Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Kelompok 1
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................ii
BAB I....................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................1
BAB II...................................................................................................3
TINJAUAN TEORITIS........................................................................3
2.1 Perubahan Sistem Reproduksi................................................3
2.2 Perubahan Sistem Pencernaan................................................7
2.3 Perubahan Sistem Perkemihan...............................................8
2.4 Perubahan Tanda-tanda Vital................................................10
BAB III................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................13
3.1 Saran..........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................iii
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang perubahan fisiologis masa
nifas.
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tentang perubahan sistem
reproduksi uterus dan vagina pada masa nifas.
2. Untuk mengetahui tentang perubahan sistem
pencernaan pada masa nifas.
3. Untuk mengetahui tentang perubahan sistem
perkemihan pada masa nifas.
4. Untuk mengetahui tentang perubahan tanda-tanda vital
pada masa nifas.
2
5.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
Proses involusi adalah sebagai berikut:
1. Iskemia Miometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang
terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta
sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2. Atrofi Jaringan
Atrofi Jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormone estrogen saat pelepasan plasenta.
3. Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot uterus yang telah mengendur
hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan
3
lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama
kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
4. Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah
yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus.
Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan (Pitriani
dan Andriyani, 2014: 63).
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti
sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus
selama postpartum adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perubahan normal pada uterus selama postpartum
Berat Diameter
Involusi Uteri TFU
Uterus Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 12,5 cm
gram
7 hari Pertengahan 500 gram 7,5 cm
(Minggu ke-1) pusat dan
simpisis
14 hari Tidak teraba 350 gram 5,0 cm
(Minggu ke-2)
6 Minggu Normal 60 gram 2,5 cm
Sumber: (Pitriani dan Andriyani, 2014: 64)
4
pembuluh darah dipecah menjadi dua fagositosis. Enzim
proteolitik diserap oleh serat otot yang disebut autolysis.
Lisozim dalam sel ikut berperan dalam proses ini. Produk ini
dibawa oleh pembuluh darah yang kemudian disaring di ginjal.
Lapisan desidua yang dilepaskan dari dinding uterus
disebut lokia. Endometrium baru tumbuh dan terbentuk selama
10 hari postpartum dan menjadi sempurna sekitar 6 minggu.
Proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu. Selama proses
involusi uterus berlangsung, berat uterus mengalami
penurunan dari 1000 gram menjadi 600 gram, dan ukuran
uterus berubah dari 15 x 11 x 7,5 cm menjadi 7,5 x 5 x 2,5 cm.
Setiap minggu, berat uterus turun sekitar 500 gram dan serviks
menutup hingga selebar 1 jari.
Proses involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi
fundus uteri (TFU). Pada hari pertama, TFU di atas simfisis
pubis atau sekitar 12 cm. Proses ini terus berlangsung dengan
penurunan TFU 1 cm setiap harinya, sehingga pada hari ke-7
TFU berkisar 5 cm dan pada hari ke-10 TFU tidak teraba di
simfisis pubis (Bahiyatun, 2009: 60).
Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran
desidua/ endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan
plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat
serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna
dan jumlah lochea. Menyusui akan mempercepat proses
involusi. Desidua yang tersisa di dalam uterus setelah
pelepasan dan ekspulsi plasenta dan membrane terdiri dari
lapisan zona basalis (pada tempat perlekatan plasenta) dan
desidua paarietalis (melapisi bagian uterus).
Uterus, segera setelah kelahiran bayi, plasenta, dan
selaput janin, beratnya sekitar 1000 gram. Berat uterus
menurun sekitar 500 gram pada akhir minggu pertama
5
pascapartum dan kembali pada berat yang biasanya pada saat
tidak hamil, yaitu 70 gram pada minggu kedelapan
pascapartum (Varney, 2008).
B. Vagina
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami
penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan
kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan
kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi
karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara.
Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan
saat sebelum persalinan pertama (Pitriani dan Andriyani, 2014:
65-66).
Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar,
mungkin mengalami beberapa derajat oedema dan memar, dan
celah pada introitus. Setelah satu hingga dua hari pertama
pascapartum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak
lebar dan vagina tidak lagi edema. Sekarang vagina menjadi
berdinding lunak, lebih besar dari biasanya, dan umumnya
longgar. Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina
sekitar minggu ketiga pascapartum. Ruang vagina selalu
sedikit lebih besar daripada sebelum kelahiran pertama. Akan
tetapi, latihan pengencangan otot perineum akan
mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita secara
perlahan mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini
sempurna pada akhir puerperium dengan latihan setiap hari.
