You are on page 1of 12

SIKAP PENGASUH ANAK BALITA YANG TERINFEKSI HIV/AIDS

DI KABUPATEN TEMANGGUNG DAN KUDUS

Ernawati *)

*) Program Studi S 1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas


Muhammadiyah Semarang
Korespondensi : ernamisno@yahoo.com

ABSTRAK
Kasus anak yang meninggal terkait penyakit AIDS pada tahun 2012 di seluruh dunia mencapai
260.000. Hanya sejumlah kecil bayi lahir dengan HIV positif bisa bertahan hidup sampai usia 6
tahun. Tingginya resiko kematian ini karena infeksi HIV tidak diobati dan tidak mendapatkan
perawatan optimal atau penolakan dari orang yang seharusnya menjaga dan merawatnya seperti
orang tua, wali dan kerabat. Tujuan penelitian memperoleh gambaran sikap pengasuh dalam
merawat anak balita yang terinfeksi HIV/AIDS di Temanggung dan Kudus. Metode penelitian
kualitatif dengan studi kasus dilakukan pada 9 pengasuh anak HIV positif sebagai responden primer
dengan menggunakan panduan wawancara. Responden dipilih secara purposive sesuai kriteria. Hasil
penelitian menunjukkan beberapa pengasuh bersikap positif dengan mengungkapkan status HIV anak
kepada keluarga dan masyarakat serta mendukung program terapi anak. Sebagian besar masih
menutupi karena takut stigma dan diskriminasi masyarakat.
Kata Kunci: Sikap, Pengasuh, anak balita, HIV/AIDS

ABSTRACT
Attitude of Caregivers in Caring HIV/AIDS Infected For Children Under Five Year In The
Temanggung and Kudus District; Cases of children in the word who died cause AIDS illness has
reached 260.000 at 2010. A few of infants born to HIV-positive can survive until 6 years old. The high
risk of death due to untreated HIV infection and do not get optimally treatment or refusal from the
people to keep and care such parents, guardians and families. The purpose of the research to find an
overview of attitudes caregivers who provide care HIV/AIDS infected for children under five year. By
Qualitative research methods for case studies. In-depth interviews conducted on nine HIV-positive
caregiver as primary respondents using interview guide. Respondents were obtained purposively
selected according to criteria. The result of research found some caregivers disclosure status of
positive HIV and received treatment program. Most of them still closed status of positive HIV, deny
and did not receiving the recommended treatment program because fear of stigma and discrimination
by communities.
Keywords: Attitude, caregivers, children under five years, HIV/AIDS.

62 Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 62-73


PENDAHULUAN (ayah dan ibu, ayah atau ibu kandung) dan
Kasus anak yang meninggal terkait 35% diasuh oleh kakek atau nenek dan
penyakit AIDS pada tahun 2012 di seluruh paman atau bibi atau orang-orang yang
dunia mencapai 260.000 (UNAID , 2010). memiliki hubungan keluarga dan hubungan
Risiko kematian secara umum bayi dengan emosional serta 3% (1 anak) terinfeksi
HIV positif sangat besar. Hanya sejumlah HIV tinggal di Panti Asuhan (Djati; et all,
kecil bayi yang lahir dengan HIV positif 2011).
bisa bertahan hidup sampai usia 6 tahun ( Beban pengasuhan anak yang teinfeksi
UNICEF, 2011). Di Indonesia rata-rata HIV/AIDS dapat menimbulkan banyak
meninggal sebelum usia 5 tahun (Mboi, stress, gangguan emosi saat kelebihan
2011). Tingginya resiko kematian ini beban oleh tuntutan pemberian perawatan,
karena infeksi HIV tidak diobati dan tidak mengalami keterasingan atau stigmatisasi
mendapatkan perawatan optimal atau dan beban biaya pengobatan (WHO,
penolakan dari orang yang seharusnya 2005). Masalah HIV/AIDS menjadi sangat
menjaga dan merawatnya seperti orang tua, berat dirasakan keluarga apabila
wali dan kerabat (Avert, 2011). menanggung beban hidup serta merawat
Penelitian yang dilakukan PKBI Jawa anak yang menderita HIV/AIDS dalam
Tengah tahun 2010 menemukan anak lingkungan masyarakat yang memberikan
terdampak dan terinfeksi HIV/AIDS pada stigma. Ketika stigma diwujudkan dalam
rentang usia 0–5 tahun menempati hubungan pengasuh-anak maka dapat
prosentase tertinggi jika dibandingkan berdampak negatif pada perawatan anak
dengan kelompok usia anak yang lain yaitu HIV/AIDS (Messer; et all, 2010). Sikap
42,5% (Djati; dkk, 2011). Fenomena yang positif dari pengasuh memungkinkan
peningkatan kasus HIV/AIDS pada anak anak mendapatkan penanganan secara
Balita juga terlihat dari laporan Komite tepat sedini mungkin. Seringnya penolakan
Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) justru dari orang-orang yang harus
Jawa Tengah tahun 2010, bahwa kelompok menjaga dan merawatnya seperti orang tua,
usia 0-4 tahun mempunyai prosentase wali dan kerabat (Djati; et all, 2011). Ini
kasus AIDS paling banyak dibandingkan merupakan fakta yang memprihatinkan,
kelompok usia anak yang lain yaitu sebesar sehingga sangat penting dilakukan
3,36%. Sementara usia 5-9 tahun sebesar penelitian tentang bagaimana sikap
0,88%, 10-14 tahun sebanyak 0,44% dan pengasuh dalam merawat anak balita yang
usia 15-19 tahun sebanyak 1,09%. Kasus terinfeksi HIV/AIDS di dua kabupaten
anak balita terinfeksi HIV terbanyak yaitu Temanggung dan Kudus. Tujuan
ditemukan di kabupaten Temanggung yaitu Penelitian ini adalah untuk memperoleh
sebanyak 5 kasus. Sedangkan klinik VCT gambaran tentang sikap pengasuh dalam
RSUP dr.Kariadi Semarang mencatat merawat anak balita yang terinfeksi
kasus anak balita dari kabupaten Kudus HIV/AIDS di Kabupaten Temanggung dan
sebanyak 4 anak dalam satu tahun terakhir Kudus.
2011. Data kasus anak terinfeksi
HIV/AIDS diperkirakan lebih besar lagi METODE
yang belum terlaporkan atau terdata karena Jenis penelitian dirancang dengan
masih adanya stigma dan diskriminasi studi kasus menggunakan metode
(Muhaimin, 2009). kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada
Pengasuhan oleh keluarga paling bulan Desember 2011 – Januari 2012.
umum dan sering diterima penderita AIDS Pengambilan data melalui teknik
di banyak negara miskin, karena perawatan wawancara mendalam (Indepth Interview)
berbasis klinik sering jauh dari rumah atau dilakukan pada 9 orang responden primer
biayanya tidak terjangkau (Kipp; et all, yaitu pengasuh anak balita yang terinfeksi
2007). Pengasuhan anak terinfeksi dan HIV/AIDS tentang sikap mereka dalam
terdampak HIV di Jawa Tengah sebagian merawat anak dengan rincian: 5 orang di
besar (57%) oleh orang tua kandungnya wilayah kabupaten Temanggung dan 4

