Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2. Patofisiologi
a. Trauma Tumpul
Suatu pukulan langsung, misalnya terbentur setir atau bagian mobil
lainnya, dapat menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury terhadap
organ visera abdomen. Kompresi ini dapat merusak organ padat maupun organ
berongga dan dapat mengakibatkan ruptur dengan perdarahan sekunder,
kontaminasi dengan isi organ visera, dan dapat menyebabkan peritonitis. Trauma
tarikan (shearing injury) terhadap organ visera terjadi bila suatu alat pengaman
(misalnya seat-belt) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu
tabrakan motor bisa mengalami trauma deselerasi. Hal ini menyebabkan
terjadinya pergerakan yang berlawanan dari organ-organ tubuh yang terfiksir
maupun tidak terfiksir. Organ yang sering terkena pada trauma tumpul adalah lien
(40-55%), hepar (35-45%), dan usus kecil (5-10%).
b. Trauma Tajam
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi yang lebih besar terhadap
jalur peluru sehingga menyebabkan tambahan luka pada sekitar jalur. Luka
6
tembak juga berpengaruh terhadap jarak tembakan. Semakin dekat jarak tembakan
akan menimbulkan energi kinetik yang semakin besar sehingga dapat
menyebabkan kerusakan yang lebih besar. Luka tajam sering mengenai hepar
(40%), usus kecil (30%), diafragma (20%), dan kolon (15%) (American College
of Surgeons, 2008).
a. Anamnesis
Anamnesis yang teliti terhadap pasien yang mengalami trauma abdomen
akibat tabrakan kendaraan bermotor harus mencakup kecepatan kendaraan, jenis
tabrakan, berapa besar penyoknya bagian kendaraan ke dalam ruang penumpang,
jenis pengaman yang dipergunakan, ada/tidak air bag, posisi pasien dalam
kendaraan, dan status penumpang lainnya. Keterangan ini dapat diperoleh
langsung dari pasien, penumpang lain, polisi maupun petugas emergensi jalan
raya. Informasi mengenai tanda-tanda vital, luka-iuka yang ada maupun respons
terhadap perawatan pra-rumah sakit harus dapat diberikan oleh petugas-petugas
pra-rumah sakit.
Ketika melakukan penilaian pada pasien dengan trauma tajam, anamnesis
yang teliti harus diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang
dipergunakan (pisau, pistol, senapan), jarak dari pelaku, jumlah tikaman atau
tembakan, dan jumlah perdarahan eksternal yang tercatat di tempat kejadian. Bila
mungkin, informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya
nyeri abdominalnya, dan apakah ada nyeri-alih ke bahu. Selain itu pada luka tusuk
dapat diperkirakan organ mana yang terkena dengan mengetahui arah tusukan,
7
bentuk pisau dan cara memegang alat penusuk tersebut (American College of
Surgeons, 2008).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan dengan teliti dan sistimatis
meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Kemudian dilakukan
pemeriksaan selanjutnya utuk mendukung pemeriksaan fisik.
Inspeksi, umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Adanya jejas
pada dinding perut dapat menolong ke arah kemungkinan adanya trauma
abdomen. Abdomen bagian depan dan belakang, dada bagian bawah dan
perineum diteliti apakah mengalami ekskoriasi ataupun memar karena alat
pengaman, adakah laserasi, liang tusukan, benda asing yang menancap, omentum
ataupun bagian usus yang keluar, dan status kehamilan. Harus dilakukan log-roll
agar pemeriksaan lengkap (American College of Surgeons, 2008). Untuk trauma
tajam, harus diperhatikan adanya luka masuk dan keluar, dan apakah ada benda
asing, misalnya peluru, yang tertinggal di dalam abdomen (Offner, 2014). Adanya
distensi juga dapat dijumpai akibat hemoperitoneum masif, pneumoperitoneum,
maupun ileus akibat iritasi peritoneum (Legome, 2015).
Gambar 2.3. Lap-belt sign. Tampak jejas pada dinding perut akibat tekanan oleh
sabuk pengaman mobil.
8
c. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Pemeriksaan radiologis toraks AP dan pelvik direkomendasikan pada
penilaian pasien dengan trauma tumpul. Pasien trauma tajam dengan
keadaan hemodinamik yang tidak stabil, tidak membutuhkan
pemeriksaan radiologis. Jika pasien memiliki hemodinamik yang
stabil dan memiliki luka tusuk diatas umbilikus, direkomendasikan
untuk dilakukan x-ray toraks untuk memastikan tidak ada
pneumotoraks, hemotoraks, dan melihat ada tidaknya udara bebas di
bawah diafragma (American College of Surgeons, 2008).
