You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara

merupakan hal baru dalam kehidupan masyarakat, bahkan

suatu kebutuhan penting yang saling terkait dan

berhubungan untuk memenuhi proses kebutuhan hidup

melalui sarana dan prasarana sebagai alat transportasi.

Keterlibatan manusia dalam lalu lintas tidak dapat

dihindari karena lalu lintas merupakan hal terpenting

untuk sarana penunjang aktivitas manusia dalam memenuhi

kebutuhan hidup.

Kereta api merupakan salah satu transportasi

publik yang paling banyak memiliki konsumen di

Indonesia, karena memiliki kelebihan yaitu harga tiket

yang relatif murah, dapat mengangkut penumpang dalam

jumlah besar, dan kecepatan kereta api, membuat kereta

api menjadi sarana transportasi favorit publik.

Kecelakaan kereta api merupakan hal yang kerap

terjadi di Indonesia. Kecelakaan kereta api dapat

didefinisikan sebagai terjadinya salah satu peristiwa

tabrakan antara kereta api dengan kereta api; tabrakan

1
antara kereta api dengan kendaraan lain; kereta api

terguling; adanya banjir/longsor; tabrakan kereta api

dengan manusia.

Profesi dokter berkewajiban membantu melakukan

pemeriksaan-pemeriksaan terhadap korban kecelakaan baik

itu korban hidup atau korban tewas saat diminta oleh

petugas hukum yang berwenang, seorang dokter yang masih

menjalankan tugas profesinya sebagai dokter umum atau

dokter ahli, dapat diminta bantuannya secara tertulis

oleh petugas penegak hukum.

Petugas penegak hukum yang dapat meminta Visum et

Repertum atas seseorang korban tindak pidana/kecelakaan

adalah penyidik dan pembantu penyidik polisi , baik

oleh POLRI atau Polisi Militer (PM), sesuai dengan

juridiksinya masing-masing. Jaksa penyidik juga

berwenang meminta Visum et Repertum pada perkara

pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

2
I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas, dapat

ditentukan adanya permasalahan yang muncul, yaitu :

Bagaimana gambaran sebab meninggalnya korban kasus

kecelakaan kereta api berdasarkan Visum et Repertum ?

I.3. Tujuan Penelitian

1. 3.1 Tujuan Umum :

1. Mengetahui angka insidensi kasus sebab meninggalnya

korban kecelakaan kereta api berdasarkan visum et

repertum yang telah dilakukan otopsi Instalasi

Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito.

1. 3.2 Tujuan Khusus :

1. Mengetahui profil visum et repertum antara lain jenis

kelamin dan usia.

2. Mengetahu demografi antara lain persebaran lokasi,

jumlah korban saat terjadi kecelakaan KA, dan daerah

penyidik.

3
I.4. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, sebelumnya telah

dilakukan penelitian mengenai

1. Penelitian yang dilakukan oleh Adhitya Bagus

Kurniawan pada tahun 2011 dengan judul

penelitian Gambaran Kasus Kecelakaan Lalu

Lintas Yang Dimintakan Visum et Repertum Di

Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal

RSUP Dr. Sardjito Tahun 2009-2010 , menunjukkan

kesimpulan bahwa korban jenis kelamin pria

memiliki prevalensi lebih besar terjadi

kecelakaan dibanding wanita; pengambilan VetR

lebih sedikit yang diambil oleh penyidik

dibandingkan dengan yang tidak diambil;

prevalensi terjadinya kecelakaan lalu lintas

paling banyak terjadi pada Polres Sleman yang

terdapat di Kabupaten Sleman; semua kecelakaan

lalu lintas dilakukan pemeriksaan luar dengan

jumlah 150 korban (100%).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Meltem Akkas et

al. pada tahun 2011 dengan judul penelitin 10-

Years Evaluation of Train Accidents,

menunjukkan kesimpulan bahwa mayoritas

4
kecelakaan KA menyebabkan perlukaan

musculoskeletal dan amputasi yang dikarenakan

terjatuh dari KA atau akselerasi KA, harus

disadari perlukaan jenis ini dapat menimbulkan

morbiditas dan mortalitas yang cukup serius.

Kecelakaan KA dapat mengacu mortalitas sebanyak

16% dan morbiditas sebnyak 37%. Penemuan ini

menunjukkan bahwa diperlukan strategi

pencegahan kecelakaan KA.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Manoj Kumar

Mohanty et al, pada tahun 2007 dengan judul

Death Due to Traumatic Railway Injury

menunjukkan kesimpulan bahwa korban kecelakaan

KA lebih banyak terjadi pada korban pria;

terjadi paling banyak pada rentang umur 21-40

tahun; mayoritas korban meninggal di tempat

kejadian perkara dengan mayoritas sebagai

pejalan kaki. Dalam usaha menurunkan angka

kematian karena kecelakaan KA, usaha pencegahan

harus dilakukan seperti meningkatkan

surveillance system, mengurangi akses pejalan

kaki dengan rel KA, dan penegakkan hukum secara

tegas pada pelanggar peraturan KA.

