You are on page 1of 8

un Nuzul

Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di
muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan, bukan
sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.
B. Surat Adz-Dzariyat Ayat 56
‫يم‬
ِ ‫الر ِح‬
‫الرحْ َم ِن ه‬
‫َّللاِ ه‬
‫س ِم ه‬
ْ ‫ِب‬
َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنه َواإل ْن‬
‫س إِال ِليَ ْعبُدُون‬
Artinya: ” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu”. (Qs, Adz Dzaariyat: 56)[1]
Makna Mufrodat Dan Kandungan Ayat :
Didahulukannya penyebutan kata (‫ )الجن‬Jin dari kata (‫ )اإلنس‬manusia karena jin memang
lebih dahulu diciptakan Allah dari pada manusia. Huruf (‫ )ل‬pada kata (‫ )ليعبدون‬bukan berarti
agar supaya mereka beribadah atau agar Allah disembah, sedangankan Menrut Prof. Dr.
Muhammad Quraish Shihab dalam tasirnya, Al-Misbah, penafsiar an ayat di atas adalah
sebagai berikut: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia untuk satu manfaat yang kembali
pada diri-Ku. Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar tujuan atau kesudahan aktivitas
meraka adalah beribadah kepada-Ku.
Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama (Aku), karena memang penekannya
adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang digunakan berbentuk tunggal
dan tertuju kepada-Nya semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah
swt, huruf lam disini sama dengan huruf lam dalam firman Allah SWT:
“ Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya Dia menja- di musuh dan
Kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Ha- man beserta tentaranya adalah
orang-orang yang bersalah.”
Bila huruf lam pada liyakuna dipahami dalam arti agar supaya, maka di atas seperti:
maka dipungutlah dia oleh keluarga fir’aun agar supaya dia Musa yang dipungut itu menjadi
musuh dengan kesedihan bagi mereka.
Thabathaba’I memahami huruf lam pada ayat yang ditafsirkan dalam arti agar
supaya, yakni tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah. Ulama ini menulis
bahwa tujuan apapun bentuknya adalah sesuatu yang digunakan oleh yang bertujuan untuk
menyempurnakan apa yang belum sempurna baginya atau menanggulangi kebutuhan/
kekurangannya. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah SWT, karena dia tidak memiliki
kebutuhan. Dengan demikian tidak ada lagi baginya yang perlu disempurnakan. Namun disisi
lain, suatu perbuatan yang tidak memiliki tujuan adalah perbuatan sia-sia yang perlu dihindari.
Mengapa, hai Muhammad, kamu diperintahkan untuk memperingatkan umat manusia?
Kamu diperintahkan untuk memperingatkan bahwa jin dan manusia tidak diciptakan kecuali
untuk beribadat kepada-Ku.
Jin dan manusia dijadikan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Tegasnya, Allah
menjadikan kedua makhluk itu sebagai makhluk-makhluk yang mau beribadah, diberi akal dan
panca indera yang mendorong mereka menyembah Allah, untuk beribadahlah tujuan mereka
diciptakan. Dengan demikian, ibadah yang dimaksud disini lebih luas jangkauannya daripada
ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekahlifahan termasuk dalam makna ibadah dan dengan
demikian hakekat ibadah mencakup dua hal pokok.
Pertama : kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan.
Kedua : mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan
dan setiap gerak dalam hidup.[2]
Beberapa ulama berpendapat bahwa ayat ini hanya khusus mengenai orang yang telah
diketahui oleh Ilmu Allah bahwa ia pasti akan menyembah-Nya, oleh karena ayat ini
menggunakan lafadz yang umum dengan makna yang khusus. Perkiraan yang dimaksud adalah
tidak Aku ciptakan penduduk surga dari jin dan manusia kecuali untuk menyembahnya.
Al Qusyairi ayat ini pastilah memasuki oleh takhshish (pengkhususan dan pembatasan),
karena tidak mungkin orang gila dan anak-anak kecil diperintahkan untuk beribahadah.
