You are on page 1of 3

Perubahan Iklim Berisiko Memicu Migrasi

Ratusan Juta Penduduk Bumi

Happy Ferdian Syah Utomo

21 Mar 2018, 20:20 WIB





 0

38

Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Liputan6.com, London - Puluhan juta orang di beberapa wilayah termiskin di dunia berisiko
'lenyap' dalam beberapa dekade mendatang akibat perubahan iklim, demikian peringatan
Bank Dunia dalam sebuah laporan terbaru.

Dilansir dari CNN pada Rabu (21/3/2018), laporan yang berjudul 'Groundswell: Preparing
for Internal Climate Migration' itu menunjukkan bahwa bahwa lebih dari 143 juta orang di
Asia Selatan, Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin berisiko terkena dampak langsung
perubahan iklim.
Kekeringan, gagal panen, dan naiknya air laut akibat peruabahn iklim bisa memaksa jutaan
orang pindah ke tempat lain, yang berpotensi tidak siap untuk menerima masuknya orang-
orang tambahan.

Laporan yang sama juga menunjukkan bahwa jenis migrasi ini akan naik hingga 2050
mendatang. Pengecualiannya adalah jika ada penurunan signifikan pada emisi gas rumah
kaca.

Baca Juga

 Solastalgia, Bentuk Kerinduan di Tengah Ancaman Perubahan Iklim Global


 7 Skenario Kiamat Manusia yang Masuk Akal Secara Ilmiah
 Studi: Perubahan Iklim Paling Bikin Wanita Sengsara Dibandingkan Pria

Jumlah migrasi tersebut mencakup kemungkinan 86 juta imigran dari Afrika Sub-Sahara, 40
juta dari Asia Selatan dan 17 juta dari Amerika Latin. Ketiga wilayah itu disebut mewakili 55
persen dari total populasi di seluruh negara berkembang.

"Setiap hari, perubahan iklim menjadi ancaman ekonomi, sosial, dan eksistensial yang
mendesak bagi negara dan masyarakat mereka," jelas pemimpin Bank Dunia, Kristalina
Georgiva.

"Semakin, kita melihat perubahan iklim menjadi mesin migrasi, memaksa individu, keluarga
dan bahkan seluruh komunitas untuk mencari tempat untuk bertahan hidup," lanjutnya.

Laporan tersebut juga menyebut daerah-daerah paling miskin adalah wilayah yang paling
rentan terkena dampak langsung perubahan iklim.

Adapun, wilayah-wilayah yang akan diserbu oleh gelombang migrasi besar-besaran ini, di
antaranya adalah kota-kota di dataran rendah, kawasan pesisir, serta beberapa daerah lainnya
yang memiliki sumber air dan pertanian berkapasitas tinggi.

Ketika wilayah-wilayah di atas dibanjiri oleh para migran akibat perubahan iklim, maka
trennya akan berubah menjadi 'bencana titik temu', yang akan berdampak pada penurunan
kualitas daya tampung.

"Banyak daerah perkotaan ... perlu mempersiapkan masuknya gelombang migrasi manusia,
termasuk melalui perbaikan perumahan dan infrastruktur transportasi, layanan sosial, dan
kesempatan kerja," tulis laporan tersebut.

Laporan ini memprediksi bahwa prediksi problematika titik temu akibat perubahan iklim ini
akan muncul pada tahun 2030, dan kemungkinan bertambah banyak pada tahun 2050.

Selain mendesak pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca, laporan ini juga
menunjukkan bahwa pemerintah, terutama di wilayah rentan bencana alam, perlu
melipatgandakan perhatian isu migrasi ini sebagai bagian dari rencana pembangunan.

"Para pemimpin dunia perlu bersama mempelajari dan memahami fenomena ini secara lebih
dalam, serta mulai memikirkan solusi penanganannya sejak dini," tukas laporan tersebut

You might also like