You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi dari rahim ibu melalui
jalan lahir atau dengan jalan lain, yang kemudian janin dapat hidup di dunia luar.
Persalinan normal (WHO) adalah dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri
dan melalui jalan lahir), beresiko rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang
kepala pada usia kehamilan antara 37-42 minggu setelah persalinan ibu maupun bayi
berada dalam kondisi baik. Tingginya kasus kematian dan kesakitan ibu di banyak
negara berkembang, terutama disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Sebagian
besar penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut dapat dicegah upaya
pencegahan yang efektif.

Angka Kematian Ibu ( AKI ) karena bersalin di Indonesia masih tinggi. Sebagian
besar kasus perdarahan pada persalinan terjadi selama persalinan kala tiga. Diperkirakan
ada 14.000.000 kasus perdarahan dalam kehamilan paling sedikit 128.000 perempuan
mengalami perdarahan sampai meninggal.

Sebagian kematian tersebut terjadi dalam waktu empat jam setelah melahirkan
dan merupakan akibat dari masalah yang timbul selama persalinan kala tiga. Perdarahan
pasca persalinan didefinisikan sebagai kehilangan darah sebanyak lebih dari 500 ml
setelah kelahiran dan perdarahan pasca persalinan berat didefinisikan kehilangan darah
lebih dari 1000 ml.

Penyebab umum terjadinya perdarahan pasca persalinan dini yang berat (yang
terjadi 24 jam setelah melahirkan) adalah atonia uteri (kegagalan rahim untuk
berkontraksi sebagaimana mestinya setelah melahirkan). Plasenta yang tertinggal, vagina
yang robek dan uterus yang turun atau inversi juga merupakan sebab dari perdarahan
pasca persalinan. Angka kematian Ibu juga dipengaruhi karena kurangnya pengawasan
ketat pasca persalinan (kala IV persalinan). Kala IV ini adalah masa dua jam setelah
plasenta lahir. Dalam kala IV ini ibu masih membutuhkan pengawasan yang intensif
karena dikhawatirkan akan terjdi pendarahan. Pada keadaan ini atonia uteri masih
mengancam. Oleh karena itu kala IV ibu pasca bersalin belum boleh dipindahkan
kekamarnya dan tidak boleh ditinggalkan oleh bidan. Selama masih dalam proses kala IV

1
ibu berada dalam masa kritis maka harus selalu dilakukan pemantauan kala IV oleh
bidan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja asuhan yang diberikan kepada ibu bersalin kala III ?
2. Apa saja asuhan yang diberikan kepada ibu bersalin kala IV ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui asuhan yang diberikan kepada ibu bersalin kala III.
2. Untuk Mengetahui asuhan yang diberikan kepada ibu bersalin kala IV.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kala III Persalinan


1. Manajemen aktif kala III
Kala III Persalinan merupakan persalinan yang dimulai saat proses pelahiran
bayi selesai dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala
persalinan plasenta. Kala tiga persalinan berlangsung rata-rata 5 dan 10 menit. Akan
tetapi, kisaran normal kala tiga sampai 30 menit. Risiko perdarahan meningkat
apabila kala tiga lama dari 30 dan 60 menit. (Mary Fances Moorhouse : 2001 edisi 2
halaman 313).
Manajemen Aktif Kala Tiga adalah mengupayakan kontraksi yang adekuat
dari uterus dan mempersingkat waktu kala tiga, mengurangi jumlah kehilangan darah,
menurunkan angka kejadian retensio plasenta (Susilawati, 2009, hal. 140).
Cara penatalaksanaan kala persalinanan plasenta dapat menyebabkan variasi
jumlah perdarahan yang dialami ibu. Percobaan kala tiga Bristol di Ingris, yang
umumnya memberikan obat oksitosin pada ibu setelah bayi baru lahir (untuk
memastikan distosia bahu tidak terjadi), menunjukkan bahwa lebih sedikit darah yang
hilang pada penatalaksanaan aktif kala tiga persalinan dibandingkan pada
penatalaksanaan fisiologis kala tiga.
Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga adalah pemberian oksitosin segera setelah
perlahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran
plasenta. Penelitian selanjutnya menginformasikan kehilangan darah yang jauh lebih
sedikit pada penatalaksanaan aktif kala tiga, bahkan pada populasi yang beresiko
rendah mengalami perdarahan post-partum. Bidan harus yakin bahwa hanya ada satu
bayi yang akan dilahirkan sebelum memberikan oksitosin setelah pelahiran (Varney,
2008, hal. 827).
Pemijatan uterus setelah pelahiran plasenta direkomendasikan oleh banyak
orang untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin,ergonovin, dan
multilergenovin digunakan digunakan secara luas pada persalinan normal kala III,
tetapi waktu pemberian berbeda pada berbagai institusi. Oksitosin yang diberikan
sebelum pelahiran plasenta akan mengurangi perdarahan. Namun, jika obat ini