Allah juga berfirman dalam Surat Al A’raaf: 175
ً ‫َولَقَ ْد ذَ َرأْنَا ِل َج َهنه َم َك ِث‬
‫يرا ِمنَ ا ْل ِج ِِّن َواإل ْن ِس‬
“ Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (Isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia”. (Qs. Al A’raaf : 175).[3]
Sementara orang-orang yang memang diciptakan juga untuk beribadah oleh karena itu
ayat diatas kemungkinan besar dimaksudkan kepada orang-orang yang beriman saja. Hal ini
sama persis seperti yang disebutkan dalam Firman Allah:
“ Orang-orang arab badui itu berkata: Kami telah beriman”.[4]‫اب آ َمنها‬ ُ ‫ت األع َْر‬ ِ َ‫قَال‬
Dimana tidak semua orang Arab badui mengatakan mereka telah beriman, hanya
sebagian mereka yang mengatakan hal itu. pendapat ini disampaikan oleh Adh-Dhahhak, Al
Kindi, Al Faraa’, dan Al Qutabi.
Pendapat ini diperkuat oleh qira’ah yang dibaca oleh Abdullah, yaituwamaa khalaqtu
al jinna wal insa minal mu’minin illa liya’budun (dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia dari
golongan orang-orang yang beriman, kecuali untukmenyembah-Ku)[5]
Penafsiran ini ditunjukan oleh apa yang dinyatakan dalam sebuah hadist:
‫ فخلخت ا لخلق فبى عرفونى‬: ‫كنت كنز ا مخفيا فاردت ان اعرف‬
“Aku adalah simpanan yang tersembunyi lalu Aku mengehandaki supaya dikenal. Maka Aku
pun menciptakan makhluk. Maka oleh karena Akulah mereka mengenal Aku”.
Demikian kata mujtahid. Dan begitu diriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini adalah:
kecuali supaya Aku memerintahkan mereka dan melarang mereka.[6]
Ali bin abi Thalib menafsirkan makna ayat ini diatas adalah tidak Aku ciptakan jin
manusia kecuali aku perintahkan mereka untuk beribadah pendapat inilah yang dijadikan
sandaran oleh Az Zajjaj, ia menambahkan: Hal ini ditunjukan oleh firman Allah SAW.[7]
َ ُ‫س ْب َحانَه‬
َ‫ع هما يُش ِْركُون‬ ِ ‫َو َما أ ُ ِم ُروا ِإال ِل َي ْعبُدُوا ِإلَ ًها َو‬
ُ ‫احدًا ال ِإلَهَ ِإال ُه َو‬
“Padahal padahal mereka disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan
selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutuan”.(At-Taubah, 9:31)
Apabila dikatakan: bagaimana mungkin ada manusia yang berbuat kafir kepada Allah
padahal mereka diciptakan untuk bersaksi atas ke Tuhanan-Nya dan tunduk kepada perintah
dan kehendak-Nya.
Dijawab: Mereka memang harus tunduk kepada takdir yang ditetapkan atas mereka,
karena takdir mereka pasti akan terjadi dan mereka tidak akan mungkin mampu untuk
menghindar darinya. Mereka hanya berbuat kepada takdir-nYa itu tidak dapat dihindari.[8]
Sementara itu segolongan mufassir berpendapat bahwa arti ayat diatas adalah:kecuali
supaya mereka tunduk kepada-Ku dan merendahkan diri yakni, bahwa setiap makhluk dari jin
atau manusia tunduk kepada keputusan Allah, patuh kepada kehendak-Nya dan menuruti apa
yang telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut apa yang Dia Kehendaki,
dan Allah memberi rezeki kepada mereka menurut keputusan-Nya, tidak seorang pun di antara
mereka yang dapat memberi manfaat maupun mudharat kepada dirinya sendiri.
Kalimat ini merupakan suruhan agar memberi peringatan, dan juga memuat alasan dari
diperintahkannya memberi peringatan. Karena, diciptakanya mereka dengan alasan tersebut
menyebabkan mereka harus diberi peringatan yang menyebabkan mereka harus diberi
peringatan yang menyebabkan mereka wajib ingat dan meuruti nasihat.[9]
Dalam tafsir Al Qurthubi sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang disampaikan oleh Ali
bin Abi Thalhah menyebutkan, makna dari firman Allah SWT,
‫إال ِليَ ْعبُدُون‬
“Melainkan Supaya mereka menyembah-Ku”
Arti kata diatas adalah melainkan agar mereka mau beribadah dengan sukarela ataupun
terpaksa itu adalah orang-orang yang diperbuatnya dilihat oleh orang lain, tidak mutlak hanya
karena Allah SWT.
Mujahid menafsirkan bahwa makna firman tersebut adalah “ Melainkan untuk