Gambar 2.5. USG FAST pada kuadran kanan atas abdomen. Tampak cairan
bebas pada Morison’s pouch (tanda panah)
11
Gambar 2.6. USG FAST pada kuadran kiri atas abdomen. Tampak cairan bebas
pada rongga subfrenikus (tanda panah)
CT Scan Abdomen
CT Scan merupakan prosedur diagnostik di mana kita perlu
memindahkan pasien ke tempat scanner, memberikan kontras
intravena untuk pemeriksaan abdomen atas, bawah serta pelvis.
Akibatnya, dibutuhkan banyak waktu dan hanya dilakukan pada
pasien dengan hemodinamik stabil, di mana kita tidak perlu segera
melakukan laparatomi. Dengan CT scan kita memperoleh keterangan
mengenai organ yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya,
serta mendiagnosis trauma retroperitoneal maupun pelvis yang sulit
didiagnosis dengan pemeriksaan fisik, FAST, dan DPL (American
College of Surgeons, 2008; Burlew & Moore, 2010).
obat, atau alergi terhadap bahan kontras yang dipakai bilamana bahan
kontras non ionik tidak tersedia (American College of Surgeons,
2008).
yaitu pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple kontras atau DPL.
Dengan pemeriksaan fisik diagnostik serial untuk pasien asimptomatik yang
menjadi simptomatik, diperoleh akurasi terutama untuk deteksi cedera
retroperitoneal maupun intraperitoneal di belakang linea aksilaris anterior.
CT scan dengan kontras memakan banyak waktu serta membutuhkan
ketelitian untuk memeriksa bagian kolon retroperitoneal pada sisi luka tusuk.
Ketajamannya sebanding dengan pemeriksaan fisik diagnostik serial, tetapi
memungkinkan deteksi yang lebih dini (American College of Surgeons, 2008).
2.2.5. Penatalaksanaan
1. Primary Survey
a. Airway
Dilakukan penilaian terhadap patensi jalan nafas. Penilaian terhadap
obstruksi nafas akibat benda asing atau turunnya pangkal lidah. Triple
airway manuever (head tilt, chin lift, jaw thrust) dilakukan untuk
menjaga patensi jalan nafas. Pemasangan pipa orofaring dan
nasofaring serta intubasi dapat dilakukan bila mauever tidak berhasil
(American College of Surgeons, 2008).
b. Breathing
Dilakukan penilaian terhadap pernafasan dan tanda-tanda yang
mengganggu pernafasan pasien. Kemudian dilakukan pemasangan
oksigen sesuai kebutuhan pasien melalui nasal kanul ataupun melalui
sungkup (American College of Surgeons, 2008).
c. Circulation
Dilakukan resusitasi perdarahan sesuai dengan derajat perdarahan
(American College of Surgeons, 2008):
17
d. Disability
Dilakukan penilaian terhadap tingkat kesadaran pasien. Baik secara
AVPU maupun GCS (American College of Surgeons, 2008).
e. Exposure
Seluruh pakaian pasien dibuka dan dinilai seluruh tubuh apakah
terdapat jejas dan pasien diselimuti (American College of Surgeons,
2008).
2. Laparotomi
Indikasi dilakukannya laparotomi adalah (American College of Surgeons,
2008):
Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi dengan pemeriksaan FAST
positif atau ada bukti klinis adanya perdarahan intraperitoneal.
Trauma tumpul abdomen dengan hasil DPL positif
Trauma tajam abdomen dengan hipotensi
Luka tembak yang menembus rongga peritoneal
Eviserasi
18
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama : IS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 48 tahun
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Alamat : Jl. Mesjid P. Brandan Kab Langkat
Tanggal Masuk : 22 Oktober 2015
Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk : bulat, simetris
Mata : pupil isokor diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Jejas/luka : didapati luka sayat pada kepala kiri dengan ukuran
± 2 x 1 x ½ cm, pinggir luka rata, dasar tulang
2. Leher
KGB : tidak ada pembengkakan
21
3. Dada
Inspeksi : simetris fusiformis, jejas/luka: -
Palpasi : stem fremitus sulit dinilai, nyeri tekan tidak dijumpai
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru. Batas jantung normal
Auskultasi : RR: 30 kali/menit,
Suara Pernapasan : vesikuler di kedua lapang paru
Suara Tambahan : tidak ada
Suara jantung S1, S2 (+), desah (-)
4. Perut
Inspeksi : simetris, distensi (+), jejas/luka: dijumpai luka tusuk
pada perut kiri atas dengan ukuran luka ± 4 x 2 x 5 cm,
pinggir luka rata, dasar sulit dinilai dan luka tusuk pada
area pinggang kiri dengan ukuran luka ± 3 x 2 x 1 cm,
pinggir luka rata, dasar otot.
