Professional Documents
Culture Documents
a. Pengertian Nilai
Sebelum mengurai pengertian sosial dalam kehidupan masyarakat, terlebih dahulu penulis
menjelaskan pengertian nilai secara umum. Kehidupan manusia dalam masyarakat baik sebagai
pribadi maupun sebagai mahluk sosial, senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai, norma, dan
moral. Oleh karena itu, setiap aktivitas dalam hubungannya dengan masyarakat terikat oleh nilai.
Nilai adalah suatu yang berharga, yang berguna, yang indah, yang memperkaya batin,
yang menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai
apabila ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu atau objek itu. Sifat atau kualitas dapat
berupa: berguna, berharga, (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral atau etika),
religius (nilai agama). Jadi nilai adalah kualitas dadripada sesuatu atau kemampuan yang
dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan dan mengatur aktivitas manusia.
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat mengenai apa yang dianggap
baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menganggap menolong
nilai sosial adalah petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku
Berdasarkan asumsi di atas, maka nilai sosial merupakan acuan dalam kehidupan
masyarakat untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas
untuk dilakukan masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai sosial diluar dari nilai agama
dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan kontrol sosial atas segala aktivitas yang dilakukan
manusia dalam suatu komunitas masyarakat. Setiap komunitas masyarakat tentu memiliki nila
sosial yang berbeda dalam memandang suatu pokok permasalahan, hal ini dipengaruhi oleh culture
atau budaya yang dianut masyarakat. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih
sementara pada masyarakat tradisional atau pedesaan lebih cenderung menghindari persaingan
karena dalam persaingan akan mengganggu harmonisasi kehidupan dan tradisi yang sudah
Uraian di atas menegaskan bahwa kehadiran karya sastra dalam hal ini novel tentunya lahir
dari kondisi sosial yang tidak fakum, membawa pesan sosial atau nilai sosial yang mewakili
komunitas masyarakat untuk disampaikan secara universal kepada masyarakat umum sebagai
Kehidupan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak bisah hidup tampa bantuan orang
lain perlu dibimbimbing dengan sebuah aturan yang sifatnya mengikat untuk mengarahkan
individu menjadi manusia bermartabat. Aturan yang dimaksud di sini bukanlah aturan formal yang
tersusun dalam draf perundang-undangan, melainkan sebuah atuaran yang hanya menjadi acuan
suatu masyarakat tertentu dalam sebuah komunitas yang tentunya berbeda dengan kemunitas
masyarakat lainnya. Secara sederhana aturan atau nilai sosial tersebut menjadi acuan untuk
membedakan baik dan buruk, benar dan salah pantas dan tidak pantas yang merupakan produk dari
masyarakat.
Menuru Suparto (http: //www. Fungsi-nilai-sosail-Ip, Diakses 10 Juni 2009) bahwa nilai-
nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat
menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah
laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi
peran-peran sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai
dengan perannya. Olek karena itu, secara garisbesar nilai sosial mempunyai fungsi antara lain:
c. Sebagai motivasi.
Sebagai petunjuk arah kehidupan, nilai sosial dapat mempengaruhi karakter berpikir dan
bertindak anggota masyarakat umumnya. Sebagai kontor sosial nilai sosial mampuh mengarahkan
individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang bermamfaat dan tidak melakukan anarkisme
sosial yang dapat menimbulkan kerusuhan. Nilai sosial sebagai motivasi dan sekaligus menuntun
manusia untuk berbuat baik, berdasarkan karena asumsi bahwa nilai sosial yang luhur dapat
Berdasarkan uraian di atas, relevansinya dengan karya sastra adalah kehadiran karya sastra
dapat menjadi salah satu acuan untuk mendapatkan informasi pengetahuan yang dapat
memberikan motivasi untuk melakukan aktivitas yang lebih baik. Dalam karya sastra nilai sosial
tersebut dapat dilihat secara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik misalnya, penggambaran
karakter tokoh yang baik, selalu menolong, dermawan dan lain-lain, sedangkan pada aspek
ekstrinsik dapat diterangkan nilai sosial politik yang terdapat dalam novel Jejak Langkah karya
d. Pengertian Politik
Secara etimologis, politik bersal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota atau
negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politea yang
berarti semua yang berhubungan dengan negara. Ditinjau dari presfektif sejarah Aristoteles dapat
dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya
tentang manusia yang ia sebut zoon politikon dengan istilah ini ia ingin menjelaskan bahwa hakikat
kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan
politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh
Diakses 10 Juni 2009) bahwa politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.