5
I.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberi manfaat

a) Bagi institusi medis/akademisi adalah memberikan

pengetahuan dan gambaran mengenai penerapan

hubungan ilmu hukum dengan ilmu bidang lainnya,

dalam hal ini adalah ilmu kedokteran forensik.

b) Bagi masyarakat luas adalah dapat memberikan

informasi mengenai sebab kematian korban

kecelakaan kereta api sehingga dapat berhati-hati

saat menggunakan jasa transportasi kereta api.

c) Bagi peneliti adalah melatih dan memperkaya

kemampuan penulis dalam mengkaji suatu kecelakaan

dan menganalisanya berdasarkan pengalaman dan

teori yang telah didapat di perkuliahan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Landasan Teori

II. 1.1. Kecelakaan Kereta Api

Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun

yang lalu, jaringan kereta api di Indonesia sebagian

besar merupakan peninggalan jaman kolonial Belanda

meliputi lintasan sepanjang 6.482 km yang tersebar di

Pulau Jawa dan Sumatra, dimana 70% diantaranya terletak

di Pulau Jawa. Usia jaringan KA umumnya telah sangat

tua, 25% sudah berumur 70-137 tahun, 44% berusia 10-70

tahun (Yayasan Bakti Ganesha, 2006).

Kecelakaan diartikan sebagai suatu kondisi yang

terjadi akibat adanya perpindahan energi yang abnormal

baik berupa energi mekanik, suhu, radiasi, kimiawi, dan

elektrik yang menyebabkan terjadinya trauma dalam tubuh

(Adhitya B Kurniawan, 2011).

Kecelakaan kereta api (KA) di Indonesia sudah

sering terjadi di Indonesia, berdasarkan data dari

Ditjen Perhubungan Darat, kecelakaan KA tahun 1997 (156

kecelakaan, 73 meninggal), tahun 1998 (109 kecelakaan ,

47 meninggal), tahun 1999 (196 kecelakaan, 94

7
meninggal), tahun 2000 (126 kecelakaan, 98 meninggal)

(Findiastuti, 2000).

Tabel 1. Data Kecelakaan KA Tahun 2007-2010

Tahun Jumlah Jenis kecelakaan Korban jiwa

Tabrakan KA Tabrakan Ka dengan Lain-lain Meninggal Luka

Antar KA anjlok kendaraan lain

2007 156 3 117 20 16 34 292

2008 139 3 107 21 8 45 151

2009 82 5 48 21 8 57 198

2010 50 3 29 8 10 60 189

Total 427 14 301 70 42 196 830

(Sumber: KNKT, 2010)

Kecelakaan KA dapat didefinisikan sebagai

terjadinya salah satu peristiwa tabrakan antara kereta

api dengan kereta api, tabrakan kereta api dengan

kendaraan lain kereta api terguling, adanya

banjir/longsor, menabrak orang atau pelemparan batu

pada kereta api. Persilangan kereta api sebagai

perpotongan antara jalan raya dan rel lintasan kereta

api merupakan lokasi potensial untuk terjadinya

tabrakan antara kereta api dengan kendaraan lain,

adanya perpotongan yang sebidang antara jalur lintasan

KA dan jalan raya menimbulkan banyak konflik yang

8
sangat potensial untuk terjadinya kecelakaan KA yang

serius, mengingat selalu ada saat-saat dimana KA dan

kendaraan bermotor harus melewati persilangan secara

bersamaan (Findiastuti, 2000).

II. 1.2. Visum et Repertum

Pemeriksaan barang bukti medis adalah salah satu

tugas penyidikan yang ditetapkan oleh undang-undang

kesehatan no 23 tahun 1992. Semua pegawai negeri sipil

dilingkungan Departemen Kesehatan yang ditunjuk untuk

menjadi petugas penyidik wajib melakukan tugasnya

dengan baik untuk membantu peradilan dalam menangani

suatu perkara (Dahlan, 1996).

