Professional Documents
Culture Documents
120110070079
Nuraningrum
120110070089
Nurul
BAB 1 Awalunnisa
TINJAUAN
ANALISIS Analisis Laporan 120110070096
Keuangan
LAPORAN PT Surya Citra Media
KEUANGA
N
DAFTAR ISI
I. Menjelaskan Analisis Bisnis dan Hubungannya dengan Analisis Laporan Keuangan.........................6
A.Business Environment......................................................................................................................7
B.Business Strategy.............................................................................................................................9
V. Analisis Akuntansi.........................................................................................................................19
VII. Menganalisis dan Menginterpretasikan Laporan Keuangan sebagai Awal Analisis yang Lebih
Mendetail...................................................................................................................................................23
2
TINJAUAN ANALISIS LAPORAN
KEUANGAN
Tujuan Analisis
Financial Statement
Managers’ superior
information on business
activities
Estimation Errors
Distortions from managers’
accounting choices
3
II. Analisis Bisnis PT Surya Media Citra Tbk
A. Business Environment
Saat ini industri TV nasional diperkirakan memiliki sekitar 70 stasiun televisi lokal yang sudah
mengudara dari sekitar 200 lebih pemegang ijin penyiaran televisi. Dimana pada saat ini, televisi lokal
tersebut telah secara rutin mengudara selama 6 hingga 7 jam per harinya. SCTV, anak perusahaan SCM,
sebagai salah satu televisi nasional yang pada saat ini mengudara 24 jam sehari dan bersiaran melalui 46
stasiun relay-nya yang mencakup lebih dari 240 kota dan menjangkau lebih dari 175 juta potensi pemirsa.
Industri media merupakan salah satu industri yang saat ini sedang berkembang pesat di regional Asia juga
Indonesia. Selain itu, tekanan kompetisi lokal maupun global, serta dorongan untuk makin meningkatkan
efisiensi, menurunkan cost, dan meningkatkan profit, memunculkan berbagai merger atau aliansi antara
berbagai institusi media, khususnya di media televisi siaran di Indonesia.
Dalam salah satu media dikutip bahwa “Sektor penyiaran dalam negeri telah meningkat dengan pesat
seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat Indonesia akan dunia hiburan. Bahkan iklan di
televisi diprediksi akan meningkat hingga sembilan persen pada tahun 2010 nanti.”
Competitors
Pemain terbesar dalam industri ini adalah kelompok MNC (PT Media Nusantara Citra). MNC
mempunyai tiga stasiun TV “free to air”(FTA), RCTI, TPI, dan Global TV. Melalui ketiga stasiun TV
tersebut, MNC meraih pangsa pasar belanja iklan televisi sebesar 33%.
Kelompok kedua, dengan payung PT Bakrie Brothers (Grup Bakrie), membawahi: ANTV dan Lativi.
Kelompok ketiga, dengan payung PT Trans Corporation (Grup Para), membawahi: Trans TV dan Trans-7
(dulu TV7).
Business Regulation
4
Lembaga yang mengatur media dan pertelekomunikasian dalam dunia internasional adalah Federation
Communication Commission (FCC). Lembaga inilah menentukan garis besar aturan bagi organisasi
media serta standar dalam bidang telekomunikasi.
Aturan-aturan dan standar yang berlaku dalam kedua pakta tersebut kemudian diadopsi oleh International
Telecommunication Union (ITU). International Telecommunication Union yang berlaku dalam dunia
internasional memberikan batasan-batasan bagi media dan telekomunikasi.
Di Indonesia, salah satu lembaga yang mengatur industri media dan telekomunikasi adalah Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI). Lembaga ini bertugas menetapkan aturan dalam bidang penyiaran. Aturan-
aturan tersebut kemudian disosialisasikan kepada industri media dan telekomunikasi. Pelanggaran atas
aturan yang disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia akan mendapatkan teguran maupun sanksi berupa
misalnya pencabutan hak tayang bagi suatu program televisi.
Peraturan Perpajakan
Siaran televisi stasiun swasta berdampak besar terhadap penerimaan negara dari sektor pajak. Hal ini
seiring dengan tuntutan kemandirian pembiayaan pembangunan nasional, maka sektor pajak sebagai
ujung tombak sumber penerimaan APBN memerlukan langkah-langkah pengamanan. Salah satu langkah
pengamanan penerimaan dengan intensifikasi adalah melakukan pengawasan pembayaran pajak terhadap
transaksi pengadaan acara/film asing yang dilakukan stasiun televisi swasta.
Pengadaan acara/film merupakan unsur biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk
kelangsungan jalannya operasi televisi. Atas penayangan acara/film asing di dalamnya terutang :
- Hak tayang/siar film yang merupakan obyek royalti PPh Pasal 26 sebesar 20% (tarif sesuai Tax
Treaty)
5
- Pemanfaatan/konsumsi hak tayang oleh stasiun televisi swasta di Indonesia yang merupakan
obyek PPn atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar negeri
sebesar 10%.
Pemerintah mengeluarkan peraturan baru terkait perlakukan pajak penghasilan atas royalti pada karya
sinematografi yaitu peraturan dirjen pajak no. PER 33/PJ/2009 dan diperjelas dengan surat edaran
SE no. 58/PJ/2009.
Jumlah royalti yang menjadi dasar pengenaan pajak penghasilan adalah sebesar seluruh penghasilan
yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta jika terjadi pemberian hak cipta sinematografi
kepada pihak lain untuk mengumumkan dan atau memperbanyak karyanya dengan jangka waktu dan
wilayah tertentu. Sedangkan jika dilakukan dengan sistem bagi hasil antara pengusaha bioskop dan
pemegang hak cipta, dasar pengenaan pajak penghasilannya adalah 10%.
B. Business Strategy
6
Dalam pengembangan usaha ini, manajemen memiliki pedoman dan berkomitmen untuk
menggarap usaha baru dengan hati-hati, agar hasilnya dapat maksimal dan memberikan profitabilitas
jangka panjang. Potensi usaha di bidang media ini mendorong SCM untuk terus meningkatkan
pengetahuan teknologi dan medianya agar dapat mengikuti perkembangan teknologi yang sedang berjalan
maupun yang sedang dipersiapkan secara aktif. Teknologi di bidang media sangat dinamis dan cepat
berubah, menandai keinginan penggunanya yang makin kompleks dan makin bervariasi. Untuk itu
kemampuan adaptasi teknologi dan sekaligus adaptasi organisasi menjadi kesuksesan usaha ini. Industri
media merupakan salah satu industri yang saat ini sedang berkembang pesat di regional Asia juga
Indonesia.
Dengan tingkat belanja domestik yang tinggi, serta pertumbuhan daya beli masyarakat yang ada,
membawa suatu peluang yang tidak mungkin dilepaskan begitu saja oleh grup usaha SCM dan SCTV.
Untuk itu perusahaan yang tergabung dalam grup Elang Mahkota Teknologi (EMTEK) termasuk di
dalamnya SCM dan SCTV, melakukan sinergi usaha dan berupaya membantu SCM dan SCTV, untuk
menempati posisi terdepan dalam industrinya sekaligus meraih beragam aplikasi media sebagai
penggerak pertumbuhannya.
SCM membeli 100% saham SCTV dalam kurun waktu antara November 2001 dan April 2002,
serta menjadi perusahaan publik di bulan Juli 2002. SCM tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Misi
Memaksimalkan peluang dalam konvergensi teknologi informasi, media dan telekomunikasi, di
antaranya melalui pengenalan jasa penyiaran televise paling mutakhir di Indonesia dan
pencapaian kegiatan operasional yang sempurna serta keuntungan yang berkelanjutan dalam
penciptaan nilai bagi stakeholder
Filosofi Perusahaan
7
Nilai-nilai utama yang dianut SCM dan Anak Perusahaan SCTV, tercermin dalam setiap tindakan
Perseroan dalam komitmen untuk menjunjung tinggi standar integritas dan pencapaian korporasi
maupun pribadi. Nilai-nilai utama itu terangkum dalam slogan “5 TOP”.
“5” T yang menggambarkan nilai individual
Teachable (Terbuka):
Mengembangkan diri dan terbuka terhadap ide serta inovasi yang dapat menjadikan SCM
terdepan pada bidangnya.
Thoughtful (Bijaksana):
Setiap langkah dipertimbangkan secara cermat, ber-tanggung jawab, positif, bijak, dan hati-hati.
Thankful (Bersyukur):
Bersyukur kepada Tuhan YME dan berterima kasih atas dukungan para stakeholder terhadap
keberhasilan kami.
Trustworthy (Dipercaya):
Integritas merupakan kunci kepercayaan segenap stakeholder.
Triumphant (Unggul):
Menjadi pribadi yang unggul di segala bidang
8
Perfect (Sempurna):
Berupaya mencapai kesempurnaan.
Prestigious (Terpandang):
Bertekad menjadi perusahaan yang terpandang dan dikenal secara luas.
Preferred (Terpilih):
Menjadi perusahaan media pilihan bagi pelanggan maupun para stakeholder lainnya.
9
MATRIKS SWOT PT SURYA CITRA MEDIA Tbk.
Strength (S) Weakness (W)
1. Rentang pengalaman yang panjang dibidang teknologi 1. Belum siapnya perusahaan untuk
selular, satelit, telekomunikasi, internet, software, yang menghadapi profil resiko usaha baru
mana ini adalah suatu aset yang mungkin tidak dimiliki dibidang ini serta struktur / model usaha
oleh semua kompetitor. yang tepat sebagai pondasi perusahaan ke
depan.
2. Pencapaian posisi No.1 atas pangsa pemirsa untuk siaran 2. Sulitnya implementasi UU No. 32 Tahun
SCTV di tahun 2008 dicapai sebanyak 44 kali untuk 2002 tentang Penyiaran.
segmen pemirsa 5+ ABCDE.
11
yang apabila kondisi ini tidak sangat dibutuhkan dalam pengembangan awal
segera ditanggulangi kompetensi inti Operator New Media. 3. Pengembangan penggunaan ERP-SAP
dikhawatirkan dapat membawa dalam peningkatan kontrol, produktifitas
dampak yang tidak baik bagi dan efisiensi operasional, sehingga
perkembangan industri pemetaan resiko lebih baik dan dapat
tersebut di tanah air. bersaing di bisnis media.
12
KOMBINASI STRATEGI BERSAING GENERIK DARI PORTER
PT Surya Citra Media Tbk, menjalankan strategi perusahaannya dengan biaya operasional yang tinggi
dan produk diferensiasi yang tinggi pula, sehingga menurut Generic Strategy Porter berada di posisi
Focus Strategy. Dimana keterampilan dan sumber daya yang disyaratkan adalah kombinasi dari kebijakan
tersebut diarahkan pada strategi tertentu dan otganisasi harus mempersiapkan kebijakan – kebijakan untuk
mendukung strategi perusahaan.
o Terus meningkatkan pengembangan tim kami dan produktivitas, PT Surya Citra Media Tbk.
berkomitmen untuk berinvestasi dalam program pendidikan dan pelatihan dalam perusahaan
dan SCTV.
o SCTV fokus dan membantu dalam mengembangkan fasilitas produksi baru dan program, serta
mempromosikan konten SCTV di luar Indonesia.
o Mengeksplorasi peluang-peluang baru di Indonesia dan di sekitar kawasan memanfaatkan
kompetensi inti perusahaan untuk meningkatkan nilai pemegang saham.
o Berkonsentrasi pada industri televisi dan kemampuan untuk mengembangkan bisnis media
massa yang lebih luas.
III. Analisis Menggunakan Laporan Keuangan
Accounting Analysis
Evaluate Accounting Quality
by assessing accounting Financial Analysis Prospective Analysis
policies and estimates. Evaluate Performance using Make Forecasts and value
ratios and cash flow analysis. Business
14
Penyiaran ini tergantikan dengan posisi pangsa pemirsa yang unggul di sepanjang tahun 2008.
SCTV memperoleh posisi nomor 1 sebanyak 41 kali dari 53 minggu di tahun 2008 dengan rata-
rata pangsa pemirsa sebesar 18,9. Perolehan laba kotor mencapai 842,8 miliar, meningkat 27,6%
dibandingkan tahun lalu. Marjin laba kotor menurun dari 50,5% di tahun 2007 menjadi 48,9% di
tahun 2008.
Pendapatan Operasional
Pendapatan operasional konsolidasi mencatat peningkatan sebesar 42,7% dari tahun sebelumnya
menjadi Rp. 459,3 miliar di tahun 2008 merupakan fungsi dari lebih tingginya laba kotor. Marjin
operasional meningkat menjadi 26,6% di tahun 2008, yang merupakan marjin keuntungan
operasional terbesar sejak tahun 2003. EBITDA Konsolidasi mencapai Rp. 510,6 miliar,
menunjukan pertumbuhan sebesar 40,8%, sedangkan marjin EBITDA adalah 29,6% meningkat
dari 27,7% pada tahun 2007.
Laba Bersih
Laba bersih konsollidasi SCM pada tahun 2008 sebesar Rp 208,0 miliar, pertumbuhan sebesar
63,7% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp. 127,0 miliar. Pada tahun 2008 marjin laba bersih
meningkat sebesar 12,1% dari 9,7% di tahun 2007. Laba bersih sebelum amortisasi goodwill pada
tahun 2008 naik 48,3% dari tahun sebelumnya menjadi Rp 248,5 miliar.
Arus Kas
Dibandingkan tahun 2007, Arus kas operasional pada tahun 2008 meningkat sebesar Rp. 201,6
miliar menjadi Rp. 343,7 miliar. Sebagian besar dipengaruhi oleh jumlah uang kas yang
terkumpul dari supplier dan rendahnya pembayaran bunga dan biaya keuangan.
15
Belanja modal sepanjang tahun meningkat menjadi Rp. 135,0 miliar, dibandingkan Rp. 65,5 di
tahun 2007. Pembayaran Dividen Kas Rp. 91,2 miliar dibandingkan Rp. 53,0 miliar di tahun
2007. Arus Kas keluar sehubungan dengan pelunasan Obligasi SCTV I adalah sebesar Rp. 425
miliar. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan penurunan pos kas bersih dan setara kas sebesar
Rp. 320,4 miliar.
Aktiva Lancar
Per 31 Desember 2008, SCM memiliki aktiva lancar sebesar Rp 1.212,1 miliar, sebagian besar
terdiri atas kas dan setara kas, piutang dagang, inventaris program dan biaya dibayar dimuka.
Kewajiban Lancar
Per 31 Desember 2008, SCM memiliki kewajiban lancar senilai Rp. 380,7 miliar, merupakan
penurunan sebesar 47,2% dibanding dengan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh pelunasan
Obligasi SCTV I.
Ekuitas
Ekuitas SCM naik 9,5% dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp. 1.356,0 miliar per 31
Desember 2008. SCM memiliki hutang bersih sebesar Rp. 166,9 miliar pada akhir 2008, dengan
rasio hutang bersih yang terhadap ekuitas sebesar 12,3%.
Dari perbandingan laporan keuangan tahun 2008 SCM dengan Media Nusantara Citra (MNC)
sebagai salah satu kompetitor dalam bidang yang sama, pendapatan usaha MNC yakni sebesar
16
Rp3.922.000.000.000 dan pendapatan SCM sebesar Rp1.723.945.532.000. Terdapat perbedaan signifikan
antara pendapatan kedua perusahaan tersebut yakni pendapatan MNC lebih besar 127% dari pendapatan
SCM. Hal ini mungkin disebabkan oleh brand image MNC yang begitu baik sehingga para pengguna jasa
periklanan lebih memilih beriklan pada MNC daripada di SCM.
Perbandingan net income cukup mengherankan, SCM memiliki laba bersih yang lebih besar
dibandingkan dengan MNC. Hal ini disebabkan dari beban usaha yang besar pada MNC. Net income pada
MNC pada tahun 2008 sebesar Rp167.000.000.000 dan SCM sebesar Rp207.960.589.000.
Dari data yang kami kumpulkan, merek RCTI (sebagai anak perusahaan MNC) berada pada
urutan pertama di tingkat top of mind dengan 50,25%.untuk brand association, terdapat tiga asosiasi yang
membentuk brand image RCTI, yaitu asosiasi RCTI Oke, Indonesian Idol, dan Seputar Indonesia.
Perbandingan modal dari utang dan ekuitas:
SCM MNC
Pada MNC, liabilities lebih kecil daripada equity. Hal ini terjadi pula pada SCM, meskipun pada SCM
tidak terjadi rentang perbedaan jumlah liabilities dan equty yang begitu besar bila dibandingkan dengan
MNC.
17
Analisis Rasio-Rasio Keuangan Utama pada PT Surya Citra Media
Tbk.
Aktiva Lancar
Current Ratio=
Utang Lancar
Hal ini berarti bahwa kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan
aktiva lancar, untuk tahun 2008 adalah setiap Rp1 hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar Rp318,3.
Untuk tahun 2007 adalah setiap hutang lancar Rp1 dijamin oleh Rp204,9 aktiva lancar. Dari data-data
rasio lancar yang ada di PT Surya Citra Media Tbk. tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan
perusahaan ini untuk membayar hutang perusahaan dari tahun 2004 sampai 2008 berfluktuasi dan
rasionya lancarnya sangat bagus karena jaminan aset untuk hutang setiap Rp1-nya sangat besar.
Total Utang
Total Debt ¿ Equity Ratio=
Ekuitas Pemegang Saham
Tahun 2004 = 58,8 Tahun 2007 = 106,1
Tahun 2005 = 62,1 Tahun 2008 = 71,3
Tahun 2006 = 59,8
Hal ini berarti bahwa perbandingan antara hutang–hutang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh
kewajibanya. Untuk tahun 2008 adalah setiap Rp1 total hutang dijamin oleh ekuitas Rp71,3. Untuk
tahun 2007 adalah setiap hutang lancar Rp1 dijamin oleh Rp106,1 ekuitas. Dari data-data rasio lancar
yang ada di PT Surya Citra Media Tbk. tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan perusahaan ini
18
untuk membayar hutang perusahaan dari tahun 2004 sampai 2008 berfluktuasi dan rasionya lancarnya
sangat bagus karena jaminan aset untuk hutang setiap Rp1-nya sangat besar.
c. Total Debt to Total Asset Ratio ( Rasio Hutang terhadap Total Aktiva )
Total Utang
Total Debt ¿ Total Asset Ratio=
Total Aktiva
Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan
jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang
dibelanjai oleh hutang. Untuk tahun 2008 adalah setiap Rp1 total aktiva dibiayai oleh Rp41,6. Untuk
tahun 2007 adalah setiap setiap Rp1 total aktiva dibiayai oleh Rp51,5. Dari data-data rasio hutang
terhadap total aktiva yang ada di PT Surya Citra Media Tbk. tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan
perusahaan ini untuk memperoleh asetnya tidak berasal dari pembiayaan yang berasal dari hutang.
Hal ini menunjukkan bahwa PT Surya Citra Media Tbk tidak tergantung pada pembiayaan hutang.
Laba Kotor
Gross Profit Margin=
Penjualan Bersih
Rasio ini merupakan perbandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok
penjualan dengan tingkat penjualan, Rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari
jumlah penjualan. Untuk tahun 2008 margin laba kotornya sebesar 43,9 sedangkan untuk tahun 2007
margin laba kotornya sebesar 50,5. Dari data-data margin laba kotor yang ada di PT Surya Citra
Media Tbk. tersebut dapat dilihat bahwa laba kotor yang diperoleh oleh PT Surya Citra Media
19
mengalami penurunan dari tahun 2007 ke tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa PT Surya Citra
Media Tbk mengalami kenaikan biaya produksi dan kurang bagus bagi PT Surya Citra Media.
Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu
dibandingkan dengan volume penjualan. Seperti namanya, margin ini menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam mencetak laba bersih (penjualan dikurangi semua biaya dan pajak). Untuk tahun
2008 margin laba bersihnya sebesar 12,1 sedangkan untuk tahun 2007 margin laba kotornya sebesar
9,7. Dari data-data margin laba bersih yang ada di PT Surya Citra Media Tbk. tersebut dapat dilihat
bahwa margin laba bersih yang diperoleh oleh PT Surya Citra Media mengalami kenaikan dari tahun
2007 ke tahun 2008. Data ini menunjukkan bahwa PT Surya Citra Media mencetak tingkat
keuntungan yang tinggi. Ujung-ujungnya, perusahaan tersebut dapat membagikan dividen yang tinggi
pula untuk pemegang saham.
20
21
Analisis Rasio-Rasio Keuangan Utama Antara PT Surya Citra Media
Tbk. Dengan PT Media Nusantara Citra (MNC)
MNC SCM
Kemampuan untuk membayar utang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar, MNC lebih baik
daripada SCM karena setiap Rp 1 utang lancar dijamin oleh aktiva lancarRp 337,8. Dibandingkan dengan
SCM, MNC lebih tidak bergantung pada utang pembiayaan aset-asetnya. Kemampuan MNC untuk
membayar utang dari ekuitas lebih baik daripada SCM meskipun tidak begitu jauh perbedaannya. Dari
gross profit margin bisa kita lihat bahwa MNC memiliki rasio yang lebih kecil, hal ini mungkin saja
mengindikasikan MNC mengalami kenaikan biaya produksi atau lainnya. Dilihat dari net profit margin
SCM jauh lebih baik daripada MNC.
V. Analisis Akuntansi
Tujuan analisis akuntansi adalah untuk mengevaluasi sejauh mana suatu akuntansi perusahaan
menangkap realitas yang mendasarinya. Dengan cara mengidentifikasi tempat-tempat di mana ada
akuntansi fleksibilitas, dan dengan mengevaluasi kelayakan dari kebijakan akuntansi perusahaan dan
perkiraan, para analis dapat menilai tingkat distorsi dalam angka akuntansi perusahaan. Langkah
penting lain dalam analisis akuntansi adalah untuk "membatalkan" distorsi akuntansi dengan
membentuk kembali sebuah angka akuntansi perusahaan untuk menciptakan bias data akuntansi.
22
Analisis Kebijakan Akuntansi Pada PT SCM Tbk
a. Penyusunan laporan konsolidasi diatur dalam PSAK No. 4. Prosedur konsolidasi yang dilakukan
SCm telah sesuai dengan PSAK No.4, yaitu transaksi dan saldo resiprokal antara induk dan
perusahaan dan anak perusahaan harus dieliminasi.
b. Persediaan. Pengukuran persediaan telah sesuai dengan PSAK No. 14 yaitu persediaan harus
diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah. Namun, SCM tidak
mencantumkan kebijakan “ketika kondisi yang semula mengakibatkan penurunan nilai persediaan
di bawah biaya ternyata tidak ada lagi atau ketika terdapat bukti yang jelas terhadap peningkatan
nilai realisasi bersih karena perubahan ekonomi, maka jumlah penurunan nilai harus dibalik
(dalam hal ini pemulihan adalah terbatas untuk jumlah penurunan nilai awal) sehingga jumlah
tercatat yang baru dari persediaan adalah terendah dar biaya atau nilai realisasi neto yang telah
direvisi.
c. Aset tetap diukur menggunakan cost model, ketentuan lain mengenai penyusutan dan biaya
pemeliharaan sudah sesuai dengan PSAK No.16. Namun, SCM tidak mencantumkan kebijakan
untuk melakukan review atas nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap. Hal ini menjadi
penting karena dalam PSAK No.16 dicantumkan bahwa “apabila hasil review berbeda dengan
estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi
sesuai dengan PSAK No. 25…”
d. Transaksi dan saldo dalam mata uang asing telah sesuai dengan ketentuan PSAK No. 10.
e. Sewa. Transaksi sewa yang dilakukan telah disesuaikan dengan PSAK no.30 tentang Sewa.
Perubahan atas penggunaan PSAk yang sebelumnya tidak menimbukkan dampak yang signifikan
bagi aktivitas sewa yang dilakukan oleh SCM.
23
Laporan keuangan konsolidasi disusun berdasarkan konsep biaya perolehan (historical cost),
kecuali untuk persediaan yang dinyatakan sebesar nilai yang lebih rendah antara biaya perolehan
setelah dikurangi amortisasi dengan nilai realisasi bersih. Laporan keuangan konsolidasi disusun
menggunakan konsep akrual, kecuali laporan keuangan arus kas konsolidasi.
b. Prinsip konsolidasi
Laporan keuangan konsolidasi meliputi Laporan Keuangan Perusahaan dan PT Surya Citra
Televisi, Anak Perusahaan, dengan kepemilikan saham sebesar 99,99% atau sebesar 229.999.999
saham. Seluruh saldo akun dan transaksi yang material antar perusahaan yang dikonsolidasi telah
dieliminasi untuk mencerminkan posisi keuangan dan hasil usaha Perusahaan dan Anak
Perusahaan sebagai satu kesatuan usaha. Selisih lebih yang tidak teridentifikasi antara biaya
perolehan dengan nilai wajar aktiva bersih Anak Perusahaan yang diakuisisi dibukukan sebagai
goodwill dan diamortisasi menggunakan metode garis lurus selama 20 tahun.
f. Persediaan
Persediaan materi program dinyatakan sebesar nilai terendah antara biaya perolehan setelah
dikurangi amortisasi dengan nilai realisasi bersih. Biaya perolehan persediaan materi program
24
ditentukan dengan metode identifikasi khusus (specific identification method). Persediaan materi
program diamortisasi berdasarkan jumlah penayangan program yang umumnya sebanyak dua kali
berdasarkan metode menurun, yaitu sebesar 70% pada penayangan pertama dan 30% pada
penanyangan kedua untuk program film, sinetron dan serial, kecuali untuk program produksi
sendiri, infotainment, berita, olah raga dan program talk show yang diamortisasi sepenuhnya pada
saat ditayangkan. Saldo persediaan yang belum diamortisasi namun kontrak penayangannya telah
berakhir dibebankan pada tahun kontrak tersebut berakhir.
Pada akhir tahun, manajemen melakukan penelaahan untuk menentukan adanya indikasi
terjadinya penurunan nilai materi program dan melakukan penyesuaian, apabila diperlukan, ke
estimasi nilai yang terpulihkan untuk penayangan di masa yang akan datang dan dibebankan
sebagai kerugian pada usaha periode berjalan.
Program dalam proses adalah akumulasi biaya produksi atas acara in-house, yang sampai tanggal
neraca tersebut belum selesai diproduksi.
h. SEWA
Perusahaan melaporkan transaksi sewa yang tidak memenuhi krtiteria sebagai capital lease
dengan menggunakan metode operating lease, dimana pembayaran sewa diakui sebagai beban
pada laporan laba rugi dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method) selama
periode sewa. Perusahaan dan anak perusahaan telah menerapkan PSAK No. 30 (revisi 2007).
Sewa kontinjen, jika ada, diakui sebagai pendapatan pada periode-periode pendapatan tersebut
dihasilkan.
i. Aktiva tetap
Aktiva tetap dinyatakan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan, kecuali tanah
yang tidak disusutkan. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-
line method) berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aktiva tetap sebagai berikut:
25
Aktiva dalam penyelesaian dinyatakan sebesar biaya perolehan dan disajikan sebagai bagian dari
aktiva tetap. Akumulasi biaya perolehan akan direklasifikasi ke akun aktiva tetap yang
bersangkutan pada saat aktiva telah selesai dan siap untuk digunakan.
Biaya perbaikan dan pemeliharaan dibebankan pada laporan laba rugi pada saat terjadinya;
pemugaran dan penambahan dalam jumlah signifikan dan memperpanjang masa manfaat
dikapitalisasi.
Aktiva tetap yang sudah tidak digunakan lagi atau yang dijual, biaya perolehan serta akumulasi
penyusutannya dikeluarkan dari kelompok aktiva tetap yang bersangkutan dan laba atau rugi yang
timbul dikreditkan atau dibebankan pada usaha tahun berjalan.
Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan perolehan atau perpanjangan izin atas tanah
ditangguhkan dan disajikan sebagai biaya ditangguhkan dalam akun “Aktiva Lain-Lain” pada
neraca konsolidasi dan diamortisasi sepanjang periode hak atas tanah atau umur ekonomis tanah,
mana yang lebih pendek.
Perusahaan dan Anak Perusahaan melakukan penelaahan untuk menentukan adanya indikasi
peristiwa atau perubahan kondisi yang mengindikasikan bahwa nilai tercatat tidak dapat
dipulihkan seluruhnya pada setiap tanggal pelaporan. Apabila kondisi tersebut terjadi, Perusahaan
dan Anak Perusahaan diharuskan untuk menentukan taksiran jumlah yang tidak dapat diperoleh
kembali (recovable amount) atas semua aktivanya dan mengakuinya sebagai kerugian dalam
laporan laba rugi konsolidasi periode berjalan.
Biaya-biaya yang terjadi sehubungan dengan penawaran umum saham perusahaan kepada
masyarakat dicatat sebagai pengurang dari akun “Tambahan Modal Disetor”.
Biaya emisi obligasi yang terjadi sehubungan dengan penerbitan obligasi disajikan sebagai
pengurang dari hasil penerimaan emisi obligasi. Biaya emisi obligasi diamortsasikan dengan
menggunakan metode garis lurus selam jangka waktu obligasi yaitu selama lima tahun.
26
l. Transaksi dan saldo dalam mata uang asing
Transaksi dalam mata uang asing dicatat dalam rupiah berdasarkan kurs yang berlaku pada saat
transaksi dilakukan. Pada tanggal neraca, aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing
dijabarkan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah terakhir yang dipublikasikan oleh
Bank Indonesia pada tanggal tersebut. Laba atau rugi kurs yang timbul dikreditkan atau
dibebankan pada usaha periode berjalan.
Pada tanggal 31 Maret 2008 atau 2007, kurs yang digunakan berdasarkan kurs tengah transaksi
terakhir yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 31 Maret 2008 dan 30 Maret 2007
masing-masing sebesar:
2008 2007
Perusahaan menerapkan PSAK No. 53 tentang “Akuntansi Kompensasi Berbasis Saham” yang
mengatur perlakuan akuntasi untuk nilai wajar opsi pemilikan saham yang diberikan kepada
karyawan dan instrumen ekuitas sejenis lainnya. Beban kompensasi diakui selama periode
pengakuan hak kompensasi (vesting period) berdasarkan nilai wajar opsi saham pada tanggal
pemberian (grant date).
Pendapatan dari iklan diakui pada saat iklan yang bersangkutan ditayangkan. Uang muka yang
diterima dari pelanggan dicatat dalam akun “Uang Muka Pelanggan”. Beban diakui pada saat
terjadinya.
p. Pajak penghasilan
Beban pajak tahun berjalan dihitung berdasarkan taksiran penghasilan kena pajak tahun berjalan.
Aktiva dan kewajiban pajak tengguhan dicatat atas beda temporer antara dasar komersial dan
pajak atas aktiva dan kewajiban pada setiap tanggal pelaporan. Manfaat pajak masa mendatang,
seperti rugi fiskal yang dapat dikompensasi, diakui apabila kemungkinan besar jumlah manfaat
pajak pada masa mendatang tersbut direalisasikan.
Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan dihitung berdasarkan tarif pajak yang akan dikenalkan
pada saat nilai aktiva direalisasikan atau nilai kewajiban tersebut diselesaikan, berdasarkan tarif
pajak (dan peraturan pajak) yang berlaku atau berlaku secara substantif pada tanggal neraca.
