usaha Tani, pen). Pengalaman menunjukkan bahwa penduduk desa lebih mudah
dan lebih cepat mengadopsi paket itu daripada bila inovasi itu disebarkan terpisah.
Lebih penting lagi, dengan mengadopsi semua/sekaligus, para petani mendapatkan efek
gabungan dari kesemua inovasi itu.
Sayangnya pendekatan paket ini hanya sedikit dasar empiriknya dalam
penelitian difusi walaupun secara intuitif masuk akal. Secara alami, pemaketan itu
hendaknya didasarkan pada persepsi pemakai tentang inovasi itu, namun ini belum
dilakukan. Analisis faktor interkolerasi antara pengadopsian (atau persepsi mereka)
tentang seperangkat dapat dipergunakan untuk menentukan inovasi-inovasi mana yang
digabungkan dalam satu paket, seperti yang didemonstrasikan Crouch (1981) pada
petani biri-biri di Australia.
Salah satu dari sedikit penyelidikan paket ide-ide baru adalah analisis Silverman
dan Bailey (1961) tentang pengadopsian tiga inovasi penumbuh jagung oleh 107 petani
Mississippi. Ketiga ide itu (pupuk, bibit unggul, dan tongkat penahan/gejig) berkaitan
secara fungsional sedemikian rupa sehingga pengadopsian inovasi yang satu tanpa dua
yang lain mengakibatkan panenan jagung lebih sedikit dengan tidak menggunakan
ketiga-tiganya. Kebanyakan petani mengadopsi ketiga-tiganya atau tidak sama sekaliu,
tetapi 8% menggunakan kombinasi itu tidak berhasil. Silverman dan bailey
menyarankan perlunya agen pembaru menunjukkan kepada para petani antar hubungan
ketiga gagasan itu dalam paket penanaman jagung.
Ada kebutuhan untuk menganalis paket-paket inovasi dalam penelitian di masa
mendatang, mengkaji ide-ide baru suatu urutan yang evolusioner, dan menentukan
tingkat kesesuaian ide-ide yang saling berkaitan itu menurut pandangan anggota
masyarakat. Dengan demikian kita mempunyai dasar yang lebih baik untuk merakit
inovasi-inovasi dalam suatu paket yang mudah diterima.

Penamaan Inovasi
Nama yang diberikan pada suatu inovasi seringkali mempengaruhi
kesesuaiannya, dan karena itu juga mempengaruhi kecepatan adopsinya. Tidak banyak
perhatian diarahkan pada bagaimana calon pengguna menyebut inovasi, akibatnya telah
banyak dilakukan kesalahan serius oleh lembaga pembaruan atau agen pembaru.
Misalnya sebuah perusahaan besar sabun di AS memperkenalkan produk “cue” kepada
bangsa yang berbahasa Perancis, padahal kata itu punya konotasi cabul. Kesalahan-
kesalahan seperti itu menunjukkan kepada perusahaan dagang pentingnya penelitian
pasar untuk mempra-uji nama suatu produk baru sebelum melepasnya ke pasaran. Di
lain pihak, lembaga-lembaga pembaharuan pemerintah umumnya tidak menyadari
pentingnya nama suatu inovasi.
Persepsi terhadap inovasi diwarnai oleh simbol-simbol yang dipergunakan untuk
menyebutnya. Pemilihan nama suatu inovasi merupakan hal yang sulit dan penting.
Kata-kata adalah unit pemikiran yang menstruktur persepsi kita. Dan tentu saja persepsi
calon pengguna terhadap inovasi mempengaruhi kecepatan adopsinya. Kadang-kadang
nama medik atau kimiawi dipergunakan untuk menyebut suatu inovasi yang berasal dari
penelitian pengembangan medika dan kimiawi; sayangnya, nama-nama itu tidak begitu
berarti bagi calon pengguna (kecuali jika mereka itu doketer atau ahli kesehatan),
contohnya adalah “obat semprot 2.4D”, “bibit unggul IR-20”, dan “IUD”; nama-nama
itu kabur dan tidak dipahami oleh para petani atau pengguna KB. Suatu alat kontrasepsi
IUD baru “copper-t” diperkenalkan di Korea Selatan tanpa pertimbangan yang cermat.
Huruf “t” tidak ada dalam alfabet korea, dan copper dianggap berkaitan dengan besi
(logam) dan punya persepsi yang tidak menyenangkan. Karena itu, janganlah sekali-kali
memilih nama yang jelek bagi inovasi (Harding et. Al, 1973).
Sebaliknya kata “nirodh” dipilih dengan cermat di India pada tahun 1970
sebagai nama yang paling tepat untuk kondom. Sebelumnya, kondom punya persepsi
sangat negatif sebagai alat kontrasepsi; dianggap sebagai alat untuk men-cegah penyakit
kelamin. Ketika pemerintah India mempromosikan kondom sebagai alat kontrasepsi,
dipraujikan dengan berbagai nama. “Nirodh”, suatu kata Sansekerta yang berarti
“perlindungan” dipergunakan, dan kemudian dipromosikan dalam suatu kampanye
advertensi besar-besaran pada audien yang dimaksud (Rogers, 1927: 237). Hasilnya
adalah kecepatan adopsi “nirodh" meningkat tajam.
Kami menyarankan pemberian nama kepada suatu inovasi hendaknya
berorientasi-penerima dan menggunakan pendekatan empirik, sehingga terpilih simbol-
kata yang bermakna bagi audien.

