You are on page 1of 9

DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7

Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

Pengangkutan Melalui Laut


Sendy Anantyo
Herman Susetyo, Budiharto Hukum Perdata ( Dagang )

ABSTRAK

Keberadaan pengangkutan laut dewasa ini berkembang secara luas dalam berbagai aspek
kehidupan, tidak terkecuali dalam hal pelaksanaan pengangkutan barang muatan. Hal tersebut
ditunjukkan dengan semakin berkembangnya pengangkutan laut sebagai tuntutan atas pesatnya
pergerakan faktor-faktor produksi maka semakin diperlukan sarana angkutan kapal yang
menghubungkan transportasi antar pulau dengan biaya yang relatif lebih murah dan mampu
mengangkut barang-barang dalam berat dan volume yang banyak sekaligus. Oleh karena itu untuk
memperlancar pengangkutan, maka diperlukan adanya pengangkut sebagai pihak yang
berkewajiban dalam melakukan pengangkutan laut. Dalam hal ini pihak pengangkut bertangggung
jawab terhadap keselamatan dan keamanan barang yang diangkutnya sesuai dengan jenis dan
jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan
yang telah diatur sesuai dengan sumber hukum pengaturan pengangkutan Laut di Indonesia maupun
Internasional. Tanggung jawab ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa musnah,
hilang, atau rusaknya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang
yang diangkut. Oleh karena itu, dalam pertanggungjawaban pengangkut diperlukan suatu
perlindungan hukum bagi pengirim atau penerima barang untuk melindungi hak dan
kepentingannya, baiksecaralitigasimaupun non litigasi.

Kata Kunci : Tanggung jawab, Pengangkut, Perlindungan hukum

ABSTRACT

The presence of adult sea freight is growing widely in many aspects of life, not least in terms of the
implementation of the transport of cargo. This is shown by the growing demand for sea freight as
the rapid movement of factors of production, the more necessary means of transport vessels
connecting inter-island transportation costs are relatively cheap and able to haul stuff in a lot of
weight and volume as well as. In this case the carrier responsible for the safety and security of
goods that he brought the goods in accordance with the type and amount stated in the document
content and/or agreement or contract of carriage that has been organized according to legal sources
in Indonesia sea transport arrangements and internationally. Responsibility incurred as a result of
the operation of the ship, a destroyed, lost, or damaged goods transported, passenger transport
delays and/or goods transported. Therefore, the liability carrier required a legal protection for the
sender or recipient of goods to protect the rights and interests, both litigation and non-litigation.
Keyword :Responsibility, Transport, Legal Protection

1
DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

PENDAHULUAN berikut2 : pengangkutan darat (pengangkutan


melalui jalan (raya) dan kereta api),
Pengangkutan di Indonesia memiliki
pengangkutan laut, dan pengangkutan Udara.
peranan penting dalam memajukan dan
Dari ketiga macam moda angkutan
memperlancar perdagangan dalam maupun luar
tersebut diatas, pengangkutan melalui laut
negeri karena adanya pengangkutan dapat
mempunyai peran yang sangat besar dalam
memperlancar arus barang dari daerah produksi
pengangkutan bagi Indonesia.Pengangkutan
ke konsumen sehingga kebutuhan konsumen
laut paling banyak digunakan karena dapat
dapat terpenuhi. Hal tersebut dapat terlihat pada
memberikan keuntungan-keuntungan sebagai
perkembangan dewasa ini jasa pengangkutan di
berikut :3
Indonesia mulai menunjukkan kemajuan,
 Biaya angkutan lebih murah dibandingkan
terbukti dengan ditandainya banyaknya
dengan alat angkut lainnya.
perusahaan industri yang percaya untuk
 Sanggup membawa penumpang sekaligus
menggunakan jasa pengangkutan.
mengangkut barang-barang dengan berat
Pengangkutan menurut Purwosutjipto
ratusan atau bahkan ribuan ton.
adalah perjanjian timbal balik antara
Pengangkutan laut terjadi karena
pengangkut dengan pengirim, dimana
adanya suatu perjanjian antara kedua pihak,
pengangkut mengikatkan diri untuk
yaitu pihak pemberi jasa pengangkutan dengan
menyelenggarakan pengangkutan barang
pemakai jasa. Dengan adanya perjanjian
dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat
tersebut menyebabkan suatu tanggung jawab
tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
bagi pengangkut yang terletak pada keamanan
pengirim mengikatkan diri untuk membayar
dan keselamatan kapal serta muatannya
uang angkutan1. Tujuan diadakannya
terutama pada saat pelayaran atau selama dalam
pengangkutan adalah untuk memindahkan
pengangkutan sebagaimana yang tercantum
barang dari tempat asal ke tempat tujuan untuk
pada pasal 468 KUHD.
mencapai dan meninggikan manfaat serta
Pada pengangkutan barang melalui
efisiensi. Secara garis besarnya moda
laut ini dikenal beberapa macam dokumen yang
pengangkutan dapat diklasifikasikan sebagai

2
RidwanKhairandy,S.H., M.H.,MachsunTabroni, S.H.,
M.HUM., EryArifuddin,S.H.,M.H.,DjohariSantoso,
S.H.,S.U., PengantarHukumDagang Indonesia, Jilid 1,
1
Purwosutjipto, PengertianpokokHukumDagang Gama Media, Yogyakarta, 1999,halaman196
3
Indonesia 3, HukumPengangkutan, Djambatan, Jakarta, R.Soekardono, Hukum Perkapalan Indonesia, (Jakarta :
1991, halaman 2. Dian Rakyat,1969),halaman 12
DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

harus menyertainya, diantaranya yang sangat Jenis data yang digunakan dalam
penting adalah konosemen (bill of lading) penelitian ini adalah data sekunder, diperoleh
dalam pasal 506 KUHD. Sedangkan, siapa dari : KUHPerdata, KUHD (pasal 307 s/d pasal
yang berwenang mengeluarkan konosemen 747), The Hague Rules 1924, The Hamburg
terdapat dalam pasal 504 KUHD, yaitu si Rules 1978, UU No 17 Tahun 2008 tentang
pengangkut, disamping itu nahkoda juga Pelayaran, UU No. 21 Tahun 1992 tentang
berwenang mengeluarkan konosemen Pelayaran dan UU lain yang terkait, Peraturan
berdasarkan 505 KUHD. Pemerintah No.17 tahun 1988 tentang
Dengan semakin meningkatnya Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan
frekuensi pengangkutan di laut khususnya pada Laut.
pengangkutan barang dari dan keluar negeri Metode Penelitian
maka juga diatur dalam konvensi internasional,
Metode pendekatan yang dipergunakan
disamping KUHD dan peraturan pemerintah
dalam penelitian hukum ini adalah metode
dalam bidang pengangkutan laut. Oleh karena
analisis data secara kualitatif, dimana data–data
itu, semakin berkembangnya pengangkutan laut
yang diperoleh dari hasil penelitian
maka diperlukan upaya hukum untuk
dikelompokkan dan dipilih kemudian
melindungi kepentingan pihak-pihak yang
dihubungkan masalah yang akan diteliti
terlibat dalam pengangkutan laut melalui
menurut kualitas dan kebenarannya dan sesuai
pengembangan norma-norma atau kaidah
dengan peraturan-peraturan hukum sehingga
hukum secara tegas untuk mencerminkan
akan dapat menjawab permasalahan yang ada.
keseimbangan dalam berat ringannya tanggung
jawab dan hak yang timbul dari masing-masing
pihak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanggung jawab pengangkut bilamana


terjadi kerusakan yang ditimbulkan akibat
dari pengangkutan itu

METODE Pada dasarnya pengangkut bertanggung


jawab atas musnah, hilang atau rusaknya
Jenis dan Sumber Data barang yang diangkut sejak barang tersebut
diterima oleh pengangkut dari pihak
DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

pengirim/pemilik barang, merupakan suatu Berdasarkan ketentuan pasal 41 ayat (3)


konsekuensi perjanjian pengangkutan yang dapat diperoleh bahwa atas tanggung jawabnya
telah diadakan antara pengangkut dengan sebagaimana dimaksud pada pasal 41 (1) UU
penumpang atau pemilik barang atau pengirim No. 17 Tahun 2008, yaitu akibat dari
barang, dimana sesuai dengan pasal 40 UU No. pengoperasian kapal, pengangkut juga
17 Tahun 2008.Tanggung jawab yang tertuang diwajibkan untuk mengasuransikan tanggung
dalam pasal 40 UU No. 17 Tahun 2008 tersebut jawabnya tersebut. Apabila perusahaan
kembali diperjelas kedalam pasal 41 UU No. pengangkutan tidak melaksanakan ketentuan
17 Tahun 2008 yang menentukan sebagai pasal 41 ayat (3) di atas, dapat dijatuhkan
berikut: sanksi yang ditentukan sesuai dengan Pasal 292
1. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud UU No. 17 tahun 2008.
dalam pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai Ketentuan umum lainnya mengenai
akibat pengoperasian kapal, berupa : tanggung jawab pengangkut (Liability of the
a) kematian atau lukanya penumpang Carrier) dapat dilihat didalam pasal 468
yang diangkut; KUHD, sebagai suatu pasal mengenai
b) musnah, hilang, atau rusaknya barang pertanggungjawaban pengangkut yang
yang diangkut; membawa konsekuensi berat bagi pengangkut.
c) keterlambatan angkutan penumpang Selain itu, Pasal 477 KUHD menetapkan pula
dan/atau barang yang diangkut; atau bahwa pengangkut juga bertanggung jawab
d) kerugian pihak ketiga. untuk kerugian yang disebabkan karena
2. Jika dapat membuktikan bahwa kerugian terlambatnya diserahkan barang yang diangkut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf Pertanggungjawaban pengangkut ini juga
b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan telah diatur dalam The Hague Rules 1924
oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di article 1 (2) yaitu sejak barang itu dimuat
perairan dapat dibebaskan sebagian atau sampai barang dibongkar. Dengan demikian
seluruh tanggung jawabnya. maka pertanggungjawaban pengangkut itu
3. Perusahaan angkutan di perairan wajib berakhir sejak barang itu dibongkar dan
mengasuransikan tanggung jawabnya diserahkan dekat kapal.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan The Hamburg Rules 1978 yang ditemukan
melaksanakan asuransi perlindungan dasar didalam article 4, menyatakan bahwa
penumpang umum sesuai dengan ketentuan pertanggungjawaban pengangkut adalah pada
peraturan perundang-undangan. saat barang-barang berada dibawah
DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

penguasaannya yaitu di pelabuhan liability principle) bahwa pengangkut dianggap


pemberangkatan, selama berlangsungnya selalu bertanggung jawab sesuai dengan
pengangkutan sampai di pelabuhan ketentuan pasal 41 ayat (2) UU No.17 tahun
pembongkaran. Dengan ketentuan demikian 2008. Dalam prinsip ini pengangkut dianggap
sangat jelas bahwa masa pertanggungjawaban selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian
pengangkut (period of responsiblity of the yang timbul dari pengangkutan yang
carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah diselenggarakannya. Namun jika pengangkut
lebih tegas, nyata dan memberi tanggung jawab dapat membuktikan bahwa kerugian yang
yang besar bagi pengangkut.4 timbul itu bukan kesalahannya, maka
Akan tetapi, pengangkut dapat terbebas pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung
dari sebagian atau seluruh dari tanggung jawab membayar sebagian atau seluruh ganti
jawabnya dengan membuktikan bahwa kerugian tersebut.
kerugian atas musnah, hilang atau rusaknya Didalam tanggung jawab pengangkut atas
barang bukan merupakan kesalahannya yang kerusakan barang tersebut diwujudkan melalui
juga diatur dalam KUHD Pasal 477. pemberian ganti rugi, seperti yang tercantum
Sebelumnya telah diuraikan tentang dalam pasal 472 KUHD sebagaimana yang
prinsip-prinsip tanggung jawab yang dikenal disebutkan bahwa : “Ganti kerugian yang harus
dalam hukum pengangkutan, yaitu : dibayar oleh si pengangkut karena
a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas diserahkannnya barang seluruhnya atau
dasar unsur kesalahan (fault liability, sebagian, harus dihitung menurut harganya
laibility based on fault principle) barang dan jenis dan keadaan yang sama di
b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas tempat penyerahan pada saat barang tadi
praduga (rebuttable presumption of sedianya harus diserahkannya, dengan dipotong
liability principle) apa yang telah terhemat dalam soal bea, biaya
c. Prinsip tanggung jawab mutlak (no-fault dan upah pengangkutan, karena tidak
liability, absolute atau strict liability diserahkannya barang tadi.”
principle) Pihak yang bersangkutan dapat
Apabila prinsip-prinsip tersebut dikaitkan mengajukan klaim secara resmi dan tertulis
dengan uraian diatas, maka dalam hal ini kepada pihak pengangkut dengan
menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan dibuktikannya dokumen-dokumen yang sah,
atas praduga (rebuttable presumption of tetapi biasanya penyelesaian klaim didasarkan
pada asas kekeluargaan dan musyawarah.
4
Hasnil Basri Siregar, Op. Cit, halaman 40
DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

Namun dalam hal ini, juga tidak menutup Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
kemungkinan penggantian ganti rugi dapat Konsumen.
berupa perbaikan terhadap barang-barang yang Berdasarkan hasil inventarisasi peraturan
mengalami kerusakan sehingga dapat dianggap perundang-undangan di bidang transportasi
bahwa pihak pengangkut telah melakukan laut, baik secara hukum publik maupun
pembayaran ganti rugi. keperdataan terdapat sumber-sumber formal
peraturan itu antara lain UU No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 21
Tahun 1992 tentang Pelayaran, KUHPerdata,
KUHD, Konvensi, Konvensi Internasional, UU
Bentuk perlindungan hukum dalam lain yang terkait, beberapa peraturan
penyelesaian sengketa yang timbul akibat pemerintah, keputusan-keputusan menteri dan
dari pengangkutan tersebut. aturan-aturan pelaksana lainnya.
Oleh karena itu, para konsumen (pengirim
Terdapatnya sumber-sumber formal aturan
atau penerima barang) berhak mengklaim pihak
hukum yang bertujuan untuk melindungi
pengangkut melalui tuntutan ganti rugi seperti
konsumen di bidang transportasi laut
yang tercantum dalam pasal 472 KUHD.
menunjukkan adanya perlindungan hukun
Tuntutan ganti rugi (klaim) biasanya
secara normatif, artinya perlindungan hukum
diselesaikan di pelabuhan pembongkaran antara
yang didasarkan pada ada tidaknya norma-
pengikut dengan penerima barang. Hal-hal
norma hukum yang dapat dijadikan sebagai
yang perlu dilakukan oleh pemilik barang
dasar konsumen untuk melindungi hak-hak dan
dalam mengajukan tuntutan ganti rugi adalah
kepentingan-kepentingannya dalam
sebagai berikut :
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
1. Pengirim atau penerima barang
dihasilkan oleh pelaku usaha agar terciptanya
menyertakan Bill of Lading serta Resi
kepastian hukum bagi konsumen terutama
Mualim dari party muatan dalam
terhadap hak dan kepentingan konsumen yang
pengajuan tuntutan ganti rugi.
harus dilindungi sehingga konsumen akan
2. Setiap pengirim atau penerima barang
dengan mudah berlindung di balik norma-
berhak mendapat surat keterangan dari
norma atau aturan-aturan hukum tersebut
maskapai pelayaran atau pengangkut yang
sebagai sarana perlindungan bagi dirinya. Hal
disebut “Notice of Claim”. Biasanya
tersebut berdasarkan pada Pasal 1 butir 1 UU
maskapai pelayaran mengeluarkan surat-
DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

surat keterangan diantaranya : E.B (except jumlah uang ganti rugi yang ditentukan atas
bewijs) dan C.C.B (claim constatetering peraturan yang tercantum pada konosemen.
bewijs). Namun, apabila tidak adanya keterangan harga
3. Berdasarkan bukti-bukti diatas, maka barang di tempat tujuan, maka pengangkut akan
penerima barang berhak mengajukan surat mengganti kerugian atas dasar harga f.o.b,
tuntutan ganti rugi (klaim) pada harga C & F dan harga c.i.f.
pengangkut, yang berisikan antara lain : Setelah melakukan pengajuan klaim
keterangan mengenai pengiriman barang- kepada pengangkut, pengirim atau penerima
barang, penunjukan kepada TBT dan barang dapat melakukan pelaksanaan
penjelasan ringkas mengenai kekurangan penyelesaian penuntutan ganti ruginya atas
barang-barang yang dikonstantir jika pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut
pemeriksaan telah dilakukan maka melalui 2 (dua) cara yang sesuai dengan isi
diajukan kepada pengangkut, jumlah ganti dalam Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun
rugi yang dituntut dan penjelasan 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :
mengenai dasar perhitungan jumlah ganti
rugi tersebut yang tercantum dalam CCB.
Setelah pengirim mengajukan surat a) Non Litigasi
tuntutan rugi kepada pengangkut, maka Penyelesaian sengketa konsumen di
pengangkut memeriksa dan meneliti atas luar pengadilan melalui proses mediasi,
kekurangan/kerusakan barang. Selain itu, arbitrase atau konsiliasi yang bertujuan
pengangkut juga perlu meneliti surat tuntutan untuk mencapai kesepakatan mengenai
tersebut apakah tuntutan tersebut telah bentuk dan besarnya ganti rugi agar tidak
kadaluwarsa atau belum dalam waktu 1 tahun terjadinya kembali kerugian yang diderita
sesudah penyerahan barang. Sesuai dalam pasal oleh konsumen seperti diatur dalam Pasal
487 dan pasal III ayat 6 The Hague Rules 47 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
menetapkan bahwa penagihan hak "tuntutan Perlindungan Konsumen.
hukum" atas penggantian kerugian harus b) Litigasi
dilakukan dalam 1 tahun sesudah penyerahan Penyelesaian sengketa konsumen
barang. setiap melalui lembaga yang bertugas
Apabila pengangkut telah terbukti bersalah menyelesaikan sengketa antara konsumen
dalam kerusakan/kerugian barang tersebut dan pelaku usaha atau melalui peradilan
maka pengangkut melakukan penggantian
DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

yang berada di lingkungan peradilan b) Litigasi, penyelesaian sengketa konsumen


umum. melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Dari berbagai pembahasan yang telah
dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa
Utari, Siti. 1994. Pengangkutan Laut Di
didalam tanggung jawab pengangkut atas Indonesia (Suatu Tinjauan Yuridis) Cetakan 1.
Jakarta : Balai Pustaka
kerusakan barang tersebut diwujudkan melalui
pemberian ganti rugi sesuai dengan pasal 472 Subandi. 1996. Penuntun Klaim Angkutan
Laut. Jakarta : Arcan Yuri
KUHD, merupakan bentuk perlindungan hukun
Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar
secara normatif untuk melindungi pengirim
Penelitian Hukum. Jakarta :UI Press
atau penerima barang dalam pengangkutan laut.
Roni Hanintijo, Soemitro. 1982. Metodologi
Proses tuntutan ganti rugi dilakukan di
Penelitian Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia
pelabuhan pembongkaran dengan menyertakan
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmuji Rahayu.
Bill of Ladingserta Notice of Claim yang
2004.Penelitian Hukum Normatif Suatu
diperoleh dari pihak pengangkut. Tinjauan Singkat. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Didalam melakukan pengajuan klaim
Hadikusuma, Hilman. 1995. Metode
kepada pengangkut, pengirim atau penerima Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu
barang dapat melakukan pelaksanaan Hukum.Bandung : Mandar Maju
penyelesaian penuntutan ganti ruginya atas Hamdani. 2003. Seluk Beluk Perdagangan
Ekspor-Impor. Jakarta : Yayasan Bina Usaha
pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut
Niaga Indonesia
melalui 2 (dua) cara yang sesuai dengan Pasal
Purwosutjipto,H.M.N. 1981. Pengertian Pokok
45 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3. Jakarta :
Perlindungan Konsumen, yaitu : Djambatan
Purba, Hasim. 2005. Hukum Pengangkutan di
a) Non Litigasi, penyelesaian sengketa Laut Perspektif Teori Dan Praktek. Medan :
konsumen di luar pengadilan melalui Pustaka Bangsa Press

proses mediasi, arbitrase atau konsiliasi, Abdulkadir, Muhammad. 1991. Hukum


Pengangkutan Darat, Laut dan Udara.
seperti diatur dalam Pasal 47 UU Nomor 8
Bandung : Citra Aditya Bakti
Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Purba, Hasim. 2011. Modul Kuliah Hukum
Konsumen. Pengangkutan Di Laut. Medan : Fakultas
Hukum Universitas Sumatra Utara
DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, Halaman 1-7
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr

Purba, Radiks. 1997. Angkatan Muatan Laut 2. Khairandy, Ridwan dkk. 1999. Pengantar
Jakarta : Rineka Cipta Hukum Dagang Indonesia I Cet. Pertama.
Yogyakarta : Gama Media
Tjakranegara, Soegijatna. 1995. Hukum
Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio.
Pengangkutan Barang Dan Penumpang.
2006. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Jakarta : Rineka Cipta dan Undang-Undang Kepailitan Cet. 30.
Jakarta : PT Padnya Paramita.
Hutabarat, Roselyne. 1989. Transaksi Ekspor
Impor Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga
Eni Suharti. 2008. Undang-Undang Pelayaran
(UU RI No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran).
Yogyakarta :SinarGrafika

You might also like