Perubahan terhadap kewajiban perpajakan dicatat pada saat hasil ketetapan pajak diterima atau
apabila perusahaan dan anak perusahaan mengajukan keberatan, pada saat keputusan atas
keberatan tersebut ditentukan.
28
pengaruh semua saham yang berpotensi dilutif yang timbul dari pemberian waran karyawan pada
tanggal 11 Mei 2007, 2006, 2005, 2004, dan 2003. Jumlah rata-rata tertimbang saham yang
beredar atas dasar dilusi setara dengan 1.936.733.491 saham pada 31 Maret 2008 dan
1.923.744.581 saham pada 31 maret 2007.
r. Penggunaan estimasi
Penyajian laporan keuangan konsolidasi sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum
mengharuskan manajemen untuk membuat estimasi dan asumsi terhadap jumlah yang dilaporkan.
Oleh karena tidak adanya kepastian dalam membuat estimasi, maka terdapat kemungkinan hasil
aktual yang dilaporkan pada masa yang akan datang akan berbeda dengan estimasi tersebut.
Perbedaan antara estimasi dan hasil aktual dibebankan atau dikreditkan pada usaha periode
berjalan.
29
Business Activities (PT Surya Citra Media Tbk)
- Operating Activities
2008 2007
- Pendapatan Iklan 2.130.365.788 1.617.891.344
- Pendapatan lain-lain 1.916.973 1.917.481
- Potongan penjualan dan komisi (408.337.229) (311.223.082)
- Investment Activities
Akun ini merupakan deposito berjangka yang ditempatkan pada bank dengan jangka waktu 6
(enam) bulan sampai 9 (Sembilan) bulan dari tanggal penempatan sebagai berikut:
2008 2007
Rupiah
- PT Bank CIMB Niaga Tbk (dahulu PT Bank Niaga - 27.396.375
Tbk)
Dolar AS - 2.420.683
30
- PT ANZ-Panin Bank (AS$257.000)
Total 29.817.058
- Financing Activities
Menurut Laporan Arus Kas, Sumber pendanaan eksternal dalam PT SCM Tbk berasal dari Investor
Ekuitas dan Kreditur (obligasi).
31
32
VI. Analisis Prospektif
Analisis Prospektif
Pada PT Surya Citra Media Tbk.
Analisis prospektif merupakan peramalan hasil masa depan, biasanya laba, arus kas, atau
keduanya. Analisis ini ditarik dari analisis akuntansi, analisis keuangan, serta analisis lingkungan bisnis
dan strategi. Output analisis prospektif adalah hasil yang diharapkan di masa depan yang digunakan untuk
mengestimasi nilai perusahaan.
Penilaian
Penilaian merupakan tujuan utama banyak jenis analisi bisnis. Penilaian adalah proses mengubah
ramalan hasil di masa depan menjadi estimasi nilai perusahaan.
Bisnis dibidang elektronik media memang masih membukukan daya tariknya tersendiri, hal ini
dibuktikan dengan pencapaian pangsa pasar yang masih cukup besar dibidang pembelanjaan iklan yaitu
sebesar 65% di sektor televisi. Inilah mengapa SCM dan SCTV masih memfokuskan usahanya di bidang
ini, walau terus mengembangkan diri seiring dengan akan dimulainya era TV digital di Indonesia di awal
tahun 2009 ini. Terutama lagi dengan telah dibentuknya Konsorsium TV Digital dengan SCTV sebagai
salah satu anggota untuk memulai uji cobanya di Indonesia.
Maka dari itu, manajemen untuk terus mengevaluasi situasi perkembangan pasar dan teknologi,
agar peluang usaha di bidang teknoilogi siaran TV digital dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, dan
perusahaan masuk pada jeda waktu usaha yang tepat. Disamping itu dengan berkembangnya industri
digital ini maka turunan usaha di bidang TV maupun New Media akan mulai marak di kalangan
masyrakat. Regulasi dibidang ini masih belum siap. Ini menjadi tugas bersama seluruh komponen industri
33
untuk membantu memberikan masukannya kepada Pemerintah, agar Industri ini menjadi maju dan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
Tantangan lain dari manajemen adalah mempersiapkan profil resiko usaha baru dibidang ini
serta struktur/model usaha yang tepat sebagai pondasi perusahaan ke depan. Saat ini hampir semua negara
maju di dunia sedang melakukannya. Belum ada suatu ramuan yang tepat dalam menentukan konsep
usaha dibidang New Media ini. Namun Dewan Komisaris melihat bahwa Group Elang Mahkota
Teknologi, induk perusahaan SCM dan SCTV, memiliki rentang pengalaman yang panjang dibidang
teknologi selular, satelit, telekomunikasi, internet, software, yang mana ini adalah suatu aset yang
mungkin tidak dimiliki oleh semua kompetitor. Aset ini menjadi titik awal penting bagi group, dan
merupakan tugas manajemen untuk mengembangkannya.