Sikap Pengasuh Anak Balita Yang Terinfeksi HIV/AIDS Di Kabupaten Temanggung Dan Kudus 63
Ernawati
orang berasal dari wilayah kabupaten bahasa Jawa dan direkam kemudian
Kudus. Penentuan partisipan di dua diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
wilayah kabupaten yaitu Temanggung dan Semua wawancara dilakukan di rumah
Kudus berdasarkan informasi temuan pengasuh. Peneliti meminta persetujuan
kasus dari KPAP Jawa Tengah dan klinik yang ditandatangani oleh partisipan
VCT RSUP Dr.Kariadi Semarang selama sebelum dimulainya setiap wawancara.
tahun 2011. Karakteristik populasi lebih Data dianalisis secara manual
berfokus untuk menggambarkan fenomena menggunakan metode "analisis tematik",
sosial yang bertolak dari asumsi tentang yaitu metode yang digunakan untuk
realitas atau fenomena sosial yang bersifat menganalisis setiap wawancara dan catatan
unik dan kompleks, namun penuh variasi lapangan. Tema-tema dihasilkan dari
(keragaman) dalam hal ini bisa mewakili interpretasi dan eksplorasi berbagai
apa yang dilakukan keluarga dalam pernyataan dan situasi, kemudian diberi
merawat anak balitanya yang terinfeksi kode warna, dipotong dan ditempel. Tema
HIV. yang muncul dari catatan lapangan
Responden dipilih secara purposive dimasukkan dalam analisis. Selain itu,
sesuai kriteria tertentu. Beberapa kriteria wawancara individu dan daftar tema
yang dipakai untuk memilih responden kemudian dikembangkan dari tema
adalah sebagai berikut: kemudian digabungkan untuk
1) Keluarga yang mempunyai anak balita menunjukkan keterkaitan antar tema.
(usia 0 – 4 tahun 11 bulan 29 hari), telah
dinyatakan positif terinfeksi HIV HASIL DAN PEMBAHASAN
melalui pemeriksaan laboratorium. Karakteristik Pengasuh dan Anak
2) Anak tinggal dalam keluarga bersama Balita yang Terinfeksi HIV/AIDS
pengasuh. Pengasuh anak balita yang terinfeksi
3) Salah satu atau kedua orang tua positif HIV/AIDS di dua wilayah ini sebagian
menderita HIV/AIDS yang diketahui besar (7 dari 9 pengasuh) adalah
dari manajer kasus (MK) perempuan, 6 diantaranya merupakan ibu
4) Bertempat tinggal menetap di wilayah kandung. Partisipan 1,2,3,4 dan 5
kabupaten Temanggung atau Kudus. merupakan pengasuh anak HIV dari
Pertanyaan wawancara dilakukan Temanggung sedangkan partisipan 6,7,8
dalam bahasa Indonesia akan tetapi dan 9 berasal dari Kudus. Berikut
jawaban dari beberapa partisipan terutama gambaran demografinya:
dari pengasuh yang sudah tua dalam

Tabel 1. Karakteristik Demografi Pengasuh sebagai Partisipan

Usia Pengasuh Hubungan Usia Anak


Partisipan (tahun) dengan anak Pendidikan Pekerjaan (Tahun /bulan)
1 26 Ibu D1 IRT 3 th 4 bln
2 25 Ibu SMA Guru (Wiyata Bhakti) 2 th 2 bln
3 32 Ibu SD IRT 10 bln
4 23 Ibu SMP IRT 3 th 6 bln
5 45 Nenek dari ibu Tidak Buruh cuci pakaian 4 th 11 bln
Sekolah
6 53 Kakek dari ibu Tidak Karyawan Pabrik 2 th 6 bln
Sekolah
7 32 Ibu SMA Pelayan Toko 2 th 8 bln
8 29 Ibu SMP(MTS) Menjahit 1 th 8 bln
9 25 Bapak SMP(MTS) Tidak Bekerja 2 th 5 bln

64 Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 62-73


Ibu sebagai pengasuh mempunyai peran menjadi sumber utama kenyamanan dan
memberikan kasih sayang, perhatian, rasa keamanan fisik anak (Baumrind, 1980).
aman, kehangatan kepada anggota Hampir semua ibu dan bapak biologis
keluarga sehingga memungkinkan anak anak balita yang terinfeksi HIV/AIDS
tumbuh dan berkembang sesuai usia dan menderita HIV/AIDS, kecuali suami dari
kebutuhannya. Sampai saat ini, ibu masih pengasuh 1 belum diketahui statusnya
memainkan peran yang kuat untuk karena tidak bersedia untuk dilakukan
membentuk keselamatan dan kesehatan pemeriksaan HIV meskipun telah dibujuk
emosional secara keseluruhan. Ibu istri dan disarankan tim VCT RSUD
menghabiskan lebih banyak waktu dalam setempat. Tabel 2 berikut dapat
kegiatan pengasuhan rutin dengan anak menggambarkan status HIV di keluarga
mereka (Parke, 1996) dan paling sering dari anak yang terinfeksi HIV/AIDS.

