You are on page 1of 17

EVALUASI PENGELOLAAN PEGAWAI

NON PEGAWAI NEGERI SIPIL

Dipersiapkan oleh:
Biro Keanggotaan dan Kepegawaian

SEKRETARIAT JENDERAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
2013
1
BAB SATU

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) selalu
berusaha untuk meningkatkan kinerjanya. Salah satu faktor yang sangat
penting untuk mendukung peningkatan kinerja adalah ketersediaan pegawai
pendukung baik dalam kuantitas, kualitas maupun jenisnya yang memadai.
Penyediaan pegawai tersebut menjadi penting karena posisi pegawai
suporting system DPR RI sangat timpang dibandingkan dengan sumber daya
di Pemerintah. Proporsional dalam ketersediaan pegawai antara DPR RI
dengan pemerintah merupakan salah satu elemen struktural terpenting dalam
menciptakan prinsif check and balances.
Namun saat ini, pemenuhan kebutuhan pegawai untuk mendukung
kinerja DPR RI tersebut sulit dilakukan jika hanya mengandalkan pegawai
yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini muncul karena adanya
kebijakan zero growth yang harus dilaksanakan oleh semua
kementerian/lembaga. Untuk itu pengadaan Pegawai Non PNS menjadi
pilihan dan prioritas penting.
Pengadaan Pegawai Non PNS sendiri sebenarnya sudah dilakukan
sejak dulu terutama dengan kehadiran pegawai honorer atau pegwai tidak
tetap (PTT). Pegawai honorer tersebut selanjutnya dapat setelah memenuhi
berbagai persyaratan dapat diangkat menjadi PNS. Namun dengan keluarnya
kebijakan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan-RB) maka kebijakan tersebut ditiadakan.
Bentuk lain dari pengadaan Pegawai Non PNS yang sudah dimulai
sejak tahun 2005 yaitu dengan pengadaan Asisten Anggota DPR, dan
kemudian disusul pada tahun 2007 dengan pengadaan Tenaga Ahli pada Alat
Kelengkapan DPR RI dan Fraksi. Terakhir dengan pengadaan Tenaga Ahli
bagi Anggota DPR RI di tahun 2008. Pegawai model ini merupakan model
pegawai yang didasarkan pada kontrak kerja.

2
Kebutuhan pegawai untuk mendukung tugas dan fungsi DPR RI
ternyata masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan. Untuk itu Setjen DPR
RI juga mencari model lain yaitu dengan pengadan pegawai melalui alih daya
(outsourcing) terutama untuk memenuhi kebutuhan pegawai pengaman
dalam, tenaga cleaning service, dan office boy/girl. Pegawai model ini
merupakan model pegawai yang pengadaannya dilakukan melalui mekanisme
pengadaan barang dan jasa.
Meskipun pengadaan Pegawai Non PNS seperti tenaga perbantuan,
Asisten Pribadi, Tenaga Ahli, dan pegawai alih daya sudah dilakukan, tetapi
tuntutan kinerja yang lebih baik terhadap DPR tidak menutup kemungkinan
jumlahnya untuk terus ditambah. Tak kalah penting adalah adanya tuntutan
kebutuhan Pegawai Non PNS yang memiliki keahlian khusus seperti
Perancang Undang-Undang, Penganalis Anggaran dan profesional lainnya.
Dalam prakteknya, keberadaan Pegawai Non PNS tersebut belum
terformulasikan dalam suatu sistem pengelolaan. Selama ini pengelolaannya
hanya sebatas administrasi yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal (Setjen)
DPR RI. Dengan latarbelakang di atas maka perlu dilakukan evaluasi
terhadap Pengelolaan Pegawai Non PNS Setjen DPR RI. Namun demikian
dalam evaluasi ini dibatasi pada PTT dan pegawai alih daya.

B. Tujuan
Secara umum tujuan evaluasi terhadap Pengelolaan Pegawai Non
PNS Setjen DPR RI adalah menilai secara menyeluruh terhadap semua
proses Pengelolaan Pegawai Non PNS dengan tujuan untuk meningkatkan
efektivitas pengelolaannya. Sedangkan secara khusus adalah sebagai
kegiatan untuk:
1. Mengidentifikasi permasalahan Pengelolaan Pegawai Non PNS; dan,
2. Memberikan masukan untuk pengembangan Model Pengelolaan Pegawai
Non PNS ke depan.