Visum et Repertum adalah laporan tertulis oeh

seorang dokter berdasarkan sumpah dan keilmuannya,

mengenai apa yang dilihat, diperiksa, dan diketemukan

pada korban hidup atau korban tewas atas permintaan

tertulis dari pihak berwenang untuk kepentingan

peradilan/yustisi (Purwadianto, et. al. 1981). Pada

prinsipnya, untuk pelaksanaan pemeriksaan jenazah

forensik diperlukan (Soegandhi, 1996) :

1. Surat permintaan VetR dari pihak penyidik

2. Surat persetujuan dari pihak keluarga korban

3. Keberadaan penyidik dan keluarga korban

9
Maksud pembuatan Visum et Repertum yakni sebagai

salah satu barang bukti yang sah di pengadilan karena

barang bukti tersebut dapat berubah bahkan hilang pada

saat persidangan berlangsung (Barama, 2011). Ada 5 alat

bukti yang sah menurut KUHAP Pasal 184, yaitu :

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat-surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Tujuan Visum et Repertum ialah untuk memberikan

kepada hakim (majelis) suatu kenyataan akan fakta-fakta

dari bukti-bukti tersebut atas semua keadaan/hal yang

sebagaimana ada dalam pembagian pemberitaan agar hakim

dapat mengambil keputusannya secara tepat berdasarkan

fakta-fakta tersebut (Barama, 2011).

VetR juga dapat dicantumkan pendapat dokter

terkait hasil pemeriksaan medis yang tertuang di dalam

bagian kesimpulan, sehingga VetR secara utuh telah

menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum,

sehingga diharapkan dengan membaca VetR, dapat

mengetahui apa yang telah terjadi pada orang tersebut

dan para praktisi hukum dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu

10
pada bidang mereka pada perkara pidana yang menyangkut

tubuh dan jiwa manusia.

VetR diharapkan dapat menemukan keganjilan yang

terjadi pada tubuh korban, jika keganjilan itu ada, apa

penyebabnya serta apa akibat yang timbul terhadap

kesehatan korban, bila korban meninggal, diharapkan

dapat menjelaskan penyebab kematian yang bersangkutan,

bagaiman mekanisme terjadinya kematian korban dan

mencari perkiraan cara kematian dan saat kematian.

II. 1.3. Klasifikasi Luka

Pemeriksaan terhadap akibat rudapaksa/trauma yang

menimbulkan lesi perlukaan jaringan tubuh merupakan

salah satu tugas yang penting dalam bidang Kedokteran

Forensik. Dua pertanyaan utama yang sering dan perlu

untuk diungkap ialah :

1. Waktu klinik dari perlukaan.

2. Reaksi intravitalitas dari perlukaan untuk

membedakan perlukaan antemortem dan post mortem.

Bila didapatkan bukti/reaksi intravitalitas

jaringan atas tindakan tersebut, maka saat terjadi

trauma korban masih hidup dan dapat dimungkinkan ada

11
hubungan sebab akibat antara tindakan tersebut dengan

penyebab kematiannya (Soebroto et al. 1996).

Menurut keilmuan bidang Kedokteran Forensik,

perlukaan dapat dikategorikan (Burke, 2007):

1. Abrasi

Abrasi didefinisikan sebagai perlukaan dari benda

tumpul yang membuat lapisan epidermal dari kulit

terkelupas.

2. Laserasi

Laserasi didefinisikan sebagai perlukaan yang

dihasilkan dari benda tumpul yang mengakibatkan

robeknya kulit

3. Memar

Memar didefinisikan sebagai ekstravasasi darah

dari pembuluh darah menuju jaringan sekitar akibat

trauma tumpul.

4. Luka Tusuk

Luka tusuk dihasilkan trauma tajam, luka ini harus

diperhatikan bahwa kedalaman luka lebih dalam dari

pada lebar luka

5. Fraktur dan Luka Ligamen

Fraktur merupakan perlukaan pada tulang karena tekanan

langsung atau hantaran tekanan

12
6. Luka Bakar

Luka bakar dapat ditimbulkan karena kontak dengan zat

kimia, elektrik, atau friksi. Namun pada pada

kecelakaan bermotor dapat karena radiasi panas dan

kontak langsung dengan api. Pada kecelakaan bermotor

diakibatkan dari api yang dihasilkan dari tabrakan dan

penumpang atau korban terperangkap di dalam kendaraan

mereka

II. 1.4. Sebab Kematian

Seiring dengan kemajuan jaman dan persaingan hidup

yang semakin tinggi di antara manusia, maka semakin

banyak kasus yang muncul berhubungan dengan linkungan,

stress, kecelakaan dan kriminalitas yang berakibat

meningkatnya angka kematian tidak wajar dengan penyebab

kematian belum diketahui.

Sebab kematian adalah trauma atau luka atau

penyakit atau racun yang menghambat proses fisiologis

atau faal tubuh manusia yang berakibat dengan kematian

(Prahlow, 2010).