Tabel 2. Status Anak HIV positif

Anak dari Status HIV/AIDS Orang tua Biologis Anak Status Anak
Partisipan Ibu Bapak
1 + HIV Belum Periksa -
2 + HIV + HIV -
3 + HIV + (meninggal) Yatim
4 + HIV + (meninggal) Yatim
5 + (meninggal) + (meninggal) Yatim Piatu
6 + (meninggal) + (meninggal) Yatim Piatu
7 + HIV + (meninggal) Yatim
8 + HIV + (meninggal) Yatim
9 + HIV + HIV -

Orang tua dengan HIV/AIDS sering Sikap Pengasuh dalam merawat anak
mengalami kesulitan bertahan hidup untuk HIV positif
merawat dirinya sendiri dan anggota
keluarga lainnya. Infeksi HIV memiliki Kesediaan Merawat
dampak keuangan pada individu yang
terinfeksi dan keluarga mereka, karena Semua pengasuh baik laki-laki
menyebabkan hilangnya produktivitas dan maupun perempuan menyatakan kesediaan
pendapatan, tingkat pengangguran lebih dan kesanggupan merawat anak sakit
tinggi pada mereka yang terinfeksi HIV. sesuai kemampuannya. Meskipun
Meskipun orang yang terinfeksi HIV pengasuh 5 seorang nenek miskin, dia
mempertimbangkan kembali bekerja, bersedia merawat 3 anak yatim piatu
beberapa kendala menghalangi mereka dari termasuk salah satunya anak balita dengan
melakukannya. Diantaranya adalah rasa HIV positif sebagai bentuk kewajiban
takut akan dampak kesehatan yang buruk, keluarga besar. Kesediaan pengasuh
manajemen pengobatan dan merawat sebagai bentuk tanggung jawab
pengungkapan, takut diskriminasi dan dan budaya tradisional juga disampaikan
takut masalah terkait pengangguran jangka pengasuh 6 berikut ini:
panjang (Empelen, 2005) “la kok tidak gimana…karena dia memang
cucu saya. Ya…apapun kondisinya saya
harus merawatnya. Pokoknya semampu
saya akan saya rawat. Kadang saya juga

Sikap Pengasuh Anak Balita Yang Terinfeksi HIV/AIDS Di Kabupaten Temanggung Dan Kudus 65
Ernawati
merasa repot sekali karena merawat daripada pengasuh berbasis masyarakat
sendirian dari mencuci baju, masak, (Messer; et all, 2010).
memandikan dan lain-lain sendiri, masih Beberapa sumber literatur
harus bekerja di pabrik, kalau tidak menggarisbawahi bahwa memberikan
bekerja nanti makannya perawatan kepada anggota keluarga yang
bagaimana”.(kakek, 53 th, tidak sekolah, sakit adalah pengalaman stres bagi seluruh
karyawan pabrik) keluarga (D'Cruza, 2002). Stres
pengasuh AIDS menurut penelitian
Pengasuh 9 seorang laki-laki bersedia menunjukkan bahwa lebih mungkin untuk
menerima tanggungjawab merawat anak melaporkan gangguan emosi ketika
manakala ibu sebagai pengasuh utama overload dengan tuntutan perawatan, bila
pergi dari rumah meninggalkan keluarga. mengalami keterasingan/stigmatisasi dan
Berikut kutipannya: ketika prihatin masalah keuangan
“Selama ini saya merawat dengan nenek (Empelen, 2005). Hal ini juga dialami oleh
dan kakeknya, karena ibunya lepas hampir semua pengasuh (7 dari 9
tangan... sudah tidak bertanggung jawab, pengasuh) di Temanggang dan Kudus.
pergi tidak tahu kemana. Kebetulan anak Stress Keuangan berupa kemiskinan
mudah, sehingga tidak merasa meskipun telah berjuang keras, namun
berat...prinsipnya cuma satu kok, anak minimnya pendapatan yang diperoleh
yang membuat kita bertahan tidak seimbang dengan tuntutan kebutuhan
hidup”.(bapak HIV positif, 25 th, MTs, hidup. Kesulitan finansial diperparah lagi
Tidak bekerja) dengan tuntutan beban perawatan keluarga
yang sakit, hilangnya hak kekayanan/waris
Sikap penerimaan pengasuh merawat anak serta banyak waktu tersita untuk
anak yang sakit HIV/AIDS ini sebagai mengurus anak.
bentuk tanggung jawab dan budaya
tradisional di keluarga besar. Penelitian Menjaga Kepatuhan Minum Obat
tentang peran budaya dan keluarga dalam
perawatan bagi ODHA di Negara Anambra Ketidakyakinan menjaga kepatuhan
juga menemukan praktik-praktik budaya minum obat ARV seumur hidup,
tertentu seperti budaya kewajiban terhadap menyebabkan pengasuh bersikap tidak
orang sakit, hubungan darah, memiliki mendukung program pengobatan untuk
banyak anak, afinitas hubungan darah dan anak HIV/AIDS, seperti pernyataan
ikatan perkawinan yang kuat pengasuh berikut ini:
meningkatkan perawatan dan dukungan “Namanya anak ya… tetap harus dirawat,
bagi ODHA. Artinya, praktik-praktik tapi apa saya mampu membesarkannya,
budaya dan keluarga memainkan peran saya sendiri sering sakit-sakitan. Kami
utama dalam perawatan untuk ODHA di takut ya itu....nanti kalau saya meninggal,
daerah tersebut dan harus lebih siapa yang mau merawatnya…”.(ibu HIV
dimanfaatkan untuk kenyamanan hidup positif, 25 th, SMA, Guru /Wiyata Bhakti).
ODHA (Muoghalu and Jegede, 2010)
Penelitian tentang penerimaan Selain itu, adanya kebingungan dalam
pengasuh terhadap anak sakit HIV/AIDS pemberian obat atau kesediaan pengasuh
di lima Negara kurang mampu menemukan meskipun telah mendapat penjelasan dan
bahwa sekitar 80% pengasuh berbasis penguatan dari kelompok dukungan sebaya
masyarakat dan lembaga adalah maupun petugas kesehatan. Pengasuh 9
perempuan dan mereka bersedia merawat masih tidak yakin karena belum tahu
keluarga dengan HIV, bersedia untuk tentang cara pemberian obat ARV. Berikut
membiarkan anak mereka bermain dengan pernyataannya:
anak yang terinfeksi HIV. Pengasuh “ ya kalau bisa jangan sampai lah bu...
berbasis lembaga mempunyai kesediaan jangan sampai minum obat ARV kan.
mengasuh lebih besar (stigma kurang) Soalnya gini lho bu, namanya anak kecil