Berbeda dengan ke dua tokoh di atas, Budiarjo (dalam Philipus dan Ani, 2006: 90) mendefinisikan
politik sebagai berbagai macam kegiatan yang terjadi di suatu negara, yang menyangkut proses
menentukan tujuan dan berbagai cara mencapai tujuan itu. Ramlan (dalam Philipus dan Ani, 2006:
92) mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya ada lima pandangan tentang politik. Pertama,
politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan
kebaikan bersama. Kedua, politik ialah segala yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan
pemerintah. Ketiga, politik ialah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencapai
dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik adalah segala kegiatan yang
berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik
dalam rangka mencari dan atau mempertanyakan sumber-sumber yang dianggap penting.
masyarakat sebagai zoom politikon, maka jelas bahwa seluru aktivitas masyarakat tidak bisa
terlepas dari wilaya politik. Politik yang dimaksud tidak hanya dalam bentuk struktur kenegaraan
tetapi politik yang dimaksud adalah kebijakan yang mempengaruhi dan mengatur seluruh aktivitas
masyarakat baik dari aspek pendidikan, ekonomi, hukum, budaya, dan lain-lain.
Menurut Toer (dalam Boef, 2008: 142) bahwa semua politik adalah panglima. Kita adalah
warga negara, hal itu merupakan politik, kita membayar pajak, hal itu juga merupakan politik.
Uraian tersebut mempertegas pandangan politiknya bahwa kehidupan manusia dalam lingkup
masyarakat tidak bisah terlepas dari kehidupa politik. Oleh karena itu, hampir seluruh karyanya
berbau politik yang sifatnya humanis dan sangat edukatif dalam memandang dinamika politik di
yaitu Analisis Nilai Sosial Politik dalam novel Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer
secara garis besar lebih spesifek mengarah ke politik pendidikan, nasionalisme, dan politik
ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa dalam suatu komunitas individu atau masyarakat
diperlukan sebuah nilai untuk mengikat masyarakat. Aristoteles dalam teori politiknya
mengatakan bahwa masyarakat sebagai zoom politikom. Maka, tidak bisa dipungkiri kalau seluruh
aktivitas masyarakat terikat oleh sesuatu yang lebih besar yang sangat mempengaruhi struktur atau
bangunan masyarakat yaitu politik. Namun, idealnya aktivitas politik tersebut tetap bersandar dan
terikat oleh nilai-nilai moral yang berdasarkan pada nilai pancasila dan konstitusi negara.
Masyarakat dan politik merupakan dua dimensi yang tidak bisah terpisahkan dan saling
mempengaruhi. Dalam hubungannya dengan masyarakat, Cipto (1999: 84) membagi masyarakat
menjadi dua yaitu masyarakat sipil dan masyarakat politik. Eksistensi masyarakat sipil bergantun
pada masyarakat politik sebagai perumus kebijakan, begitupun sebaliknya. Kekuatan masyarakat
politik yang tidak terkontrol dan tidak bertanggungjawab kepada masyarakat sipil akan melahirkan
ketimpangan sosial. Oleh karena itu, diperlukan kontrol antar lembaga yang terbentuk dalam
masyarakat sipil sehingga penyimpangan tidak tumbuh subur menjadi kekuatan yang tidak
terkendali. Bentuk kontrol ini sering disebut horizontal acountability. Selain kontrol masyarakat
sipil, juga diperlukan kesadaran individu dalam mengawal kebijakan. Kesadaran individu
yang dimaksud adalah kemampuan seorang pelaku politik menyandarkan aktivitas politik
berdasarkan pada politik nilai, bukan politik pragmatis dan politik kapitalistik.
Uraian di atas mengatarkan kita pada satu titik kesimpulan bahwa nilai sosial politik adalah
langsung dan mempengaruhi kehidupan masyarakat idealnya bersandarkan pada nilai-nilai moral
yang baik atau politik nilai bukan politik kepentingan, pragmatis, dan politik kapitalistik (money
poltic). Berdasarkan objek penelitian yaitu analisi nilai sosial politik dalam novel Jejak Langkah
karya Pramoedya Ananta Toer secara garis besar lebih spesipik mengarah kepada politik
poskolonialisme.