Ilmu forensik membagi mekanisme kematian yaitu :

a. Perdarahan

Mekanisme kematian yang paling sering terjadi

adalah perdarahan, exanguination (kehilangan

13
darah) dapat terjadi eksternalatau internal. Saat

terjadi exanguination maka harus ditemukan adanya

kerusakan atau trauma vasa. Saat darah tidak

mampu mencukupi system kardiovaskular, maka

oksigen tidak dapat dihantarkan menuju ke

jaringan-jaringan tubuh secara adekuat, kejadian

ini disebut shock, dan secara bertahap

mengakibatkan kematian sel yang dapat berujung

pada kematian. Secara umum letak perlukaan dimana

perdarahan yang mampu mengakibatkan kematian

adalah aorta, jantung, paru-paru, hepar, dan

spleen (Prahlow, 2010).

b. Kerusakan Organ Vital

Luka yang ditimbulkan dapat berupa perdarahan

ektradural, subdural dan intracranial. Dapat

terjadi herniasi dari tentorium cerebelli. Dapat

terjadi edema otak diman otak membengkak dan

menekan tengkorak sehingga tekanan intracranial

meningkat sehingga dapat terdorongnya cerebral

kebawah menuju foramen magnum bersamaan dengan

cerebellum dan batang otak (Shepherd, 2003).

Perlukaan pada paru akan mengakibatkan munculnya

pneumothorax dan kerusakan pada pembuluh darah

akan berakibat perdarahan, dimana dapat terjadi

pada jaringan ikat mediastinum atau di kavitas

pleura(Shepherd, 2003).

14
Trauma pada bagian abdomen dapar mengakibatkan

memar, bahkan robekan, pada mesentericus,

duodenum, dan jejunum, rupture pada pancreas dan

laserasi dari hepar terutama pada lobus kiri

(Shepherd, 2003).

c. Asfiksia

Suatu keadaan sebagai akibat terganggunya

pertukaran udara alveoli paru dengan darah dalam

kapiler paru-paru sehingga kebutuhan oksigen

tubuh tidak terpenuhi dan karbondioksida yang

tertimbun dalam darah tidak dapat dikeluarkan

(Knight, 1996).

Kategori asfiksia oleh Prahlow (2010)

Tabel 2. Kategori Asfiksia

Kategori

Suffocation (oksigen tidak mampu Asfiksia simple,

mencapai darah obstruksi jalan nafas,

asfiksia traumatil

Strangulation (Tekanan pada leher) Tergantung, ligature

strangulation, manual

strangulation

Asfikisia kimia (Oksigen dalam Carbon monoxide, sianida,

15
darah tidak dapat digunakan hydrogen sulfida

Combinasi

Prahlow, 2010

d. Infeksi

Infeksi merupakan organisme lain, dapat berupa

virus dan bakteri, yang melakukan proses patologi

dalam tubuh manusia, bahkan dalam luka yang kecil

pada tubuh manusia dapat menimbulkan kematian

apabila telah terinfeksi dan tidak diberikan

terapi yang adekuat, terutama apabila agen

infeksi tersebut sudah memasuki sistem pembuluh

darah yang sehingga dapat menginfeksi organ lain

sehingga terjadi gagal fungsi dari organ tersebut.

Banyak tipe organisme yang dapat menjadi sebab

kematian yakni staphylocci, streptococci,

ciloforms, pseudomonas aeruginosa, clostridium

perfringens dan C. tetani.

16
Tabel 3. Relasi antara perlukaan dan gaya tabrakan oleh

KA yang dapat menimbulkan kematian.

Gaya Tabrak Perlukaan

Tabrakan dengan  Mengenai 1 sisi tubuh

posisi vertical  Fraktur pada axial skeleton

(Terlempar ke pagar)  Tidak ada amputasi ekstrimitas

Tabrakan dengan  Tidak ada perbedaan dengan posisi

posisi vertical berbaring ditengah rel

(Terlempar ke bawah

kereta)

Tabrakan dengan  Fraktur pada atap tengkorak

posisi berbaring  Fraktur single pada ekstrimitas

berada diluar jalur  Tidak ada amputasi ekstrimitas

rel (tanpa  Tidak ada perlukaan pada organ

dekapitasi) ekstrakranium

Tabrakan dengan  Hancurnya atap dan basis tengkorak

posisi berbaring  Fraktur klavikula dan costa

berada diluar jalur  Ada perlukaan organ ekstrakranium

rel (dengan

dekapitasi)