66 Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 62-73


kan susah banget minum obat, masalahnya Salah satu masalah yang paling sulit
apakah kalau dicampur minumannya boleh dirasakan pengasuh adalah kapan dan
atau tidak?”.(Bapak HIV positif, 25 th, bagaimana berbicara tentang status HIV
MTs, Tidak bekerja) kepada anak, keluarga besar maupun
masyarakat. Sebanyak 4 dari 9 pengasuh
Pengasuh 1 belum bisa menerima bahwa kesulitan menyampaikan informasi yang
ARV harus diberikan seumur hidup pada benar tentang kondisi dan diagnosis HIV.
anak dan merasa tidak tega, meskipun dia Hal ini karena lingkungan yang tidak
sendiri sudah memulai pengobatan mendukung. Sementara itu, pengasuh 6
tersebut: sampai saat ini belum mengetahui status
“saya berharap tersedia obat untuk anak anak yang diasuhnya karena ibu dari anak
yang langsung menyembuhkan tidak harus belum menyampaikan sampai pada
diminum setiap hari apalagi seumur hidup akhirnya dia meninggal dunia. Berikut
Saya sendiri merasakan minum obat rutin, pernyataannya:
jika lupa rasanya lemes, mual”. (ibu HIV “Anak pernah dirawat di RS karena
positif, 26 th, D1, IRT). gejala panas...dibawa ke bidan tidak
sanggup...terus dibawa RS Kudus...karena
Sebagian besar pengasuh neneknya meninggal terus pulang paksa.
menyampaikan penyebab ketidakpatuhan Kondisi anak sakit waktu itu yang
dimungkinkan anak mengalami kebosanan, menunggui ya ibunya saat masih sehat
rasa obat yang tidak enak, kesulitan dulu. Terus pernah periksa di Semarang
menjelaskan pada anak, penolakan anak keterangannya negatif, saya tidak tahu apa
terhadap obat, belum terbentuk pola maksudnya itu...”. (kakek, 53 th, Tidak
rutinitas atau bahkan menjaga ketepatan sekolah, Karyawan pabrik)
waktu minum obat jika bepergian atau
ketiduran. Berikut pernyataan pengasuh 2: Mayoritas pengasuh yang mengetahui
”semakin anak bertambah besar mungkin kondisi anak HIV positif di wilayah Kudus
semakin sulit... mereka mesti bertanya membuka status HIV anak maupun
kenapa harus minum dan sebagainya. Ya, pengasuh itu sendiri. Pengasuh 7
sebenarnya tidak apa-apa kalau harus merasakan dengan pengungkapan status
minum ARV, tapi setelah minum obat itu justru keluarga memberi dukungan penuh
juga rasanya pusing, mual ada semua. seperti budaya keluarga merawat anggota
Seperti yang saya rasakan, panas dingin keluarga yang sakit lainnya, berikut
ada semua. Tapi mau bagaimana pernyataannya:
lagi...”.(ibu HIV positif, 25 th, SMA, “keluarga besar sudah tahu semua,
Guru/wiyata bhakti) mereka mendukung tidak ada kata-kata
atau perlakuan yang menyakitkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi responnya ya biasa seperti menghadapi
kepatuhan pengobatan dalam literatur orang sakit yang lain. kalau ada
ilmiah berhubungan secara khusus dengan kekurangan biaya, kami tidak khawatir
pengasuh keluarga,yaitu: (1) Pemahaman karena saudara banyak yang
mereka tentang ketentuan terapi; (2) membantu”.(ibu HIV positif, 32 th, SMA,
Ketakutan dan kekhawatiran tentang Pelayan toko)
terapi; (3) Keyakinan mereka; (4) Tingkat
pengetahuan mereka tentang penyakit Pengungkapan kepada anggota
kronis anak; (5) Kebutuhan mereka untuk keluarga juga mengandung konsekuensi
memecahkan masalah dan membuat atau memiliki pro dan kontra. Hal ini dapat
keputusan untuk memastikan mengikuti meningkatkan kedekatan, tetapi juga dapat
rejimen terapi anak, dan (6) Masalah meningkatkan stress. Stress dipicu adanya
praktis dan logistik pengasuh keluarga ketakutan akan stigma dan diskriminasi.
yang ada (Empelen, 2005). Pengasuh 8 merasakan mendapat simpati
Pengungkapan Status HIV dari keluarga besar dan masyarakat setelah