Abrasi dan laserasi vulva dan perineum mudah sembuh
termasuk yang memerlukan perbaikan (Varney, 2008).
6
2.2 Perubahan Sistem Pencernaan
7
pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat
kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya
refleks hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada
perineum akibat luka episiotomi (Bahiyatun, 2009: 61).
Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua
jam setelah melahirkan. Kecuali ada komplikasi pelahiran, tidak
ada alasan untuk menunda pemberian makan pada wanita
pascapartum yang sehat lebih lama dari waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan pengkajian awal (Varney, 2008).
Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium
awal karena kurangnya makanan padat selama persalinan dank
arena wanita menahan defekasi. Wanita mungkin menahan
defekasi karena perineumnya mengalami perlukaan atau karena ia
kurang pengetahuan dan takut akan merobek atau merusak jahitan
jika melakukan defekasi (Varney, 2008).
8
kala dua persalinan dan pengeluaran urine yang tertahan selama
proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan oleh adanya
trauma saat persalinan berlangsung dan trauma ini dapat
berkurang setelah 24 jam postpartum (Bahiyatun, 2009: 61).
Pelvis renalis dan ureter, yang meregang dan dilatasi
selama kehamilan, kembali normal pada lahir minggu keempat
pascapartum. Segera setelah pascapartum kandung kemih,
oedema, mengalami kongesti, dan hipotonik, yang dapat
menyebabkan overdistensi, pengosongan yang tidak lengkap, dan
residu urin yang berlebihan kecuali perawatan diberikan untuk
memastikan berkemih secara periodic. Uretra jarang mengalami
obstruksi, tetapi mungkin tidak dapat dihindari akibat persalinan
lama dengan kepala janin dalam panggul. Efek persalinan pada
kandung kemih dan uretra menghilang dalam 24 jam pertama
pascapartum, kecuali wanita mengalami infeksi saluran kemih
(Varney, 2008).
Diuresis mulai segera setelah melahirkan dan berakhir
hingga hari kelima pascapartum. Keluaran urin mungkin lebih
dari 3000 ml per hari. Dieresis adalah rute utama tubuh untuk
membuang kelebihan cairan interstisial dan kelebihan volume
darah. Hal ini merupakan penjelasan terhadap prespirasi yang
cukup banyak yang dapat terjadi selama hari-hari pertama
pascapartum (Varney, 2008).
9
2.4 Perubahan Tanda-tanda Vital
A. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada
pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh
anggota tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia adalah
sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolic 60-8-mmHg. Pasca
melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak
berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca
melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan
tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda
terjadinya pre eklamsia post partum. Namun demikian, hal
tersebut sangat jarang terjadi (Pitriani dan Andriyani, 2014: 71-
72).
Tekanan darah segera setelah melahirkan, banyak
wanita mengalami peningkatan sementara tekanan darah
sistolik diastolic, yang kembali secara spontan ke tekanan
darah sebelum hamil selama beberapa hari. Bidan bertanggung
jawab mengakji resiko preeclampsia pascapartum, komplikasi
yang relatif jarang, tetapi serius, jika peningkatan tekanan
darah signifikan (Varney, 2008).
B. Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat
Celcius. Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat
Celcius dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8
derajat celcius. Sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya
suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 38
derajat celcius, mungkin terjadi infeksi pada klien (Saleha,
2009).
Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit
meningkat selamaperiode intrapartum dan stabil dalam 24 jam
10
pertama pascapartum (Varney, 2008). yang relatif jarang, tetapi
serius, jika peningkatan tekanan darah signifikan (Varney,
2008).
C. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per
menit. Pasca melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi
maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per
menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan
post partum (Pitriani dan Andriyani, 2014: 71).
Denyut nadi, yang meningkat selama persalinan akhir,
kembali normal setelah beberapa jam pertama pascapartum.
Hemorargi, demam selama persalinan, dan nyeri akut atau
persisten dapat mempengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi
di atas 100 selama puerperium, hal tersebut abnormal dan
mungkin menunjukkan adanya infeksi atau hemoragi
pascapartum lambat (Varney, 2008).
D. Pernapasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah
16-24 kali per menit. Pada ibu post partum umumnya
pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam
keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan
pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada
saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi
lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Pitriani dan
Andriyani, 2014: 72).
Fungsi pernapasan kembali pada rentang normal anita
selama jam pertama pascpartum. Napas pendek, cepat atau
perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi
11
seperti kelebihan cairan, eksaserbasi asma, dan embolius paru
(Varney, 2008).
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1 Saran
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Rini, Susilo dan Kumala, Feti. 2016. Panduan Asuhan Nifas dan
Evidence Based Practice. Yogyakarta: Deepublish.