17
Tabrakan dengan Kecepatan KA

posisi berbaring <80 km/jam  Tidak ada amputasi ekstrimitas/organ

berada di dalam rel  Pecah single pada hati dan limpa

 Kavitas anatomi tertutup

≥80 km/jam  Isi cranium/otak keluar

 Hati dan limpa

 Kavitas anatomi terbuka 1-2

≥100 km/jam  Amputasi bagian ekstrimitas

 Kavitas anatomi terbuka 2-3

 Isi abdomen terbuka

160 km/jam  Hancurnya bagian tubuh atas

(Sumber: Driever, 2001)

18
II. 2. Kerangka Teori

Kecelakaan

kereta api

Korban
- Jenis kelamin
Meninggal
- Umur

- Penyebab kematian
Visum et Repertum
- Penumpang/pengendara

- Kecelakaan tunggal

atau multiple

- Kantor Kepolisian

19
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III. 1. Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif

observasional menggunakan data dari visum et repertum

yang ada di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr.

Sardjito periode Maret 2013 - Mei 2013 yang dilakukan

secara retrospektif.

III. 2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung di Instalasi Kedokteran

Forensik RSUP Dr. Sardjito pada tanggal 30 April – 20

Mei 2013

III. 3. Populasi dan Subyek

III. 3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh korban

meninggal yang memiliki visum et repertum di Instalasi

20
Kedokteran Forensik Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun

2008-2012

III. 3.2. Subyek

Sampel penelitian adalah Visum et Repertum milik

korban kecelakaan KA yang berada Instalasi Kedokteran

Forensik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan 33 data VetR jenazah

korban kecelakaan KA pada tahun 2008-2012.

III. 4. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Variabel dependent : VetR korban kecelakaan KA yang

ada di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr.

Sardjito.

b. Variabel independent : Jenis kelamin, umur,

penyebab kematian, penumpang/pengendara, kecelakaan

tunggal atau multiple.

21
III. 5. Definisi Operasional

1. Kecelakaan Kereta Api (KA) adalah kecelakaan yang

melibatkan kereta api, secara definisi kecelakaan KA

dapat digolongkan menjadi kecelakaan KA dengan KA,

kecelakaan KA dengan manusia, kecelakaan KA dengan

kendaraan lain, kecelakaan KA yang bersifat tunggal

seperti KA terguling, keluar dari rel.

2. Visum et Repertum (VetR) adalah laporan tertulis

berisi catatan dari seorang dokter yang melakukan

otopsi dari seorang jenazah untuk mencari bukti-

bukti terkait kematian jenazah berdasarkan apa yang

dokter lihat, temukan, dan diperiksa. laporan VetR

dan otopsi hanya dapat dilakukan bila ada surat

perintah yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk

melakukan penyidikan.

3. Karakter demografi adalah karakteristik dari korban-

korban berdasarkan VetR yang terdiri dari usia,

jenis kelamin, sebab kematian, Instansi penyidik,

jumlah kematian saat terjadi kecelakaan, dan sebagai

penumpang KA atau bukan.

22
III. 6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang terdapat dalam

pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu data Visum

et Repertum tahun 2008-2012 dari Instalasi Kedokteran

Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Sardjito.

III. 7. Jalan Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Konsultasi dengan dosen pembimbing materi dan

pembimbing metodologi penelitian.

b. Mencari studi kepustakaan untuk menyusun proposal

penelitian.

c. Konsultasi dengan dosen pembimbing materi dan

pembimbing metodologi penelitian untuk memulai

melakukan penelitian.

d. Mengajukan ijin penelitian ke bagian tata usaha

Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP

Dr. Sardjito.

e. Memulai melakukan pengambilan data.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pengambilan data dari data Visum et

Repertum tahun 2008-2012 .Dari data Visum et

23
Repertum selanjutnya dicatat jenis kelamin, umur,

penyebab kematian, penumpang/pengendara,

kecelakaan tunggal atau multiple. Hasil penelitian

dicatat dengan lengkap baik secara jumlah maupun

kelengkapan sesuai variabel.

b. Melakukan tahap pengolahan data yaitu input data,

coding dan analisis data.

c. Penyusunan laporan hasil penelitian.

d. Proses konsultasi hasil penelitian dengan dosen

pembimbing materi dan dosen pembimbing metodologi.

III. 7. Jadwal Penelitian

Ket Maret April Mei

Penyusunan Proposal X X

Pengambilan Data X X

Analisis Data X

Presentasi Hasil X

Revisi X

Pengesahan X

24
III. 9. Analisa Penelitian

Data yang didapat dibuat tabel dan dianalisis

sesuai dengan variabel yang ditentukan sebelumnya.