3
diberikan sebelum pelahiran plasenta, dapat memerangkap neonatus kembar yang
kedua, yang belum terlahir dan yang tidak terdiagnosis (Williams, 2013, hal. 417).
Manajemen Aktif Kala Tiga telah dianggap sebagai cara menurunkan
hemoragi postpartum pada ibu dengan factor resiko peningkatan kehilangan darah dan
manajemen ini telah didukung oleh World Health Organization sebagai suatu cara
menurunkan perdarahan postpartum ketika ada keterbatasan akses mendapatkan
produk darah atau sumber lain. Manajemen aktif meliputi penggunaan oksitosin atau
ergotamin baik pada kelahiran bahu anterior bayi atau segera setelah kelahiran bayi,
pengkleman awal tali pusat, dan penarikan terkontrol terhadap tali pusat untuk
memudahkan kelahiran plasenta. Dalam hal penatalaksanaan kala tiga, contoh hal
tersebut pada situasi ketika ibu meminta secara spesifik agar obat uteronika tidak
digunakan, keinginan ibu tersebut harus di catat dalam catatan klien pada masa
antenatal. (Myles, 2011, Hal.499)
1) Tujuan Manajemen Aktif Kala Tiga
Manajemen Aktif Kala Tiga bertujuan untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif dan efisien sehingga dapat memperpendek waktu kala Tiga
persalinan dan mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan
fisiologis. Hati – hati :
a. Dugaan kehamilan ganda
b. Riwayat retensi plasenta
c. Inversi Uteri ( Yanti, 2010, hal .199 )
Tujuan manajemen aktif kala Tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu keluarnya plasenta,
mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis (Sondakh, 2013, hal .136).
2) Keuntungan Manajemen aktif kala Tiga
a. Mengurangi kejadian perdarahan postpartum
b. Mengurangi lamanya kala tiga
c. Mengurangi penggunaan tranfusi darah
d. Mengurangi penggunaan terapi oksitosin (Sulistyawati, 2010, hal.160).
Penilitian klinis telah menunjukkan bahwa manajemen aktif kala Tiga dapat
menurunkan kejadian perdarahan postpartum, memperpendek waktu yang dibutuhkan
untuk kelahiran plasenta, mengurangi kemungkinan, terjadinya retensio plasenta dan
mengurangi penggunaan transfusi darah dan terapi oksitosin. Berdasarkan penelitian
4
ini, WHO telah merekomendasikan agar semua dokter dan bidan melaksanakan
manajemen aktif kala Tiga.
3) Langkah – Langkah Manajemen Aktif Kala Tiga
1. Manajemen Aktif Kala III Terdiri dari 3 Langkah Utama yaitu :
a. Pemberian suntikan Oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
b. Melakukan Penegangan Tali pusat Terkendali
c. Masase Fundus Uteri
2. Pemenuhan kebutuhan ibu pada Kala III
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
a. Memberikan kesempatan pada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui
segera.
b. Memberitahukan setiap tindakan yang akan dilakukan.
c. Pencegahan infeksi pada kala III.
d. Memantau keadaan ibu ( TTV, Kontraksi dan perdarahan ).
e. Melakukan kolaborasi atau rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.
f. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
g. Memberikan motifasi dan pendampingan kala III