Tantangan lain di 2009 adalah mempersiapkan SCTV, anak perusahaan SCM untuk
mengembangkan kegiatan operasionalnya dalam hal sistem siaran berjaringan, dimana akhir tahun 2009
adalah batas waktu Perpanjangan Penerapan Sistem Stasiun Jaringan, yang mana hal ini diatur di dalam
UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan PP 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran
Lembaga Penyiaran Swasta. Perjalanan implementasi UU tersebut sejak 7 (tujuh) tahun yang lalu,
dirasakan memang sulit diterapkan secara menyeluruh mengingat implikasi yang luas secara industri
maupun Perseroan, terutama dari sisi pemecahan kepemilikan. Namun, yang tidak kalah penting adalah
adanya benturan terhadap Undang- Undang atau peraturan lain yang juga harus dipatuhi oleh Perseroan,
terutama apabila Perseroan tersebut sudah tercatat di bursa, dan telah melakukan penawaran umum, baik
itu hutang maupun saham. Komplikasi ini tidak dapat diabaikan begitu saja, mengingat implikasi lain
yang juga muncul, khususnya seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pembahasan bersama Regulator terus diupayakan untuk menjembatani hal ini sehingga
diharapkan para pihak, yaitu pihak yang terkait dengan Industri TV dan regulator, dapat bersama-sama
mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
Ke depan tantangan bagi SCM selanjutnya adalah mengembangkan prestasi tahun 2008 menjadi
suatu pijakan usaha baru bagi SCM dan SCTV. Persaingan di bidang ini akan makin meningkat
mengingat Industri Media memang memiliki daya tarik serta potensi keuntungan tersendiri. Terutama lagi
mempertimbangkan potensi pasar di Indonesia yang masih cukup besar dibidang pengembangan layanan
teknologi New Media.
Usaha baru ini bukannya tanpa resiko. Sebagai usaha baru perlu dilakukan pemetaan resiko
yang tepat dan berkelanjutan, agar resiko yang ada dapat di ”transfer” menjadi suatu ”potensi” nilai baru
yang memberikan nilai tambah bagi usaha serta bagi seluruh stakeholder. Di sisi lain, krisis ekonomi yang
muncul di pertengahan semester ke dua tahun 2008 kemungkinan akan berlanjut di tahun 2009.
Beruntung SCTV telah menyelesaikan kewajiban hutang-hutangnya di 2007 dan performa yang baik di
34
2008 mendorong posisi cash mencapai lebih dari Rp. 405 M dimana nilai ini sangat membantu
operasional SCTV di masa krisis 2009. Ini merupakan tantangan sendiri bagi manajemen.
Untuk itu, SCM mengembangkan dirinya bersinergi secara efisien dengan perusahaan-
perusahaan dalam Group EMTEK, dimana masing-masing perusahaan memiliki kompetensi yang luas
dibidang teknologi informasi dan telekomunikasi yang justru sangat dibutuhkan dalam pengembangan
awal kompetensi inti Operator New Media. Selanjutnya SCM akan melakukan kerjasama yang solid
dengan mitra kerjanya di dalam dan luar negeri. Kerjasama ini penting karena di dalam usaha New Media
diperlukan konsolidasi dan koordinasi dengan partner usaha di dalam industri lain, sehingga diharapkan
sinergi operasional ini dapat dicapai dan mencapai target pendapatan Perusahaan. Inilah dasar
pengembangan usaha SCM yang paling utama dan merupakan kunci strategis utama dalam
pengembangan usaha secara global.
Globalisasi dunia usaha seperti ini sudah menjadi target Group EMTEK sejak lama.
Peningkatan prospek usaha, pendapatan sekaligus tingginya perhatian pemirsa Indonesia atas produk
media yang dikembangkan menjadi indikator baiknya pemanfaatan kesempatan dalam globaisasi
teknologi di bidang media ini.
Tahun 2009, SCM, SCTV dan perusahaan-perusahaan lain dalam Grup EMTEK akan bersinergi
lebih erat melakukan kerjasama untuk meneruskan proyek strategis yang sudah dipersiapkan ditahun-
tahun sebelumnya serta memulai proyek-proyek baru yang secara hati-hati dipilih menjadi champion
program SCM. Hal ini makin dimungkinkan mengingat saat ini semua sudah berkantor pada satu lokasi
perkantoran yang sama di Senayan City uyang merupakan salah satu pusat bisnis dan mall paling strategis
di Jakarta.
Di sisi lain proyek pengembangan internal penting di 2009 lainnya adalah penggunaan ERP-
SAP dalam peningkatan kontrol, produktifitas dan efisiensi operasional. Ini merupakan komitmen
manajemen terhadap pengembangan perseroan.
Kemajuan dan kebahagiaan yang telah diperoleh SCM dan SCTV serta Group tidaklah terlepas
dari peran serta kontribusi masyarakat. Oleh karenanya, SCM dan SCTV serta Group merasa kepada
masyarakatlah SCM dan SCTV serta Group harus membagi, menjadi bagian dan bertanggung jawab
untuk meringankan beban mereka sebagai pemirsa yang juga telah menjadi bagian dari kesuksesan SCM
dan SCTV hingga saat ini.
Untuk itu, melalui Program Bantuan Pundi Amal SCTV, dikembangkanlah program-program
Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bentuk program bantuan bencana alam, bantuan
pendidikan, bantuan kesehatan dan pengembangan lingkungan. Seluruh karyawan SCM dan SCTV secara
bergantian terjun langsung ke sentra-sentra bencana, membangun dan melatih guru-guru pendidik,
membagikan batuan obat-obatan dan pengobatan gratis serta melakukan penyuluhan media ke instansi
35
pendidikan guna mempersiapkan tunas-tunas baru di bidang penyiaran nasional. Hasil pendistribusian
Pundi Amal ini diaudit oleh kantor akuntan independent setiap tahunnya.
36