C. Manfaat
Evaluasi diharapkan memberikan manfaat untuk meningkatkan
efektivitas Pengelolaan Pegawai Non PNS dan sebagai masukan dalam
menyusun Pedoman Pengelolaan Pegawai Non PNS di Setjen DPR-RI.
3
D. Metodologi
Evaluasi terhadap Pengelolaan Pegawai Non PNS dilakukan melalui
penilaian terhadap Pengelola dan Pegawai Non PNS. Model yang akan
digunakan untuk melakukan evaluasi adalah model Context, Input, Process,
Product (CIPP) yang dikembangkan oleh Stufflebeam. Model ini dilakukan
dalam rangka menyediakan informasi bagi pembuat keputusan. Komponen
dalam model evaluasi ini adalah konteks, input, proses, dan produk. Data
yang digunakan dalam evaluasi Pengelolaan Pegawai Non PNS adalah data
sekunder dan primer. Data sekunder berasal dari dokumentasi pengelolaan
Pengelolaan Pegawai Non PNS. Sedangkan data primer adalah data yang
berasal dari hasil survei dengan kuisioner dan wawancara secara mendalam
(in depth interiew) dengan beberapa pihak yang mengetahui informasi tentang
pengelolaan diklat. Survei dilakukan terhadap pengelola dan pegawai tidak
tetap. Pengelola yang diwawancarai adalah Kepala Biro dan Kepala Bagian
yang membawahi Pegawai Non PNS. Sedangkan Pegawai Non PNS yang
diwawancarai adalah pegawai tidak tetap, alih daya, pegawai pihak ketiga,
dan honor bagian.

4
BAB DUA

PENGELOLAAN PEGAWAI TIDAK TETAP DI BIRO

PEMELIHARAAN BANGUNAN DAN INSTALASI

A. Gambaran Umum
Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi (Harbangin) merupakan
salah satu Biro yang ada di Setjen DPR RI yang memiliki tugas
menyelenggarakan pemeliharaan gedung, perumahan, wisma dan instalasi.
Guna menjalankan tugas tersebut, Biro Harbangin terdiri atas 3 bagian, yaitu
Bagian Gedung dan Pertamanan; Bagian Perumahan dan Wisma DPR RI;
dan Bagian Instalasi.
Guna menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawab Biro
Harbangin, PNS yang ada mendapatkan bantuan dari pegawai Non-PNS. Hal
tersebut dilakukan karena besarnya beban pekerjaan yang ada di Biro
Harbangin sementara jumlah PNS yang tidak dapat memenuhi beban
pekerjaan tersebut.
Terdapat beberapa jenis pekerjaan yang tidak mungkin dikerjakan oleh
PNS, dan jumlah pegawai tidak sesuai dengan jumlah kompetensi yang
dibutuhkan. Selain itu jenis pekerjaan yang menjadi tanggung jawab di Biro
Harbangin banyak yang merupakan pekerjaan yang teknis sehingga
dibutuhkan keahlian tertentu yang tidak banyak dimiliki oleh PNS yang
tersedia di Setjen DPR RI.

Tabel.2.1 Pegawai Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi


NON PNS
No. Bagian PNS Honor- Jumlah
PTT Pihak ke-3 Kontrak
bagian
1. Gedung dan 72 6 39 - - 117
pertamanan
2. Perumahan dan 54 32 304 - - 388
Wisma DPR RI
3. Instalasi 70 6 - - 3 79
Total 196 34 343 3 584

5
Mekanisme perekrutan pegawai Non-PNS yang ada di Biro Harbangin
terdiri atas beberapa macam cara, yaitu pertama, dengan perekrutan melalui
honorer; kedua, perekrutan melalui pihak ketiga; serta pegawai yang
dikontrak oleh pihak ketiga dalam kegiatan pemeliharaan. Namun sejak
kebijakan honorer dihapuskan pada tahun 2005 maka pegawai yang diangkat
melalui mekanisme honorer diubah menjadi PTT. Selain mekanisme yang
telah disebutkan sebelumnya, terdapat mekanisme lain dalam perekrutan
pegawai di Biro Harbangin yaitu perekrutan pegawai yang honorariumnya
dibiayai menggunakan dana bagian/biro. Hal tersebut guna mencukupi
kebutuhan pegawai yang tidak bisa dipenuhi melalui mekanisme lainnya.
Sementara itu jika dilihat dari total pegawai yang ada di Biro Harbangin
adalah 584 orang, terdiri dari PNS sebanyak 196 orang dan sisanya Non-
PNS. Hal yang menjadikan jumlah pegwai sangat besar dikarenakan adanya
pegawai dari pihak ketiga sebanyak 343. Kebutuhan pegawai ini muncul
dikarenakan adanya pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