III. 10. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan yang terdapat selama proses

penelitian ini adalah

1. Penelitian dengan desain deskriptif retrospektif

ini memiliki resiko tinggi terjadi bias dalam

informasi bila data yang digunakan tidak lengkap,

sehingga dapat menghambat dalam pengumpulan data.

2. Minimnya data mengenai kecelakaan KA

3. Masih banyak sumber yang perlu digali untuk

melengkapi penelitian ini.

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Hasil Penelitian

Pada Pengambilan data yang dilakukan pada bulan

Maret hingga Juni 2013 di Instalasi Kedokteran Forensik

RSUP Dr. Sardjito. Diperoleh data VetR yang merupakan

korban kecelakaan KA pada tahun 2012 hingga 2013.

Dengan jumlah data pada tahun 2012 sejumlah 2,

tahun 2011 sejumlah 4, tahun 2010 sejumlah 5, tahun

2009 sejumlah 11,dan tahun 2008 sejumlah 11. Total

jumlah kasus adalah 33 kasus.

Tabel 4. Data Jumlah korban laki-laki dan


perempuan pada kecelakaan KA tahun 2008-2012
JK Jumlah Korban (%)

Pria 21 64 %
Wanita 12 36 %

Total 33 100 %

26
Dari tabel 4 keseluruhan data diperoleh

menunjukkan bahwa subjek berjenis kelamin pria sebanyak

21 korban (64%), dan wanita sebanyak 12 korban (36%).

Di bawah ini merupakan proporsi jumlah korban

sebaga pejalan kaki atau pengendara lain yang terlibat

kecelakaan KA :

Tabel 5. Data proporsi jumlah korban sebagai pejalan

kaki dan pengendara kendaraan lain

Status 2008 2009 2010 2011 2012 total %

Pejalan Kaki 11 10 5 4 1 31 94%

Pengendara kendaraan 0 1 0 0 1 2 6%

bermotor

Total 11 11 5 4 2 33 100%

Dari keseluruhan data diperoleh dari korban

kecelakaan KA sebanyak 31 orang (96%) pejalan kaki, 2

orang (6%) pengendara kendaraan bermotor.

27
Berikut adalah hasil penelitian mengenai proporsi

jumlah korban yang meninggal atau terkait pada saat

terjadi kecelakaan KA :

Tabel 6. Proporsi jumlah kasus kecelakaan KA yang

bersifat kecelakaan tunggal dan multiple

Status 2008 2009 2010 2011 2012 total %

Tunggal 11 7 5 4 2 29 88%

Multiple 0 4 0 0 0 4 12%

Total 11 11 5 4 2 33 110%

Dari keseluruhan data diperoleh jumlah kecelakaan

tunggal sebanyak 29 (88%) kasus, sedangkan kecelakaan

multiple sebnyak 4 (12%) kasus.

Di bawah ini adalah proporsi wilayah penyidik

kecelakaan KA yang mengajukan pemeriksaan otopsi untuk

VetR (asal permintaan otopsi):

28
Tabel 7. Data proporsi wilayah penyidik kecelakaan KA

yang mengajukan pemeriksaan untuk VetR

Wilayah penyidikan Jumlah %

(kepolisian)

POLSEK Gamping 8 24%

POLSEK Banguntapan 7 21%

POLSEK Gondokusuman 3 9%

POLSEK Sedayu 2 6%

POLSEK Kasihan 1 3%

POLSEK Danurejan 1 3%

POLSEK Tegalrejo 3 9%

POLSEK Prambanan 1 3%

POLSEK Depok Barat 2 6%

POLSEK Berbah 2 6%

POLSEK Moyudan 1 3%

POLSEK Kalasan 1 3%

POLSEK Gedongtengen 1 3%

Total 33 100%

29
Pada tabel 7 menunjukkan proporsi wilayah penyidik

kecelakaan KA yang mengajukan pemeriksaan untuk VetR,

terbanyak 8 kasus atau 24% dimintakan oleh POLSEK

Gamping lalu diikuti POLSEK Banguntapan dengan 7 kasus

atau 21%.

Berikut adalah hasil penelitian mengenai proporsi

jumlah rentang usia korban:

Tabel 8. Data jumlah rentang usia korban kecelakaan KA

Range umur (tahun) Jumlah %

10-19 4 12%

20-29 8 24%

30-39 2 6%

40-49 5 15%

50-59 0 0%

60-69 5 15%

>70 4 12%

Tidak diketahui 5 15%

Total 33 100%

30
Pada tabel 8 menunjukkan jumlah rentang usia

korban kecelakaan KA, rentang usia 20-29 tahun sebanyak

8 kasus atau 24%.

Berikut adalah hasil penelitian mengenai proporsi

sebab kematian korban kecelakaan KA menurut hasil

otopsi yang dilaporkan di VerT :

Tabel 9. Proporsi sebab kematian korban kecelakaan KA

Sebab Jumlah %

Kerusakan organ vital 18 55%

Perdarahan 15 45%

Asfiksia 0 0%

Infeksi 0 0%

Total 33 100%

Pada tabel 9 menunjukkan jumlah proporsi sebab

kematian korban kecelakaan KA menurut hasil otopsi yang

dilaporkan di VerT, penyebab kematian paling banyak

disebabkan oleh kerusakan organ vital sebanyak 18 kasus

atau 55%, diikuti perdarahan dengan 15 kasus atau 45%

IV. 2. Pembahasan

Hasil penelitian, dapat dianalisa bahwa korban

kecelakaan KA yang dimintakan VetR di Instalasi

31
Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito lebih banyak

terjadi pada korban Pria dengan jumlah data 21 korban

(64%) sedangkan pada wanita 12 korban (36%) dari

keseluruhan 33 korban dari tahun 2008-2012.

Keadaan ini sangat mungkin terjadi mengingat Indonesia,

termasuk Propinsi Daerah Indonesia menganut faham

patrialisme yang merupakan faham bahwa pemimpin

keluarga adalah laki-laki, sehingga aktivitas di luar

rumah lebih banyak dilakukan oleh kaum laki-laki.

Sehingga kemungkinan terjadi keceslakaan pada kelompok

laki-laki lebih besar terjadi dibandingkan perempuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ramesh Nanaji Wasnik

dengan judul Analysis of Railway Fatalities in Central

India menunjukkan bahwa korban pria lebih banyak

daripada korban wanita pada kasus kecelakaan KA, ini

disebabkan karena pria lebih banyak beraktifitas di

luar rumah.

Hasil penelitian, didapatkan bahwa jumlah

kematian korban kecelakaan KA lebih banyak terjadi pada

pejalan kaki 31 korban (94%), pengendara kendaraan

bermotor (6%). Hal ini dimungkinkan karena pejalan kaki

lebih berani untuk mengambil keputusan untuk melintasi

rel kereta meskipun KA sudah datang dan pejalan kaki

lebih lambat untuk menghindar saat ada kereta datang.

32
Hasil penelitian, didapatkan bahwa jumlah kematian

korban pada kecelakaan KA lebih banyak terjadi secara

tunggal 29 kasus (88%) dan yang secara multipel 4 kasus

(12%). Hal ini dimungkinkan korban lebih cenderung

berani untuk melanggar rel KA pada saat sendiri/tunggal.

Hasil penelitian, didapatkan bahwa jumlah kematian

korban pada kecelakaaan KA lebih banyak dimintakan oleh

POlSEK Gamping yaitu 8 kasus (24%). Melihat hasil data,

ini dapat terjadi karena daerah Gamping merupakan

daerah yang padat penduduk dan terdapat jalan utama

yang sering dilewati oleh masyarakat dari dan/atau

keluar Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hasil penelitian , dapat dilihat bahwa jumlah

kematian korban pada kecelakaan Ka lebih banyak terjadi

pada perkiraan umur 20-29 tahun yaitu 8 kasus (24%).

Penelitian yang dilakukan oleh Ramesh Nanaji Wasnik

dengan judul Analysis of Railway Fatalities in Central

India menunjukkan jumlah terbanyak korban kecelakaan KA

pada grup kelompok umur 20-49 tahun, ini disebabkan

pada penumpang KA/pejalan kaki yang mayoritas adalah

laki-laki berani mengambil risiko untuk mengambil

keputusan dan tindakan, yaitu menaiki KA yang sedang

berjalan, duduk di dekat pintu masuk atau jendela KA,

33
menaiki atap KA, dan berjalan di pinggir atau tengah

rel.

Hasil penelitian jumlah proporsi sebab kematian

korban kecelakaan KA menurut hasil otopsi yang

dilaporkan di VerT, penyebab kematian paling banyak

disebabkan oleh kerusakan organ vital sebanyak 18 kasus

atau 55%, diikuti perdarahan dengan 15 kasus atau 45%.

Kecelakaan KA yang menimpa seseorang dapat

berakibat sangat fatal, ini disebabkan karena sejumlah

energi kinetik yang dihantarkan oleh KA besar karena

proportional dari massa dan kecepatan KA, sehingga saat

jumlah energi kinetik yang besar itu berpindah ke tubuh

manusia saat terjadi kecelakaan akan menimbulkan luka

yang masif yaitu perlukaan muskuloskeletal dan amputasi,

dan kerusakan organ dalam karena energi kinetik, dan

perlukaan seperti ini berdampak buruk pada keadaan

morbiditas dan mortalitas korban (Akkas et al, 2011).