Sikap Pengasuh Anak Balita Yang Terinfeksi HIV/AIDS Di Kabupaten Temanggung Dan Kudus 67
Ernawati
suami meninggal karena penyakit “saya banyak minta tolong ke keluarga
HIV/AIDS meskipun pada awalnya juga sini/suami. selama ini saya merawat
merasakan tanggapan negatif dari dengan nenek dan saudara di sini. Di
masyarakat. Hal ini dirasakan oleh rumah mertua ada nenek, kakak dan
pengasuh dapat mengurangi stressor yang banyak yang bantu. Kalau pas badan saya
dihadapi. seperti dilaporkan berikut ini: tidak enak langsung ke rumah mertua”.
“orang-orang sudah tahu semua, mereka (ibu HIV positif, 29 th, MTs, Penjahit)
ya justru kasihan. Mungkin mereka tahu
kalau saya hanya korban penularan dari Selain dukungan dari keluarga besar dan
suami. Kalau saya berfikir berat saya sumber dukungan sosial lain seperti MK
sendiri drop, terus sakit. Bagaimana serta tokoh masyarakat juga diterima oleh
mengatasi anak yang sakit juga...kadang sebagian besar pengasuh di wilayah
bingung saya. Kalau di rumah ibu mertua Kudus. Berikut kutipan dari pengasuh 8
ada yang bantu ngasuh. Seperti memenuhi dan 9:
kebutuhan susu anak, yang belikan kadang “kami banyak dibantu oleh Mb.E. terima
ibunya, kadang mertua, kadang kasih sudah banyak dibantu, sebelum
budhe...pokoknya mana yang ada ketemu dengan teman senasib rasanya
uang”.(ibu HIV positif, 29 th, MTs, sakit sendiri saya bingung...
Penjahit) khawatir...seperti mau mati. Tapi setelah
kumpul dengan teman-teman terus banyak
Penerimaan penderita HIV/AIDS di cerita, berbagi pengalaman minum obat
masyarakat telah dirasakan oleh pengasuh dan lain-lain sekarang sudah tenang...”.
9 bahwa lingkungan bisa menerimanya (ibu HIV positif, 29 th, MTs, Penjahit)
tanpa stigma dan diskriminasi sebagaimana
pernyataan berikut: “kalau kami ada kekurangan keuangan,
“orang satu desa mungkin sudah tahu biasa di desa saudara banyak jadi saling
mbak, pak lurah malah yang membantu pengertian lah, tapi untuk periksa
mengurus surat-surat dari desa untuk kesehatan atau pengobatan sudah gratis.
bebas biaya dulu waktu saya sakit parah. Pak lurah malah yang mengurus surat-
Tetangga juga penerimaannya biasa surat untuk pembebasan biaya RS waktu
saja...”.(Bapak HIV positif, 25 th, MTs, saya sakit dulu dan menghubungkan saya
Tidak bekerja) dengan MK”.(bapak HIV positif, 25 th,
MTs, Tidak bekerja)
Pengasuh 5 tidak menutupi status HIV
anak karena mengetahui banyak kasus Dukungan masyarakat sekitar telah
serupa terjadi di lingkungan sekitar rumah, terbukti secara positif berhubungan dengan
Berikut ini kutipannya: kesehatan yang baik. Sifat progresif, kronis
”Orang-orang sudah tahu semua bu. dan terminal dari virus HIV menyebabkan
lingkungan sudah tahu..kan tidak hanya stress peran pengasuhan, tetapi dampak
anak saya sendiri yang kena, selain anak virus tidak akan dirasakan oleh pengasuh
saya sebelumnya kan banyak yang kena jika menerima banyak dukungan yang
penyakit itu dan tidak tertolong…tahu-tahu dibutuhkan dari berbagai elemen
sakit terus meninggal”.(nenek, 45 th, masyarakat(Empelen, 2005).
Tidak sekolah, Buruh cuci pakaian)
Menutup status HIV
Dukungan dari anggota keluarga telah Pengasuh 3 mengkhawatirkan respon
diterima dan dirasakan oleh 3 dari 9 masyarakat sekitar rumah jika mengetahui
pengasuh berupa dukungan keuangan, fisik status HIV positifnya. Pengasuh 2 juga
dan dukungan emosional. Mereka telah merasa takut tidak diterima oleh
mengungkapkan status HIV positif dan masyarakat karena tidak ada kasus serupa
tetap diterima dengan baik oleh keluarga. di lingkungan sekitar rumah. Berikut
Berikut kutipan dari pengasuh 8: pernyataannya:

68 Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 62-73


“selama ini belum pernah saya bawa ke menghilangkan jejak. Sebenarnya menutup
RS, takut orang lain tahu. nanti kalau status HIV semakin membuat stres ODHA
masyarakat tahu terus bersikap dan mengurangi dukungan yang tersedia.
memusuhi...bagaimana ya...soalnya disini Sikap pengasuh anak dengan HIV
yang sakit seperti ini tidak ada, ada dulu... terhadap pengungkapan status HIV di
tapi sekarang sudah meninggal. Gimana Thailand juga hampir sama. Dari 49
ya, mungkin menjauh. orang desa itu kan pengasuh tidak satu pun dari mereka yang
macam-macam. Ada yang baik ada yang telah mengungkapkan kepada anak mereka
tidak”. (ibu HIV positif, 25 th, SMA, dan 37% dari mereka tidak berniat untuk
Guru/wiyata bhakti). itu. Alasan utama untuk tidak
mengungkapkan adalah takut
Pengasuh 4 sampai saat ini juga masih menyebabkan kerugian psikologis anak.
menutup status HIV anak maupun dirinya Hanya 17% yang bermaksud untuk
kepada keluarga besar dan masyarakat, mengatakan yang sebenarnya jika ditanya
namun demi keamanan orang dekat, oleh anak. hal ini menunjukkan bahwa
terpaksa mengkomunikasikan. Seperti ketidaksiapan pengasuh, pemahaman
pernyataannya: tentang pengungkapan membuat pengasuh
“Orang tua belum tahu, jangan dulu lah.., lebih memilih berbohong ke anak (Arida,
belum bisa membayangkan. Dulu terbuka 2007) .
dengan suami ini karena dia melamar Ada beberapa alasan umum mengapa
terus saya takut dia tertular… jadi saya pengasuh enggan untuk mengungkapkan
sampaikan apa adanya”.(ibu HIV positif, HIV untuk anak-anak mereka, yaitu: (1)
23 th, SMP, IRT) Ketakutan bahwa anak yang terinfeksi
menjadi tidak baik setelah terungkapnya
Dengan alasan kenyamanan hidup di status HIV, terutama dalam keluarga di
masyarakat, 3 pengasuh lebih memilih mana diagnosis masih dirahasiakan; (2)
untuk tidak membuka status HIV kepada Ketakutan terhadap stigma, penolakan, dan
orang lain, seperti pernyataan pengasuh 2 hilangnya dukungan oleh
berikut: keluarga/komunitas; (3) Keinginan untuk
“Saya nyaman dengan orang lain tidak melindungi anak dari kekhawatiran tentang
tahu status kami, bahkan ibu mertua dan masa depannya; (4) Kemungkinan bahwa
keluarga yang lain tidak kami beritahu. beban mengerti status HIV-nya akan
Saya tidak bisa membayangkan kalau menyebabkan depresi atau masalah
masyarakat tahu status kami, ini kami juga kesehatan mental; (5) Perasaan bersalah
baru pindah ikut mertua...surat-surat KK dan malu dapat mencegah pengasuh
dan lain-lain untuk minta jaminan terinfeksi HIV mengungkapkan infeksi
kesehatan juga belum kami urus, takut mereka sendiri untuk anak mereka
ditanya pak lurah dan perangkatnya (Empelen, 2005).
macam-macam. Karena pak lurah itu
tetangganya mas N, kalau mereka tahu ya Membuka Status HIV
nyebar semua ke masyarakat. mungkin Kondisi berbeda terjadi pada pengasuh
mereka takut dan tidak mau menerima dari wilayah Kudus. Mayoritas pengasuh
ya...”. (ibu HIV positif, 25 th, SMA, telah membuka status HIV anak maupun
Guru/wiyata bhakti). pengasuh itu sendiri. Adanya pertemuan
rutin yang dimobilisasi oleh MK Kudus
Sikap negatif pengasuh untuk tidak dengan pemberian informasi tentang
mengungkapkan status HIV positif kepada perawatan HIV/AIDS, meningkatkan
orang lain hampir semuanya terjadi pada pengetahuan pengasuh sehingga mereka
pengasuh di wilayah Temanggung. bersikap positif untuk mengungkapkan
Mereka menutup status dengan cara status HIV. Pengasuh 7 menunjukkan
membatasi kontak sosial dan sering sikap positif dan lebih bisa menerima
berpindah tempat tinggal untuk kenyataan setelah mengalami pengalaman