3. Pemeriksaan plasenta, selaput ketuban dan tali pusat


a. Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk
memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang
hilang).
b. Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk
memastikan tidaka ada bagian yang hilang.
c. Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan
tidak adanya kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata).
d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
e. Ukur panjang tali pusat dan dimana letak insersinya.
B. Kala IV Persalinan

Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2010) Kala IV merupakan dimulai


dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam, dan dilakukan observasi terahadap perdarahan
pasca persalinan, dan paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang
dilakukan adalah sebagai berikut :

5
a) Tingkat kesadaran pasien
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, sushu, dan
pernafasan.
c) Kontraksi uterus
d) Terjadinya pendarahan. Pendrahan dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400-500 cc.

1. Evaluasi kala IV (kontraksi uterus, robekan jalan lahir)

Kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan


dan pengembalian uterus kebentuk normal. Kontraksi uterus yang tak kuat dan terus
menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri yang dapat mengganggu
keselamatan ibu.Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca pengeluaran plasenta sangat
penting untuk diperhatikan.Untuk membantu uterus berkontraksi dapat dilakukan
dengan masase agar tidak menjadi lembek dan mampu berkontraksi dengan kuat.
Kalau dengan usaha ini uterus tidak mau berkontraksi dengan baik dapat diberikan
oksitosin dan harus diawasi sekurang-kurangnya selama satu jam sambil mengamati
terjadinya perdarahan post partum.
2. Perkiraan darah yang hilang

Perkiraan darah yang hilang sangat penting untuk keselamatan ibu, namun
untuk menentukan banyaknya darah yang hilang sangatlah sulit karena sering kali
bercampur cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap kain, handuk atau sarung.
Sulitnya menilai kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah
sarung, karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika
terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Mengumpulkan darah dengan wadah atau
pispot yang diletakkan dibawah bokong ibu bukanlah cara yang efektif untuk
mengukur kehilangan dan bukan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas
wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan
menyusui bayinya.
Cara yang baik untuk memperkirakan kehilangan darah adalah dengan
menyiapkan botol 500 ml yang digunakan untuk menampung darah dan dinilai berapa
botol darah yang telah digunakan untuk menampung darah, kalau setengah berarti 250
ml dan kalau 2 botol sama dengan 1 liter. Dan ini merupakan salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu.

6
Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui
penampakan gejala dan tekanan darah. Kalau menyebabkan lemas, pusing dan
kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi
sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml. Kalau ibu mengalami
syok hipovolemik maka ibu telah kahilangan darah 50% dari total darah ibu (2000-
2500 ml).
Perdarahan pasca persalinan sangat penting untuk diperhatikan karena sangat
berhubungan erat dengan kondisi kesehatan ibu.Akibat banyaknya darah yang hilang
dapat menyebabkan kematian ibu.Perdarahan terjadi karena kontraksi uterusyang
tidak kuat dan baik, sehingga tidak mampu menjepit pembuluh darah yang ada
disekitarnya akibatnya perdarahan tak dapat berhenti.Perdarahan juga dapat
disebabkan karena adanya robekan perineum, serviks bahkan vagina dan untuk
menghentikan perdarahannya maka harus dilakukan penjahitan.
3. Penjahitan luka episiotomi atau laserasi

Laserasi perineum adalah robekan jaringan antara pembukaan vagina dan


rektum. Luka jahitan perineum bisa disebabkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah
karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan maupun
tindakan episiotomi (Rukiyah, 2010).
a. Tujuan Penjahitan
1) Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka.
2) Mencegah kehilangan darah.
3) Keuntungan Teknik Jelujur

Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik


penjahitan dengan model jelujur. Adapun keuntungannya adalah:

1) Mudah dipelajari.
2) Tidak nyeri.
3) Sedikit jahitan.
Hal Yang Perlu Diperhatikan dalam melakukan penjahitan
perlu diperhatikan tentang:
1) Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu
dilakukan penjahitan.
2) Menggunakan sedikit jahitan.

