You are on page 1of 45

MODUL

REMUNERATION SYSTEM
Based on Performance

DRHAPS

Dr. Hanna Permana Subanegara MARS

drhanna-Remuneration System-2006 1
REMUNERATION SYSTEM

PENDAHULUAN

Assalamu’alaikum W.W.

Perkembangan industri rumah sakit semakin tampak dengan berbagai kebijakan


Pemerintah dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Mutu pelayanan yang bisa diterima oleh
masyarakat pengguna, merupakan isue penting dalam bidang kesehatan, khsususnya pelayanan
di rumah sakit.

Pada sisi lain rumah yang sakit terbanyak di Indonesia adalah rumah sakit milik
pemerintah, yang pada dasarnya masih dikelola secara birokrasi, akibat kepemilikan pemerintah
dan persepsi awal bahwa rumah sakit adalah mutlak merupakan institusi yang bersifat sosial.

Namun akhir-akhir ini, kesadaran mulai timbul dari berbagai fihak, baik pemerintah
maupun para pakar dan pemerhati rumah sakit di Indonesia. Bahwa tidak bisa lagi suatu institusi
rumah sakit termasuk rumah sakit milik pemerintah, dikelola secara birokratis. Karena di rumah
sakit rumah sakit terjadi transaksi-transaksi, yang mau tidak mau harus dikelola dengan
menggunakan prinsip-prinsip bisnis.

Kaitan dengan telah terbitnya Undang Undang No 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara, yang ditindak lanjuti dengan PP No 23 tahun 2005 Tentang Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (BLU) dan Peraturan Menteri Keuangan RI diantaranya yang berkaitan
dengan tatacara administratif, dan sistem remunerasi di PPK-BLU, menyadarkan kita semua
bahwa rumah sakit haruslah dikelola dengan konsep bisnis sehat.

Namun suatu hal yang menarik bahwa masa mendatang rumah sakit pemerintah yang
sangat erat kaitannya dengan pelayanan publik yang paling mendasar, haruslah dikelola secara
profesional dan efektif yang bisa memberikan pelayanan yang berkualitas standar. Sebagai
pendorong maka terbit Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Sistem
Remunerasi pada PPK-BLU, dengan sendirinya maka akan terjadi pemberdayaan institusi PPK-
BLU untuk memungkinkan mengatur sistem remunerasinya secara rasional dan Permnedagri no
61 tahun 2007.

Karenanya modul Sistem Remunerasi akan sangat berguna bagi para manager PPK-BLU
maupun PPK-BLUD sebagai dasar untuk meningkatkan kompetensi, khususnya bagaimana
menkreasi remunerasi bagi seluruh karyawan institusi PPK-BLU.

Dr Hanna Permana Subanegara, MARS.

drhanna-Remuneration System-2006 2
Daftar Isi

Halaman

1. Pemahaman Sistem Remunerasi 4 - 7

2. Pendekatan Pengaturan Penggajian 8 - 13

3 Dampak Hubungan Kinerja Upah 14 – 17

4. Distribusi Insentif Dalam Sistem Remunerasi 18 – 26

5. Sistem Akuntabilitas 27 - 38

6. Dokumen Sistem Remunerasi RS 39 - 43

drhanna-Remuneration System-2006 3
REMUNERATION SYSTEM
Dr. Hanna Permana Subanegara MARS

POKOK BAHASAN I

PEMAHAMAN SISTEM REMUNERASI


Proses Remuneration System
TUJUAN
Pemahaman Sistem Pahamnya para peserta mengenai sistem remunerasi dan
Remunerasi faktor faktor yang berpengaruh.
Pendekatan
METODA
Pengaturan
Penggajian
Dampak Hubungan Sistem 1. Ceramah
Kinerja Upah 2. Diskusi
Sistem Akuntabilitas PRODUK SASARAN

Distribusi Insentif Dalam 1. Terwujudnya pemahaman yang dalam mengenai sistem


Sistem Remunerasi insentif karyawan
2. Pentingnya mengetahui keterkaitan antara sistem insentif
Dokumen Sistem dengan kenerja karyawan
Remunerasi RS 3. tergambarnya faktor yang berpengaruh dalam
penyusunan ssistem insentif karyawan

PENGERTIAN SISTEM REMUNERASI

Remunerasi merupakan salah-satu unsur yang cukup penting untuk diketahui oleh para
manajer rumah sakit karena menyangkut biaya kehidupan dan penghidupan seluruh karyawan.
Seringkali ketidak seimbangan upah, gaji atau insentive antara kelompok dokter, perawat dan yang
setara dengan perawat, tenaga adminstratif serta tingkatan manajer rumah sakit menyebabkan
terjadinya konflik yang berkepanjangan dan menyebabkan menurunnya komitmen karyawan
terhadap organisasi. Karenanya perlu pemahaman bagaimana sistem remunerasi dapat
dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan kesepakatan melalui beberapa pendekatan yang
lebih fleksibel.

Sistem remunerasi adalah suatu sistem pengupahan yang mengatur gaji, insentif merit
dan bonus pegawai pada suatu perusahaan. Sistem ini berbeda beda antara satu perusahaan
dengan perusahaan lain, sangat bergantung kepada kemampuan perusahaan yang bersangkutan
dalam memberikan upah terhadap para karyawannya.

drhanna-Remuneration System-2006 4
Berbagai perusahaan termasuk pada lingkungan pemerintah telah menggunakan sistem
ini dengan cara pendekatan yang berbeda-beda. Pada umumnya pendekatannya berdasarkan
skill, knowledge dan attitude atau kompetensi karyawan yang dihubungkan dengan waktu yang
dibutuhkan dalam bekerja sesuai dengan profesinya masing masing.

Dengan demikian, akan sangat berbeda gaji dasar karyawan dengan kompetensi yang
tinggi yang ditentukan dengan indikator indikator tertentu misalnya pendidikan karyawan yang lebih
tinggi akan berbeda dengan karyawan yang berpendidikan rendah. Artinya harga tiap satuan waktu
antara yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan rendah akan sangat berbeda. Pada
beberapa perusahaan menggunakan satuan waktu dan jenis pekerjaan apa yang dikerjakan oleh
karyawan yang bersangkutan.

Yang paling sulit ditentukan adalah besaran rupaih dari satuan waktu tersebut, apalagi di
rumah sakit yang merupakan institusi padat karya, padat teknologi dan padat modal
memperlihatkan variabilitas yang sangat tinggi. Terdapat sekitar 62 jenis ketenagaan di suatu
institusi rumah sakit, dari mulai dokter spesialis konsulen, spesialis, dokter umum, dokter gigi
spesialis dan umum, sarjana farmasi, sarjana keperawatan, akuntan, sarjana komunikasi, perawat
analis dan tenaga administrasi lainnya. Keragaman ini menimbulkan kesulitan tersendiri, dalam
menentukan besaran yang layak bagi para karyawan dengan perbedaan keahlian dan banyak
jenisnya.

Jika menggunakan pendekatan waktu maka harus dipikirkan harga per satuan waktu dari
masing masing jenis profesi atau keahlian karyawan. Pendekatan ini agak sulit untuk diterapkan di
rumah sakit. Karena harga persatuan waktu akan menjadi lahan perebutan antar profesi di rumah
sakit.

Rumah sakit pada intinya adalah suatu institusi yang memberikan pelayanan kesehatan
individu. Karenanya didalam rumah sakit akan tampak dua jenis kelompok karyawan yaitu pertama
adalah karyawan yang bekerja pada pelayanan langsung terhadap pelanggan atau pasien yang
mengakibatkan munculnya transaksi keuangan antara pasien dengan rumah sakit misalnya tenaga
dokter, perawat, analis, asisten apoteker dan sejenisnya. Kelompok ini selanjutnya berada pada
suatu tempat yang disebut sebagai Revenue center atau pusat pendapatan. Kelompok kedua
adalah karyawan yang menunjang pekerjaan para pemberi pelayanan langsung yang berada pada
suatu tempat yang dikenal dengan cost center atau pusat biaya, misalnya kepala bidang
keuangan, kepala bidang administrasi, customer service, IPSRS, laundry dan sejenisnya.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka kelompok pada revenue center adalah penghasil
uang. Dan para penghasil uang inilah yang memiliki nilai jasa pelayanan. Misalnya jasa pelayanan
visite, jasa tindakan bedah, jasa ekspertisi rontgent, jasa keperawatan jasa farmasi dan
sejenisnya. Sedangkan para karyawan penunjang tidak mungkin memunculkan jasa pelayanan
misalnya jasa pelayanan bagian keuangan, jasa pelayanan administrasi dan sejenisnya.

Jika demikian maka komponen jasa pada tarif rumah sakit akan muncul khusus untuk para
pemberi pelayanan terhadap pelanggan atau pasien, misalnya dokter, perawat, analis, asisten dan
sejenisnya. Yang perlu dipikirkan adalah bahwa pelayanan rumah sakit adalah pelayanan dalam
bentuk tim dan tim tersebut secara utuh terdiri dari para karyawan pada revenue center dan para
karyawan pada cost center. tidak mungkin salah satunya ditiadakan. Namun pada satu sisi para

drhanna-Remuneration System-2006 5
karyawan pada revenue center muncul jasa pelayanan sedangkan karyawan pada cost center
tidak muncul jasa pelayanan. Apakah ini berarti bahwa para tenaga administrasi, tenaga
pendukung lainnya tidak mendapatkan jasa seperti halnya tenaga pada revenue center yang jelas
muncul dalam komponen tarif rumah sakit. Tentu saja tidak demikian, karena pelayanan rumah
sakit adalah pelayanan tim, maka sudah selayaknya karyawan pada kelompok cost center juga
mendapat tambahan insentif. Pengaturan insentif, gaji dan merit ataupun bonus inilah yang perlu
diatur oleh sistem remunerasi yang berkekuatan hukum.

Pada rumah sakit yang menerapkan pola keuangan Badan Layanan Umum (BLU) baik
pusat maupun Daerah, sudah diamanatkan bahwa sistem remunerasi merupakan salahsatu
perangkat dengan PPK BLU seperti tertuang didalam PP No 23 Tahun 2005 Tentang Pola
Penerapan keuangan Badan Layanan Umum.

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN KINERJA DAN PENGGAJIAN

Dari hasil penelitian, 43% responden menyatakan ada hubungan yang erat antara
menejemen kinerja atau sistem akuntabilitas dengan pengajian atau sistem remunerasi, ternyata
upah masih merupakan elemen yang cukup penting dalam manajemen kinerja. Hal yang perlu
dipahami disini adalah bahwa dengan pemberian upah yang memadai dengan apa yang telah
dikerjakan oleh seseorang maka akan meningkatkan motivasi orang yang bersangkutan untuk
berkinerja lebih baik. Sisi lain dari pengertian ini adalah bahwa jika seseorang tidak mengerjakan
pekerjaannya sesuai dengan target dan standar yang telah ditentukan maka karyawan yang
bersangkutan tidak semestinya mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab
upah sudah ditentukan berdasarkan kinerja waktu dan target/standar yang telah disepakati
sebelumnya. Prinsip disini adalah No performance no pay .

Hal ini disebabkan karena upah mendorong kinerja dan kemampuan karyawan atas dasar tiga
alasan yaitu :

 Bisa mamotivasi SDM untuk menjadi lebih baik kinerjanya, mengembangkan keterampilan
dan kemampuan mereka.

Sebagai ilustrasi. tidak sedikit karyawan yang hanya mengandalkan senioritas semata, dia
tidak berkinerja sesuai dengan yang diharapkan pimpinan organisasi, dia hanya memerintah
dan dia merasa bahwa dialah yang berkuasa didalam organisasi karena lamanya dia bekerja
ditempat tersebut. Aturan main ditabrak dan cenderung arogan. Keadaan ini akan
menyulitkan prinsip kesetaraan dan kepatutan didalam penyusunan sistem remunerasi
didalam organisasi yang bersangkutan

 Menyampaikan pesan bahwa kinerja dan kemampuan adalah penting

Disini jelas bahwa kinerja harus didukung kemampuan atau kompetensi secara utuh yang
terdiri dari skill, knowledge dan attitude. Jadi pesan kinerja akan tampak jelas jika karyawan
memiliki indikator kinerja yang dapat diukur, target dan standar kinerja. Setelah karyawan
melaksanakan pekerjaannya kemudian dianalisa kinerjanya melalui pencapaian target dan
standarnya maka indikator akan terukur dengan sendirinya.

drhanna-Remuneration System-2006 6
 Merupakan keterbukaan dan keseimbangan penghargaan kepada SDM berdasarkan pada
kinerja, kemampuan atau sumbangsih mereka trerhadap organisasi.

Upah dalam bentuk gaji sebenarnya adalah penghargaan atau pekerjaan dinilai dengan
harga tertentu. Semestinya setiap jenis kinerja yang telah sesuai dengan standar/target
maka harus dihargai sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan sebelumnya didalam
sistem remunerasi. Sifatnya harus terbuka atau transparan. Artinya berapa score dalam
siustem indexing seseorang dalam perusahaan harus dibuka secara transparan terhadap
seluruh karyawan yang bekerja didalam perusahaan tersebut.