Sikap Pengasuh Anak Balita Yang Terinfeksi HIV/AIDS Di Kabupaten Temanggung Dan Kudus 69
Ernawati
buruk kehilangan suami dan dua anaknya. Seorang ibu sebagai pengasuh 2 telah
Berikut ini pernyataannya: mengetahui bahwa gejala sakit pada anak
“sebenarnya sejak bapaknya ketahuan adalah gejala AIDS karena hampir sama
HIV bulan juni 2011, terus saya dan anak dengan yang dia alami. Namun ketakutan
disarankan tes juga. Karena waktu itu pada stigma dari masyarakat mengalahkan
saya menunggui anak ke III sakit di RS, keberaniannya memeriksakan sedini
untuk tes saya tunda dulu. Setelah itu mungkin dan tidak membuka status HIV
periksa, saya kaget ternyata sakitnya kok anak sampai berusia 26 bulan, berikut
itu...tidak ada obatnya. Misalnya bapaknya pernyataannya:
tidak ketahuan, ya...tidak ketahuan ”ketahuan umur 26 bulan...baru kemarin,
semua”(ibu HIV positif, 32 th, SMA, kurang lebih setengah bulanan. Tapi ya
Pelayan toko) sebenarnya saya tahu sudah lama tapi
saya tidak pernah buka...cuma biarkan
Pengalaman pribadi merupakan salah saja. Nanti kalau masyarakat tahu terus
satu faktor pembentuk sikap (Azwar, bersikap memusuhi...bagaimana
1995). Supaya dapat memberi tanggapan ya...soalnya disini yang sakit seperti ini
dan penghayatan, seseorang harus tidak ada, ada dulu... tapi sekarang sudah
mempunyai pengalaman yang berkaitan meninggal. Saya tidak bisa membayangkan
dengan obyek psikologis. Tidak adanya kalau masyarakat tahu status kami, ini
pengalaman sama sekali dengan suatu kami juga baru pindah ikut mertua...surat-
obyek psikologis cenderung akan surat KK dan lain-lain untuk minta
membentuk sikap negatif terhadap suatu jaminan kesehatan juga belum kami urus,
obyek tertentu. takut ditanya pak lurah dan perangkatnya
Ibu sebagai pengasuh terbukti mampu macam-macam. Karena pak lurah itu
bersikap lebih baik dalam merawat anak tetangganya mas N, kalau mereka tahu ya
yang terinfeksi HIV/AIDS. Meskipun saat nyebar semua ke masyarakat. mungkin
awal membuka status HIV, pengasuh mereka takut dan tidak mau menerima
mendapat perlakuan berbeda dari ya...”. (ibu HIV positif, 25 th, SMA, Guru
masyarakat. Namun seiring waktu dan /Wiyata Bhakti).
budaya masyarakat pedesaan dimana
kekerabatan masih kuat, lebih cepat bisa Ketakutan stigma dilaporkan oleh
menerima penderita. pengasuh 1 berikut pernyataannya:
Pengungkapan kepada anggota “mungkin kalau masyarakat tahu, tidak
keluarga memiliki pro dan kontra. Hal ini mau menerima ya, makanya sampai saat
dapat meningkatkan kedekatan, tetapi juga ini belum ada yang kami beritahu tentang
dapat meningkatkan stres. Namun, sakitnya adik”. Hanya ibu saya yang tahu,
pengungkapan status HIV sangat penting kalau saudara yang lain belum tahu
manfaatnya, yaitu: (1) menghindari risiko mungkin ya karena kami tidak beritahu
peningkatan penularan HIV di antara tapi kalau tahu dari orang lain ya... saya
pasangan seks; (2) Membantu tidak tahu”.(ibu HIV positif, 26 th, D1,
mendapatkan tambahan dukungan, IRT)
termasuk akses terhadap pengobatan dan
membantu mengikuti program Ketakutan akan stigma pengasuh ini bukan
perencanaan kehamilan, penggantian tanpa alasan. Pengasuh 2 merasa takut
pemberian makanan untuk bayi, perawatan tidak diterima oleh masyarakat karena
dan perencanaan masa depan; (3) tidak ada kasus yang sama di lingkungan
mempengaruhi orang lain yang masih takut sekitar rumah. Pengasuh merasa sendiri
pengungkapan dan meningkatkan dan menutup diri karena tidak pernah
pengetahuan tentang HIV dan mengikuti pertemuan kelompok dukungan
transmisinya(Empelen, 2005) sebaya (KDS). Sikap pengasuh tentang
Stigma Masyarakat HIV dan stigma terkait HIV adalah dua hal
yang dapat mempengaruhi pengasuhan.

70 Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 62-73


Ketakutan tidak diterima dan ditolak ibu juga yang menjaga...
masyarakat serta tidak adanya dukungan memandikan...menyuapi...sayanglah sama
keluarga dan masyakat bisa menghambat cucunya. Kalau saudara yang lain belum
kemauan kelompok risiko tinggi penderita tahu mungkin ya karena kami tidak
HIV melakukan tes pemeriksaan, mereka beritahu tapi kalau tahu dari orang lain
tidak ingin tahu tentang status HIVnya. ya... saya tidak tahu”.
Pengasuh yang hidup dengan HIV
tidak hanya harus mengatasi gejala-gejala Diskriminasi dari petugas kesehatan
kesehatan fisik mereka sendiri, rejimen masih dilaporkan oleh beberapa pengasuh,
obat kompleks (Gwadz; et all, 1999) terutama di RS Daerah. Begitu juga oleh
stigma dan takut kematian terkait AIDS, pegawai pemerintahan pada saat pengasuh
tetapi juga harus merawat keluarga membutuhkan kelengkapan dokumen
mereka. Banyak pengasuh mengalami administrasi untuk perawatan di RS. Anak-
beban psikologis dan stress yang anak yang hidup dengan virus HIV/AIDS
mempengaruhi kesehatan mental secara sangat membutuhkan dukungan dari
keseluruhan. Depresi biasanya umum lingkungan terdekat, dan dalam hal ini
terjadi diantara pengasuh saat mereka lingkungan terdekat mereka adalah
berjuang dengan keterbatasan keuangan keluarga. Namun bila keluarga tersebut
dan menyediakan dukungan keluarga dan mengalami stigma dan diskriminasi dari
anak-anak mereka. Banyak pengasuh tidak masyarakat maka semakin susah bagi
dapat bekerja karena kesehatan fisik keluarga tersebut untuk membesarkan
mereka yang buruk, menciptakan kesulitan anak-anaknya.
ekonomi yang dapat menghancurkan Diskriminasi terhadap penderita
(UNGASS, 2005). HIV/AIDS terjadi juga di Cina. Penelitian
menemukan bahwa beberapa orangtua
Diskriminasi yang bekerja dipecat oleh perusahaan
Perlakuan diskriminasi yang dilakukan tertentu karena mereka HIV-positif
tenaga kesehatan disampaikan oleh sehingga menyebabkan pengangguran dan
pengasuh 1, berikut ini kutipannya: pendapatan rendah keluarga. Selain itu,
“Saya belum pernah membawa ke RS meningkatnya biaya kesehatan untuk
setelah diketahui sakit ini, paling ke bidan penderita HIV/AIDS dapat menghambat
dekat rumah, tapi saya tidak memberitahu akses dan pemenuhan kebutuhan paling
bahwa anak saya sakit AIDS dan selama dasar seperti makanan, obat, perumahan
ini pelayanannya baik, tapi tidak tahu dan pendidikan untuk anak-anak (China
ya...kalau dia mengetahui status sakit adik Nanfang Zhoumo News AIDS mother,
tanggapannya bagaimana”. (ibu HIV 2004).
positif, 26 th, D1, IRT) Orang hidup dengan AIDS (ODHA)
mengalami proses berduka dalam
Selain itu, diskriminasi dari keluarga besar kehidupannya dimana mereka memerlukan
pernah dirasakan pengasuh 1, oleh karena sebuah proses yang seharusnya mendorong
pengalaman menyakitkan tersebut pada penerimaan terhadap kondisi mereka.
membuatnya menutup status HIV/AIDS Namun masyarakat dan lembaga terkadang
terhadap orang lain. berikut kutipannya: memberikan opini negatif serta
“Neneknya (ibu saya) sudah tahu kalau M memperlakukan ODHA dan keluarganya
sakit seperti saya, awalnya ya...sinis, sebagai warga masyarakat kelas dua. Hal
sering bilang ke saya penyakit seperti itu ini menyebabkan melemahnya kualitas
kok ditular-tularkan ke anak. Dulu waktu hidup ODHA ( UNAIDS, 2002).
masih tinggal serumah juga perlakuan
kepada kami dibedakan, piring dan gelas SIMPULAN
disendirikan...padahal ibu sendiri ya..., Beberapa pengasuh bersikap positif dengan
tapi sekarang sama anak saya baik mengungkapkan status HIV anaknya
kok...kemarin waktu saya opname di RS, kepada keluarga dan masyarakat serta