1) Politik Pendidikan
Pendidikan adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di setiap negeri, baik
negara maju maupun negara berkembang. Pada hakikatnya, kedua elemen tersebut sering dilihat
sebagai bagian-bagian yang terpisah dan tidak memiliki hubungan apa-apa. Namun ketika ketika
dikaji secara mendalam beradasarkan realitas sosial yang trejadi, maka kita bisah menarik benang
merah bahwa kedua elemen tersebut bahu-membahu dalam proses pembentuk karakteristik
masyarakat di suatu negara. Lebih dari itu, keduanya saling menunjang dan saling mengisi.
Lembaga-lembaga dan proses penjadian berperan penting dalam membenntuk perilaku politik di
negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu negara
membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan di negara tersebut. Menurut Sirozi, (2005:
1) bahwa ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan dan politik di setiap negara. Hubungan
tersebut adalah realita empirik yang telah terjadi sejak awal-awal perkembangan pradaban manusia
dan menjadi perhatian para ilmuan. Pandangan tersebut, mempertegas bahwa politik dan
pendidikan merupakan dua elemen yang saling mempengaruhi dan bahu-membahu dalam
Sirozi (2010: 7) mengemukakan bahwa hubungan timbal balik antara pendidikan dan
politik dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok (group attitudes),
masalah pengangguran (unemployment), dan peranan politik kaum cendekia (the political rule of
intelegensia). Menurut mereka kesempatan dan prestasi pendidikan pada suatu kelompok
masyarakat dapat mempengaruhi akses kelompok tersebut dalam bidang sosial, politik, dan
ekonomi. Selain itu, Buchuri (dalam Sirozi, 2005: 29) mengemukakan bahwa politik adalah cara
untuk mengelolah lingkungan yang luas, bukan hanya perebutan kekuasaan. Maka, adalah tugas
sekolah untuk membantu para pelajar untuk dapat membedakan antara politik baik dan politik
buruk.
Pendidikan merupakan sentrum utama untuk merubah pola pikir dan pola sikap masyarakat,
sehingga tidak salah kalau elit-elit politik atau partai-partai politik menjadikan pendidikan sebagai
program utama dalam kampanye-kampaye politik. Tujuannya adalah selain untuk memperoleh
suarah maksimal dalam pemilu juga untuk melestarikan dominasi politik penguasa. Sebagaimana
yang di kemukakan oleh Tilaar, (2008: 5) bahwa partai-partai politik menjadikan pendidikan
sebagai program yang utama atau sebagai iming-iming utama untuk membujuk rakyat dalam
pemilihan umum atau sebagai sarana untuk melestarikan kekuasaan atau jabatan.
Salah satu tolak ukur keberhasilan pemerintah baik pusat maupun daerah adalah kemajuan
dan peningkatan mutu pendidikan, yang tentunya ditopan oleh sistem pendidikan yang baik.
Dalam konteks Indonesia kebijakan pemerintah mengenai anggaran pendidikan telah disepakati
sebagaimana yang tertuan dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa sekurang kurangnyan 20%
dan penjelasan pasal 20 serta penyelenggaraan pendidikan gratis, merupakan penomena yang
dapat mengantarkan kita pada satu titik kesimpulan bahwa pendidikan merupakan problem yang
sangat penting dalam sebuah negara sehingga diperlukan sebuah aturan konstitusi sebagai patron
atau acuan dalam proses penyelenggaraannya. Selain itu, antara pendidikan dan politik merupakan
dua elemen yang tidak bisah di pisahkan hal ini dapat di buktikan dengan hadirnya berbagai
kebijakan yang disatu sisi untuk memajukan pendidikan, namun disisi lain merupakan strategi
2) Nasionalisme
Nasionalisme adalah salah satu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggai
individu harus di serahkan kepada negara kebangsaan. Selalin itu, paham nasionalisme
berpendapat bahwa negara kebangsaan adalah sumber daripada semua tonggak kebudayaan
kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Menurut Milito (dalam Kohn, 1984: 22) nasionalisme adalah
pengakuan kemerdekaan perseorangan dari kekuasaan; peryataan diri dari peribadi terhadap
pemerintahnya dan gerejanya, pembebasan manusia dari penindasan perbudakan dan takhyul.
Pandangan tersebut bahwa paham nasionalisme tidak hanya terbatas pada persamaan drajat dan
bangsa. Tapi nasionalisme dalam definisi luas merupakan wujud pengakuan kemerdekaan
seseorang dari intimidasi, diskriminasi, dan kebebasan dari penguasa dalam suatu negara
kebangsaan. Sedangkan menurut Smith (dalam Wildan, 2003: 5) memberikan definisi kerja
nasionalisme sebagai suatu pergerakan ideologi untuk mencapai dan memelihara otonomi,
kesatuan, dan identitas untuk suatu populasi yang sebahagian anggotanya mempertimbangkan
untuk membuat satu "bangsa" yang nyata. Menurut Smith, perkara-perkara itulah yang menjadi
doktrin nasionalisme.
Sejalan dengan doktrin dari Smith di atas, Kartodirdjo (dalam Wildan, 2003: 8)
mengemukakan lima prinsip nasionalisme, yaitu kesatuan (unity) dalam wilayah tanah air, bangsa,
bahasa, ideologi dan doktrin kenegaraan, sistem politik atau pemerintahan, sistem perekonomian,
dalam beragama, berbicara dan berpendapat secara lisan dan bertulis, berkelompok dan
berorganisasi; kesamaan (equality) dalam kedudukan hukum, hak dan kewajiban, serta kesamaan
kesempatan (oportunity); keperibadian (personality) dan identitas (identity): memiliki harga diri
(self esteem), rasa bangga (pride) dan rasa sayang (devotion) terhadap keperibadian dan identitas
bangsanya yang tumbuh dan sesuai dengan sejarah dan kebudayaannya; dan prestasi (achievement,
performance): cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan (welfare) serta kebesaran dan kemuliaan
Dari uraian di atas jelaslah bahwa nasionalisme sebenarnya mengandung misi atau tujuan.
Ia merupakan pandangan, perasaan, wawasan, sikap, sekaligus perilaku suatu bangsa yang terjalin
karena persamaan sejarah, nasib dan tanggung jawab untuk hidup bersama-sama secara merdeka
dan mandiri. Artinya, nasionalisme mengandung tujuan perjuangan suatu bangsa dan negara. Misi
perjuangan yang terkandung dalam nasionalisme seseorang, bangsa atau negara berbeda atau sama
dengan orang, bangsa atau negara lain. Para pejuang kemerdekaan Indonesia Raya seperti
Soekarno dan Wahid Hasjim mengambil paham ini sebagai motivator perjuangan. Misi
nasionalisme Soekarno berasaskan konsep nasakom, yang berbeda dengan nasionalisme Wahid
Hasjim yang lebih berorientasi kepada agama. Organisasi pegerakan seperti Jong Java dan Jong
Sumatranen Bond melihat bangsa berdasarkan kesamaan etnik, kesatuan budaya, dan kesamaan
masa lalu sebagai asas nasionalisme mereka. Misi nasionalisme bangsa Indonesia secara umum
dimaksudkan untuk menegakkan ideologi Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nasionalisme barat modern secara historis pada abad ke-18 yang lalu, abad terang,
merupakan suatu gerakan politik untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin hak-hak
warganegara. Hal ini sejalan dengan pandangan Kohn (1984: 39) yang menyatakan bahwa
nasionalisme mula-mula merupakan suatu gerakan kebudayaan, impian, dan harapan para serjana
dan penyair. Di Indonesia kehadiran paham nasionalisme pada awal abad ke-19 merupakan respon
cendekiawan (terpelajar) atas penjajahan kolonial Belanda dan kanter atas strategi politik kolonial
yang di kenal dengan istilah devide et impera atau politik adudomba terhadap sesama masyarakat
pribumi. Oleh karena itu, nasionalisme pada saat itu merupakan suatu gerakan politik untuk
Pemberlakuan politik etis pada awal abad ke-19 yang memberikan kesempatan bagi pribumi untuk
mendapatkan pendidikan barat menyebabkan paham nasionalisme dan patriotisme lebih cepat
mengimpiltrasi ke tubuh pelajar pribumi yang selanjutnya mengilhami dan menjiwai lahirnya
berbagai pergerakan di Indonesia diantaranya Syarekat Prijaji, Boedi Oetomo, Syarikat Dagang
Islamiyah, Jong Java, Jong Sumatra, Jong Selebes dan lain-lain yang kemudian melahirkan sumpa
3) Ekonomi Politik
Menurut ensiklopedi ekonomi islam, (dalam Sholahuddin, 2009: 50) secara terminologis
politik ekonomi adalah tujuan yang akan dicapai oleh kaidah-kaidah hukum yang dipakai
Staniland (dalam Philipus, 2006: 142) mengemukakan bahwa ekonomi politik menjelaskan
interaksi sistematis antara aspek ekonomi dan aspek politik. Hubungan interaksi itu bisa
dinyatakan dalam banyak cara baik itu dalam hubungan kausalitas antara satu proses dengan proses
yang lain yang bersifat deterministik, atau hubungan yang bersifat timbal balik (resipositas) atau
Sejarah pemikiran ekonomi sesungguhnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno ketika
Aristoteles menerbitkan buku polite dalam politea Ia menjelaskan oikonomika yaitu studi tentang
pertukaran. Keduanya menjadi dasar dari teori ekonomi modern, yaang oleh Aristoteles dianggap
sebagai ilmu politik. Pemikiran ekonomi politik dalam bentuknya yang utuh baru sejak zaman
pertengahan. Philipus, (2006: 146-147) membagi zaman ekonomi politik menjadi empat bagian
yaitu zaman praklasisk (abad XVII-XVIII) menurutnya pada zaman ini pemikiran ekonomi politik
didominasi aliran merkantilis. Merkantilis menganjurkan pertumbuhan penduduk yang tinggi agar
memperoleh SDM yang melimpah sehingga lebih produktif. Dalam kenyataan aliran ini
mempengaruhi semua kebijkan pemerintah termasuk dalam kepentingan nasional. Zaman klasik
(akhir abad XVIII-XIX) menurut aliran ini, individu dan dunia usaha harus diberikan kkebebasan
ekonomi. Zaman neoklasik (pertengahan abad XIX abad XX). Zaman keynesian (pertengahan
abad XX sampai sekarang) berebeda dengan pemikiran sebelumnya, mazhab ini justru
Sejak zaman Yunani kuno, hingga zaman praklasik menuju moderen para tokoh-tokoh
intelektual telah menggunakan istilah ekonomi politik untuk melahirkan teori baru dalam bidang
ekonomi serta hubungannya dengan kebijakan pemerintah sebagai elit politik. Dalam sejarah
perkembangannya, pemikiran politik setiap zaman memiliki teori dan rumusan sendiri untuk
membantu pemerintah dalam merumuskan baik dari aspek keuangan, ekonomi mikro, dan
ekonomi makro. Oleh karena itu, seluruh kebijakan tersebut yang berhubungan dengan masyarakat
Setiap perubahan dalam sistem ekonomi berhubungan denga teori yang digagas oleh para
tokoh (akademisi) dengan perubahan zaman. Pada awal tahun 70 an Amerika sebagai negara
adidaya menggunakan sistem ekonomi liberal, namun keris ekonomi yang melanda Amerika dan
dunia pada awal tahun 80 an menyebabkan para ekonom Amerika meninggalkan sistem liberal
dan menggunakan sistem ekonomi (teori ekonomi) keynesian sampai pada tahun 1998 kerisis
ekonomi kembali melanda dunia sehingga para okonom liberal berasumsi bahwa teoro ekonomi
keynesian gagal, kegagalan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan strategi ekonomi Amerika
dari Keynesian kembali ke konsep ekonomi leberal yang dikenal sekarang dengan istilah
Neoliberalisme. Hal ini menunjukkan bahwa betapa kuatnya para tokoh ekonomi mempengaruhi
Ichwan, Yasir. 2014. Nasionalisme dalam Novel “5 cm” Karya Donny Dhirgantoro: Analisis
Strukturalisme. C.m. Universitas Sumatera Utara.
Junaedi, Moha. 1994. Apresiasi Sastra Indonesia. Ujung Pandang: CV. Putra Maspul Ujung
Pandang.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.
Philipus dan Aini, Nurul. 2006. Sosiologi dan Politik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.