B. Bagian Gedung dan Pertamanan


Bagian Gedung dan Pertamanan mempunyai tugas melaksanakan
pemeliharaan gedung dan taman. Pada bagian Gedung dan Pertamanan
terdapat 117 pegawai. Dari jumlah tersebut terdapat 72 PNS dan 6 Orang
PTT yang sebelumnya direkrut melalui mekanisme honorer. Selain itu
terdapat 39 pegawai yang direkrut melalui pihak ketiga dengan status sebagai
cleaning service.
Jumlah PNS yang ada di Bagian Gedung dan Pertamanan pada
dasarnya cukup banyak namun secara kompetensi pegawai yang ada tidak
mencukupi kebutuhan yang ada. Hal tersebut karena banyak dari pegawai
yang ada berlatar pendidikan SMA dan bagian gedung dan pertamanan
membutuhkan tenaga keahlian yang spesifik.
PTT yang ada di Bagian Gedung dan Pertamanan, merupakan
pegawai-pgawai yang cukup bepengalaman. Keberadaan pegawai tersebut
cukup membantu karena pengalaman yang dimiliki. Bagian Gedung dan
Pertamanan juga mengalami kekurangan pegawai karena adanya mutasi. Hal
tersebut cukup disayangkan karena pegawai yang dimutasi tersebut memiliki
keahlian teknis yang cukup baik yang tidak dimiliki oleh pegawai lainnya.
6
C. Bagian Perumahan dan Wisma
Bagian Perumahan dan Wisma mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan dan pemeliharaan rumah jabatan dan wisma DPR RI. Pada
bagian Bagian Perumahan dan Wisma terdapat 117 pegawai. Dari jumlah
tersebut terdapat 54 PNS dan 32 orang PTT yang sebelumnya direkrut
melalui mekanisme honorer. Di smaping itu, terdapat 15 pegawai yang
direkrut melalui pihak ketiga dengan status sebagai cleaning service di Wisma
Kopo.
Selain hal di atas, terdapat pegawai yang dikontrak oleh pihak ketiga
untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan. Terkait dengan pegawai jenis
terakhir tidak dapat seluruhnya dikategorikan sebagai pegawai yang direkrut
melalui pihak ketiga karena jenis pekerjaan yang dikerjakan tidak termasuk
dalam pengemudi, cleaning service, dan satpam. Selain itu pegawai tersebut
merupakan pegawai dengan keahlian tertentu dengan besaran honor yang
sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
Jumlah PNS yang ada di bagian Perumahan dan Wisma tidak memadai
untuk menyelesaikan beban kerja yang ada di bagian Perumahan dan Wisma,
mengingat luasnya wilayah yang ada dibawah tanggung jawab Perumahan
dan Wisma antara lain: Rumah Jabatan Anggota (RJA) Kalibata, RJA Ulu
Jami, dan Wisma Kopo.
Untuk menyelesaikan tugas tersebut bagian Perumahan dan Wisma
yang berada di Setjen DPR RI khususnya sangat terbantu oleh keberadaan
PTT yang dipekerjakan di bagian Perumahan dan Wisma. Sebab ada juga
PNS yang ada di bagian Perumahan dan Wisma tidak memiliki kompetensi
yang dibutuhkan oleh bagian Perumahan dan Wisma. Sebaiknya para PTT
yang sudah cukup lama bekerja di bagian Perumahan dan Wisma DPR RI
dan tidak terbentur syarat usia untuk diangkat menajdi PNS segera diangkat
menjadi PNS. Agar Setjen DPR RI tidak kehilangan para pegawai yang
memadai secara kompetensi tersebut.

D. Bagian Instalasi
Bagian Instalasi memiliki tugas untuk melaksanakan pengoperasian
dan pemeliharaan instalasi. Untuk menjalankan tugasnya maka bagian

7
instalasi memiliki fungsi melaksanakan pengoperasian dan pemeliharaan
mekanik dan kelistrikan.
Pada Bagian Instalasi terdapat 78 pegawai. Dari jumlah tersebut
terdapat 70 PNS dan 6 Orang PTT yang sebelumnya direkrut melalui
mekanisme honorer, dan terdapat 2 orang pegawai yang perekrutannya
menggunakan anggaran yang tersedia di Bagian Instalasi. Enam orang PTT
seccara administrasi merupakan PTT pada Bagian Perumahan dan Wisma.
Dua orang pegawai tersebut merupakan pensiunan yang memahami masalah
instalasi di Komplek Setjen DPR RI.

E. Permasalahan di Lapangan
Terkait dengan Pengelolaan Pegawai Non-PNS di lingkungan Biro
Harbangin terdapat berberapa permasalahan, yaitu:
1. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai Non-PNS di Biro Harbangin
merupakan pekerjaan yang bersifat rutin. Oleh sebab itu harus ada
pegawai yang melakukannya sebab apabila tidak ada pegawai yang
melakukannya maka pekerjaan tersebut akan terbengkalai. Sebagai
contoh pekerjaan membersihkan taman, perbaikan listrik, dan lain-lain.
2. Perlu dilakukan kajian agar mengangkat para pegawai Non-PNS untuk
menjadi PNS karena pekerjaan yang dilakukan bersifat rutin dan status
sebagai Non-PNS cukup rawan mengingat banyak pekerjaan yang
dilakukan juga berkaitan dengan dokumen dan arsip Setjen DPR RI.
3. Mengingat sifat pekerjaan yang ada di Biro Harbangin banyak yang
bersifat teknis, maka sangat diperlukan pegawai dengan keahlian tertentu
sesuai dengan pekerjaan yang ada, namun saat ini banyak pegawai yang
mengusai teknis telah pensiun dan belum ada penggantinya. Hal tersebut
menjadi penghambat bagi Biro Harbangin dalam menjalankan tugasnya.
4. Terdapat beberapa PNS yang ditugaskan di Biro Harbangin tidak memiliki
kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan yang ada di Biro Harbangin
sehingga diperlukan diklat pengembangan SDM bagi para pegawai
tersebut. Hal tersebut guna memenuhi kebutuhan kompetensi dalam
organisasi Biro Harbangin.

8
BAB TIGA

PENGELOLAAN PEGAWAI TIDAK TETAP DI BIRO UMUM

A. Gambaran Umum
Biro Umum merupakan salah satu Biro yang ada di Setjen DPR RI
yang memiliki tugas menyelenggarakan perlengkapan, tata persuratan,
kendaraan, serta keamanan dan ketertiban. Guna menjalankan tugas tersebut
biro Umum terdiri atas 4 bagian, yaitu: Bagian Perlengkapan; Bagian Tata
Persuratan; Bagian Kendaraan; dan Bagian Pengamanan Dalam.
Guna menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawab di Biro Umum,
PNS yang ada mendapatkan bantuan dari pegawai Non-PNS. Mekanisme
perekrutan Pegawai Non-PNS yang ada di biro umum terdiri atas beberapa
macam cara yaitu dengan perekrutan melalui honorer, swakelola, perekrutan
melalui pihak ketiga. Sejak kebijakan pengadaan pegawai honorer
dihapuskan pada tahun 2005 maka pegawai yang diangkat melalui
mekanisme honorer diubah menjadi PTT.

Tabel.3.1 Pegawai Biro Umum


Non PNS
No. Bagian PNS Alih Honor- Jumlah
PTT Kontrak
Daya bagian
1. Kendaraan 38 20 - - - 58
2. Tata Persuratan 32 - - - 1 33
3. Perlengkapan 32 - -- - 4 32
4. Pengamanan 128 53 300 - 6 487
dalam
Total 230 73 300 0 11 610

Selain mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat


mekanisme lain dalam perekrutan pegawai di Biro Umum yaitu perekrutan
pegawai yang honorariumnya dibiayai menggunakan dana bagian/biro. Hal
tersebut guna mencukupi kebutuhan pegawai yang tidak bisa dipenuhi melalui
mekanisme lainnya.

9
B. Bagian Kendaraan
Biro Umum merupakan salah satu biro yang memiliki jumlah pegawai
non-pns cukup besar, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah Pegawai Non-PNS
yang ada. Di Bagian Kendaraan memiliki tugas untuk melaksanakan
pelayanan angkutan dan pemeliharaan kendaraan dinas sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Di Bagian Kendaraan terdapat 58 pegawai. dari
jumlah tersebut terdapat 38 PNS dan 20 Orang PTT yang direkrut melalui
mekanisme swakelaola untuk menjadi pengemudi. Hal tersebut karena terjadi
pengurangan pegawai yang disebabkan oleh pensiun sebanyak 10 Orang dan
4 orang telah berubah status dari pengemudi menjadi pegawai administrasi
baik di bagian kendaraan sendiri maupun di bagian yang lain.
Perekrutan PTT yang ada di Bagian Kendaraan dilakukan melalui
mekanisme swakelola karena sampai saat ini Bagian kendaraan tidak
menemukan pihak ketiga yang bersedia menyediakan jasanya untuk
pengemudi. Oleh karena kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan maka
pengadaan PTT di Bagian Kendaraan menggunakan mekanisme swakelola.

C. Bagian Tata Persuratan


Bagian Tata Persuratan merupakan salah satu bagian yang ada di
bawah Biro Umum yang memiliki tugas untuk melakukan kegiatan persuratan,
penggandaan dan ekspedisi surat yang ada di Setjen DPR RI. Agar
terlaksananya tugas tersebut bagian tata persuratan melakukan fungsi
melakukan pencatatan surat masuk, surat keluar dan ekspedisi serta
melakukan penggandaan surat.
Dalam melakukan tugas ekspedisi PNS yang bertanggung jawab
berposisi sebagai motoris. Luas wilayah yang menjadi cakupan tenaga
motoris adalah sebesar 5 wilayah kota di Jakarta. Dengan besarnya wilayah
cakupan tugas dan jumlah tenaga motoris yang hanya 9 Orang maka beban
pekerjaan ekspedisi surat akan menjadi berat karena luasnya wilayah
cakupan tidak berbanding lurus dengan tersedianya jumlah motoris.
Bagian Tata Persuratan memiliki total 33 Pegawai, yang terdiri atas 32
PNS dan hanya memiliki 1 orang pegawai yang perekrutannya menggunakan
dana yang tersedia di Bagian Tata Persuratan. Pengambilan kebijakan
tersebut karena Bagian Tata Persuratan mengalami kekurangan pegawai
10
guna mendistribusikan surat/undangan/dokumen di lingkungan Setjen DPR
RI.
Satu orang pegawai yang direkrut tersebut dilakukan karena seringkali
pekerjaan ekspedisi surat yang ada di dalam lingkungan komplek DPR RI
menjadi terhambat. Oleh karena itu bagian tata persuratan merekrut pegawai
yang honorariumnya dibayar menggunakan uang bagian. Pegawai tersebut
bertugas sebagai pendistribusi surat yang ada di dalam kompleks DPR RI dan
melakukan pengecapan stempel surat.
Pegawai tersebut sudah lama menjadi pegawai di Bagian Tata
Persuratan, kurang lebih 20 tahun. Awalnya bekerja sebagai honor Setjen
DPR RI namun tidak dapat diangkat menajdi PNS karena terkendala usia
yang telah melampaui batas maksimal. Pegawai tersebut dibayar sebesar Rp.
1.500.000 setiap bulannya yang berasal dari uang kas Bagian Tata
Persuratan. Adanya pegawai yang honorariumnya dibayar menggunakan
uang bagian, juga belum menyelesaikan masalah besarnya beban kerja
ekspedisi surat yang ada dibagian tata persuratan. Oleh karena itu Bagian
Tata Persuratan membutuhkan tambahan pegawai sebanyak 10-15 orang
untuk menyelesaikan beban pekerjaan yang ada. Tambahan pegawai
tersebut dapat berasal dari PNS ataupun bisa juga diusahakan dari
perekrutan PTT.
Sampai saat ini Bagian Tata Persuratan masih membutuhkan
tambahan pegawai karena terjadi pengurangan pegawai sebab beberapa
PNS yang ada di Bagian Tata Persuratan telah pensiun. Bahkan ditahun 2014
akan ada pengurangan jumlah pegawai di bagian tata persuratan yang
disebabkan oleh pensiun sebanyak 7 orang. Oleh karena itu perlu diberi
tambahan jumlah pegawai. Ketika hal tersebut tidak bisa di penuhi melalui
rekrutmen PNS maka Bagian Tata Persuratan mengajukan permohonan
tambahan pegawai sebanyak 10 orang Non-PNS melalui mekanisme PTT.

D. Bagian Perlengkapan
Bagian Perlengkapan merupakan bagian yang memiliki tugas
penyimpanan dan pengadaan barang serta pendistribusian perlengkapan,
peralatan dan inventaris kantor. Selain itu bagian perlengkapan juga bertugas
untuk melakukan pemeliharaan atas invetaris kantor tersebut. Di Bagian
11
Perlengkapan terdapat 32 pegawai yang terdiri atas 28 Orang PNS dan 4
orang pegawai yang pembayaran honorarium menggunakan uang bagian.
Bagian Perlengkapan dalam menjalankan tugasnya terkadang
menemui kondisi kekurangan pegawai. Karena pekerjaan yang ada
merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh PNS Golongan I yaitu mengangkat
kursi untuk sebuah acara dan tugas sejenisnya. Namun karena tidak ada lagi
PNS dengan kualifikasi tersebut maka pekerjaan ini terkadang dilakukan
dengan bantuan dari bagian lain.

E. Bagian Pengamanan Dalam


Bagian Pengamanan Dalam memiliki tugas untuk melakukan
penyelenggaaraan keamanan dan ketertiban di lingkungan/kawasan kerjanya
khususnya pengamanan secara fisik. Lingkungan/kawasan kerja yang
dimaksud tentu saja meliputi komplek perkantoran DPR/MPR/DPR RI seerta
fasilitas pendukung lain yang tersedia termasuk RJA dan Wisma Kopo DPR
RI.
Saat ini Bagian Pengamanan dalam memiliki 487 orang pegawai yang
mekanisme perekrutannya berbeda-beda. Berdasarkan klasifikasi status
pegawai terdapat 128 Orang PNS, 53 tenaga honorer, 6 orang pegawai yang
pembayaran honorarium menggunakan uang bagian, dan sebanyak 300
orang tenaga yang dipekerjakan melalui pihak ketiga.
Dalam menjalankan tugas penyelanggaraan keamanan, Bagian
Pengamanan Dalam terdiri atas struktur organisasi yang mana dipegang oleh
PNS, selaku pimpinan dari pasukan pengamanan yang ada. Struktur
organisasi tersebut dari pangkat terendah sampai dengan pangkat tertinggi
dipengang oleh PNS.
Sedangkan untuk pegawai yang dipekerjakan melalui pihak ketiga, di
fungsikan sebagai unsur pelaksana penyelenggaraan keamanan di lapangan.
Terdapat beberapa kendala yang sering ditemui oleh Bagian Pengamanan
Dalam ketika menjalankan tugasnya. Kendala tersebut antara lain luasnya
cakupan kerja yang dimiliki Bagian Pengamanan Dalam karena MPR dan
DPD RI yang juga berada dalam komplek yang sama dengan DPR RI.
Jumlah pegawai yang sangat besar juga terkadang menjadi kendala
dalam praktek di lapangan yang ditemui oleh Bagian Pengamanan Dalam.
12
Pimpinan Biro Umum menyarankan agar pengamanan dalam menjadi UPT
tersendiri. Hal ini penting karena dengan demikian Bagian Pengamanan
dalam dapat lebih mudah mengatur dinamika yang terjadi di dalam upaya
penyelenggaran keamanan antara lain: pengaturan pemberhentian pegawai
Non-PNS, evaluasi kinerja pegawai baik pegawai PNS maupun pegawai non-
pns, serta bagaimana menekan angka resiko yang ada dalam upaya
penyelenggaraan keamanan bagi kegiatan dewan.

F. Permasalahan di Lapangan
Permasalahan yang muncul di lingkungan Biro Umum yang terkait
dengan keberadaan Pegawai Non-PNS adalah:
1. Di Bagian Tata Persuratan khususnya Sub-Bagian Penggandaan memiliki
beberapa alat yang harus dioperasikan oleh orang yang memiliki keahlian
tertentu, namun orang dengan keahlian tersebut belum tersedia karena
pegawai yang sebelumnya memiliki keahlian tersebut telah pensiun. Oleh
sebab itu, perlu dalam penambahan pegawai yang dibutuhkan oleh
bagian tata persuratan perlu dilakukan perekrutan pegawai dengan
kualifikasi tertentu yaitu mahir dalam mengoperasikan alat penggandan
sesuai dengan yang tersedia di Bagian Tata Persuratan.
2. Selain itu adanya 3 jenis status pegawai yang ada di Bagian Pengamanan
Dalam juga terkadang menimbulkan kendala dalam upaya
penyelenggaran pengamanan. Hal tersebut karena terkadang timbul
kecemburuan sosial antara pegawai dengan status yang berbeda-beda.
Sedangkan upaya pengajuan pegawai honorer untuk menjadi pegawai
negeri nyatanya sulit sekali dilaksanakan karena terganjal dengan
ketentuan yang ada. Pimpinan Biro Umum menyarankan agar sebaiknya
tenaga honorer yang ada segera diangkat menjadi PNS sehingga status
pegawai yang ada di Bagian Pengamanan Dalam hanya terdiri atas 2
jenis yaitu PNS dan Non-PNS, baik Non-PNS yang diangkat melalui
mekanisme PTT maupun melalui perjanjian dengan pihak ketiga.
3. Masih terdapat pegawai yang dibayar oleh Bagian (honor bagian). Hal ini
tentu menimbulkan pertanyaan dari mana sumber uang untuk membayar
honor tersebut.

13
BAB EMPAT

EVALUASI PENGELOLAAN PEGAWAI NON PNS

A. Sumber Daya Manusia


1. Secara konteks, dengan fokus pada pengembangan sistem pengelolaan
Pegawai Non PNS maka belum adanya konsep pengelolaan yang jelas.
Karena itu ke depan perlu adanya sistem pembinaan Pegawai Non-PNS.
2. Secara input, dalam pembinaan SDM Non PNS belum ada pedoman atau
panduan dalam perekrutan (termasuk dalam pengembangan, evaluasi,
dan pengukuran kinerja Pegawai Non-PNS), terutama basis kompetensi
yang dibutuhkan.
3. Secara proses, data base tentang Pegawai Non PNS masih terbatas dan
belum terintegrasi dengan data pegawai PNS dikarenakan belum memiliki
sistem informasi (data base) yang baik. Dalam date base Pegawai Non
PNS harus juga memuat kompetensi pegawai.
4. Secara produk dengan fokus untuk mengukur kebutuhan Pegawai Non
PNS belum ada standarnya sehingga kebutuhan Pegawai Non PNS tidak
belum dapat diketahui dengan pasti.

B. Metode Pengelolaan
1. Secara konteks, sistem yang dikembangkan dalam pengelolaan Pegawai
Non PNS adalah pengelolaan melalui sistem honorer (PTT), pihak ketiga,
dan bagian.
2. Secara input, pengelolaan belum dituangkan dalam Rencana Kerja Unit
Organisasi secara tahunan (kecuali melalui pihak ketiga dikarenakan
terkait dengan pengadaan barang dan jasa).
3. Secara proses sistem pengelolaan belum diatur dalam pengaturan secara
internal, baik dalam Peraturan Sekjen DPR RI, Pedoman Pengelolaan,
maupun SOP.
4. Secara produk dengan fokus pada pengukuran pencapaian tujuan pada
akhir program/kegiatan/sub kegiatan belum ada pengukuran kinerja

14
sehingga ke depannya dalam evaluasi pengelolaan Pegawai Non PNS
harus memasukan sistem pengelolaan.

C. Sarana dan Prasarana


1. Secara konteks, belum ada sistem pengelolaan Pegawai Non PNS yang
baku yang menjadi standar dalam penyediaan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam bekerjanya.
2. Secara input, kebutuhan sarana dan prasarana bagi pegawai Non PNS
belum dituangkan dalam Rencana Kerja Biro tahunan.
3. Secara proses dengan fokus pada penyediaan informasi mengenai
Pegawai Non PNS perlu dibuat suatu database Pengelolaan Pegawai Non
PNS.
4. Secara produk dengan fokus untuk mengukur kebutuhan sarana dan
prasarana Pegawai Non PNS belum ada standarnya sehingga evaluasi
belum bisa dilaksanakan.