mengenal-Ku”. Pendapat ini mengundang komentar dari Ats Tsa ‘labi, ia mengatakan:
pendapat mujtahid sangat baik, alasanya karena memang apabila Allah tidak menciptakan
mereka maka tentu mereka tidak akan mengetahui keberadan-Nya dan Keseaan-Nya. Dalil
yang dapat memperkuat penafsiran ini adalah firman Allah SWT.
َ ‫َّللاُ فَأَنهى يُ ْؤفَك‬
‫ُون‬ ‫سأ َ ْلت َ ُه ْم َم ْن َخ َلقَ ُه ْم لَيَقُولُ هن ه‬
َ ‫َولَئِ ْن‬
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka,
niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari
menyembah Allah)”.[10]
Dalam Firman Allah yang lainya
‫يز ا ْلعَ ِلي ُم‬
ُ ‫ض لَيَقُولُنه َخلَقَ ُهنه ا ْلعَ ِز‬
َ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫اوا‬ ‫سأ َ ْلت َ ُه ْم َم ْن َخلَقَ ال ه‬
َ ‫س َم‬ َ ‫َولَئِ ْن‬
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui".[11]
Niscaya mereka akan menjawab: Semuanya diciptakan oleh Maha perkasa lagi Maha
Menegatahui”. Sebuah riwayat lain dari mujtahid yang menafsirkan ayat ini menyebutkan
bahwa, bahwa makna dari kalimat tersebut adalah melainkan Aku dapat memerintahkan dan
melarang mereka.
Zaid bin Aslam menafsirkan, maksud dari firman tersebut adalah mengenai
kesengsaraan dan kebahagiaan yang diciptakan untuk jin dan manusia sebelumnya, yakni
mereka akan merasakan kebahagiaan diakhirat nanti adalah memang diciptakan untuk
beribadah, sedangkan mereka yang akan merasakan kesengsaraan di akhirat nanti adalah jin
dan manusia yang diciptakan senang berbuat maksiat.
Sebuah riwayat lain dari Al Kindi yang menafsirkan ayat ini menyebutkan, bahwa
maknanya adalah: melainkan agar mereka dapat mengesakan Aku, dimana orang-orang yang
beriman akan mengesakan aku pada saat senang ataupun sengsara, sedangkan orang-orang
yang kafir hanya mengesakan Aku pada saat mereka kesulitan saja, tidak pada saat mereka
mendapatkan kesenangan. Hal ini ditunjukan pada firman Allah SWT.
‫َّللاَ ُم ْخ ِل ِصينَ لَهُ ال ِدِّينَ َفلَ هما نَ هجا ُه ْم ِإلَى ا ْلبَ ِ ِّر فَ ِم ْن ُه ْم ُم ْقت َ ِص ٌد َو َما يَجْ َح ُد ِبآيَاتِنَا‬ ُّ ‫ج كَال‬
‫ظلَ ِل َدع َُوا ه‬ ٌ ‫شيَ ُه ْم َم ْو‬
ِ ‫غ‬َ ‫َو ِإذَا‬
‫ختهار َكفُور‬ َ ‫ِإال ُك ُّل‬
“Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai
di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang
mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar”.[12]
Ikrimah menafsirkan maknanya adalah: melainkan hanya untuk menyembah-Ku dan
taat kepada-Ku, agar Aku dapat memberikan pahala bagi siapa saja yang rajin beribadah dan
Aku akan menghukum bagi siapa saja yang ingkar.
Ada juga yang menafsirkan maknanya adalah melainkan Aku meminta mereka untuk
menyembah-Ku. Sementara makna-makna yang disebutkan ini tidak jauh berbeda, dimana
kata ‘abada adalah menyembah, dan makna awal dari kata ‘Ubudiyah (mempersembah) adalah
tunduk dan patuh terhadap yang disembah. Sedangkan makna kata ta’bid,
i’tibaad dan Istib’aad adalah menundukan atau mengambil seseorang untuk dijadikan hamba.
Kata ibadah maknaya adalah taat, adapun ta’abbud artinya ibadah melaksanakan peribadatan.
Oleh karena itu, makna utama untuk kata ‫ ِليَ ْعبُدُون‬pada firman diatas adalah agar mereka
tunduk, patuh, dan melakukan peribadatan.[13]
Pada ayat di atas menegaskan bahwa Allah menciptakan jin dan mausia adalah
menyuruh mereka mengerjakan amar dan menegah mereka dari mengerjakan mungkar.[14]
Nilai yang terkandung dalam surat Adz Dzariyat ayat 56 adalah sebagaiberikut:
1. Kita sebagai mnausia ciptaan Allah, maka seharusnya kita beriman kepada Allah dan patuh
atas segala perintah-Nya.
2. Kita hendaknya taat dan tunduk terhadap perintah Allah.
3. Jika kita murka kepada Allah, maka Allah akan memberi azab yang pedih kepada kita dan
tidak ada seorangpun yang mampu menolak azab tersebut, dan juga tidak ada seorangpun yang
dapat menolong kita untuk menghindari azab tersebut.

Al-Qurthubi, Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.


Al Maraghi, Ahmad Musthafa. 1989. Tafsir Al Maraghi. Semarang: Tahaputra
Ash-Shiddieqy. 1973. Tafsir Al Qur’anul Madjied An Nur. Jakarta: Bulan Bintang
file:///C:/Users/asus/ Nurul Blogspot. Documents/makalah-tafsir.html (tanggal 18 Maret 2013,
Pukul 9:45)

[1] (Qs. Adz Dzaariyat (51) : 56)


[2] file:///C:/Users/asus/Documents/makalah-tafsir.html (tanggal 18 Maret 2013, Pukul 9:45)

[3] (Qs. Al A’raaf:175)


[4]( Qs. Al A’raaf:179)
[5] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta:Pustaka Azzam, 2009), hlm. 293-294
[6] Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Semarang: Tahaputra, 1989), hlm. 20-21
[7] Syaikh imam Al Qurthubi .Tafsir Al Qurthubi...,hlm. 295
[8] Ibid.,195
[9] Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi...,hlm. 21
[10] (Qs. At Taubah:31)
[11] (Qs. Az-Zukruf:87)
[12] (Qs. Luqmaan : 32).
[13] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi...,hlm. 295-296
[14] Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al Qur’anul Madjied An Nur, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm.
15
‫س َماءِ َما ًء فَأ َ أخ َر َج‬ َّ ‫س َما َء ِبنَا ًء َوأَ أنزَ َل مِ نَ ال‬ َّ ‫ض ف َِراشًا َوال‬ َ ‫﴾الَّذِي َج َع َل لَ ُك ُم أاْل َ أر‬٢١﴿ َ‫اس ا أعبُدُوا َربَّ ُك ُم الَّذِي َخلَقَ ُك أم َو َّالذِينَ مِ أن قَ أب ِل ُك أم لَ َعلَّ ُك أم تَتَّقُون‬
ُ َّ‫أَيُّ َها الن‬
َ‫ّلِل أ َ أن َدادًا َوأ َ أنت ُ أم ت َ أعلَ ُمون‬
ِ َّ ِ ‫ت ِر أزقًا لَ ُك أم ۖ فَ ََل ت َجأ َعلُوا‬ ِ ‫ِب ِه مِ نَ الث َّ َم َرا‬

Hai manusia, sembahlah Rabbmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu,
agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai
atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala
buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allâh padahal kamu mengetahui [al-Baqarah/2:21-22]

AL-MUFRADAT

‫ ا أعبُدـُوا‬:

Taatilah Allâh Azza wa Jalla dengan mengimani dan menjalankan segala perintah dan menjauhi
larangan-Nya disertai rasa cinta dan pengagungan kepada-Nya

‫ الث َّ َم َرات‬:

Bentuk jamak dari ‫ الث ّ أم َرة‬yaitu segala yang dihasilkan oleh bumi seperti biji-bijian, sayuran, dan segala
yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan seperti buah-buahan.

‫َربَّ ُكـ أم‬

Pencipta kalian dan Dzat yang menguasai urusan kalian dan ilaah kalian yang hak

‫ أ َ أن َدادًا‬:

Tandingan-tandingan/sekutu-sekutu

TAFSIR AYAT
Ini adalah kalimat perintah pertama dalam al-Qur`ân. Melalui ayat ini, Allâh Azza wa Jalla memanggil
semuanya dengan ‘hai manusia’ agar menjadi seruan umum bagi seluruh umat manusia di setiap
tempat dan di setiap masa. Allâh Azza wa Jalla memerintahkan mereka untuk merealisasikan tujuan
penciptaan mereka yaitu beribadah kepada-Nya yang mencakup unsure menjalankan perintah-Nya,
menjauhi larangan-Nya dan membenarkan berita-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ِ ‫س ِإ ََّّل ِليَ أعبُد‬


‫ُون‬ ِ ‫َو َما َخلَ أقتُ أال ِج َّن َو أ‬
َ ‫اْل أن‬

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. [adz-
Dzâriyât/51:56]

Dalam menegaskan perintah ini, Allâh Azza wa Jalla menyertakannya dengan memperkenalkan
Dzat-Nya kepada mereka agar mereka mengenal sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya.
Tujuannya, agar mereka menyadari dan lebih mudah menyambut perintah ini dan akhirnya
menjalankan ibadah kepada-Nya yang akan menyelamatkan mereka dari siksa-Nya dan
mendatangkan ridha dan jannah bagi mereka.[1]

Pertama-tama, Allâh Azza wa Jalla memulai penjelasan tentang kewajiban beribadah semata-mata
kepada-Nya dengan menyebutkan bahwa Dialah Rabb mereka yang telah mentarbiyah mereka
dengan berbagai kenikmatan. Dia Azza wa Jalla mengadakan mereka dari ketidakadaan menuju
alam wujud, mengucurkan pada mereka beragam nikmat, yang zhahir maupun batin. Dia Azza wa
Jalla menjadikan bumi sebagai firâsya yaitu hamparan (tempat berpijak kaki) layaknya tikar yang
dihamparkan, hamparan yang stabil (tak bergoncang), menjadi tempat berpijak dan berjalan. Mereka
pun dapat merasakan ketenangan hidup dalam rumah-rumah yang dibangun di atasnya. Orang-orang
pun dapat mengambil manfaat dari bumi ini dengan hasil pertanian dan perkebunannya, dan
manfaat-manfaat lainnya.

Selanjutnya, Allâh Azza wa Jalla menjadikan langit sebagai atap dan menempatkan padanya hal-hal
yang sangat dibutuhkan manusia, seperti keberadaan matahari, bulan dan bintang-bintang.

Nikmat lain yang disebutkan selanjutnya, Allâh Azza wa Jalla menurunkan hujan dari langit yang
dapat membantu mereka menumbuhkan tanaman-tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang kemudian
menghasilkan berbagai macam tanaman dan buah-buahan yang dapat disaksikan bersama, sebagai
rezki, nutrisi dan makanan (bekal hidup) baik bagi mereka sendiri maupun hewan piaraan mereka. Ini
juga telah Allâh tetapkan dalam beberapa ayat lain dalam al-Qur`ân.[2]

Allâh Azza wa Jalla menyebutkan langit dan bumi di antara nikmat-nikmat yang Dia sebutkan bagi
mereka, karena melalui keduanya, mereka mendapatkan makanan pokok, rezki dan penghidupan
serta penopang dunia mereka. Kemudian Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa Dzat yang
menciptakan keduanya dan seluruh yang ada di dalam keduanya serta seluruh kenikmatan di
dalamnya Dialah yang berhak ditaati oleh mereka dan berhak disyukuri dan diibadahi oleh mereka.
[3]

Di antara ayat yang paling mirip kandungannya dengan ayat ini yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :

َ‫َّللاُ َربُّ أال َعالَمِ ين‬


َّ َ‫ارك‬ َّ ‫ت ۚ َٰذَ ِل ُك ُم‬
َ َ‫َّللاُ َربُّ ُك أم ۖ فَتَب‬ َّ َ‫ص َو َر ُك أم َو َرزَ قَ ُك أم مِ ن‬
ِ ‫الط ِّيبَا‬ َ ‫ص َّو َر ُك أم فَأَحأ‬
ُ َ‫سن‬ َ ‫س َما َء بِنَا ًء َو‬ َ ‫َّللاُ الَّذِي َج َع َل لَ ُك ُم أاْل َ أر‬
ً ‫ض قَ َر‬
َّ ‫ارا َوال‬ َّ

Allahlah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap dan membentuk
kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebagian yang baik-baik. Yang
demikian itu adalah Allâh Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam [Ghâfir/40: 64].

Intisari kandungan ayat ini ialah, Dialah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Pemberi rezeki, Pemilik
alam dan para penghuninya, Pemberi rezki bagi mereka. Sehingga Dia berhak menjadi satu-satunya
Dzat yang diibadahi, tidak boleh ada sesuatu yang dipersekutukan dengan-Nya dalam jenis
peribadahan apapun [4] .

Oleh karena itu, di akhir ayat, Allâh Azza wa Jalla menutup seruan-Nya dengan peringatan agar
mereka tidak menjadikan tandingan bagi Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman:

َ‫ّلِل أَ أن َدادًا َوأ َ أنت ُ أم ت َ أعلَ ُمون‬


ِ َّ ِ ‫فَ ََل ت َجأ َعلُوا‬

Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allâh padahal kamu mengetahui.

Maksudnya, janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Allâh Azza wa Jalla , berupa tandingan-
tandingan (dari makhluk-Nya) yang pasti tidak mampu mendatangkan kebaikan maupun madharat.
Padahal, sejatinya kalian yakin sesungguhnya tidak ada rabb bagi kalian yang memberi rezki kepada
kalian selain-Nya. Dan kalian pun telah tahu, bahwa perkara yang diserukan oleh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kalian yang berupa penetapan tauhid adalah perkara yang haq,
tidak perlu diragukan lagi akan kebenarannya. [5]

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menyatakan, “(Janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Allah)
padahal kamu mengetahui Allâh Azza wa Jalla tiada memiliki sekutu dan tandingan, baik dalam
penciptaan, pemberian rezki dan pengaturan (alam semesta), juga dalam hak uluhiyah-Nya dan
kesempurnaan-Nya. Apakah pantas kalian beribadah kepada sesembahan lain bersama Allâh Azza
wa Jalla , sedangkan kalian telah mengetahui hakekat tadi?. (Bila ini terjadi) maka itu adalah
perbuatan yang paling aneh (tidak masuk di akal) dan kebodohan paling parah”.[6]

Sahabat Ibnu 'Abbâs menyampaikan penafsiran yang menjelaskan beberapa detail syirik kepada
Allâh Azza wa Jalla berkait firman Allâh : {janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allâh}.
Beliau menyatakan, "Syirik itu lebih samar daripada langkah semut di atas bebatuan yang hitam
dalam kegelapan malam yang pekat, seperti ucapan seseorang, "Demi Allâh dan demi hidupmu
wahai Fulan, dan demi hidupku”. Atau ucapan, “Jikalau tidak ada anjing-anjingmu ini, pastilah para
pencuri akan mendatangi (rumah) kami”, atau ungkapan, “Seandainya tidak ada angsa dalam rumah,
pastilah pencuri akan datang ke rumah”. Atau ucapan seseorang kepada kawannya, “Tergantung
kehendak Allâh dan terserah engkau, Kalau tidak karena Allâh dan Si Fulan’, engkau tidak akan
melakukan , ini semua bentuk syirik kepada Allah Azza wa Jalla.

Perintah beribadah dan bertauhid kepada Allâh Azza wa Jalla yang selanjutnya disertai dengan
larangan dari perbuatan yang menentang tauhid (syirik) merupakan ketetapan yang berlaku dalam al-
Qur`an, seperti tercantum dalam ayat-ayat lainnya. Di antaranya firman Allâh Azza wa Jalla :

َّ ‫َّللا َواجأ ت َ ِنبُوا‬


ُ ‫الطا‬
َ‫غوت‬ َ َّ ‫وَّل أ َ ِن ا أعبُدُوا‬
ً ‫س‬ ُ ‫َولَقَ أد بَعَثأنَا فِي ُك ِّل أ ُ َّم ٍة َر‬

Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Beribadahlah
kepada Allâh (saja), dan jauhilah thaghut (sesembahan selain-Nya) itu", [an-Nahl/16:36]

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

‫َّللا َو ََّل ت ُ أش ِر ُكوا بِ ِه َش أيئًا‬


َ َّ ‫َوا أعبُدُوا‬

Beribadahlah kepada Allâh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. [an-
Nisâ/4:36]

Ayat ini menjadi bukti yang pasti akan kewajiban beribadah kepada Allâh dan kebatilan peribadahan
kepada selain-Nya melalui penyebutan tauhid rububiyah yang mengandung keesaan Allâh dalam hak
penciptaan, pemberian rezki, pengaturan (alam semesta). Bila setiap orang mengakui tiada sekutu
bagi Allâh dalam urusan-urusan tersebut, maka hendaknya ia pun meyakini bahwa Allâh tidak
memiliki sekutu dalam peribadahan.[7]

BEBERAPA PELAJARAN DARI AYAT

1. Tauhid adalah asas bangungan bak akar bagi satu pohon. Karena itu, perintah pertama kali yang
menjumpai orang saat membuka mushaf adalah perintah bertauhid kepada Allâh Azza wa Jalla .
2. Wajibnya beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla karena merupakan tujuan penciptaan seluruh umat
manusia.
3. Wajibnya mengenal Allâh Azza wa Jalla melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
4. Larangan berbuat syirik, kecil maupun besar, yang zhahir maupun batin.
5. Allâh Azza wa Jalla tidak hanya memerintahkan beribadah kepada-Nya saja, akan tetapi juga
langsung melarang dari perbuatan syirik kepada-Nya.
6. Kebatilan peribadahan kepada selain Allâh Azza wa Jalla.

Wallâhu a’lam.

Oleh Ustadz Muhammad Ashim Musthafa Lc

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03-04/Tahun XVI/1433H/2012.]


_______
Footnote
[1]. Aisarut Tafâsir 1/29
[2]. Lihat Tafsir Ibni Jarir 1/213, Tafsir Ibnu Katsir 1/307
[3]. Tafsir Ibni Jariri 1/213
[4]. Tafsir Ibni Katsir 1/307
[5]. Tafsir Ibni Katsir 1/307
[6]. Tafsir as-Sa'di hlm. 27
[7]. Tafsir as-Sa'di hlm. 27.

Tafsir AlBayyinah Ayat 5


Departemen Agama Republik Indonesia
Karena adanya perpecahan di kalangan mereka maka pada ayat ini dengan nada
mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali untuk
menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada mereka adalah untuk kebaikan
dunia dan agama mereka, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang
berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada Allah dan membersihkan amal
perbuatan dari syirik serta mematuhi agama Nabi Ibrahim yang menjauhkan dirinya
dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid dengan mengikhlaskan ibadat kepada
Allah SWT. Dalam ayat lain yang bersamaan maksudnya Allah berfirman:

‫حنيفا‬ ‫إبراهيم‬ ‫ملة‬ ‫اتبع‬ ‫ان‬ ‫إليك‬ ‫أوحينا‬ ‫ثم‬


Artinya:
Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang
yang hanif" (Q.S. An Nahl: 123)
dan firman-Nya

‫مسلما‬ ‫حنيفا‬ ‫كان‬ ‫ولكن‬ ‫نصرانيا‬ ‫ولا‬ ‫يهوديا‬ ‫إبراهيم‬ ‫كان‬ ‫ما‬
Artinya:
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah)" (Q.S. Ali Imran: 67)

Yang dimaksud mendirikan satat adalah mengerjakan terus-menerus setiap waktu


dengan memusatkan jiwa kepada kebesaran Allah ketika salat, untuk membiasakan
diri tunduk kepada-Nya. Dan yang dimaksud dengan mengeluarkan zakat yaitu
membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah
ditentukan oleh Alquran Karim.

Keterangan ayat tersebut di atas tentang keikhlasan beribadat serta menjauhkan diri
dari syirik, mendirikan salat dan mengeluarkan zakat itulah yang dimaksud dengan
agama yang lurus yang tersebut dalam kitab-kitab suci lainnya.

Maksud ungkapan-ungkapan yang telah lalu bahwa orang-orang ahli Kitab berselisih
dalam memahami dasar-dasar agama mereka dan furuk-furuknya, padahal mereka
diperintahkan untuk memperhambakan diri kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam
akidah.

You might also like