Pemosisian (positioning) Inovasi

Asumsi dasar penelitian penempatan adalah bahwa seseorang akan bertindak


terhadap suatu ide baru dengan cara yang mirip dengan cara yang ia lakukan terhadap
ide-ide lain yang dia anggap sama dengan ide baru itu. Misalnya, anggaplah kategori
produk-produk yang ada terdiri dari a, b, dan c. Jika produk baru, x, diperkenalkan
kepada khalayak pengguna produk-produk ini, dan bila mereka menilai x sama dengan
b, tetapi tidak sama dengan a, dan c, maka konsumen yang membeli b mungkin akan
mem beli x. Bila faktor-faktor lainnya (misalnya harganya) sama, x akan meraih separo
konsumen b, tetapi pemerkenalan x tidak akan mempengaruhi penjualan produk a dan c.
Lebih lanjut, bila kita dapat mengetahui mengapa konsumen b dan x sama, tetapi
berbeda dengan a dan c, x dapat diposisikan (melalui nama, warna, pengepakan, rasa,
dsb) sebegitu rupa sehingga berbeda dari a, b, dan c dimata konsumen, dan dengan
begitu mendapat tempat yang unik sebagai ide baru.
Jelas, pemosisian suatu inovasi tergantung pada ketepatan pengukuran terhadap
kesesuaiannya dengan ide-ide sebelumnya.
Penelitian terhadap posisi produk-produk baru sering dilakukan oleh peneliti
pasar, dan banyak cara penempatan suatu inovasi telah dikembangkan oleh para peneliti
komersial. Tetapi teknik-teknik pemosisian ini dapat dipergunakan untuk
memperkenalkan segala macam inovasi. Misalnya Harding et al (1973:21)
menggunakan cara penempatan untuk memperkenalkan copper-t, suatu IUD baru di
Korea. Pertama dia meminta suatu sampel kecil calon pemakai menyebutkan 29 atribut
18 alat kontrasepsi secara terbuka. Kemudian sampel responden korea lainnya diminta
memberi urutan kesembilan belas alat kontrasepsi itu (termasuk copper-t, satu-satunya
yang baru) di antara 29 atribut ini (termasuk berbagai subdimensi lima sifat pokok yang
telah didiskusikan). Hasilnya adalah seperangkat rekomendasi mengenai sifat mana
yang harus ditonjolkan pada kampanye copper t , agar kecepatan adopsinya maksimal.
Misalnya Harding et al (1973:10) menganjurkan penekanan bahwa copper-t tahan lama,
manjur (dalam mencegah kehamilan), tidak mengurangi kenikmatan seksual, dan baru.
Para peneliti ini juga menyarankan perubahan terhadap bentuk copper-t bentuk-
bentuk tertentu copper t, seperti tali (suatu benang plastik yang dipergunakan untuk
memindahkan IUD itu) hendaknya diganti karena tali itu diasosiasikan dengan
penyebab masuknya bakteri ke rahim dan menyebabkan peradangan rahim (1973:11).
Dengan demikian riset pemosisian dapat membantu mengenali relung-relung
yang ideal untuk suatu inovasi. Relung ideal ini ditentukan berdasar posisi ide baru itu
(menurut persepsi calon pemakainya) secara relatif pada ide-ide yang sudah ada
sebelumnya, (2) sifat-sifat ide baru itu membuatnya mirip atau berbeda dengan ide-ide
yang sudah ada. Pendekatan penempatan ini memandang sifat-sifat yang tampak suatu
inovasi (atau setidak-tidaknya sebagian sifat itu) dapat diubah.
Riset pemosisian menempatkan peneliti difusi dalam peran sebagai perancang
(atau setidaknya rekan-perancang) inovasi. Salah satu jenis khusus riset pemosisian
adalah yang dilakukan dalam rangka mengarahkan kegiatan-kegiatan litbang mengenai
inovasi apa yang perlu diproduksi. Logikanya, bila inovasi jenis X tidak diterima oleh
calon pengguna sedangkan inovasi Y diteri-ma, para pekerja litbang hendaknya
memusatkan usahanya untuk mengembangkan jenis-jenis inovasi Y. Contoh pendekatan
ini adalah yang dilakukan WHO unit human production di Jenewa, yang mengarahkan
program-program penelitian berskala dunia pada alat-alat kontrasepsi yang digunakan
untuk negara-negara sedang berkembang. Di masa lalu, kebanyakan metode kontrasepsi
telah mengalami masalah sulit dalam hal penerimaannya (Rogers, 1973). Maka WHO
melakukan kajian-kajian difusi tentang tipe-tipe alat kontrasepsi mana yang bisa
diterima. Saran-saran ini kemudian digunakan untuk memberi arah bagi para peneliti
biomedis untuk menciptakan alat kontrasepsi baru yang memiliki sifat-sifat “ideal”.
Misalnya, kajian-kajian mengenai alat kontrasepsi menunjukkan bahwa lelaki
dan wanita di negara-negara sedang berkembang sangat menolak penggunaan cara KB
yang memerlukan manipulasi alat kelamin manusia. Sayangnya alat kontrasepsi utama
yang dipromosikan oleh program-program KB pemerintah di negara-negara sedang
berkembang di tahun 1960an dan 1970an memrlukan manipulasi genital: IUD, kondom,
dan diapgram. Barangkali ketidak-sesuaian alat-alat kontrasepsi itu dengan nilai yang
menentang “perubahan” genital merupakan salah satu alaan mengapa umumnya
kecepatan adopsi mengecewakan. Penelitian biomedis WHO di masa mendatang telah
diarahkan, sebagian kepada pengembangan alat-alat kontrasepsi yang tidak memerlukan
pengutak-atikan alat kelamin, misalnya suntikan (Rogers dan Pareek, 1982).