Hakekat yang perlu diperhatikan dan disimak lebih dalam oleh para manajer dan seluruh
karyawan adalah, bahwa keterbukaan bukanlah telanjang bulat. Para manajer harus tetap
memiliki hak prerogatif dalam hal hal tertentu yang bersifat sensitif. Sebab jika telanjang
bulat maka akan terjadi tarik menarik dan saling adu kekuatan diantara kelompok profesi
yang ada didalam perusahaan.

drhanna-Remuneration System-2006 7
POKOK BAHASAN II

PENDEKATAN PENGATURAN PENGGAJIAN

Proses Remuneration System TUJUAN

Pemahaman Sistem Tergambarnya berbagai cara pendekatan dalam


Remunerasi penyusunan sistem remunerasi khususnya gaji karyawan
Pendekatan Pengaturan
METODA
Penggajian

Dampak Hubungan Sistem 1. Ceramah, paparan


Kinerja Upah 2. Diskusi

Distribusi Insentif Dalam PRODUK SASARAN


Sistem Remunerasi
1. Terbukanya wawasan para peserta terhadap sistem
Sistem Akuntabilitas
remunerasi khususnya penggajian
2. Tergambarnya pendekatan pengaturan upah
Dokumen Sistem 3. Peserta bisa menentukan pendekatan apa yang akan
Remunerasi RS digunakan dalam menyusun sistem remunerasi

PENDEKATAN

Ada dua dasar pendekatan pengaturan upah dengan kinerja yaitu untuk perorangan atau
tim dan hubungan antara kemampuan dan upah dan pendekatan ketiga adalah campuran
keduanya yang disebut sebagai kontribusi yang berhubungan dengan pengupahan
(Remuneration ).

Penyesuaian manajemen kinerja dan gaji

Menggunakan prosedur hukum dari Leventhal 1980


 Konsistensi hukum
Hal ini dimaksudkan agar dalam menyusun sistem remunerasi diperlukan dasar hukum
yang jelas. Khusus untuk PPK-BLU maka jelas dasar hukumnya adalah UU Nomor 1
tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 25 Tahun 2005. selanjutnya
dasar hukum untuk institusi pelayanan publik di daerah daerah maka seharusnya PPK-
BLUD menyusun sistem remunerasi yang kemudian dikukuhkan atau ditetapkan oleh
ketetapan Kepala daerah. Setelah ditetapkan maka secara hukum adalah sah dan hal ini
sesuai dengan amanat yang tercantum dalam PP Nomor 23 tahun 2005.

drhanna-Remuneration System-2006 8
 Proses alokasi harus konsisten antara SDM dengan jumlah waktu yang digunakan
Pada pendekatan ini yang digunakan adalah waktu seorang karyawan dalam
melaksanakan proses pekerjaannya. Jadi pendekatannya adalah waktu.

 Aturan pencegahan penyimpangan


Perlunya pengaturtan atau aturan main untuk pencegahan adanya penyimpangan proses
pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan yang bersangkutan. Pencegahannya berupa
ketentuan yang dikenal dengan sistem akuntabilitas. Dimana setiap karyawan memiliki
indikator kinerja, sasaran target atau standar pekerjaan yang seharusnya dikerjakan.

 Aturan yang cermat


Aturan yang cermat adalah menyangkut hal hal kecil, artinya setiap apapun yang
merupakan konsensus harus tertuang dalam sistem remunerasi secara tertulis, jangan
hanya berdasarkan kesepakatan lisan saja.

 Aturan yang benar


Aturan yang benar adalah aturan yang berdasarkan kepatutan, kesetaraan dan
proporsionalitas yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak dalam organisasi.

 Aturan yang representatif


Aturan didalam sistem penggajian haruslah bisa mengakomodasi semua pihak yang
terlibat didalamnya. Perlu dihindarkan kelompok satu ingin melebihi kelompok lain atau
individu satiu ingin lebih dari individu lain hanya karena senioritas dan sejenisnya.

 Aturan yang etis


Aturan yang etis adalah aturan yang bisa dirasakan transparan dan adanya penghargaan
bagi masing masing individu yang bekerja dalam organisasi. Prinsip kebersamaan yang
tidak mengutamakan kepentingan pribadi inilah sebagai dasar etika dari sistem
penggajian.

Hubungan kerja upah

Hubungan kerja dengan upah individu berkaitan erat dengan peningkatan upah sebagai
dasar pembayaran atau bonus untuk menghargai kinerja yang terukur dari individu bersangkutan
yang terdiri dari :

 Metoda operasi

Yang diukur disini adalah apa metoda kerja yang diterapkan oleh seorang pekerja
perusahaan. Apakah dengan metoda fisik berdasarkan skill saja, atau berdasarkan
knowledge yang memunculkan inovasi inovasi perusahaan ataukah gabungan keduanya.
Ataukah hanya pekerja kasar biasa.

Kejelasan ini diperlukan dan biasanya pada perusahaan perusahaan yang sudah mapan
dilakukan pada saat rekruitmen pertama. Mereka sudah menentukan standar pegawai
secara jelas untuk pekerjaan yang sesuai yang dibutuhkan oleh perusahaan. Disini

drhanna-Remuneration System-2006 9
diterapkan the right man on the right place . Yang celakanya pada institusi pemerintah
khusus hal ini sangatlah jarang ditemukan bahkan rekruitmen pegawai tidak jelas dasarnya.
Walaupun sebenarnya ketentuan pemerintah tentang itu sudah ada.

Akibat sistem rekruitmen atau penerimaan pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan
maka akan timbul kesulitan didalam menyusun sistem kinerja upah, karena ketidak jelasan
kompetensi karyawan. Khusus di rumah sakit maka sebenarnya banyak tenaga atau
pegawai yang tidak sesuai kompetensinya dengan jenis pekerjaan yang seharusnya mereka
kerjakan. Terjadi distorsi antara kinerja dengan kompetensi yang tersedia.

 Struktur penggajian

Struktur gaji pada perusahaan parusahaan swasta sangat bervariasi. Mereka menggunakan
index index tertentu dan kebanyakan menggunakan pendekatan waktu yang dikaitkan
dengan metode pekerjaan, beberapa perusahaan menambah bonus, tantiem, tunjangan
tunjangan sesuai dengan bonafiditas perusahaan yang bersangkutan. Hampir setiap
perusahaan memiliki sistem remunerasi yang berbeda beda satu sama lain dan sangat
bergantung dari kebijakan hukum yang diterapkan pada perusahaan tersebut.

Pada institusi pemerintah struktur penggajian berdasarkan ketentuan perundang undangan


yang berlaku yang selama ini telah dilaksanakan bagi seluruh pegawai negeri sipil maupun
militer. Karenanya sistem penggajian didalam sistem remunerasi pada RSD tidak diberikan
secara detail karena penggajian sudah diatur tersendiri

 Peningkatan gaji dan kinerja

Secara logika saja setiap kinerja akan dihargai dengan nilai tertentu. Maka jika kinerjanya
meningkat sudah selayaknya nilaipun menjadi meningkat, artinya akan terjadi peningkatan
gaji jika kinerja karyawan yang bersangkutan meningkat.

Pada pegawai negeri sipil kenaikan gaji berkala justru ditentukan berdasarkan waktu, setiap
tahun adal kanaikan gaji berkala dan perubahan status pensisikan, bukan ditentukan oleh
kinerja PNS yang bersangkutan. Maka banyak kinerja PNS terkesan merosot dan buruk
karena yang mereka kejar adalah pendidikan.

Ada trend yang cukup mengkhawatirkan pada jajaran RSD, dimana dengan banyaknya
lembaga pendidikan S1 maupun S2 yang tersebar di daerah daerah, banyak karyawan
mengambil pendidikan tersebut tanpa disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan mereka.
Akibatnya banyak sarjana dan pascasarjana yang sulit ditempatkan pada tempat yang
seharusnya. Mereka hanya mengejar status pendidikan sarjana atau pascasarjana dengan
harapan penyesuaian gaji mereka akan meningkat secara bermakna.

Poada sisi lain penyusunan sistem remunerasi khususnya sistem insentif akan menghadapi
kepelikan yang cukup rumit, sebab para sarjana yang secara harfiah tidak dibutuhkan oleh
rumah sakit akan tetapi kenyataannya ada di rumah sakit dan mereka menuntut upah
kesarjanaannya.

drhanna-Remuneration System-2006 10
Untuk hal tersebut diatas maka konsep sistem remunerasi khususnya dalam sistem insentif
akan diberikan indexpendidikan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang sesuai pula. Misal
sarjana pendidikan tetapi bekerja sebagai kepala administrasi kepoegawaian tentunya
sarjana pendidikan tersebut tidak berlaku.

 Mengurangi kecepatan kemajuan

Yang dimaksud disini adalah, komponen kinerja akan merupakan ukuran untuk peningkatan
upah karyawan. Jadi jika kinerja karyawan tersebut tidak sesuai dengan standar atau target
yang telah dicantumkan didalam sistem akuntabilitas karyawan, maka secara otomatis upah
akan dibayarkan sesuai dengan pencapaian target karyawan yang bersangkutan.

Seringkali pengukuran kinerja malah menjadi menurunkan motivasi mereka yang tidak
terbiasa dengamn sistem remunerasi yang benar. Kaibatnya terjadi penurunan kinerja
mereka sendiri dan akan berakibat terhadap upah yang akan mereka dapatkan.

 Peningkatan hubungan kerja upah

Kinerja upah jika menggunakan no performance no pay maka akan jelas hubungannya
antara kinerja dengan upah karyawan. Barang siapa berkinerja tinggi maka akan mendapat
take home pay yang lebih tinggi dibanding karyawan dengan kinerja buruk.

Sistem ini lumrah dan umum diberlakukan dalam sistem remunerasi diberbagai perusahaan
diberbagai belahan dunia. Karenanya dengan amanat PPK BLU maka diperlukan sistem
remunerasi yang memadai dengan konsep ini agar kinerja perusahaan pemerintah dapt
diukur dengan baik. Artinya akan terwujud performance base employee.

Namun budaya perusahaan milik pemerintah saat ini termasuk rumah sakit, masih
menganut budaya kebebasan, siapa kuat akan menjadi pemenang. Karenanya sering terjadi
kecemburuan sosial diantara kelompok profesi di rumah sakit.

Terkesan ada kelompok eksklusif atau kelompok elite di rumah sakit yang memiliki
penghasilan yang cukup besar dan didalam rumah sakit itu sendiri terdapat kelompok
mediocore yang memiliki penghasilan biasa biasa saja. Hal inilah yang dapat memicu
perseteruan yang tidak berujung pangkal dan bahkan telah berlangsung bertahun tahun
lamanya. Dan inilah pula yang menyebabkan terjadinya demotivasi kelompok mediocore
dalam berkinerja.

Rasionalisasi hubungan kerja upah

Tiga preposisi yang sering kali mendahului muncul untuk pembenaran :


 Hubungan kerja upah merupakan motivator efektif karena melayani biaya insentif dan
penghargaan SDM sesuai dengan tindakan dan kinerja yang dicapainya
 Hubungan kerja upah memperjelas pesan kepada karyawan bahwa organisasi
membutuhkan karyawan dengan kinerja tinggi
 Hubungan kerja upah merupakan aset, dan gaji menjadi berhubungan dengan kontribusi
masing-masing individu

drhanna-Remuneration System-2006 11
Kriteria kinerja gaji

 Individu dan tim harus memiliki sasaran yang jelas dan standar dari kinerja yang diinginkan

Disini diamanatkan bahwa setiap karyawan harus menjalankan sistem akuntabilitas atau
sistem pengukuran kinerja secara jelas. Dan barang siapa berkinerja tinggi maka secara
otomatis akan mendapat insentif yang semakin meningkat.

 Harus mampu berada pada jalur kinerja untuk mencapai target dan standar dan mampu
mengukur kinerja mereka

Kinerja memang harus diukur dengan tepat sebab harga insentif akan sangat ditentukan
oleh kinerja karyawan yang bersangkutan. Karenanya sistem akuntabilitas tidak bisa
dipisahkan dengan sistem remunerasi.

 Mereka harus ada pada posisi mempengaruhi kinerja melalui perubahan, perilaku dan
keputusan-keputusan mereka

Seperti telah diulas sebelumnya bahwa kinerja sangat ditentukan oleh kompetensi
karyawan. Kompetensi adalah gabungan antara keterampilan atau skill, ilmu pengetahuan
atau knowledge dan sikap perilaku karyawan atau attitude. Perilaku sangat menunjang erat
kinerja. Sebab keputusan mengenai kinerja baik atau buruk sangat bergantung keputusan
individu yang bersangkutan yang akan sangat kuat dipengaruhi oleh attitude mereka.

 Mereka harus mengerti penghargaan apa yang mereka dapatkan untuk pencapaian tujuan

Perlu keterbukaan dan transparansi, berapa harga dari kinerja yang mereka lakukan.
Sehingga mereka akan tahu persisi bahwa jika mereka bekerja dengan baik mereka akan
mendapatkan nilai tertentu sesuai dengan hitungan hitungan didalam sistem remunerasi.