7
3) Menggunakan selalu teknik aseptik.
4) Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.
Nasihat untuk ibu setelah dilakukan penjahitan bidan
hendaklah memberikan nasehat kepada ibu, Hal ini berguna agar
ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasehat
yang diberikan diantaranya:
a) Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.
b) Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.
c) Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.
d) Menyarankan ibu mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tinggi.
e) Menganjurkan banyak minum.
f) Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelahmelahirkan untuk
memeriksa luka jahitan.
b. Pengertian episiotomi
Adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada
septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum serta kulit sebelah
depan perineum (Sarwono, 2007).
c. Indikasi Episiotomi
Menurut sumarah (2008) Indikasi episiotomi dillakukan
pada:
1) Gawat janin, untuk menolong keselamatan janin maka persalinan
harus segera di akhiri.
2) Persalinan pervaginam dengan penyulit (sungsang, distosia bahu,
dan akan dilakukan tindakan vakum ataupun forsep).
3) Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kema
juan persalinan.
4) Perineum kaku dan pendek.
5) Adanya ruptur yang membakat pada perineum.
6) Premature untuk mengurangi tekanan pada kepala janin.
d. Tingkat atau derajat luka jahitan perineum dibagi menjadi 4 yaitu:
1) Derajat I: Mukosa vagina, Komisura posterior dan kulit
perineum.

8
2) Deraja II : Mukosa vagina, Komisura posterior, kulit perineum
dan otot perineum.
3) Dreajat III : Mukosa vagina, Komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum dan otot sfingter ani.
4) Derajat IV : Mukosa vagina, Komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum, otot sfingter ani dan dinding depan rectum.
e. Tujuan episiotomi
Menurut Sumarah (2008) adalah :
1) Meluaskan jalan lahir sehingga mempercepat persalinan
2) Menghindari kemungkinan sistokele/rektokele dan
inkontinensia
3) Memudahkan untuk menjahit kembali
4) Bila robekan perineal iminen, sehingga dapat mencegah
kerusakan yang tidak terkendali
5) Untuk mengurangi tekanan
6) Untuk melancarkan pelahiran jika kelahiran tertunda oleh
perineum kaku
7) Untuk memeberikan ruangan yang adekuat untuk pelahiran
dengan bantuan.
f. Tingkat episiotomi menurut Manuaba (2007)
Tingkat  Jaringan terkena keterangan
episiotomy
Pertama  Fourchette  Mungkin tidak
perlu dijahit
 Kulit perineum  Menutup
 Mukosa vagina sendiri
Kedua  Fascia+muskulus  Perlu dijahit
badan perineum
Ketiga  Ditambah dengan  Harus dijahit
sfinter ani legeartis
sehingga tidak
menimbulkan
inkotinensia.

9
Keempat  Ditambah dengan  Tekhnik
mukosa rectum menjahit
khusus
sehingga tidak
menimbulkan
fistula.

g. Bentuk episiotomi
1) Episiotomi mediana
2) Episiotomi lateralis
3) Episiotomi medialateralis
4. Pemantauan dan evaluasi lanjut (TTV, Kontraksi uterus, lochea,
kandung kemih dan perineum)
a. Tanda Vital
Pemantauan tanda-tanda vital pada persalinan kala IV antara lain:
a) Kontraksi uterus harus baik
b) Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genitalia lainnya.
c) Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
d) Kandung kencing harus kosong.
e) Luka-luka pada perineum harus terawat dengan baik dan tidak
terjadi hematoma.
f) Bayi dalam keadaan baik.
g) Ibu dalam keadaan baik.
Pemantauan tekanan darah pada ibu pasca persalinan digunakan untuk
memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok akibat banyak mengeluarkan
darah. Adapun gejala syok yang diperhatikan antara lain: nadi cepat, lemah
(110 kali/menit atau lebih), tekanan rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg,
pucat, berkeringat atau dingin, kulit lembab,nafas cepat (lebih dari 30
kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar serta produksi urin
sedikit sehingga produksi urin menjadi pekat, dan suhu yang tinggi perlu
diwaspadai juga kemungkinan terjadinya infeksi dan perlu penanganan
lebih lanjut.
b. Kontraksi uterus