KERUMITAN
Kerumitan adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap relatif sulit dipahami dan
dipergunakan. Setiap ide baru bisa diklasifikasikan pada kontinum rumpil-sederhana.
Beberapa inovasi ada yang jelas (mudah dipahami) oleh calon pengguna, tetapi
beberapa inovasi lainnya tidak mudah. Walaupun bukti penelitian ini jauh dari
kongklusif, kami mengajukan Rampatan 6-3: kerumitan suatu inovasi, menurut
pandangan anggota sistem berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya.
Kivlin (1965) menemukan bahwa kerumitan inovasi-inovasi pertanian
berhubungan (negatif) lebih kuat dengan kecapatan adopsinya dibanding dengan sifat-
sifat inovasi lainnya kecuali keuntungan relatif. Hasil-hasil yang sama juga dilaporkan
oleh Singh (1966) di kanada dan Petrini (1966) di Swedia (lihat Tabel 6-1).
Graham (1956) bermaksud menentukan mengapa canasta dan televisi meyebar
dengan kecepatan yang berbeda di kalangan kelompok-kelompok sosial ekonomi tinggi
dan rendah. Salah satu alasannya adalah kerumitan kedua ide baru itu. Canasta harus
dipelajari melalui penjelasan-penjelasan rinci dalam kontak personal di samping
selebaran. Prosedur-prosedurnya rumit dan sulit dikuasai. Sedangkan televisi,
tampaknya merupakan ide yang relatif sederhana yang hanya memerlukan kemampuan
untuk memijit tombol.

KETERCOBAAN

Ketercobaan adalah sejauh mana suatu inovasi bisa dicoba dalam skala kecil.
Ide-ide baru yang dapat dicoba sedikit umumnya akan diadopsi lebih cepat daripada
inovasi-inovasi yang tidak dicoba. Suatu inovasi yang dapat dicoba akan tidak begitu
kabur bagi pengguna. Beberapa inovasi ada yang tidak bisa diambil sedikit untuk
dicoba. Walaupun kekurangan bukti yang kuat, kami mengemukakan Rampatan 6-4:
ketercobaan suatu inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial,
berhubang positif dengan kecepatan adopsinya. Kajian-kajian oleh Fliegel dan Kivlin
(1966), Singh (1966), dan Fliegel et al (1968) mendukung pernyataan ini. (Lihat tabel
6-1)
Para pengguna yang relatif lebih awal memandang ketercobaan itu lebih penting
daripada pengguna yang lebih lambat (Gross, 1942; Ryan, 1948). Waktu yang
diperlukan para laggard (yang terlambat mengadopsi) untuk pindah dari percobaan awal
sampai penggunaan inovasi secara penuh lebih singkat daripada para inovator dan
pemuka. Orang-orang yang lebih inovatif tidak mempunyai preseden yang akan mereka
ikuti ketika mereka mengadopsi, sementara para pengguna yang belakangan dikelilingi
oleh teman-teman yang telah mengadopsi inovasi itu. Teman-teman ini dapat bertindak
sebagai percobaan psikologis dan seolah-olah para pengguna yang lebih akhir itu perlu
mengalami sendiri. Karena itu, mereka merasa tidak perlu mencoba sendiri suatu ide
baru.

