You are on page 1of 10

1.

Anatomi Sistem Limfatik

Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem


saraf pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus,
limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus,
jantung, dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.

Gambar 2. Anatomi Sistem Limfatik

Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat


kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan
(yang terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda
termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua
per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di
dalam tractus gastrointestinal.

Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas
inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan
melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus
limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax,
dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher
kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh
serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.

2. Patofisiologi

Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada
sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi
terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor
tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor
tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,
kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat
dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi
inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi
tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen
yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang
terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi
regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan
seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi
regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya
gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan
menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.

Gambar 3. Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan


Klasifikasi
3. Klasifikasi berdasarkan hispatologi
Klasifikasi histopatologik merupakan topik yang paling
membingungkan dalam studil imfoma maligna karena perkembangan
klasifikasi ini demikian cepat dan dijumpai berbagai jenis.

Klasifikasi yang satu sama lain tidak kompatibel. Pada tahun 1994
telah dikeluarkan klasifikasi
Revisied American European Lymphoma (REAL) dan diterapkan seca
ra luas.Klasifikasi REAL/WHO mencakup semua keganasan limfoid
dan limfoma dan lebih berdasarkanklinis dibandingkan dengan skema-
skema klasifikasi sebelumnya. Secara umum terjadi pergeseran
pembagian limfoma yang awalnya hanya berdasarkan penampilan
histologik menjadilebih ke arah sindrom dengan gambaran
morfologik, imunofenotipe, genetik, dan klinis yangkhas. Klasifikasi
ini juga berguna untuk mempertimbangkan kemungkinan asal
keganasan masing-masing limfoid berdasarkan fenotipe dan status
penataan ulang imunoglobulinnya(Hoffbrand, 2005).

Tabel 1. Klasifikasi

Klasifikasi Revisied American European Lymphoma (REAL) untuk neoplasma


limfoidSel B (85%)
4. Klasifikasi berdasarkan keganasan
Klasifikasi Kiel membagi LNH menjadi 2 golongan besar, yaitu:
a. LNH dengan derajat keganasan rendah
b. LNH dengan derajat keganasan tinggiKlasifikasi Kiel sudah
menyesuaikan dengan kompartemen dari kelenjar getah bening,
sertamembedakan asal sel, apakah dari limfosit B atau limfosit T

5. Diagnosis

Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan


melalui prosedur-prosedur di bawah ini.
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat
malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6
bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar
getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit
atau infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan
hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat,
laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus
(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan
dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan
area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.

6. Diagnosis Banding

 Citomegalovirus  Tuberculosis
 Mononukleosis infeksiosa
 Ca Paru
 Artritis rheumatoid
 Sarkoidosis
 Serum Sickness
 Sifilis
 Lupus Eritematosus Sistemik
 Toxoplasmosis
7. Komplikasi

Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan
kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia,
perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava
superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada
traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.
Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung
akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.1,6

8. Prognosis

Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan


oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:

 Serum albumin < 4 g/dL


 Hemoglobin < 10.5 g/dL
 Jenis kelamin laki-laki
 \\Stadium IV
 Usia 45 tahun ke atas
 Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
 Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%, sedangkan
pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.

Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya


antara lain:

 usia (>60 tahun)


 Ann Arbor stage (III-IV)
 hemoglobin (<12 g/dL)
 jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
 serum LDH (meningkat)
yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah (memiliki
0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk (memiliki 3
atau lebih faktor di atas).

Berbagai efek samping kemoterapi yang umum dan cara


mengatasinya
1. Rambut rontok

Rambut rontok adalah efek samping kemoterapi yang hampir dialami oleh semua pasien
kanker yang menjalani pengobatan tersebut. Folikel rambut sangat rentan rusak sehingga
membuat rambut Anda mudah rontok ketika kemoterapi. Tidak sedikit orang yang malu
karena mengalami hal ini, apalagi bagi kaum perempuan yang menganggap rambut adalah
mahkotanya. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi rambut rontok:

 Anda tetap bisa bergaya dengan menggunakan topi, scarf, atau wig – jika Anda mau.
Jangan malu untuk mencoba hal tersebut, bila Anda belum siap menggunakannya,
Anda dapat berdiskusi dulu psikolog atau tim medis Anda.
 Jika ingin keramas, gunakan sampo yang tidak memiliki wangi dan ringan di kulit
kepala, seperti sampo bayi. Gunakan air hangat ketika membilas kulit kepala serta
hindari gerakan menggaruk ketika keramas atau mengeringkan rambut.
 Hindari terlalu sering menyisir rambut Anda.
 Hindari menggunakan minyak atau krim rambut.

2. Mual dan muntah

Sebanyak 70-80% pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi, mengalami gejala mual
dan muntah. Efek samping kemoterapi ini sering kali timbul pada beberapa obat tertentu,
seperti obat cisplatin. Beberapa hal yang dapat mengatasi mual dan muntah saat kemoterapi
yaitu:

 Makan dengan porsi yang sedikit namun sering, sebab rasa mual sering kali muncul
ketika perut Anda kosong.
 Saat mengonsumsi makanan, usahakan untuk mengunyahnya dengan perlahan.
 Usahakan untuk mengonsumsi makanan yang bersuhu dingin. Hindari makanan
hangat atau panas karena akan menyebabkan Anda semakin mual.
 Jangan mengonsumsi makanan dan minuman yang memiliki temperatur berbeda
dalam satu waktu.
 Minum di antara dua makan, jangan terlalu banyak minum ketika makan. Selain itu
minum antara 6-8 gelas per hari atau sesuai dengan kebutuhan.
3. Anemia dan kelelahan

Obat kemoterapi juga dapat membuat jumlah sel darah merah menurun hingga pasien
mengalami anemia. Hal ini menyebabkan jaringan tubuh Anda tidak mendapatkan oksigen
dan makanan sehingga timbul rasa lelah. Biasanya untuk mengatasi anemia yang berat,
dokter akan menyarankan pasien untuk ditransfusi. Namun beberapa hal yang dapat Anda
lakukan untuk meringankan gejala tersebut adalah:

 Istirahat yang banyak, seperti tidur siang setidaknya 15 menit saja dapat membantu
tubuh Anda pulih kembali. Kenali diri Anda dan istirahat lah sebelum merasa lelah.
 Melakukan olahraga yang ringan. Tentu hal ini dapat dilakukan jika dokter
mengizinkan.
 Kelola stres dengan baik. Anda bisa menggunakan waktu luang Anda untuk
melakukan hobi atau hal-hal yang Anda sukai sehingga, stres akan terkelola dengan
baik.

4. Sariawan pada mulut

Kemoterapi menyebabkan sistem kekebalan tubuh Anda menurun, sehingga sangat mudah
terserang infeksi bakteri atau virus. Infeksi yang sering terjadi pada pasien kanker adalah
infeksi mulut. Infeksi ini ditandai dengan timbulnya sariawan pada bagian mulut, tak hanya
satu luka bahkan bisa saja semua bagian mulut dipenuhi dengan luka. Tentu hal ini akan
membuat pasien menjadi susah untuk mengonsumsi makanannya, padahal makanan dapat
membuatnya pulih kembali.

Berikut adalah cara untuk mengatasi luka pada mulut:

 Pastikan untuk menyikat gigi setidaknya 90 detik setiap dua kali dalam satu hari.
Usahakan untuk menggunakan sikat gigi yang halus.
 Hindari mengonsumsi alkohol, makanan pedas, serta makanan asam.
 Gunakan obat kumur untuk menghilangkan bakteri yang mungkin masih tertinggal di
dalam mulut.

You might also like