10
Pemantauan adanya kontraksi uterus sangatlah penting dalam asuhan
kala IV persalinandan perlu evaluasi lanjut setelah plasenta lahir yang
berguna untuk memantau terjadinya perdarahan.Kalau kontraksi uterus
baik dan kuat kemungkinan terjadinya perdarahan sangat kecil. Pasca
melahirkan perlu dilakukan pengamatan secara seksama mengenai ada
tidaknya kontraksi uterus yang diketahui dengan meraba bagian perut ibu
serta perlu diamati apakah tinggi fundus uterus telah turun dari pusat,
karena saat kelahiran tinggi fundus uterus telah berada 1-2 jari dibawah
pusat dan terletak agak sebelah kanan sampai akhirnya hilang dihari ke-10
kelahiran.
c. Lochea
Melalui proses katabolisme jaringan, berat uterus dengan cepat
menurun dari sekitar 1000gr pada saat kelahiran menjadi sekitar 50gr pada
saat 30 minggu masa nifas.Serviks juga kahilangan elastisitasnya dan
menjadi kaku seperti sebelum kehamilan.Selama beberapa hari pertama
setelah kelahiran sekret rahim (lochea) tampak merah (lochea rubra)
karena adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lochea menjadi lebih pucat
(lochea serosa) dan di hari ke-10 lochea tampak putih atau putih
kekuningan (lochea alba). Lochea yang berbau busuk diduga adanya suatu
di endometriosis.
d. Kandung Kemih
Pada saat setelah plasenta keluar kandung kencing harus diusahakan
kosong agar uterus dapat berkontraksi dengan kuat yang berguna untuk
menghambat terjadinya perdarahan lanjut yang berakibat fatal bagi ibu.
Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung
kemihnya dan ibu dianjurkan untuk selalu mengosongkannya jika
diperlukan, dan ingatkan kemungkinan keinginan berkemih berbeda
setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih,bantu
dengan menyiramkan air bersih dan hangat pada perineumnya atau
masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan
berkemih scara spontan. Kalau upaya tersebut tidak berhasil dan ibu tidak
dapat berkemih secara spontan maka perlu dan dapat dipalpasi maka perlu
dilakukan kateterisasi secara aseptik dengan memasukkan kateter Nelaton
DTT atau steril untuk mengosongkan kandung kemih ibu, setelah kosong
11
segera lakukan masase pada fundus untuk menmbantu uterus berkontraksi
dengan baik.
e. Perineum
Terjadinya laserasi atau robekan perineum dan vagina dapat
diklarifikasikan berdasarkan luas robekan.Robekan perineum hampir
terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan cara menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala
janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin akan lahir jangan ditekan
terlalu kuat dan lama.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Angka kematian ibu ( AKI ) karena bersalin di Indonesia masih tinggi dan
Sebagian besar kasus perdarahan pada persalinan terjadi selama persalinan kala tiga dan
kala IV. Kala III meruapakan persalinan yang dimulai saat proses pelahiran bayi selesai

12
dan berakhir dengan lahirnya plasenta. Kala IV adalah masa dua jam setelah plasenta
lahir. Dalam kala IV ini ibu masih membutuhkan pengawasan yang intensif karena
dikhawatirkan akan terjdi pendarahan. Pada keadaan ini atonia uteri masih mengancam.
Oleh karena itu asuhan yang diberikan pada saat proses kala III dan kala IV harus benar
dan intensif.

B. Saran

Sangat penting bagi Bidan sebagai tenaga penolong untuk mengetahui,


mengingat beberapa kasus kematian ibu dan bisa mencegah AKI dengan
mengantisipasi kejadian tersebut dengan memperhatikan management aktif kala III dan
kala IV dan dapat mengaplikasikan teori tersebut dilapangan.

13

You might also like