Disamping mengetahui tatacara dan aturan main yang tertuang didalam sistem remunerasi
merekapun harus diberi pengertian bahwa sistem remunerasi akan sangat erat kaitannya
dengan kinerja mereka. Dan apa saja kinerja yang mereka harus hasilkan akan tertuang
didalam sistem akuntabilitas kinerja karyawan

 Penghargaan mengikuti sedekat mungkin dengan layanan yang mereka berikan

Disinilah inti sistem remunerasi, artinya penghargaan atau harga yang akan muncul per
kinerja seharusnya sesuai dengan pekerjaan yang mereka kerjakan dan sesuai pula dengan
pendidikan atau tepatnya kompetensi yang mereka miliki.

Khusus untuk RSD PPK-BLUD Sebaiknya harus memulai penempatan tenaga yang tepat
sesuai dengan kompetensinya dan mereka harus dihargai sesuai dengan bobot kinerjanya.
Tentunya tidak ada lagi tenaga yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan mereka
kerjakan pada masa mendatang.

drhanna-Remuneration System-2006 12
 Penghargaan haruslah menyeluruh

Pemberian insentif maupun bonus haruslah menyebar dan menyeluruh kepada setiap
karyawan. Jadi tidak bisa sistem ini hanya berlaku pada kelompok tertentu saja, akan tetapi
harus berlaku kepada seluruh individu karyawan pada perusahaan tersebut.

Dan seluruh karyawan mengetahui dan dilibatkan didalam penyusunan sistem remunerasi
melalui perwakilan perwakilan mereka.

 Penghargan haruslah mengena walaupun tidak mudah untuk dilaksanakan, yang dimaksud
disini adalah bagaimana penghargaan bisa enak dan layak diterima oleh penerima
penghargaan

Hal ini merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan oleh para manajer perusahaan. Sebab
setiap karyawan akan selalu merasa merekalah yang paling berguna, yang paling berjasa
terhadap perusahaan, yang paling penting didalam perusahaan, yang paling berpendidikan
tinggi didalam perusahaan, yang paling berpengalaman didalam perusahaan tersebut dan
yang palingt senior didalam perusahaan.

Akibat dari ini mereka menuntut lebih dari karyawan lain dan lucunya semua karyawan
berpendapat dan perpikiran sama akibatnya terjadi tarik menarik yang tidak logis dan tidak
masuk akal.

Banyak karyawan yang hanya memikirkan dan membayangkan penghasilan seperti boss
mereka didalam perusahaan tanpa memikirkan bagaimana meningkatkan kompetensi diri
agar kinerjanya bisa meningkat. Akibatnya muncul kecemburuan yang tidak berujung
pangkal dan tidak tahu alasan apa yang menyebabkan kecemburuan tersebut terjadi
bahkan diri mereka sendiri, yang ada hanyalah rasionalisasi.

 Penghargaan dasar haruslah dikomunikasikan dan mudah dimengerti

Disini tersirat bahwa dalam menyusun sistem insentif haruslah simple dan mudah untuk
dimengerti. Jangan berjelimet dengan berbagai teori yang ada yang hanya akan
menimbulkan kesalahan persepsi dari seluruh karyawan.

drhanna-Remuneration System-2006 13
POKOK BAHASAN III

DAMPAK SISTEM INSENTIF HUBUNGAN KERJA UPAH


Proses Remuneration System
TUJUAN

Pemahaman Sistem 1. Tergambarnya dampak dari sistem insentif


Remunerasi yang diterapkan yang berdasarkan kinerja
2. Tersedianya bekal bagi para peserta didalam
Pendekatan Pengaturan mengeliminir dampak insentif yang berbasis
Penggajian
kinerja
Dampak Sistem Hubungan METODA
Kinerja Upah

Distribusi Insentif Dalam 1. Ceramah


Sistem Remunerasi 2. Pemaparan
3. Diskusi
Sistem Akuntabilitas

PRODUK SASARAN
Dokumen Sistem
Remunerasi RS 1. Tersusunnya sistem remunerasi yang mampu
mengeliminasi dampak yang tidak diinginkan
2. Sistem remunerasi yang fleksible dan
akuntable.

DAMPAK DARI SISTEM INSENTIF HUBUNGAN KERJA UPAH

Berdasarkan survey 74% responden percaya bahwa hubungan kerja upah bisa
meningkatkan kinerja. 67% mempercayai bahwa pesan organisasi mengenai kinerja menjadi jelas.
57% percaya bahwa penghargaan yang diberikan cukup adil. Hanya 14 % mengatakan tidak adil.

Keuntungan hubungan kerja upah

 Mampu memotivasi
 Memberi pesan yang benar
 Adil dalam penghargaan
 Memberikan kejelasan pengertian akan penghargaan dan mengenali hasil pencapaian

Kerugian hubungan kerja upah

 Tidak menjamin motivator


 Harus berdasar pada penilaian dan sulit mengukur kinerja
 Hubungan kerja upah akan meneyebabkan kenaikan gaji secara cepat
 Skema hubungan kerja upah sulit dikelola secara baik
 Hubungan kerja upah akan menjadi kebiasaan untuk menghitung pendapatan

drhanna-Remuneration System-2006 14
 hubungan kerja upah dapat menyebabkan penurunan kualitas karena yang dikejar hanya
target kuantitatif
 hubungan kerja upah lebih bersifat jangka pendek

Kriteria untuk menginstalasi dan monitoring

 Akankah ada skema acuan, atau skema yang ada mampu memotivasi SDM ?.
 Apakah mungkin menjaga keterbukaan dan metoda pengukuran kinerja yang konsisten ?
 Adakah manajemen berkinerja efektif yang berdasar pada pengukuran dan penilaian kinerja
sesuai dengan sasaran?
 Dapatkah para manajer dilatih secara konsisten dan adil?
 Apakah penghargaan akan adil dan dikaitkan dengan kinerja yang konsisten?
 Apakah pendanaannya cukup untuk memberikan penghargaan?
 Akankah ada skema saat ini atau skema yang akan diajukan yang bisa memuaskan semua
kriteria untuk efektifitas kinerja, gaji, sistems, nama, target dan standar ?
 Apakah skema tersebut memiliki biaya efektif ?

Hubungan kemampuan dengan upah

 Bagaimana dia bekerja

Pada bagian ini adalah analisa yang tepat bagaimana seseorang bekerja apakah dengan
menggunakan alat biasa, alat canggih, alat yanhg berbahaya. Kemudian apakah dikerjakan
sendiri, dikerjakan dengan teamwork. Apakah pekerjaan yang memerlukan pemikiran
tersendiri, atau pekerjaan yang memerlukan konsentrasi penuh, atau pekerjaan yang hanya
fisik saja tidak memerlukan pemikiran yang penuh. Apakah pekerjaan yang memerlukan
keputusan berisiko atau tidak.

 Profil kemampuan / kerangka kerja digunakan sebagai dasar untuk penilaian

Penilaian kompetensi karyawan secara detail. Apakah tingkat pendidikannya, bagaimana


kemampuan pemikirannya, bagaimana keterampilannya dan apakah keduanya sesuai
dengan bentuk dan jenis pekerjaan yang ia tekuni.

 Mengukur kemampuan

Yang dimaksud disini adalah kemampuan pengendalian diri dan kemampuan


mengendalikan emosi. Hal ini untuk mengetahui kecocokannya dengan jenis pekerjaannya
misalnya ada karyawan yang senang bekerja berhadapan dengan banyak orang dan ada
pula yang tidak.

 Perbedaan antara kinerja dan kemampuan yang ada kaitannya dengan upah

Adakah kemungkinan perbedaan kinerja dengan jenis pekerjaannya. Kalau ada maka perlu
penilaian tersendiri agar sistem insentif bisa diterapkan secara adil dan transparan

drhanna-Remuneration System-2006 15
 Upah dikaitkan dengan kemampuan

Kemampuan dinilai tersendiri berdasarkan pendidikan dan pelatihan khusus yang


bersertifikat. Makin tinggi pendidikan maka nilai index akan semakin tinggi. Jadi khusus
untuk rumah sakit maka perawat mahir akan lebih tinggi nilai indexnya dibanding perawat
biasa, demikian pula karyawan yang memiliki sertifikat pelatihan akan lebih tinggi nilai
indexnya dibanding karyawan yang tidak memiliki sertifikat pelatihan yang bersertifikat.

 Kondisi penting pengenalan gaji yang dihubungkan dengan kemampuan

Kondisi yang perlu diciptakan adalah bahwa sistem remunerasi harus jelas mencantumkan
kompetensi yang bersangkutan yang akan dinilai berdasarkan indexing. Dan ukuran untuk
dilakukan indexing adalah berdasarkan :
 Basic index
 Position index
 Competency index
 Emergency index
 Risk Index
 Performance index

 Tim berdasarkan penggajian

Didalam organisasi rumah sakit maka akan ada tiga kelompok besar yaitu dokter dan non
dokter dan direksi.

Khusus dokter sistem distribusi insentif ditujukan kepada individu karena dokter adalah
individu yang menghasilkan jasa pelayanan di rumah sakit, sedangkan yang sumber dana
bisa diatur dalam sistem remunerasi khsusnya sistem insentif adalah yang bersumber dari
jasa pelayanan.

Sedangkan kelompok non dokter yang menghasilkan jasa lebih bersifat kelompok karena itu
sistem distribusi bagi para tenaga non dokter adalah berdasarkan sistem kelompok

Sedangkan direksi tidak dilakukan indexing akan tetapi berdasarkan persentase dari sumber
insentif.

Keuntungan tim

 Mendorong efektifitas tim kerja dan perilaku yang kooperatif


 Memperjelas tujuan dan prioritas tim
 Menciptakan kerja yang fleksibel
 Mendorong keterampilan multi
 Insentif tim kolektif meningkatkan kinerja
 Mendorong kekuarng efektifan tim untuk meningkatkan pertemuan tim standar

drhanna-Remuneration System-2006 16
Kerugian tim

 Hanya bisa bekerja pada tim yang matang


 Secara individual tidak akan mendapat insentif khusus
 Tekanan group terhadap individu menyebabkan ketidak nyamanan

Gambar - 21

Paying for past Paying for future


performance + success

= Paying for past


performance

Results Competence
+

Ada dua pendekatan , pertama pendekatan secara holistik dimana masyarakat


mempunyai kontribusi yang didasarkan kepada informasi tentang kemampuan organisasi untuk
pelayanan. Kedua, pendekatan meliputi dua jenjang hasil dan kemampuan

Gambar - 22

CONTRIBUTION PAY MATRIX

Competence
a B c d
A - - 2% 3%
B - 3% 4% 5%
Results C 2% 4% 6% 8%
D 4% 6% 8% 10%

Matriks kontribusi memperlihatkan beberapa karyawan yang memiliki kompetensi yang


berbeda kemudian dimasukkan kedalam tabel masing-masing kompetensi memiliki nilai tertentu
yang dapat dikalikan terhadap besaran upah yang akan diterimanya.

drhanna-Remuneration System-2006 17
POKOK BAHASAN IV

DISTRIBUSI INSENTIF DALAM SISTEM REMUNERASI

Proses Remuneration System


TUJUAN
Pemahaman Sistem
Remunerasi 1. Mampunya peserta dalam menyusun sistem distribusi
pada sistem insentif karyawan
Pendekatan Pengaturan 2. Tersusunnya cara distribusi insentif yang fleksible dan
Penggajian mudah difahami ioleh karyawan

Dampak Sistem Hubungan METODA


Kinerja Upah

Distribusi Insentif Dalam 1. Ceramah


Sistem Remunerasi 2. Bimbingan
3. Diskusi
Sistem Akuntabilitas
PRODUK SASARAN
Dokumen Sistem 1. Tersusunnya cara distribusi insentif yang memadai
Remunerasi RS
2. Tersusunnya sistem insentif yang mudah dipahami
karyawan

CARA MENENTUKAN UPAH

Perlu difahami bahwa di rumah sakit terdiri dari dua kelompok yang berkaitan dengan
pendapatan dan pembiayaan, yaitu kelompok pertama sebagai kelompok Pusat pendapatan atau
revenue center , terdiri dari Instalasi Gawat Darurat, rawat jalan, rawat inap, bedah sentral,
radiologi, laboratorium dan sejenisnya. Kelompok kedua adalah kelompok pusat biaya atau cost
center yaitu direksi, rekam medik, IPSRS, dan penunjang administratif lainnya.

Sedangkan dilihat dari sisi profesi SDM, rumah sakit terdiri dari tiga kelompok yaitu
kelompok dokter, kelompok paramedik dan kelompok staf atau tenaga struktural. Dua kelompok
pertama adalah merupakan kelompok SDM yang menghasilkan uang, sedangkan kelompok
terakhir adalah kelompok yang membelanjakan uang.

Tujuan pengupahan

 Membangun image yang baik dari organisasi ( Building good image )


 Menjamin kesejahteraan karyawan (Wellfare )
 Memberikan morivasi terhadap kinerja karyawan ( Motivations )
 Mempertahankan keberadaan karyawan dalam organisasi ( Retaining personel )

drhanna-Remuneration System-2006 18
Pengupahan (Remuneration systems ) di rumah sakit pada umumnya terdiri dari tiga jenis yaitu :

1. Basic Salary
Yaitu dalam bentuk gaji bulanan yang sifatnya biaya tetap atau fixed cost, yang tidak
tergantung kepada produk yang dihasilkan, besar atau kecil produk tidak berpengaruh
kepada besarnya biaya yang dikeluarkan. Dasar yang digunakan untuk menentukan basic
salary adalah : pangkat, golongan, tingkat pendidikan, lama kerja, jabatan dan
sebagainya. tujuan dari basic salary adalah untuk keamanan ( Safety ) artinya sebatas
memenuhi kebutuhan dasar seseorang karyawan saja.

2. Incentive
Adalah tambahan pendapatan bagi karyawan yang sdangat bergantung kepada produk
yang dihasilkan, semakin besar produk semakin besar insentif. Dasar yang digunakan
bermacam-macam misalnya berdasarkan kinerja karyawan, atau berdasarkan posisi
karyawan. Pada umumnya di rumah sakit, dokter spesialis berdasarkan berapa besar tarif
jasa pelayanan medik yang melekat kedalam tarif pelayanan medik. Sedangkan
paramedik dan tenaga struktural berdasarkan indexing atau scoring. Tujuannya adalah
untuk merangsang kinerja dan motivasi karyawan ( Motivation ).

3. Merit
Adalah penghargaan dari organisasi bagi karyawan yang berprestasi, biasanya diberikan
pada akhir tahun, atau penghargaan kepada seluruh karyawan dalam bentuk THR.
Dasarnya adalah profit margin. Tujuannya adalah untuk memberikan penghargaan kepada
karyawan yang berprestasi atau kesejahteraan karyawan ( Reward ).

Menurut Griffin,1997 , sebelum menentukan besaran upah diperlukan kontrol yang


berorientasi kepada framework keuangan. Pembiayaan diperlukan untuk mendukung visi dan
strategi, perencanaan dan alokasi modal, reorientasi dan review serta penganggaran terhadap
insentif karyawan.

Pada prinsipnya sebelum menentukan upah diwajibkan untuk mengetahui terlebih dahulu
berapa kebutuhan biaya total (Total Financing Requirement ) dari mulai biaya operasional, biaya
investasi dan sebagainya, dan didalamnya sudah dianggarkan biaya untuk gaji, insentif dan reward
untuk karyawan selama satu tahun.

Ada tiga issue penting dalam pengupahan atau insentif terhadap karyawan di rumah sakit
yaitu :

 Kewenangan direksi dalam menentukan besaran upah bagi seluruh karyawannya.


 Menentukan total insentif yang layak bagi karyawan
 Cara mendistribusikan insentif bagi karyawan

Dari ketiga issue ini yang paling rawan adalah cara menentukan sistem distribusi
pengupahan atau cara distribusi insentif. Karena masing-masing kelompok, baik itu kelompok
dokter, perawat maupun tenaga administratif, merasa yang paling berhak dan paling berjasa
terhadap pendapatan rumah sakit, akibatnya sering terjadi ketidak seimbangan dalam

drhanna-Remuneration System-2006 19
menentukan besaran insentif bagi masing-masing kelompok yang dapat memicu ketidak puasan
disalah-satu fihak.

Hubungan Tarif dengan Insentif

Seringkali manajemen kurang bisa menentukan Total Financing Requirement rumah sakit,
apalagi yang berkaitan dengan insentif. Terutama pada rumah sakit pemerintah, karena masalah
tarif yang lebih rendah dibanding biaya satuan.

Prinsip penentuan volume insentif haruslah berdasar kepada Total Revenue = Total Cost
atau Total Revenue > Total Cost.
Sedangkan Total Revenue sangat ditentukan oleh strategi pentarifan ( Price ) dan utilisasi
(Quantity )
Total Revenue = Activity Drver Quantity X Price, sedangkan Price = unit cost + tingkat inflasi +
bunga bank + profit margin + Jasa Pelayanan dengan pertimbangan WTP dan ATP atau CLS.

Masalahnya pada rumah sakit pemerintah tarif lebih kecil dari Unit Cost, akibatnya Total
Revenue lebih kecil dibanding Total Cost. Konsekuensinya TFR tidak bisa dipenuhi oleh
pendapatan rumah sakit. Akibatnya besaran insentif pada rumah sakit pemerintah akan menjadi
masalah yang sulit dipecahkan karena TFR mau tidak mau harus disubsidi. Berdasarkan sistem
insentif semakin tinggi produksi semakin tinggi volume insentif akan tetapi pada rumah sakit
pemerintah semakin tinggi produk semakin merugi. Berbeda dengan rumah sakit swasta yang
dapat menentukan tarif diatas unit cost sehingga penentuan volume insentif relatif lebih mudah.

Teknik Distribusi Insentif

Bagi rumah sakit pemerintah gaji sudah ditentukan oleh peraturan pemerintah artianya
basic salary telah ditentukan bahkan didalamnya sudah tercantum tunjangan-tunjangan.
Sedangkan hampir disemua rumah sakit pemerintah volume insentif dialokasikan dari jasa medik
atau jasa pelayanan. Karena komponen tarif rumah sakit pemerintah terdiri dari dua komponen
yaitu komponen akomodasi dan komponen jasa pelayanan, jasa pelayanan inilah yang merupakan
sumber dana insentif dan diatur pendistribusiannya. Setiap rumah sakit pemerintah yang satu
dengan yang lainnya tentunya sangat beragam bergantung dari kebijakan distribusi yang dianut,
dan pada beberapa rumah sakit swasta ada yang sama atau mirip dengan sistem distribusi insentif
di rumah sakit pemerintah.

Konsep distribusi sebaiknya berdasarkan kinerja sesuai dengan teori dari sistem
pengupahan yang dikaitkan dengan kinerja karyawan ( Fee for performance ) dan sebaiknya tidak
menganut fee for service . jadi dasarnya adalah kinerja karyawan. Khusus bagi rumah sakit
pemerintah insentif dokter spesialis atau siapapun di rumah sakit yang langsung bisa
menghasilkan uang ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama yaitu dalam bentuk persentase
dari yang dihasilkannya.

Misal tarif operasi appendiks Rp 2000.000,- yang terdiri dari Rp 600.000,- jasa pelayanan
operator, 200.000 jasa anaestesi dan sisanya Rp 1.200.000,- adalah biaya kamar operasi dan
obat-obatan. Maka perlu disepakati berapa persen jasa bagi dokter spesialis bedahnya atau
operator, misalnya didapatkan komitmen bahwa setiap yang menghasilkan uang berdasarkan

drhanna-Remuneration System-2006 20
ketentuan jasa pelayanan menerima 50% dari jasa pelayanan atau jasa medik. Sisanya 10 %
untuk direksi dan 40 % untuk didistribusikan keseluruh perawat maupun satf struktural
berdasarkan scoring. Jadi dokter dan direksi sebaiknya tidak berdasarkan scoring akan tetapi
sesuai dengan kinerja atau besarnya jasa pelayanan atau jasa medik yang dihasilkan. Makin besar
produk operasi yang dilakukan oleh dokter yang bersangkutan maka semakin besar
pendapatannya atau jasa pelayanannya, dengan prinsip ini maka setiap yang menghasilkan uang
akan berkontribusi kepada jasa pelayanan seluruh karyawan.

Konsep distribusi bagi tenaga non dokter dan staff direksi

Berdasarkan indexing yang akan menghasilkan score tertentu dan dasarnya adalah
kinerja. Cara perhitungannya adalah berdasar kepada :

 Besarnya gaji pokok


 Posisi atau jabatan
 Pendidikan yang ada kaitannya dengan pelayanan
 Emergensi
 Resiko
 Kinerja

Selanjutnya ditentukan indeks bagi masing masing dasar perhitungan tersebut, kemudian tentukan
bobotnya dan pada akhirnya kalikan index dengan bobot maka akan didapat nilai atau score
karyawan. Score seorang karyawan dibagi total score dikalikan dengan total volume insentif sama
dengan jumlah insentif karyawan yang bersangkutan.

drhanna-Remuneration System-2006 21
Alat Bantu Indexing Perorangan

Nama :
Jabatan :
Gaji Pokok :

No Object Index Rating Score


(Indeks X Bobot)

1. GAJI 1
Setiap Rp 500.000 nilai indeks = 1
2. COMPETENCY
a. SD 1
b. SMP 2
c. SMU 3
d. D1 4
e. D3 5 3
f. D4/S1 6
g. Dokter/Apote 7
ker/Nurse 8
h. S2 9
i. Dokter 10
Spesialis
j. S3
3. RISK
a. Grade I 1
b. Grade II 2
c. Grade III 4 3
d. Grade IV 6

4. EMERGENCY
a. Grade I 1
b. Grade II 2 3
c. Grade III 4
d. Grade IV 6
5. POSITION
a. Fungsional, tidak memiliki jabatan 1
b. Kepala Ruangan, Kepala Seksi, sub bagian, 2 3
sub bidang, bendahara
c. Kepala Bidang, Bagian, Instalasi, SMF 4
d. Ketua Komite Medik, Komite Keperawatan 6
SPI, Wakil Direktur
e. Direktur 8
6. PERFORMANCE
Adalah 2 kali nilai basic index 4

SKORE TOTAL INDIVIDU

drhanna-Remuneration System-2006 22
Alat Bantu Indexing Total Rumah Sakit

No NAMA UNIT KERJA INDIVIDUAL INDEXING SCORE


BI PI CI EI RI Per.I
1
2
3
4
5
6
7
8
9

300
301
302
TOTAL HOSPITAL INDEXING 16.800

Contoh :

Mr Molotova dengan total score 250, dimana score performance adalah 120

Jika volume insentif dalam bulan tersebut Rp 200.000.000,- sedangkan SKORE TOTAL RS =
16.800 poin, maka insentif Drs Boma Molotova pada bulan tersebut adalah

Score Total Individu – (performance X Score performance)


Insentif = ------------------------------------------------------------------------- X Dana Pos Remunerasi

drhanna-Remuneration System-2006 23
Score Total Seluruh karyawan
Basic Index

Basic index khusus bagi RSD PPK-BLUD dapat ditetapkan sesuai dengan gaji pokok PNS
sedangkan bagi tenaga honorer disetarakan perhitungannya dengan PNS. Setiap nilai Rp 500.000
maka sama dengan 1 (satu) nilai index. Jadi nilai index seorang pegawai dengan gaji pokok Rp
2000.000,- akan mendapat nilai index sebesar 2 (dua).

Pegawai honorer lulusan SMA dan telah bekerja selama 4 (empat) tahun dapat
disesuaikan dengan gaji pokok PNS lulusan SMA dengan masa kerja 4 (empat) Tahun. Persamaan
ini hanya untuk menentukan nilai basic index karyawan honorer.

Jika ada pegawai PNS pindahan dan baru bekerja di RS, maka tetap gaji pokoknya
dihitung sesuai dengan gaji pokok PNS yang bersangkutan.

Position Index

Merupakan penilaian harga terhadap jabatan atau posisi pegawai tidak membedakan
antara PNS dan Non PNS. Untuk memudahkan maka dibuat suatu nilai awal atau nilai harga jenis
jabatan seluruh pejabat baik struktural maupun fungsional di RS.

Jabatan Nilai
Direktur/Direktur Utama 8
Wakil Direktur, Ketua Komite Medik, Komite 6
Keperawatan, SPI,
Kepala Bidang, Kepala Bagian, Kepala 4
Instalasi,
Kepala Sub-bidang, Kepala Sub-bagian, 2
Kepala Ruangan, Panitia Panitia
Fungsional (tidak memiliki jabatan) 1

Competensi Index

Adalah penilaian harga kompetensi karyawan yang diukur melalui tingkatan pendidikan
yang sesuai dengan jenis pekerjaan. Hal ini penting karena banyak yang berpendidikan tinggi akan
tetapi tidak pada jenis pekerjasan yang sesuai.

Seorang kepala ruangan adalah sarjana S1 Pendidikan, sedangkan pendidikan dasarnya


adalah seorang D3 Keperawatan, maka yang akan dihitung kompetensi tenaga yang bersangkutan
adalah D3 Keperawatan, demikian pula dengan tenaga tenaga lain.

Kompetensi berdasarkan pendidikan harus ditentukan nilai harga awalnya untuk


memastikan bahwa nilai tersebut adalah nilai harga awal bagi tenaga dengan kompetensi tertentu,
namun nilai harga awal ini akan menjadi tidak berarti manakala mereka menduduki jabatan yang
tidak sesuai dengan pendidikannya.

drhanna-Remuneration System-2006 24
Setiap seorang memiliki keahlian tertentu yang didapat dari pendidikan pelatihan yang
bersertifikat. Misalnya pelatihan PPGD dihitung berdasarkan lamanya pelatihan

Nilai Kompetensi sebagai nilai harga awal

Hari Pelatihan Nilai


SD dan sederajat 1
SMP dan sederajat 2
SMU dan sederajat 3
D1 dan sederajat 4
D3 dan sederajat 5
S1/D4 6
Dokter, apoteker. Nurse 7
S2 8
Spesialis 9
S3 10

Nilai harga pelatihan sebagai nilai harga tambahan

Hari Pelatihan Nilai


2 s/d 7 hari 0,2
8 s/d 14 Hari 0,4
15 s/d 30 hari 0,6
31 s/d 120 hari 0,8
121 s/d 180 hari 1

Emergency Index

Adalah nilai harga untuk tenaga tenaga atau karyawan yang bekerja pada daerah
emergensi yang setiap saat harus siap melaksanakan tugas tanpa mengenal batas waktu.
Tingkatan emergensi sangat bergantung kepada jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh pegawai
bersangkutan.

Tingkatan Emergensi Nilai


Tingkat Emergensi Grade I 1
-Administrasi perkantoran
Tingkat Emergency Grade II
-Administrasi maupun keuangan yang
bekerja di unit pelayanan
-Gizi, loundry 2
-Farmasi
-Rawat Jalan
-CSSD
-Laboratorium non shift
Tingkat Emergensi Grade III
-Rawat Inap
-Radiologi 3
-Laboratorium
Tingkat Emergensi Grade IV
-Bedah Central
-ICU,ICCU,NICU 4
-IGD

drhanna-Remuneration System-2006 25
Risk Index

Adalah penilaian harga resiko yang harus ditanggung oleh tenaga tenaga atau pegawai
yang bekerja di suatu unit tertentu

Yang dimaksud resiko disini adalah resiko yang berkaitan dengan penyakit yang setiap saat akan
mengenai diri karyawan yang bersangkutan. Sudah berbuat sesuai dengan standar proteksipun
mereka akan tetap terkena resiko tersebut.

Resiko lainnya adalah resiko fisik, resiko lain lainnya. Akan tetapi resiko kehilangan uang
atau barang tidak masuk kedalam katagori resiko disini.

Penilaian harga resiko

Tingkatan Resiko Nilai


Tingkat Resiko Grade I 1
-Administrasi perkantoran
Tingkat Resiko Grade II
-Administrasi maupun keuangan yang
Bekerja di unit pelayanan
-Gizi 2
-Farmasi
-Gigi & Mulut
Tingkat Resiko Grade III
-Rawat Inap
-Laboratorium Klinik 3
-Laboratorium Patologi Anatomi
-CSSD
Tingkat Resiko Grade IV
-Bedah Central
-ICU,ICCU,NICU 4
-IGD
-Radiology
-Laundry
- IPAL

Performance Index

Adalah penilaian harga tingkat kinerja berdasarkan sistem akuntabilitas yang telah
ditentukan berdasarkan hasil kinerja karyawan yang bersangkutan. Nilai kinerja ini memiliki nilai 2
(dua) kali lipat dari basic index. Dengan demikian sistem remunerasi akan berbasis kinerja dimana
perbandingan antara Kinerja dan yang bukan kinerja 50 berbanding 50. Khusus penilaian kinerja
akan dibahas dalam pokok bahasan kinerja. Dimana setiap orang atau setiap karyawan harus
memiliki indikator keberhasoilan kinerja dan target atau standar kinerja yang telah ditetapkan
didalam sistem akuntabilitas ( accountability system ). Kemudian hasil kinerja akan diukur secara
periodik setiap bulan.

drhanna-Remuneration System-2006 26
POKOK BAHASAN V

SISTEM AKUNTABILITAS

Proses Remuneration System TUJUAN

1. Meningkatnya kemampuan peserta dalam


Pemahaman Sistem menyusun sistem remunerasi yang berbasis kinerja
Remunerasi 2. Tersusunnya sistem akuntabilitas kinerja di
perusahaan
Pendekatan Pengaturan
Penggajian
METODA
Dampak Sistem Hubungan
Kinerja Upah
1. Ceramah
Distribusi Insentif Dalam 2. Bimbingan
Sistem Remunerasi 3. Diskusi
Sistem Akuntabilitas PRODUK SASARAN

Dokumen Sistem 1. Fahamnya para peserta dalam menerapkan sistem


Remunerasi RS akuntabilitas kinerja pada perusahaannya.
2. Tersusunnya sistrem remunerasi yang berbasis kinerja

Pengertian Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja adalah proses alami dari manajemen, bukan sebuah sistem atau
teknik. Manajemen kinerja juga berkaitan dengan pengelolaan konteks bisnis (lingkungan internal
dan eksternal organisasi). Hal ini lebih lanjut akan mempengaruhi bagaimana mengembangkan,
bagaimana menata, apa yang akan dilakukan dan bagaimana operasionalisasi organisasi.

Manajemen kinerja merupakan langkah lebih lanjut dari rencana strategik dalam strategic
management system. Manajemen kinerja itu sendiri meliputi penetapan akuntabilitas dan
penerapan perencanaan ( establish accountability), evaluasi, pelaksanaan pemantauan serta
umpan balik (monitor implementations and provide feed back ).

Manajemen kinerja adalah suatu pendekatan strategis dan terpadu untuk mendukung
keberhasilan organisasi melalui perbaikan kinerja dari semua orang yang bekerja, dengan cara
pengembangan kompetensi tim serta kontribusi individu. Manajemen kinerja berkaitan dengan
setiap orang yang ada dalam organisasi, bukan saja manajer, tetapi merupakan tanggung jawab

drhanna-Remuneration System-2006 27
seluruhnya, baik manajer maupun anggota organisasi yang lain. Secara singkat, praktek terbaik
dari proses manajemen kinerja adalah bagian dari suatu keseluruhan ( part of a holistic).

Manajemen kinerja menurut Michael Armstrong dan Angela Baron (1998) adalah
suatu Strategi dan pendekatan terpadu yang mendukung kesuksesan suatu organisasi melalui
suatu peningkatan kinerja dalam organisasi dengan mengembangkan kemampuan tim serta
kontribusi dari individu. Menurut Flacky (1987) manajemen kinerja adalah komunikasi seorang
manajer dengan pekerja sampai terjadi pemahaman bersama tentang pekerjaan apa yang
diselesaikan, bagaimana pekerjaan itu diselesaikan dan bagaimana kemajuan pekerjaan terhadap
hasil yang diinginkan. Selanjutnya Flacky berpendapat bahwa manajemen kinerja adalah seperti
payung yang di dalamnya termasuk perencanaan kinerja, telaahan ( review) kinerja dan penilaian
kinerja.

Sebagaimana diuraikan di atas pembentukan akuntabilitas dalam manajemen strategik


merupakan hal yang penting, terutama bagi instansi pemerintah yang harus mempertanggung-
jawabkannya kepada publik, seperti yang telah ditetapkan dalam INPRES Nomor 7 Tahun 1999
tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan
kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan melalui alat pertanggung jawaban secara periodik.

Akuntabilitas kinerja pada hakekatnya merupakan sinergi dari akuntabilitas manajerial,


akuntabilitas kegiatan dan program yang saling mendukung dan saling terkait satu sama lain.
Akuntabilitas manajerial menitikberatkan pada efisiensi dan kehematan dalam penggunaan harta
kekayaan, sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya. Akuntabilitas ini
mempersyaratkan agar pegawai dan pejabat tidak hanya menjawab yang berkaitan dengan
peraturan yang ada, akan tetapi juga untuk menetapkan suatu proses yang berkelanjutan seperti
perencanaan dan penganggaran, sehingga memungkinkan penyelenggaraan pelayanan terbaik.

Proses akuntabilitas menitik beratkan pada apakah kebijakan dan kegiatan mendukung
pencapaian misi organisasi. Sedangkan akuntabilitas program pada dasarnya memberikan
perhatian yang besar pada pencapaian hasil kegiatan organisasi/pemerintah. Dalam hal ini,
seluruh aparat dipandang berkemampuan untuk menjawab pencapaian hasil yang berawal dari
misi organisasi, bukan hanya sekedar kepatuhan terhadap kebutuhan hierarkhi dan prosedur.

Tujuan sistem akuntabilitas kinerja organisasi adalah untuk mendorong terciptanya


akuntabilitas kinerja organisasi sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya organisasi yang
baik dan terpercaya. sasaran sistem akuntabilitas kinerja organisasi adalah:
 menjadikan organisasi yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif dan
responsif terhadap aspirasi masarakat dan lingkungannya;
 terwujudnya transparansi organisasi;
 terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional;
 terpeliharanya kepercayaaan masyarakat kepada organisasi.
 Terukurnya kinerja karyawan.

Pelaksanaan strategi organisasi yang sudah dirumuskan harus terencana jelas dan
spesifik, bisa dalam bentuk rencana strategis, business plan atau Strategic action plan, siapa yang

drhanna-Remuneration System-2006 28
harus melaksanakan dan diminta pertanggung jawabannya, sehingga terlihat keterpaduan
harmonis antara responsibiltas dan akuntabilitas.

Manajemen Strategis dan Akuntabilitas

Hal yang sangat penting dalam penerapan sistem akuntabilitas adalah perlu kelengkapan
perencanaan strategis karena sistem akuntabilitas merupakan salahsatu perangkat dalam
manajemen strategis. Dokumen yang harus dimiliki oleh organisasi adalah rencana strategis
(Strategic planning) atau rencana bisnis ( Corporate business plan) sedangkan setiap pejabat baik
struktural maupun fungsional harus memiliki rencana aksi strategis ( Strategic action plan) dan
rencana bisnis (Business plan unit kerja).

Rencana bisnis organisasi akan dijabarkan oleh masing-masing pejabat didalam


organisasi tersebut, dan rencana bisnis tersebut memiliki thema-thema atau target-target yang
harus dicapai oleh organisasi, sebaiknya menggunakan pendekatan Balanced scorecard, yang
terdiri dari empat perspektif yaitu, pembelajaran dan pengembangan SDM, proses usaha,
kepuasan pelanggan dan perspektif keuangan. Target-target strategis dengan perspektif-perspektif
inilah yang harus dijabarkan dan dicapai oleh pejabat struktural maupun pejabat fungsional
kedalam strategi masing masing unit.

Rencana Aksi Strategis

Karena itu setiap pejabat struktural yang tidak menghasilkan uang atau cost center harus
memiliki strategi unit kerjanya masing-masing dalam bentuk rencana aksi strategis atau strategic
action plan. Didalamnya terdiri dari visi, misi dan value unit kerja, tujuan, sasaran, target dan
strategi unit kerja. Sasaran satrategi dijabarkan kedalam bentuk program dan selanjutnya program
dijabarkan kedalam bentuk kegiatan.

Kegiatan inilah yang akan diukur keberhasilannya melalui sistem monitoring dan evaluasi
yang merupakan akuntabilitas pejabat yang bersangkutan terhadap jabatannya. Jadi jika pejabat
yang bersangkutan tidak memiliki strategic action plan maka akan sangat sulit mengukur kinerja
atau kegiatan pejabat yang bersangkutan karena yang diukur bisa saja hanya kegiatan rutin
mereka.

Rencana Bisnis

Agak berbeda dengan rencana aksi strategis, rencana bisnis unit kerja atau business plan
unit kerja harus dimiliki oleh para pejabat yang berkerja pada unit kerja yang menghasilkan uang.
Para pejabat tersebut perlu menganalisa produk dan pasar dalam menyusun strategi bisnisnya.
Dokumen rencana bisnis ini berisi, visi, misi dan value unit kerja, analisa produk dan pasar,
prediksi permintaan pasar dan prediksi pembiayaan dan pendapatan, tujuan, sasaran, dan strategi
unit kerja. Sasaran strategi dijabarkan kedalam program dan program dijabarkan kedalam bentuk
kegiatan-kegiatan.

drhanna-Remuneration System-2006 29
Kegiatan inilah yang akan diukur keberhasilannya dan dari hasil pengukuran kegiatan
akan bisa diukur keberhasilan program dan pada akhirnya dapat diukur keberhasilan unit kerja
tersebut dalam melaksanakan misi unit kerjanya.

Dari gambaran diatas bisa dilihat bahwa strategi organisasi bisa dicapai jika setiap unit
kerja memiliki strategi untuk mencapai sasaran atau thema-thema organisasi. Dan jika ini
diterapkan maka konsep strategi berdasarkan balanced scorecard bisa diaplikasikan dengan lebih
mudah.

Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas


pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Hal ini membutuhkan artikulasi yang jelas mengenai
suatu misi organisasi dan mengenai tujuan dan sasaran yang dapat diukur, dan berhubungan
dengan hasil program, berdasarkan hasil pengukuran kegiatan-kegiatan.

Untuk mencapai pengukuran kinerja yang obyektif, akurat dan terpercaya ada enam hal
yang perlu dilakukan yaitu penetapan indikator kinerja, penetapan kriteria, penetapan standar
kinerja atau target, pengumpulan data kinerja, pengukuran kinerja dan evaluasi pengukuran
kinerja.

1. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah sesuatu yang akan dihitung dan diukur. Dalam menetapkan alat
ukur kinerja (indikator kinerja), harus dapat diidentifikasikan suatu bentuk pengukuran
yang akan menilai output dan outcome yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan. Indikator kinerja ini digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi
hari personil organisasi membuat kemajuan menuju tujuan dan sasaran dalam
perencanaan strategis.

Indikator merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang dapat menunjukkan indikasi-
indikasi terjadinya perubahan tertentu. Indikator yang baik haruslah sensitif dan juga
spesifik.

Di rumah sakit sesungguhnya sudah ada indikator-indikator pelayanan dan kegiatan,


misalnya rekam medik yang sebenarnya merupakan indikator untuk melihat apakah
pelayanan medis dokter dan asuhan keperawatan dilaksanakan, format laporan rumah
sakit juga merupakan indikator kinerja rumah sakit, misalnya BOR, LOS, TOI, NDR, GDR
dll, namun hanya merupakan indikator output yang tujuannya mengetahui sejauhmana
pemanfaatan tempat tidur, sejauhmana lama perawatan rata-rata di rumah sakit, berapa
lama tempat tidur kosong, berapa besar kematian pasien diatas 48 jam dan berapa besar
kematian pasien dibawah 48 jam.

drhanna-Remuneration System-2006 30
Indikator-indikator ini berguna untuk melihat kinerja rumah sakit secara umum. Namun hal
ini tidak cukup, karena masih banyak kegiatan lain yang perlu dipantau secara
berkesinambungan.
Sayangnya indikator indikator ini jarang digunakan sebagaimana mestinya termasuk
bagaimana mekanisme pemanfaatan indikator-indikator ini sebagai alat untuk melakukan
antisipasi dalam bentuk perubahan, perbaikan, pengamanan dan perencanaan kedepan.

Yang terjadi saat ini, para manajer rumah sakit hanya mengetahui adanya perubahan
atau penyimpangan dari standar setelah terjadi ( Output) namun belum memanfaatkan
indikator input, proses, outcome, benefit dan impact untuk mengetahui lebih dini bahaya-
bahaya manajemen apa yang sedang dihadapi dan dampak apa yang akan terjadi akibat
pelayanan di rumah sakit.

Karenanya sering terjadi tuntutan hukum akibat ketidak puasan pelanggan terhadap
pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. hal ini disebabkan oleh keterlambatan
pengambilan keputusan karena hanya melihat indikator output saja. Apalagi jika indikator
yang ada tidak pernah menjadi bahan dasar ( Evidance based) untuk pengambilan
keputusan masa mendatang.

Ada hal yang sangat penting tetapi belum merupakan kebutuhan, yaitu belum
membudayanya mekanisme akuntabilitas seseorang dalam melaksanakan tugasnya.
Padahal akuntabilitas ini sangat penting artinya untuk mengetahui kinerja sebenarnya dari
pemberi pelayanan (Provider ) apakah ia berprofesi dokter, perawat, manager atau
tenaga administrasi lainnya. Akuntabilitas sangat erat kaitannya dengan indikator dan
standar. Lemahnya budaya akuntabilitas dapat menjebak profesi kearah rutinitas yang
menyebabkan hilangnya inovasi-inovasi Peter Drucker .

Akibatnya kesalahan-kesalahan dan kekeliruan pelayanan yang telah dan sedang terjadi
malah menjadi hal yang rutin dan biasa, sehingga rasa bersalah akan semakin hilang
(Lost of guilty feeling), dan hal ini sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, sehingga
mendarah daging dalam diri para provider.

Indikator terdiri dari :

a. Input
Yang dapat mengukur perubahan pada bahan, alat, sistem, prosedur atau orang yang
memberikan pelayanan, misalnya jumlah dokter yang memberikan pelayanan,
kelengkapan peralatan yang sesuai standar, adanya prosedur tetap dll.

b. Proses
Yang dapat mengukur perubahan pada saat pelayanan, misalnya pelayanan yang
sesuai dengan prosedur tetap, pelayanan dengan senyum, kecepatan pelayanan dll.

c. Output
Yang dapat menjadi tolok ukur perubahan pada hasil yang dicapai, misalnya jumlah
pasien yang dioperasi, jumlah pasien poli yang terlayani, kebersihan ruangan dll.

drhanna-Remuneration System-2006 31
d. Outcome
Yang dapat menjadi tolok ukur perubahan pada perilaku pelanggan akibat hasil
pelayanan misalnya kejadian infeksi nosokomial, keluhan pelanggan, kepuasan
pelanggan dll.

e. Benefit
Yang dapat menjadi tolok ukur indikasi perubahan pada keuntungan baik dari fihak
pemberi pelayanan maupun penerima pelayanan, biaya pelayanan yang lebih murah,
meningkatnya pendapatan dll

f. Impact
Yang dapat menjadi tolok ukur adanya indikasi perubahan pada jangka panjang dan
berpengaruh kepada organisasi atau masyarakat luas. Misalnya menurunnya angka
kematian ibu, meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, meningkatnya
kesejahteraan karyawan dll.

Dalam menetapkan indikator kinerja terdapat 3 hal pokok yaitu:

a. Penetapan awal indikator kinerja dan data awal.


Bagi organisasi atau pemerintah yang baru pertama kali membuat pengukuran
kinerja dapat mengikuti langkah-langkah umum sebagai berikut:
 Teliti tugas pokok dan fungsi organisasi
 Teliti tujuan kebijakan dan program-program yang ada
 Teliti sasaran program, sasaran pelaksanaan tugas dan target-target yang
ditetapkan instansi yang lebih tinggi
 Buat daftar indikator input, proses, output, outcome, benefit dan impact.
 Pilih indikator-indikator yang paling mengena.

b. Pengembangan indikator kinerja


Suatu indikator kinerja bagi suatu organisasi harus dikembangkan terus menerus.
Ada kemungkinan indikator yang ditetapkan pertama kali ternyata banyak
kelemahannya. Untuk itu perlu penyempurnaan-penyempurnaan. Suatu indikator
kinerja yang sudah ditetapkan dan dipakai harus dievaluasi dampak
penggunaannya. Hal ini penting untuk dilakukan, karena pengukuran kinerja
dalam perjalanannya dapat menimbulkan ekses-ekses negatif, jika penetapannya
tidak tetap.

c. Penggunaan manajemen berorientasi hasil


Penetapan indikator kinerja akan sangat penting dalam kaitannya dengan cara-
cara manajemen melaksanakan tugas-tugas organisasi yang berorientasikan
kepada hasil. Yang paling utama adalah penetapan indikator outcome ,
pengukuran, dan analisis atau evaluasi hasil pengukurannya. Ini bukan berarti,
pengukuran kinerja dengan menggunakan indikator input dan proses tidak
berguna, akan tetapi bagaimanapun yang harus diutamakan adalah pengukuran
kinerja berdasarkan ukuran-ukuran yang menggambarkan pencapaian hasil.

drhanna-Remuneration System-2006 32
Nilai atau karakteristik tertentu yang digunakan untuk mengukur/menghitung
indikator kinerja dapat dinyatakan dalam: unit sumber daya, unit produk saja,
hasil, outcome, nilai yang dikumpulkan, mutu, ketepatan, keakuratan, cakupan,
pilihan, biaya, aset, produktivitas, frekuensi, dan lain-lain.
Sekali pemilihan indikator-indikator telah ditetapkan, maka sudah harus
ditekankan bahwa semua unsur dalam organisasi harus komit terhadap
pemakaian indikator-indikator ini untuk pengukuran pencapaian hasil. Pemilihan
suatu indikator mungkin saja melibatkan faktor politis, akan tetapi sejauh mungkin
harus dilakukan secara logis, sesuai dengan permasalahan yang ada dan sumber
daya yang tersedia.

2. Kriteria

Merupakan spesifikasi dari indikator, misalnya keberhasilan peningkatan mutu


pelayanan, yang menunjukkan mutu sangat baik, baik, sedang, kurang dan buruk. Atau
keberhasilan pendapatan, tinggi sedang, rendah. Atau spesifik terhadap kepuasan
pelanggan. Jadi kriteria merupakan ciri khas tentang apa yang dinginkan untuk diukur atau
diketahui adanya perubahan/penyimpangan dari standar yang telah ditentukan.

3. Penetapan Standar Kinerja

Standar kinerja adalah pernyataan dari suatu kondisi yang ada ketika pekerjaan
dilakukan secara efektif. Standar kinerja dapat merupakan ukuran tingkat yang diharapkan
yang dinyatakan dalam suatu pernyataan kuantitatif. Standar kinerja dapat bersumber dari
peraturan perundang-undangan, keputusan manajemen, pendapat para ahli, atau atas
dasar pengalaman tahun-tahun sebelumnya, dan harus diperhatikan :
 Identifikasi pelanggan yang jelas.
 Melakukan survei jenis dan mutu pelayanan yang diinginkan secara
periodik.
 Penyediaan kotak pengaduan/saran serta menerima keluhan
pelanggan.
 Menyediakan informasi pelayanan yang mudah diakses pelanggan.
 Penetapan jangka waktu pelayanan maksimum (keadaan normal)
 Usaha-usaha perbaikan garis depan (front line)

Pemahaman standar adalah tingkat performans ( Performance level) atau keadaan yang
dapat diterima oleh seorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka
yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat performans atau kondisi tersebut.

 Suatu norma atau persetujuan/kesepakatan mengenai keadaan


atau prestasi yang sangat baik;
 Suatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai
atau mutu;
 Standar dapat ditentukan berdasarkan, ketentuan yang ada
misalnya dari standar pelayanan rumah sakit, standar profesi kedokteran, standar
akreditasi, atau standar lain baik nasional maupun internasional, atau jika tidak

drhanna-Remuneration System-2006 33
ditemukan standar yang dinginkan, maka dapat dibuat standar lokal yang disepakati
bersama.

4. Pengumpulan Data Kinerja

Pengumpulan Data Kinerja adalah proses pengumpulan dan pengolahan data atas
indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan
secara periodik melalui formulir kendali mutu, laporan bulanan, hasil survei/sensus,
konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait.

5. Pengukuran Kinerja

Tujuan dan sasaran jangka panjang yang sedang dicoba untuk dicapai, dinilai dengan
menelaah (review ) kemajuan indikator kinerja. Sekali rencana strategis organisasi
menetapkan tujuan dan sasaran jangka panjang, organisasi harus menyiapkan rencana
kinerja tahunan yang akan memperlihatkan kemajuan yang akan dibuat. Dengan
perkataan lain, pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan mutu
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja digunakan pula untuk
menilai pertanggungjawaban pencapaian tujuan dan sasaran program.

Unsur-unsur kunci sistem pengukuran kinerja organisasi meliputi:


 perencanaan dan penetapan tujuan;
 pengembangan pengukuran yang relevan
 pelaporan hasil-hasil secara formal
 penggunaan informasi

Cara pengukuran kinerja menurut INPRES Nomor 7 tahun 1999 dan James Whithaker
(1993) pada dasarnya dapat dilakukan sebagai berikut.
Perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
 Perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil (sasaran) yang diharapkan.
 Perbandingan antara kinerja nyata tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya.
 Perbandingan kinerja nyata dengan kinerja instansi-instansi lain yang unggul di
bidang-nya atau dengan sektor swasta.
 Kecenderungan (trend) data kinerja untuk tahun-tahun dalam rencana lima tahunan
yang berjalan.

Suatu angka atau pernyataan mengenai kinerja hanya mempunyai arti jika
digunakan untuk mengidentifikasikan kesenjangan antara tingkat kinerja nyata dari
organisasi dengan tingkat kinerja yang diidentifikasikan sebagai tujuannya.

6. Evaluasi, Pemantauan dan Umpan Balik ( Feed Back )

Di dalam evaluasi hasil pengukuran kinerja dikemukakan penilaian dan penjelasan


pencapaian tujuan kinerja. Di samping itu perlu dikemukakan analisis dan sebab-sebab

drhanna-Remuneration System-2006 34
tercapai/tidak tercapainya tujuan/sasaran. Dalam bagian ini perlu juga dikemukakan
hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan.

a. Evaluasi Pengukuran Kinerja

Evaluasi pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk kepentingan para pengambil


keputusan dan pembuat kebijakan. Perhitungan-perhitungan dan pengukuran yang
banyak dan rumit tidak akan berguna kalau tidak dievaluasi secara memadai.
Evaluasi hendaknya ditekankan pada analisis hasil pengukuran kinerja, sehingga
dari hasil analisis tersebut dapat disajikan informasi yang berguna bagi pengambil
keputusan.

b. Teknik analisis

Analisis dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tanggung jawab dan
wewenang suatu satuan kerja instansi pemerintah/organisasi. Analisis ini akan
memberikan jawaban tentang tindakan-tindakan apa yang diperlukan untuk
memperbaiki kinerja.

Pembobotan setiap indikator yang disajikan

Setelah dilakukan pembandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang diinginkan,
akan diperoleh kesenjangan ( gap ) baik positif maupun negatif. Untuk dapat menilai apakah suatu
satuan kerja/organisasi telah mencapai tingkat keberhasilan tertentu, perlu dilakukan pembobotan
atas setiap indikator. Keberhasilan pencapaian hasil akan diperoleh dari perkalian capaian setiap
sasaran dengan bobot setiap indikator.