Palpasi : nyeri tekan (+) di seluruh bagian abdomen, nyeri lepas
(+), defans muscular (+)
Perkusi : hipertimpani, pekak hati menghilang
Auskultasi : peristaltik (+) menurun
5. Genitalia
Laki-laki, kateter urin terpasang, warna urin kuning, produksi urin
±40cc/jam
DRE : perineum normal
Tonus sfingter ani longgar
Mukosa licin, nyeri tekan diseluruh lapangan mukosa
Ampula kolaps (-), feses (+)
Sarung tangan: darah (-),feses (+)
22
6. Ekstremitas
Look : superior: luka tusuk pada lengan kiri ± 3 x 1 x 3 cm,
pinggir luka rata, dasar otot.
inferior : dalam batas normal
Feel : superior: CRT<2”, akral hangat, NVD baik
inferior: CRT<2”, akral hangat, NVD baik
Movement : superior: ROM (-), DOF (-)
inferior: ROM (-), DOF (-)
23
GINJAL
Ureum 14,00 mg/dL <50
Kreatinin 0,90 mg/dL 0,70-1,20
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 125 mEq/L 135-155
Kalium (K) 4 mEq/L 3,6-5,5
Klorida (Cl) 97 mEq/L 96-106
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa darah sewaktu 105mg/dL <200`
3.5. Diagnosis
Diffuse Peritonitis d/t penetrating abdominal stab wound + Multiple
lacerated wound o/t (L) Flank + (L) Supraorbita
3.6. Follow Up
Tanggal Follow Up di Recovery Room
23/10/2015 S: penurunan kesadaran
O: Sens: Dibawah pengaruh obat TD: 90/50 mmHg
HR: 143 x/menit Temp: 37,3 oC
RR: 47 x/menit, ETT terpasang, clear. SpO2 96%
NGT terpasang, Produksi (-)
UOP : ±200cc/jam, warna kuning keruh
Thoraks :
Inspeksi: Simetris fusiformis
Palpasi : sulit dinilai
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SP: Vesikular kanan kiri, ST (-)
Abdomen:
Inspeksi: Distensi (-), Luka Operasi tertutup verban
Drain ±50 cc kesan hemmorhage.
Palpasi : soepel, defans muscular(-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (-)
BAB : (-)
A: Post eksplorasi laparotomi + post reseksi jejunum + jejuno-
jejunal end to end anastomose d/t jejunal injury grade III
P: - Bed Rest. Posisi Head Up 300
- Puasa. Diet TPN
- IVFD Ringer Laktat 30 gtt/menit makro
- Inj. Meropenem 1 gr/ 8 jam
- Inj. Metronidazol 500 mg/ 8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
30
Pembahasan Masalah
Teori Pasien
Trauma akibat benda tajam umumnya Pasien datang ke IGD RSHAM
disebabkan oleh luka tembak yang dengan keluhan utama luka tusuk
menyebabkan kerusakan yang besar pada perut sebelah kiri yang dialami
didalam abdomen. Selain luka tembak, 4 jam SMRS.
trauma abdomen dapat juga diakibatkan
oleh luka tusuk. Akan tetapi, trauma
abdomen akibat luka tusuk lebih sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal
yang ada di dalam rongga abdomen. Luka
tembak adalah penyebab yang paling
umum (64%) menembus trauma perut,
diikuti oleh luka tusukan (31%) dan luka
senapan (5%).
Tatalaksana pada pasien dengan trauma Pasien merupakan rujukan dari RS
abdomen haruslah cepat dan sistematik. luar dan telah di resusitasi awal di
Tatalaksana awal meliputi primary survey RS luar tersebut. Saat datang ke IGD
ABCDE dan resusitasi sesuai dengan RSHAM pasien dalam kondisi
masalah yang dijumpai. stabil.
Setelah keadaan umum teratasi, maka Dari anamnesis dijumpai trauma
dapat dilakukan penilaian keadaan pasien terjadi 4 jam SMRS. Luka tusuk
(secondary survey) yang meliputi diakibatkan senjata tajam (+), Nyeri
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan (+) pada luka bekas tusukan.
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis pada trauma tajam meliputi
waktu terjadinya trauma, jenis senjata
yang dipergunakan, jumlah tikaman atau
tembakan, dan perdarahan yang terjadi di
lokasi kejadian bila memungkinkan.
36
BAB 4
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA