You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Katarak adalah suatu kelainan pada mata dimana terdapat kekeruhan lensa
sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi mata sebagai indra penglihatan.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah
sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki
penglihatan. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang
dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok
dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang
prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat
hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007).

Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat


mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan
penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan
di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita
kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan
indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar
52%.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana proses terjadinya Katarak dan penyebabnya, serta
dampaknya bagi klien ?
1.2.2 Bagaimana rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk
menanggulangi masalah Katarak ?
1.2.3 Bagaimana menegakkan diagnosa yang tepat serta rumusan NOC dan
NIC yang sesuai ?

1
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum : Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Katarak
Tujuan khusus : Mahasiswa mampu :
1) Melakukan pengkajian
2) Merumuskan diagnosa keperawatan
3) Menerapkan indicator keberhasilan (NOC)
4) Merumuskan intervensi keperawatan

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata

a. Anatomi lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan


transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa
digantung oleh zonula ( zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus
siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior
terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat
dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular.
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia,
serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan
menjadi kurang elastik.

Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit
sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah atau pun saraf di lensa.

b. Fungsi lensa

3
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
peningkatan daya biasnya.

Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa


untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring
dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.
Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata
untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0- Dioptri.

2.2 Landasan Teoritis Katarak


1. Defenisi

Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah
gambaran yang diproyeksikan pada retina. Katarak merupakan penyebab umum
kehilangan pandangan secara bertahap (Asuhan Keperawatan Klien gangguan
Mata, 128)

Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur
penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996).

4
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya
yang disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008)

Katarak adalah opasitas lensa kristalina atau lensa yang berkabut (opak) yang
normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada
saat kelahiran (katarak congenital). (Brunner & Suddarth: 2002)

Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak


sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu
memperbaiki penglihatan. Pengklasifikasian Katarak berdasarkan umur :

a) Katarak Kongenital

Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi


virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009).
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital sering
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit
rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa
penyakit-penyakt herediter. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital
diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu, pemakainan obat selama
kehamilan, serta riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu
hamil.

b) Katarak Juvenil
Terbentuknya pada usia 3 bulan sampai kurang dari 9 tahun. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
c) Katarak Senil
Terjadi setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus
yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari
60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Stadium Katarak Senil
terdiri dari 4: Katarak Insipien, Katarak Imatur, Katarak Matur, dan Katarak
Hipermatur.

5
Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka

Penyulit Glaukoma Uveitis+glaukoma

Klasifikasi Katarak berdasarkan lokasi terjadinya :

a) Katarak Inti ( Nuclear)

Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada


nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.

b) Katarak Kortikal

Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan


kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.

c) Katarak Subkapsular

Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada


lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian
kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan
ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.

2.3 Etiologi

Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain


(Corwin,2000):

a) Usia lanjut dan proses penuaan.


b) Keturunan.

6
c) Dipercepat oleh faktor lingkungan seperti merokok, dan bahan
beracun lainnya.
d) Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar
oleh sinar X atau benda – benda radioaktif.
e) Penyakit mata seperti uveitis.
f) Penyakit metabolik seperti DM.
g) Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
h) Paparan sinar radiasi.

2.4 Manifestasi Klinis


a) Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan
secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif).
b) Peka terhadap sinar atau cahaya,
c) Dapat melihat dobel pada satu mata,
d) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
e) Pengembunan pada pupil
2.5 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosa
a) Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu
dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan
refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina. Kartu snellen
dapat berupa Echart, Alphabet, dan gambar binatang. Pemeriksaan
dilakukan pada jarak 6 meter (mata dalam keadaan istirahat atau
tanpa akomodasi).
b) Lapang Penglihatan: penurunan mngkin karena massa tumor,
karotis, glukoma.
c) Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d) Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glukoma.
e) Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan.
g) Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.

7
h) EKG, kolesterol serum, lipid
i) Tes toleransi glukosa : kotrol DM
j) Keratometri
k) Pemeriksaan lampu slit
l) A-scan ultrasound (echographhy)
m) Penghitungan sel endotel

2.6 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Pencegahan

Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak


mengandung vit. C, vit. B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk mengurangi
pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan
kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.

b. Operatif

Penatalaksanaan terhadap Katarak yaitu melalui prosedur operasi. Berikut


prosedur operasi yang sering digunakan :

a) ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)


Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake
dan depindahkan dari mata melalui insisi korneal superior yang
lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan
lensa subluksatio dan dislokasi. ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
b) ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar
melalui robekan.
c) Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification).

8
Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran
ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus
dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak
ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan
tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan
bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal,
sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa
buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara
permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya
memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih
cepat.
c. Pasca Operatif

Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka


pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas
insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat
dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat
berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak
dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh.

2.7 Komplikasi
a) Glaucoma
b) Uveitis
c) Kerusakan endotel kornea
d) Sumbatan pupil
e) Edema macula sistosoid
f) Endoftalmitis
g) Fistula luka operasi
h) Pelepasan koroid
i) Bleeding
2.8 WOC
(terlampir)

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien dan Penanggung jawab

Kaji identitas klien mulai dari nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, agama, alamat, status, tanggal masuk RS, dan diagnosa medis,
serta kaji juga identitas dari penanggung jawab klien.

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien akan melaporkanpenurunan ketajaman penglihatan, silau


dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu, pandangan kabur atau
redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan, susah
melihat pada malam hari, gangguan aktivitas pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, kecemasan atau ketakutan akan mengalami kehilangan fungsi
penglihatan, dan kecemasan karena akan menjalani pembedahan katarak.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pengkajian mengenai apakah pasien pernah mengalami gangguan


dan penyakit pada mata, pernah menjalani pembedahan mata sebelumnya,
menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan adanya riwayat
okuler lain.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pengkajian mengenai penyakit keturunan yang berhubungan


dengan penyakit katarak.

3.2 Pengkajian Fungsional Gordon


1) Persepsi dan penaganan kesehatan
Pada pola ini, biasanya persepsi klien terhadap penyakit yang diderita pada
awalnya adalah klien membiarkannya saja, sampai terjadi gangguan

10
penglihatan barulah klien berobat ke RS. Pengkajian dilakukan terhadap
kebiasaan klien mengkonsumsi alkohol, merokok, dan menggunakan obat-
obat tertentu, serta bagaimana penangganan klien terhadap penyakit Katarak
ini.
2) Nutrisi dan metabolisme
Pengkajian terhadap nutrisi dan riwayat diet klien terutama defisiensi
vitamin A. Pola nutrisi dan metabolisme juga akan mempenagruhi
penyakit katarak karena salah satu penyebab atau etiologi katarak adalah
penyakit sistemik (DM).
3) Eliminasi
Pengkajian terhadap pola miksi dan defekasi klien, apakah terdapat gelaja
inteinensia kandung kemih, gangguan fungsi usus, dan apakah memakai
alat bantu. Biasanya klien dengan Katarak tidak memiliki gangguan
eliminasi.
4) Aktivitas dan latihan
Adanya perubahan pada aktifitas atau hobi klien sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
5) Tidur dan istirahat

Biasanya penderita Katarak tidak memiliki gangguan tidur.

6) Pola Hubungan dan Peran


Pengkajian mengenai bagaimana fungsi dan peran klien dalam
keluarganya sebelum dan sesudah terkena penyakit katarak, apakah ada
masalah dilingkunagn keluarga ataupun social, dan apakah klien
mendapatkan perlakuan khusus didalam keluarga terkait dengan penyakit
yang dideritanya saat ini.
7) Persepsi dan konsep diri
Pengkajian mengenai persepsi klien terhadap penyakitnya, apakah klien
mengalami gangguan terhadap pencitraan diri klien, seperti hilangnya
kepercayaan diri dan lain-lain.
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pengkajian terhadap adanya gangguan penglihatan, seperti kabur atau
tidak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan kehilangan bertahap

11
penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau
merasa diruang gelap, penglihatan seperti berawan/kabur, tampak
lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, fotofobia (
glukoma akut ). Gangguan ini ditandai dengan tampak adanya kecoklatan
atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan mata keras serta
peningkatan air mata.
9) Pola Reproduksi Seksual

Kaji pola reproduksi dan seksual klien.

10) Pola Koping dan Toleransi Stres


Pengkajian terhadap penanganan dan kopping klien terhadap
permasalahan yang dihadapinya, apakah klien merasa stress, cemas, dll.
11) Pola Nilai dan Kepercayaan
Pengkajian pola nilai dan kepercayaan klien, apakah Klien menjalankan
ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianutnya semnenjak sakit, atau
karena sakit klien mengalami gangguan menjalankan ritual agama yang
diyakininya.

3.3 Pemeriksaan
1) Tanda-tanda Vital
2) Pemeriksaan fisik

Lebih dititik beratkan pada pemeriksaan mata. Persyaratan pemeriksaan


mata: intensitas cahaya adekuat, tersedia alat dan obat diagnostik, dilakukan
secara sistematik, mengenal anatomi fisiologi dan patologi mata, memuat
catatan medis yang rapi dan mudah dibaca. Dalam inspeksi, bagian-bagian
mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa mata melalui senter
tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya
dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros
mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada
lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti
kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada
katarak matur.

12
3.4 Perumusan NANDA, NOC, NIC

No NANDA NOC NIC

1. Gangguan Fungsi sensori : Peningkatan komunikasi :


persepsi penglihatan defisit penglihatan
sensori : Indikator : Intervensi:
penglihatan
1. Ketajaman 1. Catat reaksi pasien
b.d gangguan
penglihatan pusat terhadap rusaknya
penerimaan
(kiri) penglihatan (misal,
sensori
2. Ketajaman depresi, menarik diri,
penglihatan pusat dan menolak kenyataan)
(kanan) 2. Menerima reaksi pasien
3. Ketajaman terhadap rusaknya
penglihatan penglihatan
sekitar (kiri) 3. Andalkan penglihatan
4. Ketajaman pasien yang tersisa
penglihatan sebagaimana mestinya
sekitar (kanan) 4. Sediakan kaca pembesar
5. Lapang pandang atau kacamata prisma
pusat (kiri) sewajarnya untuk
6. Lapang pandang membaca
pusat (kanan) 5. Sediakan bahan bacaan
7. Lapang pandang Braille, sebagaimana
sekitar (kiri) perlunya
8. Lapang pandang 6. Bacakan surat, koran,
sekitar (kanan) dan informasi lainnya
9. Respon untuk pada pasien
rangsangan
penglihatan Terapi kegiatan
Intervensi:
Kompensasi tingkah laku 1. Bekerjasama dengan

13
penglihatan tenaga kesehatan,
Indikator: dokter, dan/atau ahli
1. Monitor gejala terapis dalam
dari kemunduran merencanakan dan
penglihatan memantau kegiatan
2. Posisikan sendiri program sebaimana
untuk kebaikan mestinya
penglihatn 2. Tentukan komitmen
3. Mengingatkan pasien untuk
untuk meningkatkan frekuensi
menggunakan dan/atau jangkauan
teknik kegiatan
penglihatan 3. Bantu untuk
4. Menggunakan menemukan makna diri
cahaya yang melalui aktivitas yang
adekuat dalam biasa (misalnya bekerja)
melakukan dan/atau aktivitas
aktifitas liburan yang disukai
5. Menggunakan 4. Bantu memilih kegiatan
kacamata dengan yang sesuai dengan
benar kemampuan fisik,
6. merawat psikologi, dan social
kacamata dengan 5. Bantu untuk
benar memfokuskan pada apa
7. Menggunakan yang dapat dilakukan
kontak lensa pasien bukan pada
dengan benar kelemahan pasien
8. Menggunakan 6. Bantu mengidentifikasi
tulisan dan memperoleh
sumber daya yang
diperlukan untuk
kegiatan yang

14
dikehendaki

2. Resiko tinggi Status neurologis Manajemen lingkungan


terhadap Indikator: Interverensi :
cedera
1. Fungsi neurologic 1. Beri lingkungan yang
berhubungan
2. Tekanan nyaman
dengan
intracranial 2. Batasi aktifitas
kehilangan
3. Ukuran pupil 3. Pindahkan benda-benda
vitreus,
4. Reaktivitas pupil berbahaya dari sekitar
perdarahan
5. Pola pergerakan pasien
intraokuler,
mata 4. Kurangi stimulus
peningkatan
lingkungan
TIO. Kontrol resiko
5. Anjurkan menggunakan
Indikator:
tehnik manajemen
1. factor resiko

15
lingkungan stress.
2. factor resiko Pemberian obat
perilaku
Intervensi:
3. Strategi control
resiko 1. Beri obat sesuai indikasi
2. Pertahankan
Kontrol gejala
perlindungan mata
Indikator: sesuai indikasi.
1. Permulaan gejala
Identifikasi resiko
2. Frekuensi gejala
Intervensi:
3. Variasi gejala
4. Tindakan 1. Lihat riwayat kesehatan
mengurangi dahulu
gejala 2. Identifikasi pasien
dengan kebutuhan
perawatan lanjutan
3. Tentukan kehadiran dan
kualitas dari dukungan
keluarga
4. Identifikasi strategi
koping klien dan
keluarga
5. Identifikasi cara untuk
membantu penurunan
factor resiko

3. Cemas b.d Tingkat kecemasan: Mengurangi rasa cemas :


tindakan Indicator: Intervensi :
pembedahan
1. Kegelisahan 1. Tenangkan klien dan
2. Rasa khawatir melakukan pendekatan.
3. Ketegangan otot 2. Kaji perspektif situasi
4. Ketegangan stress klien.

16
wajah 3. Berikan informasi
5. Iritabilitas faktual mengenai
6. Masalah prilaku diagnosis, terapi, dan
7. Panic prognosis.
8. Tekanan darah 4. Bantu pasien untuk
meningkat untuk meminimalisir
9. Denyut nadi rasa cemas yang
meningkat timbul.
10. Pernapasan 5. Kaji tanda-tanda
meningkat kecemasan baik secara
11. Gangguan tidur verbal maupun non
verbal.
6. Cari pemahaman
perspektif pasien dalam
situasi stress
7. Damping pasien untuk
meningkatkan
keamanan dan
mengurangi ketakutan
8. Berikan gosokkan
belakang / leher, jika
dibutuhkan
9. Anjurkan aktivitas
nonkompetitif, jika
diperlukan
10. Anjurkan untuk
mengutarakan
perasaan, persepsi dan
ketakutan
11. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi
apa yang mempercepat

17
kecemasan
12. Kontrol stimulus, jika
diperlukan untuk pasien
yang membutuhkan
13. Dukung penggunaan
mekanisme pertahanan
yang sesuai
Terapi relaksasi
Intervensi:
1. Pemikiran untuk
relaksasi dan kebaikan,
batas dan jenis dari
relaksasi yang ada.
(example meditasi,
music, dan relaksasi
otot)
2. Menetapkan intervensi
untuk relaksasi yang
akan digunakan
3. Membiarkan pasien
rileks
4. Menggunakan nada
yang lembut dengan
pelan, berirama

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Katarak adalah opasitas lensa kristalina atau lensa yang berkabut (opak)
yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi dapat timbul
pada saat kelahiran (katarak congenital). (Brunner & Suddarth: 2002)

Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika


katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu
memperbaiki penglihatan. Katarak hanya bisa diangkat melalui operasi. Disinilah
peran perawat yaitu sebagi pemberi Asuhan Keperawatan kepada klien dengan
Katarak

4.2 Saran

Saran penulis kepada pembaca adalah agar memahami betul bagaimana


penyakit Katarak dan penatalaksanaannya, sehingga dapat dengan mudah
memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat.

19

You might also like