Sebagai bahan pertimbangan, pemberian bobot harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Indikator yang paling menggambarkan pencapaian hasil diberi bobot tertinggi.
 Indikator yang paling erat kaitannya dengan tujuan program/kegiatan diberi bobot yang
tinggi.
 Indikator yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan kebijakan instansi yang lebih tinggi
diberi bobot tinggi.
 Indikator yang paling menonjol diberi bobot yang tinggi.
 Indikator yang hanya menggambarkan output diberi bobot lebih rendah dari pada indikator
yang menggambarkan outcome.

Skala nilai/bobot yang dapat diterapkan dilakukan melalui judgement dari instansi/organisasi yang
bersangkutan. Sebagai acuan dapat digunakan metode CARL (capability, accesability,
readyness, leverage ) atau metode BRYANT maupun metode DELPHI .

Membuat simpulan hasil analisis

Untuk membuat simpulan hasil analisis keseluruhan keberhasilan, satuan kerja instansi
pemerintah/organisasi yang melakukan berbagai tugas dan menjalankan berbagai
program/kegiatan, hendaknya dihitung rata-rata nilai tertimbang yang berasal dari pembobotan

drhanna-Remuneration System-2006 35
masing-masing indikator yang dicapai. Skala pengukuran kinerja dapat dibuat berdasarkan
pertimbangan masing-masing organisasi. Untuk tahap awal dapat dipakai skala pengukuran
ordinal, misalnya: sangat baik, baik, sedang dan kurang.

Pemantauan

Di samping evaluasi, langkah yang diperlukan untuk mengetahui efek dari penetapan
suatu kebijakan adalah pemantauan. Fungsi pemantauan juga dapat digunakan untuk mengetahui
sejauh mana sasaran dapat dicapai termasuk kendala yang dihadapi. Pemantauan merupakan
suatu upaya pengumpulan informasi, baik yang berasal dari dalam sistem maupun berasal dari
luar sistem. Adapun yang melatar-belakangi perlunya pemantauan adalah karena adanya
ketidakpastian (uncertainty ) dan cepatnya perubahan terhadap apa yang terjadi pada saat
pelaksanaan kebijakan.

Fungsi pemantauan.

 mengetahui tingkat kepatuhan (compliance ) dalam pelaksanaan program sesuai dengan


standar dan prosedur yang ditentukan;
 mengetahui pemanfaatan penggunaan sumberdaya dan pelayanan;
 memperoleh informasi untuk membantu menghitung perubahan sosial dan ekonomi;
 sebagai implementasi suatu kebijakan;
 menghasilkan informasi yang menjelaskan outcome suatu kebijakan memiliki keberhasilan
atau kegagalan.

Umpan Balik
Hasil evaluasi dan pemantauan digunakan sebagai umpan balik untuk tindakan koreksi
atau penyempurnaan misi, tujuan dan sasaran serta strategi organisasi. Umpan balik merupakan
sebagian dari proses evaluasi, oleh karena itu umpan balik merupakan penyampaian masukan
(Feedback ) berdasarkan informasi atau laporan pelaksanaan suatu rencana serta proses
penyesuaian pelaksanaan rencana untuk masa yang akan datang berdasarkan pelaksanaan di
masa yang lalu yang tidak sesuai denga standar yang telah ditentukan.

Proses umpan balik merupakan salah satu mata rantai dari berbagai faktor penentu
kebijakan. Memberikan umpan balik berdasarkan fakta adalah bagian penting dalam diskusi
kinerja dan pengembangan. Tujuan umpan balik adalah meningkatkan pemahaman agar dapat
mengambil tindakan yang tepat. Tindakan dapat bersifat korektif mewujudkan adanya sesuatu
yang tidak beres atau bersifat korektif dalam memanfaatkan peluang yang berdasar umpan balik
tersebut. Dalam hal ini umpan balik merupakan penguatan dan dapat memberikan intuisi yang
kuat.

Menurut Michael Armstrong dan Angela Baron (1998) umpan balik 360 derajat yang
banyak diterapkan, yakni pengumpulan data kinerja secara sistematik yang diberikan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan (stakeholders) kepada perorangan atau kelompok. Penggunaan
umpan balik 360 derajat antara lain adalah:

drhanna-Remuneration System-2006 36
 untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan manajemen;
 untuk mendukung proses human resources seperti penilaian dan resourcing and
succession planning;
 untuk mendukung keputusan pembayaran.
Metodologi umpan balik 360 derajat dilakukan melalui kuesioner, rating, memperoleh data, saran
tanggapan dan tindakan. Umpan balik 360 derajat dilakukan karena keprakstisannya, sesuai
dengan organisasi dan hierarkhi, membantu manajer yang terbatas pengetahuannya dan
merefleksikan nilai-nilai untuk masukan dalam manajemen kinerja.

Peran Komite Medik

Komite medik sebagai penanggung jawab mutu pelayanan medik berperan sebagai pengendali
mutu pelayanan medik di RS. Hal ini sesuai dengan tugas dan fungsi Komite Medik yaitu :

Tugas
 Membantu Direktur untuk menyusun standar pelayanan dan memantau pelaksanaan
pelayaan.
 Memantau pelaksanaan tugas tenaga medis
 Meningkatkan program pelayanan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan dibidang medik

Wewenang
 Memberikan usul rencana kebutuhan tenaga medis
 Memberikan pertimbangan pemeliharaan, pengadaan peralatan medis dan alat kesehatan
 Monitoring dan evaluasi penggunaan obat-obatan di RS
 Monitoring dan evaluasi efektifitas pemanfaatan peralatan kedokteran
 Pembinaan etika profesi
 Rekomendasi kerjasama antara RS dengan Fakultas Kedokteran, FKG atau institusi
kesehatan lain

Tanggung Jawab
Komite medik bertanggung jawab kepada Direktur RS, Ketua panitia yang berada dibawah
Komite Medik bertanggung jawab kepada Ketua Komite Medik

Pemantauan kinerja dokter agar sesuai dengan standar yang telah ditentukan erat
kaitannya dengan clinical governance, bagaimana Komite Medik melakukan pemantauan terhadap
para dokter yang memberikan pelayanan di RS.

Cara pemantauan dapat menggunakan Strategic Action Plan (SAP) yang didalamnya
tercantum rencana strategis, aplikasi strategis dan evaluasi strategis dalam bentuk sistem
akuntabilitas.
Karenanya diperlukan Standar Pelayanan Minimal dirumah sakit, diperlukan juga standar lain yang
erat kaitannya dengan mutu pelayanan dokter di RS.

drhanna-Remuneration System-2006 37
Hal yang cukup penting adalah bagaimana Komite Medik menentukan indikator-indikator sebagai
patokan sinyal jika terjadi penyimpangan mutu pelayanan..

Bentuk teknis pemantauan pada para dokter adalah :


 Audit Medik
 Grand Visite Komite Medik bersama seluruh dokter
 Referat Kematian Pasien, dll.

Hasil audit medik inilah sebagai dasar monitoring mutu pelayanan medik, Komite Medik
memiliki kewenangan untuk menentukan izin bagi para dokter dalam memberikan pelayanannya
berupa privilege, jika dinilai dokter yang bersangkutan telah dianggap mampu memberikan jenis
pelayanan tertentu. Dilain fihak Komite Medik memiliki kewenangan pula untuk mengurangi
privilege dokter jika dokter tersebut dianggap kurang mampu memberikan pelayanan mediknya.

Clinical governance akan memperlihatkan akuntabilitas para dokter terhadap apa yang
dikerjakannya. Sehingga jika pada suatu saat terjadi tuntutan terhadap dokter, Komite Medik sudah
siap dengan akuntabilitasnya.

Oleh karena itu setiap SMF perlu memiliki strategic action plan yang akan memperlihatkan
kegiatan SMF yang strategis dan kegiatan ini akan diukur sama seperti SAP dan Business plan
Unit kerja lain. Hanya bedanya SMF lebih ditekankan kepada pengukuran kinerja proses, output
dan outcome saja, misalnya indikator prosesnya berdasarkan time respons atau time motion,
outputnya berapa target hasil pelayanan SMF, sedangkan outcomenya adalah seberapa besar
kepuasan pelanggan terhadap pelayanan SMF.

Ringkasan akuntabilitas

Sistem akuntabilitas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan manajemen strategis
organisasi

Akuntabilitas terdiri dari, monitoring dan evaluasi, yang dimonitor adalah kegiatan-kegiatan,
sedangkan kegiatan berasal dari program dan program berasal dari sasaran strategis, sasaran
strategis adalah penjabaran dari tujuan unit kerja dan jika kita urut keatas maka tujuan ditetapkan
berdasarkan hasil analisa internal maupun eksternal dengan demikian misi yang dijalankan oleh
unit kerja bisa diukur.

Prinsip utama dalam penerapan sistem akuntabilitas adalah bahwa akuntabilitas tidak mungkin
dapat di terapkan sebelum masing-masing unit kerja menyusun strategi, atau lebih jelasnya para
pejabat struktural, SMF, Kepala ruangan dan Kepala Instalasi yang tidak menghasilkan uang harus
memiliki dokumen Stratewgic action plan, sedangkan pejabat fungsional yang menghasilkan uang
misalnya kepala instalasi rawat inap, rawat jalan, bedah central radiologi dan sejenisnya harus
memiliki dokumen Business plan.

Target-target organisasi yang tercntum dalam rencana strategis ataupun business plan corporate
dapat diukur yang datanya berasal dari hasil kegiatan-kegiatan seluruh pejabat rumah sakit.

drhanna-Remuneration System-2006 38
Dalam menyusun strategi sebaiknya menggunakan pendekatan Balanced scorecard dari sejak
menetapkan visi dan misi, sehingga pada saat analisa lingkungan keempat perspektif yaitu
pembelajaran dan pengembangan SDM, proses usaha, kepuasan pelanggan dan perspektif
keuangan bisa tercakup yang akhirnya akan menghasilkan strategi yang mengarah kepada
keempat perspektif tersebut.

POKOK BAHASAN VI

DOKUMEN SISTEM REMUNERASI RUMAH SAKIT

Proses Remuneration System TUJUAN

Pemahaman Sistem 1. Jelasnya gambaran mengenai bentuk sistem


Remunerasi remunerasi
2. meningkatnya kompetensi peserta dalam menyusun
Pendekatan Pengaturan sistem remunerasi yang baik
Penggajian

METODA
Dampak Sistem Hubungan
Kinerja Upah
1. Ceramah
Distribusi Insentif Dalam 2. Bimbingan
Sistem Remunerasi 3. Tanya Jawab
Sistem Akuntabilitas PRODUK SASARAN

Dokumen Sistem 1. Tersusunnya sistem


Remunerasi RS remunerasi yang baik dan mudah diaplikasikan
2. Terpenuhinya kelengkapan
persyaratan administratif bagi RSD PPK-BLUD

Bentuk Umum Sistem Remunerasi

Sistem adalah merupakan nyawa dari struktur organisasi. Struktur organisasi tanpa sistem
maka ibarat benda mati yang tidak bisa bergerak. Karenanya sistem remunerasi adalah salah satu
nyawa untuk menggerakkan berjalannya pengaturan pengupahan didalam perusahaan termasuk
di rumah sakit. Pengupahan itu sendiri tersdiri dari Gaji, insentif, merit/bonus.

drhanna-Remuneration System-2006 39
Yang menjadi masalah rumit di rumah sakit dewasa ini adalah pengupahan sudah berjalan
dengan baik akan tetapi dasar penguapahan masih kabur dan terkadang ada beberapa rumah
sakit yang tidak memiliki sistem secara tertulis.

Bentuk umum dari sistem remunerasi hampir sama dengan bentuk peraturan pemerintah,
SK dan atau Undang Undang yang harus disahkan berdasarkan penetapan kepala daerah.

Kerangka Detail Sistem Remunerasi

Kerangka detail sistem remunerasi adalah sebagai berikut:


 Pendahuluan
 Ketentuan Umum
 Sumber pembiayaan / Dana Remunerasi
 Hak dan kewajiban karyawan dalam sistem remunerasi
 Penanggung jawab remunerasi
 Pelaksana teknis remunerasi
 Pelaksanaan penilaian kinerja
 Siatem gaji karyawan tetap dan karyawan honorer
 Distribusi insentif
 Ketentuan lain lain
 Penutup

Agar dalam menyusun dokumen sistem remunerasi lebih mudah maka akan dijelaskan dibawah ini
masing masing detail dari bentuk remunerasi.

 Pendahluan

Berisi penjelasan mengenai sistem remunerasi. Alasan mengapa sistem ini dibuat dan apa
dampak yang diharapkan dari sistem remunerasi tersebut.

 Ketentuan umum

Adalah penjelasan mengenai pa yang dimaksud dengan kata atau kalimat yang berada
didalam sistem remunerasi, agar kalimat tidak berulang ulang. Bahasa yang digunakan
adalah bahasa hukum, namun bisa bahasa biasa yang penting mudah dimengerti dan
mudah dicerna oleh pihak stakeholder.