KETERAMATAN

Keteramatan adalah sejauh mana hasil suatu inovasi terlihat oleh orang lain. Ada
ide-ide baru yang hasilnya mudah dilihat atau dikomunikasikan kepada orang lain.
Kami mengajukan rampatan 6-5: keteramatan suatu inovasi, menurut pandangan
anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya.
Kebanyakan inovasi yang dikaji dalam penelitian difusi adalah ide-ide
teknologis. Teknologi adalah suatu rancangan untuk tindakan instrumental yang
mengurangi ketakpastian mengenai hubungan sebab-akibat yang berkaitan dengan
pencapaian suatu hasil yang diharapkan. Suatu teknologi punya dua komponen: (1)
aspek perangkat keras yang terdiri dari alat-alat yang membentuk teknologi itu sebagai
obyek material atau fisik, dan (2) aspek perangkat lunak yang terdiri dari informasi
mengenai peralatan itu. Suatu contoh, yang dikutip pada Bab 1, adalah komputer:
perangkat kerasnya adalah mesin komputer, sedangkan perangkat lunaknya asalah
programnya. Biasanya komponen software suatu inovasi teknologis tidak begitu
nampak, maka inovasi yang aspek softwarenya lebih dominan kurang memiliki sifat
keteramatan, biasanya kecepatan adopsinya relatif lebih lambat.

MENJELASKAN KECEPATAN ADOPSI

Kecepatan adopsi adalah kecepatan relatif pengadopsian suatu inovasi oleh suatu
sistem sosial. Pada umumnya ini diukur dengan jumlah individu yang mengadopsi ide
baru itu dalam suatu periode tertentu. Maka kecepatan adopsi merupakan suatu petunjuk
numerik kecuraman kurva adopsi suatu inovasi.
Di awal bab ini telah kami kemukakan bahwa salah satu variabel penting dalam
menjelaskan kecepatan adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat tampaknya. Tabel 6-1
menunjukkan bahwa 49% - 87% varian dalam kecepatan adopsi dijelaskan dengan lima
sifat (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas dan observabilitas).
Selain sifat-sifat tampak suatu inovasi itu, variabel lainnya seperti (1) tipe keputusan
inovasi, (2) sifat saluran komunikasi yang menyalurkan inovasi pada berbagai tahap
proses oleh agen pembaru dalam menyebarkan inovasi, (3) sifat sistem sosial, dan (4)
gencarnya usaha promosi oleh agen pembaru dalam menyebarkan inovasi, juga
mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi (gambar 6-1).
Tipe keputusan inovasi berhubungan dengan kecepatan adopsi. Kita umumnya
berharap bahwa inovasi-inovasi yang memerlukan keputusan inovasi opsional
individual akan diadopsi lebih cepat daripada jika suatu inovasi diadopsi oleh organisasi
(Bab 10). Semakin banyak orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan-inovasi,
semakin lambat kecepatan adopsinya. Jika demikian halnya, salah satu jalan untuk
mempercepat kecepatan adopsi adalah dengan berusaha mengubah/mengganti unit
keputusan sedemikian rupa sehingga lebih sedikit orang yang terlibat. Misalnya,
dijumpai di AS bahwa keputusan untuk mengadopsi floridasi air PAM dibuat oleh
walikota atau Bupati, kecepatan adopsi lebih cepat daripada ketika keputusan itu dibuat
secara kolektif atau melalui referendum.
VARIABEL PENENTU KECEPATAN VARIABEL BERGANTUNG
ADOPSI YANG DIJELASKAN

1. Persepsi ttg Sifat-sifat Inovasi


a. Keuntungan relatif
b. Kesesuaian
c. Kerumitan
d. Ketercobaan
e. Keteramatan

2. Tipe Keputusan – Inovasi


a. Opsional KECEPATAN
b. Kolektif ADOPSI
c. Otoritas INOVASI

3. Saluran Komunikasi yang


digunakan dalam setiap tahap proses
keputusan-inovasi
(media massa atau antarpribadi)

4. Sifat Sistem Sosial


(normanya, keguyubannya, dsb)

5. Gencarnya Usaha Agen Pembaru


dalam Mempromosikan inovasi

GAMBAR 6-1. Paradigma variabel-variabel yang menentukan kecepatan adopsi.

Saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarkan suatu inovasi juga


berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi. Misalnya bila saluran antar pribadi
harus dipergunakan untuk menciptakan kesadaran-pengetahuan, seperti sering terjadi
pada pengguna akhir, kecepatan adopsi akan lebih lambat. Hubungan antara saluran
komunikasi dengan kecepatan adopsi bahkan lebih rumit daripada yang terpampang
pada gambar 6-1. Sifat-sifat inovasi dan saluran komunikasi mungkin berinteraksi untuk
menghasilkan kecepatan adopsi yang lebih cepat atau lebih lambat. Misalnya, Petrini et
al (1968) menemukan perbedaan dalam penggunaan saluran komunikasi berdasarkan
kesesuaian inovasi-inovasi di kalangan petani Swedia. Media massa, seperti majalah
pertanian, cukup memuaskan inovasi yang tidak begitu kompleks, tetapi kontak pribadi
dengan agen pembaru (penyuluh) lebih penting bagi inovasi-inovasi yang oleh para
petani dipandang lebih rumpil. Bila digunakan saluran yang tidak tepat, misalnya media
massa untuk inovasi yang rumit, hasilnya adalah kecepatan adopsi lebih lambat.
Pertimbangan yang lain lagi adalah (lihat gambar 6-1): sifat sistem sosial,
khususnya norma-norma sistem itu dan sejauh mana struktur jaringan komunikasi
menunjukkan tingkat saling keterkaitan yang tinggi, seperti yang akan kita bahas pada
bagian berikut mengenai efek difusi.
Yang terakhir, seperti terpampang pada gambar 6-1, kecepatan adopsi suatu
inovasi dipengaruhi oleh gencarnya usaha promosi oleh agen pembaru betapapun
biasanya tidak langsung dan linier. Ada upah yang lebih besar daripada banyaknya
aktivitas agen pembaru pada tahap-tahap tertentu dalam suatu penyebaran inovasi.
Stone (1952) dan Petrini (1966) menunjukkan bahwa respon terbesar terhadap usaha
agen pembaru terjadi ketika pemuka pendapat sedang mengadopsi, yang biasanya
terjadi kira-kira 3-16 persen pengadopsian dari seluruh anggota sistem sosial.
Sampai sekarang, sangat sedikit penelitian difusi yang dirancang untuk
menentukan sumbangan relatif masing-masing kelima jenis variabel itu.

EFEK DIFUSI

Tidak hanya usaha agen pembaru yang punya efek berbeda pada titik yang
berbeda dalam urutan kecepatan adopsi suatu inovasi, tetapi tekanan-tekanan sistem
terhadap pengadopsian juga berubah begitu proporsi anggota sistem yang mengadopsi
meningkat. Kami menyebut peningkatan tekanan jaringan antar pribadi ini sebagai
“efek difusi” (diffusion effect).
Efek difusi adalah peningkatan kumulatif kekuatan pengaruh terhadap seseorang
untuk mengadopsi inovasi atau menolak suatu inovasi dikarenakan pergerakan jaringan
kawan-sebaya berkenaan dengan inovasi dalam suatu sistem sosial. Misalnya, ketika
hanya 5 persen orang dalam suatu sistem sosial yang mengetahui suatu ide baru, tingkat
pengaruh terhadap seseorang untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi itu sangat
berbeda ketika 95% anggota sistem itu telah mengadopsi. Dengan kata lain, norma-
norma sistem mengenai inovasi itu berubah seiring dengan berjalannya waktu, ketika
proses difusi itu berlangsung, dan ide baru itu sedikit demi sedikit menyatu dengan arus
kehidupan sistem itu. Lingkungan komunikasi sistem itu berkenaan dengan inovasi iti
berubah begitu jumlah orang yang mengadopsi bertambah. Ada antar hubungan yang
kompleks tetapi penting antara menyebarnya pengetahuan me-ngenai suatu inovasi di
dalam suatu sistem dan kecepatan adopsinya. Dalam satu hal, tingkat pengetahuan pada
suatu waktu tertentu merupakan indikasi keseluruhan informasi mengenai inovasi yang
ada pada rata-rata orang di dalam sistem itu. Bila level informasi seperti itu (bergabung
dengan pengaruh jaring-an) sangat rendah, pengadopsian inovasi tidak mungkin bagi
setiap orang. Bila level informasi penilaian inovasi meningkat melampaui ambang batas
tertentu, pengadopsian sangat mungkin terjadi tekanan-tekanan jaringan sosial terhadap
adopsi meningkat. Hubungan ini positif tetapi tidak linier dan langsung. Begitu tingkat
pengetahuan-kesadaran tentang inovasi meningkat sampai 2-30 persen, sangat sedikit
terjadi adopsi. Kemudian, begitu titik ambang ini terlampaui setiap tambahan persentase
pengetahuan-kesadaran dalam sistem itu biasanya disosiasikan dengan beberapa
persentase yang meningkat dalam kecepatan adopsi. Efek difusi berarti bahwa sampai
orang memiliki suatu level pengetahuan tertentu dan pengaruh teman sebayanya dalam
sistem sosial itu berada pada level minimum, dia tidak mungkin mengadopsi. Tetapi
begitu ambang ini terlampaui (titik ambang yang pasti untuk setiap inovasi dan setiap
sistem adalah berbeda), pengadopsian ide itu selanjutnya ditingkatkan oleh setiap
masukan tambahan pengetahuan dan pengaruh terhadap lingkungan komunikasi sistem.
Suatu ambang agaknya terjadi sekitar titik dimana para pemuka pendapat dalam suatu
sistem mulai berkenan terhadap inovasi.
Suatu penyelidikan kecepatan adopsi lima inovasi makanan di kalangan 1.028
ibu rumah tangga di lima desa Guatemala memberi beberapa bukti lebih lanjut tentang
pentingnya efek difusi dalam menjelaskan kecepatan adopsi (Mendez, 1968). Semakin
cepat kecepatan adopsi diketemukan pada desa-desa yang sangat padu dimana lebih
banyak dari mereka yang terjangkau oleh jaringan-jaringan antar-pribadi. Bukti yang
mendukung diberikan oleh Guy Mares (1968), Yadav (1967), Coughenour (1964), dan
Colleman et al (1966). Di semua kasus tampak bahwa sistem-sistem sosial yang
anggotanya lebih erat dikaitkan jejaring komunikasi (guyub), punya efek difusi yang
lebih kuat dan suatu kecepatan adopsi inovasi yang lebih cepat. Kami menyimpulkan
pembahasan ini dalam rampatan 6-6: tingkat saling keterkaitan dalam suatu sistem
sosial berhubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi.
Di seluruh buku ini, kita melihat betapa penilaian subyektif terhadap suatu
inovasi menggerakkan proses difusi, melalui jaring-jaring antar pribadi.

ADOPSI BERLEBIH (OVERADOPTION)

Overadopsi adalah pengadopsian inovasi oleh seseorang ketika para ahli


menganggap bahwa sebetulnya dia seharusnya menolak. Ada beberapa kemungkinan
alasan overadopsi, termasuk tidak lengkapnya pengetahuan si pengguna tentang inovasi
itu, ketidak-mampuan memperkirakan akibat-akibat penggunaannya, atau aspek-aspek
yang menyangkut status dari ide baru. Yang umum adalah bahwa ada orang-orang
tertentu punya semacam kegemaran untuk sesuatu yang baru (maniak inovasi) sehingga
sepintas mereka tampak sebagai pelahap perubahan.
Seringkali sulit menentukan apakah seseorang harus mengadopsi suatu inovasi
atau tidak. Rasionalitas, yang diartikan sebagai penggunaan cara-cara yang paling
efektif untuk mencapai tujuan, tidak gampang diukur. Klasifikasi kadang-kadang dapat
dibuat oleh para ahli mengenai inovasi yang sedang dikaji. Dalam satu hal, kebanyakan
orang memandang dirinya/tindakannya rasional. Karena ketiadaan pengetahuan atau
kekurangtepatan persepsi, penilaian seseorang tentang suatu inovasi mungkin tidak
sesuai dengan penilaian para pakar. Perhatian utama kami adalah pada rasional obyektif
pada kasus yang ada, dan bukan pada rasional subyektif seseorang (yang mengadopsi
inovasi).

CAT SCANNER: TEKNOLOGI YANG MENYEBAR LIAR

Ilustrasi yang banyak diketahui adalah CAT (computerized axial


tomography) scanner. Teknologi ini dibuat berdasar prinsip sinar-x, yang tidak
bisa menembus benda padat (misalnya tulang), sehingga meninggalkan
bayangan gelap pada potret sinar-x. CAT scanner dibuat berdasar prinsip ini
dengan menunjukkan banyaknya energi yang diserap oleh suatu obyek dari
berbagai sudut, kemudian informasi ini diproses dalam suatu komputer, dan
ditayangkan di layar monitor. CAT scanner merupakan pengembangan penting
dari sinar-x, dan penemunya mendapat hadiah nobel di bidang fisiologi dan
kesehatan. Teknologi ini mahal; setiap CAT scanner harganya lebih dari satu juta
dolar, dan setiap orang yang diperiksa dengan alat ini harus membayar 450-500
dolar AS jika di rumah sakit swasta dan kira-kira separonya bila di klinik
pemerintah.
Banta (1980) dan Shell (1981) memperkirakan kecepatan adopsi CAT
scanner di Amerika Serikat sbb

Tahun Jumlah CAT scanner


1973 6
1974 45
1975 202
1976 475
1977 901
1978 1.042
1979 1.248
1980 1.471

Cepatnya penyebaran, tingginya biaya peralatan itu, dan keprihatinan bahwa


CAT scanner itu mungkin dipergunakan berlebihan, membawa pada beberapa
penilaian terhadap inovasi ini oleh beberapa lembaga federal. Misalnya the
congressional office of technology assessment (OTA) menyimpulkan:
“Pengembangan dan peyebaran CAT scanner terjadi tanpa bukti yang rinci
dan resmi mengenai keamanan dan kemanjurannya” (Shell, 1981). Lebih lanjut,
David banta (1980) direktur program kesehatan otak, mengemukakan bahwa
“kebijaksanaan federal yang dirancang untuk memperlambat difusi atau untuk
menjamin penempatan yang optimal atau penggunaan scanner itu secara
bijaksana belum menunjukkan akibat yang dapat dilihat”. Banta menunjukkan
bahwa jumlah yang tidak proporsional dari CAT scanner diketemukan di daerah-
daerah makmur seperti Beverly Hills, kota New York bagian paling utara, dan
west palm beach, sedangkan di daerah-daerah pedesaan dan daerah miskin tidak
terlayani CAT scanner (Banta, 1980). Beberapa rumah sakit mungkin
mengadopsi scanner untuk meningkatkan status mereka (Shell,1981).
Bagian yang baik dari tingginya biaya CAT scanner dapat diperoleh
pengguna setempat dari lembaga kesehatan pemerintah federal, melalui
pembayaran kembali uang dari ongkos yang dikeluarkan pasien. Sayangnya,
salah satu efek inovasi kesehatan seperti CAT scanner itu adalah bahwa alat-alat
itu dapat menaikkan biaya pemeliharaan kesehatan masyarakat Amerika Serikat.
Beberapa orang yang mengkritik bahwa CAT scanner itu tidak dievaluasi
sebagaimana mestinya oleh pemerintah AS pada awal penyebarannya. Lebih
lanjut, kebijakan-kebijakan federal yang dirancang untuk mengerem laju adopsi
dan menjamin penyebaran peralatan itu secara proporsional dan ini belum
efektif (Banta, 1980). Namun demikian pada konferensi mengenai CAT scanner
yang disponsori badan kesehatan nasional menyimpulkan bahwa beberapa
rumah sakit di kota-kota besar tetap tidak punya CAT scanner. Betapapu,
pertemuan ini merisaukan kemungkinan penggunaan CAT scanner secara
berlebihan dengan anak-anak kecil berulangkali diberi radiasi rendah yang
memungkinkan si anak mengalami akibat yang berbahaya.
Ringkasnya, Banta (1980) mengklaim kasus overadopsi ini merupakan
contoh masalah “teknologi yang bergerak liar”. Seperti telah kita lihat, kasus ini
jauh lebih rumpil, dengan distribusi CAT scanner sebanyak masalah
overadopsinya.

Gagasan overadopsi mengandung arti bahwa salah satu tugas agen pembaru
adalah mencegah terjadinya “berlebihan” pengadopsian inovasi, sebagaimana halnya ia
berusaha mempercepat proses difusi. Di banyak bidang, overadopsi merupakan masalah
penting. Kami seringkali menyebut pengadopsian gudang tertutup “harverstone” oleh
para petani Amerika, suatu inovasi yang tidak dianjurkan oleh pakar pertanian. Di
bidang kesehatan, terkadang diberli peralatan mahal yang penggunaannya tidak dapat
dibenarkan. Misalnya Scannel dkk (1971) menunjukkan bahwa setidaknya ada
sebanyak dua kali pembedahan jantung terbuka (open heart surgery) dari kebutuhan di
Amerika Serikat. Akibatnya, banyak tim dokter-bedah yang kurang pengalaman
melakukan operasi (dengan menggunakan alat baru itu) sehingga punya keterampilan
yang memadai.

RINGKASAN

Bab ini membahas lima ciri yang melekat pada suatu inovasi, dan menunjukkan
bahwa persepsi seseorang terhadap sifat-sifat ini merupakan prediksi terhadap
kecepatan adopsinya. Kami menekankan bahwa persepsi pengguna terhadap sifat-sifat
inovasi inilah yang mempengaruhi kecepatan adopsi (Tabel 6-2).
Keuntungan relatif adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap lebih baik
daripada gagasan yang mendahuluinya. Keuntungan relatif suatu inovasi, menurut
pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan
adopsinya. (rampatan 6-1)
Kesesuaian adalah sejauh mana suatu inovasi dipandang konsisten dengan nilai-
nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan calon pengguna. Kesesuaian suatu
inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan
kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-2)
Kerumitan adalah sejauh mana suatu inovasi dipandang oleh para anggota
suatu sistem sosial sebagai relatif sulit dimengerti dan digunakan. Kerumitan suatu
inovasi, menurut pandangan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan
kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-3)
Ketercobaan adalah sejauh mana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil.
Ketercobaan suatu inovasi, menurut pandangan anggota sistem sosial, berhubungan
positif dengan kecepatan adopsinya. (Rampatan 6-4). Keteramatan adalah sejauh mana
akibat-akibat penggunaan suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Keteramatan suatu
inovasi, menurut pandangan anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan
kecepatan adopsinya.
Tingkat adopsi adalah kecepatan relatif pengadopsian suatu inovasi oleh para
anggota suatu sistem sosial. Disamping sifat-sifat tampak suatu inovasi, variabel-
variabel lain yang berpengaruh terhadap kecepatan adopsinya adalah (1) tipe keputusan
inovasi yang digunakan, (2) saluran-saluran komunikasi yang menyebarkan inovasi
pada berbagai tahap proses keputusan inovasi, (3) sifat sistem sosial, dan (4) gencarnya
usaha agen pembaru dalam menyebarkan inovasi.

Tabel 6-2. Ringkasan bukti Penelitian Mendukung dan Tidak Mendukung


Rampatan tentang kecepatan Adopsi
JML
JML
KAJIA
KAJIA
N YG
N N YG
BUNYI RAMPATAN TDK %
O MEND
MEND
UKUN
UKUN
G
G
6-1 Keuntungan relatif suatu inovasi, menurut
pandangan anggota suatu sistem sosial,
29 14 67
berhubungan positif dengan kecepatan
adopsinya.
6-2 Kesesuaian suatu inovasi, menurut pandangan
anggota suatu sistem sosial, berhubungan 18 9 67
positif dengan kecepatan adopsinya
6-3 Kerumitan suatu inovasi, menurut pandangan
anggota sistem sosial, berhubungan negatif 9 7 56
dengan kecepatan adopsinya
6-4 Ketercobaan suatu inovasi, menurut pandangan
anggota sistem sosial, berhubungan positif 9 4 69
dengan kecepatan adopsinya
6-5 Keteramatan suatu inovasi, menurut pandangan
anggota suatu sistem sosial, berhubungan 7 2 78
positif dengan kecepatan adopsinya
6-6 Tingkat keguyuban suatu sistem sosial
berhubungan positif dengan kecepatan adopsi 8 0 100
inovasi

Efek difusi adalah pertambahan kumulatif tingkat pengaruh terhadap individu


untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi, sebagai akibat dari pergerakan jaringan
pertemanan sebaya mengenai suatu inovasi dalam suatu sistem sosial. Begitu tingkat
kesadaran-pengetahuan mencapai sekitar 20-30 persen, kecepatan adopsi sangat rendah,
tetapi begitu ambang batas ini terlampaui, pertambahan lebih lanjut pengetahuan-
kesadaran ini membawa pada peningkatan adopsi. Efek difusi lebih besar terjadi pada
suatu sistem sosial yang lebih tinggi tingkat keguyubannya (guyub adalah sejauh mana
bagian-bagian dlam sistem sosial terkaitkan oleh jaring-jaring hubungan antar pribadi).
Tingkat keguyuban dalam suatu sistem sosial berhubungan positif dengan kecepatan
adopsi inovasi (rampatan 6-6).
Overadopsi adalah pengadopsian suatu inovasi oleh seseorang padahal para
pakar menganggap inovasi itu seharusnya ditolak.

Diffusion of Innovations
Rogers, Everrett M. (1983) New York: Free Press. (3rd ed.)
Bab 7
KEINOVATIFAN DAN
KATEGORI PENGGUNA INOVASI
Diterjemah oleh Abdillah Hanafi
Bab 7

KEINOVATIFAN DAN
KATEGORI PENGGUNA INOVASI

Janganlah menjadi orang pertama yang mencoba hal baru,


Tapi jangan juga menjadi orang yang terakhir menggunakannya
ALEXANDER POPE (1711)
An Essay of Criticism, Part II

Inovator menjadi musuh semua orang yang menyokong


orde lama, tapi hanya orang yang agak-mendukung
dia yang aman.
NICOLO MACHIAVELLI
The Prince (1513:51)

Semula kemajuannya lambat, kemudian melaju dengan cepat dan


percepatan yang merata, kemudian maju lagi dengan kecepatan yang terus
menurun sampai akhirnya berhenti. Inilah tiga tahap…invensi…bila
digunakan sebagai pedoman oleh ahli statistik dan ahli sosiologi, (mereka)
akan terhindar dari khayalan.
GABRIEL TARDE
The Law of Immitation (1903:127)

You might also like