D. Penganggaran
1. Secara konteks, pada sistem penganggaran untuk Pegawai Non PNS
memiliki standar baku karena mengacu kepada peraturan perundang-
undangan.
2. Secara input, dengan fokus pencapaian tujuan pengunaan Pegawai Non
PNS maka perlu disusun Rencana Kebutuhan Pegawai Non-PNS yang
memiliki sasaran jangka pendek dan panjang.
3. Secara proses dengan fokus pada penyediaan informasi untuk membuat
keputusan dalam melaksanakan program, maka dalam date base
Pegawai Non PNS harus juga memuat standarisasi kompensasi (pegwai
yang berbasis keahlian/profesional).
4. Secara produk dengan fokus pada mengukur pencapaian tujuan maka
harus dibarengi dengan akuntabilitas dalam pengelolaan Pegawai Non-
PNS. Selama ini pengukuran masih pada administrasi
pertanggungjawaban keuangannya (kecuali honor bagian).

15
BAB LIMA

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik beberapa informasi
penting sebagai berikut:
1. Berdasarkan studi kasus di tiga biro menunjukkan bahwa keberadaan
Pegawai Non PNS tidak bisa dihindari dikarenakan untuk memenuhi
beban kerja yang ada pada biro yang bersangkutan tetapi tidak dapat
dilakukan oleh Pegawai PNS semata.
2. Untuk kasus tertentu keberadaan Pegawai Non PNS di suatu bagian
justeru memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh bagian tersebut
dibandingkan kompetensi yang dimiliki PNS-nya.
3. Selama ini kebutuhan Pegawai Non PNS tidak dapat diketahui
kebutuhannya secara tepat karena tidak ada pengukuran analisa beban
kerja untuk Pegawai Non PNS maupun analisa beban kerja untuk
Bagian/Biro secara totalitas (baik PNS dan Non PNS).
4. Namun demikian kebutuhan Pegawai Non PNS (terutama honorer) terus
meningkat pada setiap biro tetapi kebijakan honorer sudah dihapuskan
sehingga kebutuhannya dilakukan melalui alih daya dan pihak ketiga
(melekat pada kebutuhan pengadaan barang dan jasa).
5. Keberadaan pegawai PTT yang dahulu direkrut sebagai pegawai honor
telah menjadi persoalan pelik, yaitu tuntutan untuk menjadi PNS padahal
kebijakan pengangkatan pegawai honor (PTT) untuk menjadi PNS sudah
tidak dapat dilakukan.

B. Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan sebelumnya terdapat beberapa
permasalahan yang muncul terkait pengelolaan Pegawai Non PNS, sehingga
dibutuhkan beberapa rekomendasi untuk perbaikan ke depan, yaitu:
1. Perlu adanya pengklasifikasian yang jelas tentang Pegawai Non PNS
yang mengacu kepada:

16
1) Pegawai Tugas Perbantuan untuk memenuhi kebutuhan teknis,
administrasi dan keahlian. Pegawai jenis ini dilakukan untuk
mengganti pegawai honorer;
2) Pegawai kontrak untuk keahlian seperti Tenaga Ahli dan administrasi
khusus seperti Asisten Anggota; dan,
3) Pegawai alih daya di mana pengadaan dan pengelolaannya terkait
dengan pengadaan barang dan jasa.
2. Untuk mengukur kebutuhan Pegawai Non-PNS secara tepat maka perlu
adanya pengukuran beban kerja (analisa beban kerja) yang melibatkan
PNS dan Non PNS untuk semua unit organisasi yang ada di Setjen DPR
RI.
3. Dari sisi SDM maka perlu adanya:
1) Penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya;
dan,
2) Peningkatan kompetensi terutama untuk PNS yang selama ini tugas
dan fungsinya dikerjakan oleh Pegawai Non PNS dikarenakan ketidak-
kompetensian.
4. Dari sisi metode maka perlu adanya perbaikan dalam mekanisme kerja,
yaitu perlunya mengembangkan manajemen pengetahuan (knowledge
management). Dengan konsep ini maka pengetahuan tentang organisasi
tidak dikuasai oleh pegawai tetapi milik organisasi.
5. Untuk memudahkan pengelolaan Pegawai Non-PNS, maka perlu adanya
database Pegawai Non-PNS.
6. Perlu segera disusun Pedoman Pengelolaan Pegawai Non-PNS.

17

You might also like