Contoh :
1. Yang dimaksud dengan Direktur adalah direktur RSUD DABEDA
2. Yang dimaksud dengan sistem Remunerasi adalah tatacara pengupahan yang
berkekuatan hukum
3. dll sejenisnya

 Sumber Pembiayaan Remunerasi

drhanna-Remuneration System-2006 40
Pada bab ini menerangkan tentang darimana sumber dana remunerasi. Khusus bagi RS
pemerintah yang menjadi masalah rumit adalah bukan sistem penggajian akan tetapi sistem
insentif yang merupakan bagian dari sistem remunerasi.

Sistem gaji karyawan sudah ditentukan oleh pemerintah jadi tidak menjadi masalah samapai
saat ini, walaupun dirasakan gaji PNS masih berada dibawah kelayakan jika dibanding
dengan gaji pegawai negeri di negara lain.

Sumber insentif yang merupakan masalah yang sangat sensitif biasanya bersumber dari
jasa pelayanan, bisa berasal dari jasa pelayanan dokter, keperawatan dan administrasi.
Namun pada umumnya RSD m,enetapkan sumber insentif dari jasa pelayanan. Jasa
pelayanan bukan jasa dokter bukan pula insentif dokter akan tetapi merupakan jasa
pelayanan tim yang diselenggarakan oleh rumah sakit. Ketentuan pembagiannya diterapkan
berdasarkan sistem remunerasi.

Contoh

1. Sumber dana insentif berasal dari jasa pelayanan yang muncul didalam tarif pelayanan
rumah sakit.
2. Sumber lain dana insentif karyawan adalah bersumber dari 50% keuntungan apotik dan
25% dari keuntungan Jasa sarana dan prasarana RS

 Hak dan kewajiban karyawan dalam sistem remunerasi

Pada bab ini menjelaskan tentang siapa saja yang berhak mendapat remunerasi. Yang
benar adal;ah setiap karyawan baik karyawan tetap atau karyawan honorer berhak
mendapat remunerasi. Hanya karyawan KSO (kerjasama operasi) tidak bisa dimasukkan
kedalam karyawan yang bisa menerima remunerasi karena karyawan pada KSO adalah
karyawan pihak ketiga bukan karyawan perusahaan kita.

Remunerasi dalam bentuk insentif bukanlah hak yang setiap saat harus diterima akan tetapi
penghargaan terhadap kinerja yang diberikan oleh karyawan terhadap perusahaan. Semakin
hebat kinerjanya maka insentif akan semakin besar. Karenanya sistem insentif akan sangat
bergantung kepada hasil kinerja karyawan yang bersangkutan dan akan sangat berkaitan
dengan volume pelayanan jasa perusahaan misalnya rumah sakit. Semakin tinggi volume
pelayanan di rumah sakit maka secara ortomatis insentif akan semakin besar.

Contoh

1. Seluruh karyawan PNS akan mendapat gaji sesuai dengan ketentuan pemerintah yang
berlaku.
2. Seluruh karyawan honorer akan mendapat gaji berdasarkan ketentuan penggajian
didalam sistem remunerasi ini.
3. Yang berhak menerima insntif adalah seluruh karyawan tetap dan honorer di rumah
sakit.

drhanna-Remuneration System-2006 41
 Penanggung Jawab Sistem Remunerasi

Yang bertanggung jaeab terhadap penyelenggaraan sistem remunerasi adalah direktur


keuangan atau wakil direktur keuangan. Sistem remunerasi akan sangat baik jika
menggunakan sistem informasi digital atau menggunakan sistem yang tercantum didalam
sistem komputerisasi rumah sakit yang bisa di LAN ke sistem akuntansi dan billing system.

Contoh

1. Penanggung jawab sistem remunerasi adalah direktur keuangan


2. keputusan untuk menetapkan pengurangan akibat kinerja yang tidak sesuai dengan
standar sehingga menimbulkan nilai index yang berkurang sepenuhnya berada pada
direktur keuangan.

 Pelaksana teknis Sistem Remunerasi

Pelaksana teknis adalah pelaksana yang akan membayarkan insentif karyawan. Seperti
lazimnya suatu perusahaan maka yang bertugas melaksanakan kegiatan ini adalah staf
keuangan.

 Pelaksana penilaian kinerja

Penilaian kinerja adalah pekerjaan yang tersulit dari sistem remunerasi karena pada
umumnya RSD atau rumah sakit pemerintah tidak terbiasa dengan budaya penilaian kinerja.
Akibatnya banyak mengalami hambatan yang cukup serius jika tidak ditangani dengan
benar dan teliti.

Banyak karyawan merasa haknya dipotong padahal kinerjanya menurun, sekali lagi perlu
ditegaskan bahwa sistem remunerasi berbasis kepada kinerja, jadi jika kinerjanya merosot
maka secara otomatis insentifnya juga merosot. Akibat adanya resistensi seperti ini maka
pelaksana penilaian akan mengalami hambatan yang tidak kecil.

Pelaksana penilaian kinerja secara umum dilaksanakan oleh kepala Bidang SDM atau
Direktur administrasi, bertugas mengumpulkan dan menilai kinerja masing masing
karyawan.

 Sistem gaji karyawan

Pada bab ini ditegaskan gaji dan tatacara penggajian karyawan baik yang pegawai negeri
maupun tenaga honorer. Gaji PNS hanya dicantumkan bahwa sistem penggajian PNS
mengacu kepada sistem penggajian yang ditetapkan berdasarkan peraturan poemerintah
yang berlaku. Sedangkan gaji non PNS harus ditegaskan secara rinci dan bagaimana
dengan kenaikan gaji berkalanya serta bagaimana persiapan pembayaran pensiunnya.

 Distribusi Insentif

drhanna-Remuneration System-2006 42
Dalam bab ini dijelaskan secara rindi mengenai distribusi insentif. Konsepnya barang siapa
yang menghasilkan jasa pelayanan yang tercantum didalam tarif rumah sakit maka yang
bersangkutan diwajibkan untuk memberikan kontribusi bagi seluruh karyawan rumah sakit.
Persentasenya berdasarkan kesepakatan antara penyusun sistem insentif.

Misalnya dokter spesialis bedah mengoperasi appendix dalam tarif tercantum jasa
pelayanan operasi sedang Rp 2000.000,- (delapan ratus ribu rupiah), maka dalam sistem ini
dokter tersebut hanya menerima insentif langsung yang akan diberikan kepadanya pada
awal bulan berikutnya sebesar Rp 400.000,- (empat ratus ribu rupiah), atau sekitar 50% dari
jasa yang tercantum didalam tarif layanan rumah sakit. Sisanya masuk kedalam Pos
Remunerasi . Demikian pula kelompok perawat yang ada di rawat inap mendapat jasa total
perawatan sebesar Rp 25 juta (duapuiluh lima juta rupiah) dalam sebulan. Maka kelompok
perawat rawat inap hanya akan mendapat insentif langsung kelompok sebesar Rp
12.500.000,- (duabelas juta lima ratus ribu rupaih) atau sekitar 50%. Sisanya didistribusikan
kedalam Pos Remunerasi. Demikian selanjutnya dan berlaku bagi siapa saja yang
menghasikan jasa pelayanan dan tercantum didalam tarif rumah sakit.

Pada distribusi insentif ada dua bagian distribusi :

1. Insentif langsung yang hanya berlaku kepada setiap karyawan penghasil jasa
pelayanan

2. Insentif tidak langsung, adalah insentif yang bersumber dari Pos Remunerasi. Ini
berlaku bagi seluruh karyawan rumah sakit dan distribusinya menggunakan sistem
score berdasarkan indexing.

Falsafah dasarnya adalah bahwa setiap penghasil jasa berkewajiban memberikan kontribusi
pendapatannya kepada para karyawan lainnya di rumah sakit. Dengan demikan maka akan
terjadi koherensia dan kebersamaan diantara karyawan rumah sakit.

Contoh

Seorang dokter spesialis bedah orthopedi dengan kinerjanya menghasilkan jasa Rp


38.000.000,- (tigapuluh delapan juta rupiah) berdasarkan sistem insentif, maka yang ia
dapatkan insentif langsung adalah 50% X Rp 38.000.000,- = Rp 19.000.000,-
(sembilanbelas juta rupiah), artinya dokter yang bersangkutan memberikan kontribusi
kedalam Pos Remunerasi sebesar Rp 19.000.000,- (sembilanbelas juta rupiah). Arti lainnya
adalah dokter yang bersangkutan telah berkonstribusi kepada seluruh karyawan sebesar Rp
19.000.000,- (sembilanbelas juta rupiah).

Kemudian dokter tersebut memiliki score individu, setelah perhitungan kinerja selesai
sikerjakan maka akan tampak total dana yang ada didalam Pos Remunerasi. Dan jika telah
diketahui total score seluruh karyawan rumah sakit. Maka dokter tersebut akan mendapat
lagi insentif tidak langsung berdasarkan score yang dia miliki. Jelas bahwa penghasil uang
akan mendapat insentif langsung dan insentif tidak langsung.

drhanna-Remuneration System-2006 43
Khusus bagi karyawan yang berada pada cost center hanya akan mendapat insentif tidak
langsung saja berdasar kepada score yang bersangkutan.

Inilah transparansi sistem insentif, akan terjadi dokter merasakan uang yang berasal dari
keperawatan, dari farmasi dan dari sumber lain demikian juga seluruh karyawan. Akan
terjadi saling mendukung dalam menuinjang pendapatan individu karyawan di rumah sakit.

Kepustakaan

Anthony.Robert N, Govindarajan.Vijay, MANAGEMENT CONTROL SYSTEMS , 9Th Edition, McGraw-Hills


Companies, USA, 1998.

Brinzius. Jack A. & Campbell. Michael D, Getting Result – a Guide for Government Accountability , 1990.

Cortada. James W, Total Quality Management for Information Systems Management , Mc Grou-Hill. Inc., 1995.

Craig, James. C. Grant.Robert M., Strategic Management , 1993.

Day.George S, Reibstein.David J, DYNAMIC COMPETITIVE STRATEGY , The Wharton School, with Robert
Gunther, John Willey & Sons, Inc, USA, 1997.

Griffin.Ricky W, MANAGEMENT , 5Th Edition, Houghton Mifflin Company, Boston, Toronto, Geneva, Illionis, Palo Alto,
Princenton, New Jersey, 1999.

Griffith, John R. THE WELL MANAGED COMMUNITY HOSPITAL , Health Administration Press, Ann Arbor,
Michigan, 1987.

Hendry.John, Johnson.Gerry, Newton.Julia, STRATEGIC THINKING, Leadership and Management of Change ,


John Willey & Son, Chicester-New York- Toronto – Singapore, West Sussex England, 1993.

Kaplan. Robert S, Norton. David P, THE STRATEGY FOCUSED ORGANIZATION, How Balanced Scorecard
Companies Thrive the New Business Enviroment , Harvard Business School Press, Boston, 2001.

Levin. Richard I, Rubin. David S, Stinson. John P, QUANTITATIVE APPROACHS TO MANAGEMENT , 6th Edition,
Exclusive rights by Mc Graw-Hill Book Co, Singapore Manufacture and Export, 2 nd Printing,1996.

Mintzberg, Henry, Ahlstraud. Bruce and Lampel. Joseph, Strategy Safary a Guided Tour Through The Wilds of
Strategic Management , 1998.

Osborne. David and Ted Gaebler, REINVENTING GOVERNMENT – How The Enterpreneurial Spirits is
Transforming the Public Sector , 1996.

Picken. Joseph C, Dess. Gregory G, MISSION CRITICAL, The 7 Strategic Traps that derail even the Smartest
Companies , IRWIN, Professional Publishing, U.S.A, 1997.

drhanna-Remuneration System-2006 44
Ringland.Gill, SCENARIO PLANNING, Managing for the Future , John Willey & Sons Ltd, Baffins Lane,
Chichester, West Sussex PO19 1UD, England, 1998.

Sheehy.Barry, Bracey.Hyler, Frazier.Rick, WINNING the RACE for VALUE , Strategies to Create Competitive
Adventage in Emerging “Age of Abundance”, Amacom, American Management Association, USA, 1996.

Schulz, Rockwell, Ph.D - Johnson, Alton C, Ph.D, MANAGEMENT OF HOSPITALS AND HEALTH SERVICES,
Strategic Issues and Performance , Third Edtion, The C.V. Mosby Company, St, Louis, Baltimore Philadelphia,
Toronto, 1990.

Sonnenberg. Frank K, MANAGING WITH A CONSCIENCE, How to improve performance through integrity,
trust and commitment , McGraw-Hill, 1994.

Werther Jr.William B, Davis. Keith, HUMAN RESOURCES AND PERSONNEL MANAGEMENT , 5Th Edition,
McGraw-Hill, USA, 1996.

Whittaker. James, The Government Performance and Result Act a Mandate for Strategic Planning and
Performance Measuremet , 1993.

drhanna-Remuneration System-2006 45

You might also like