Sikap Pengasuh Anak Balita Yang Terinfeksi HIV/AIDS Di Kabupaten Temanggung Dan Kudus 71
Ernawati
mendukung program terapi untuk anak. status HIV anak dengan menyangkal
Sebagian besar pengasuh masih menutupi diagnosis, tidak mau melakukan
pemeriksaan serta tidak mendukung Prevention, From : Journal of Sex
program pengobatan yang Education and Therapy, Vols. 24:81–
direkomendasikan petugas kesehatan 88.
karena takut stigma dan diskriminasi Kipp W, Tindyebwa D, Rubaale T,
masyarakat. Karamagi E, Bajenja E.E. 2007. Family
caregivers in rural Urganda:the hidden
KEPUSTAKAAN reality.Health Care Women Int, Nov-
Dec, Vols. 28(10):856-71.
Arida S, Torsak B, Wichitra A, Pitch B, Mboi N. 2010. Dampak Epidemi Ganda
Chitsanu P & Jintanat A. Attitude of AIDS dan Narkoba pada Anak
Thai Caregivers of Children With HIV Indonesia. Available from URL:
Infection Toward HIV Disclosure. 3, http://www.ifppd.org.
Thailand : Vulnerable Children and Messer LC , et al. 2010. Prevalence and
Youth Studies:An International Predictor of HIV Related Stigma
Interdisciplinary Journal for Research, Among Institutional and Community
Policy and Care, 2007, Vol. Based Caregivers of Orphans and
2:10.1080/17450120701593696 Vulnerable Children Living in Five
Avert. 2011. Children, HIV and AIDS. Less-Wealthy Countries. pp.504,
Available from URL: England : BMC Public Health, Vol.
http://www.avert.org/children.htm. 10:1471-2458
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Muhaimin.T. 2009. Dampak HIV/AIDS
Pengukurannya. Edisi ke-1. dalam Keluarga terhadap Kualitas
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hidup Anak. Universitas Indonesia,
Baumrind D. 1980. New directions in Fakultas Kesehatan Masyarakat,
socialization research. 639–652. Program Doktor Ilmu Kesehatan
American Psychologist, Vol. 35. Masyarakat.Disertasi.
doi:10.1037/0003-066X.35.7.639. Muoghalu SA and Jegede CO. 2010. The
D'Cruz, P. 2002. Caregivers' experiences Role of Culture Practice and The
of informal support in the context of Family in The Care for People Living
HIV/AIDS. The Qualitative Report. With HIV/AIDS Among The Igbo of
India : Available from URL: Anambra State, Nigeria., pp.981-1006,
http://www.nova.edu/ssss/QR/QR7- Nigeria : Social Work In Health Care,
3/dcruz.html, September, Vol. 7(3). Vol. 49(10). ISSN: 1541-034X
Djati WR, Elisabet SA, Widyastuti, Parke, RD. 1996. Fatherhood. Harvard
Hironimus RS dan Satyawanti. 2011. University Press. Cambridge
Wajah-Wajah yang Terlupakan. UNAIDS. 2010. UNAIDS report on the
Cetakan kedua. PKBI Daearah Jawa global AIDS epidemi'. Children, HIV
Tengah. Semarang and AIDS. Available from URL:
Empelen VP. 2005. What is the impact of http://www.avert.org/children.htm. .
HIV on families? Copenhagen, WHO United Nations General Assembly special
Regional Office for Europe (Health Session (UNGASS). 2010. Indonesia
Evidence Network report; From : Country Progress Report. HIV and
http://www.euro.who.int AIDS in Asia. Available from URL:
Gwadz M, De Vogli R, Rotheram, Borus http://www.Avert.org/aids-asia.htm .
MJ, Diaz MM, Cisek T, James NB, et United Nations General Assembly Special
al. 1999. Behavioral practices regarding Session (UNGASS). 2005. Kofi
combination therapies for HIV/AIDS. Annan’s Message on International Day
Special Issue: Researching HIV/STD of Families. Available from URL:
Risk Behavior: Implications for http://www.un.org

72 Jurnal Keperawatan Komunitas . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 62-73


UNAIDS. 2002. Lawanlah Stigma dan Perang Melawan HIV/AIDS.
Diskriminasi Untuk Memenangi
Available from URL: http://mitrainti.org.
Diakses 11 Januari 2011.
UNICEF, 2011. Innocenti Research
Centre. Caring for Children Affected by
HIV and AIDS. Florence, Italy.
Available from URL:
http://www.unicef-irc.org
World Health Organization (WHO). 2005.
What is impact of HIV on Families?.
Available from URL:
http://www/eouro.who.int.

Sikap Pengasuh Anak Balita Yang Terinfeksi HIV/AIDS Di Kabupaten Temanggung Dan Kudus 73
Ernawati

You might also like