34
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pola perlukaan

kemungkinan penyebab kematian korban kecelakaan KA yang

diotopsi di Instalasi Kedokteran Forensik RS Sardjito

Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jumlah korban kecelakaan KA berdasarkan jenis kelamin

adalah laki-laki berjumlah 64 %. Berdasarkan rentang

umur usia 20-29 tahun menduduki peringkat tertinggi

dengan jumlah 8 kasus atau 24%

2. Berdasarkan proporsi kematian kasas kecelakaan KA

berdasarkan kriteria pengguna jalur KA korban paling

banyak yaitu 91% ,dengan jumlah korban saat terjadi

kecelakaan KA paling banyak adalah kecelakaan tunggal

sebesar 88%.

3. Wilayah penyidikan yang melakukan penyidikan kecelakaan

KA di wilayahnya paling banyak dilakukan oleh POLSEK

Gamping yaitu 24%. Berdasarkan hasil VetR yang dilakukan

di Instalasi Kedokteran Forensik RS Sardjito, sebab

kematian yang paling banyak adalah disebabkan karena

kerusakan parah pada organ vital sebesar 55%.

35
V.II. Saran

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih

banyak kekurangan. Berikut beberapa saran yang perlu

dipeneliti sampaikan :

1. Bagi Rumah Sakit, agar dalam pencatatan korban kecelakaan

KA yang meninggal dunia dicatat secara lengkap pada VetR

dan dipisahkan dengan kasus-kasus lainnya

2. Bagi Peneliti, diharapkan penelitian serupa yang akan

datang dilakukan lebih detail dan mendalam sebab-sebab

terjadinya kematian pada kecelakaan KA terutama pada

perilaku sosial masyarakat terkait kecelakaan KA.

3. Bagi Masyrakat, agar diharapkan mampu mematuhi tanda-

tanda dan marka rel KA yang diberikan oleh PT. KAI

sehingga dapat menurunkan resiko terjadi kecelakaan KA.

36
DAFTAR PUSTAKA

Akkas, Meltem. Ay, Didem. Aksu, Nalan Metin. Gunalp,

Muge. 2011. 10 Years Evaluation of Train Accidents.

Turkish Association of Trauma and Emergency

Surgery. Turkey

Barama, Michael., 2011. Peranan Visum et Repertum dalam

Hukum Pembuktian. Universitas Sam Ratulangi.

Manado.

Burke, Michael P., 2007. Forensic Medical Investigation

of Motor Vehicle Incidents. CRC Press. Singapore.

Dahlan, Zuchairi., 1996. Kebijaksanaan Departemen

Kesehatan Dalam Penanganan Barang Bukti Medis

Kaitannya Dengan Undang-Undang Kesehatan dalam

seminar Penanganan Barang Bukti Medis Kaitannya

Dengan Pengadaan Visum et Repertum. POKJA

KEDOKTERAN FORENSIK FK-UGM. Yogyakarta.

Driever, Frank. Schmidt, Peter. Madea, Burkhard., 2002.

About Morphological Findings in Fatal Railway

Collisions. ELSEVIER. Germany.

Findiastuti, Weny. Wignjosoebroto, Sritomo. Dewi, Dyah

Santhi. 2000. Analisa Human Error Dalam Kasus

Kecelakaan Di Persilangan Kereta Api. Institut

Teknologi Sepuluh November. Semarang.

37
Foggin, Pamela Caldwell. 2008. Rail Trespasser

Fatalities. FEDERAL RAILROAD ADMINISTRATION. USA

Gaur. J. R., 2011. Investigation of Raiway Accidents.

IPJ. India

Iridiastadi, Hardianto. Izazaya, Eizora. 2012. Kajian

Taksonomi Kecelakaan Kereta Api di Indonesia

Menggunakan Human Factors Analysis And

Classification System (HFACS). FTI. Institut

Teknologi Bandung.

KNKT., 2003. Laporan Investsigasi Kecelakaan Kereta Api

“Tabrakan Antara Rangkaian KA146 Empu Jaya dengan

Rangkaian KA153 Gaya Baru Malam Selatan.

Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi RI,

Jakarta.

KNKT., 2010. Analisis Data Kecelakaan dan Investigasi

Kereta Api Tahun 2007-2010. Departemen Perhubungan

dan Telekomunikasi RI, Jakarta

Kurniawan, Adhitya Bagus., 2011. Gambaran Kasus

Kecelakaan Lalu Lintas yang Dimintakan Visum et

Repertum di Instansi Kedokteran Forensik dan

Medicolegal RSUP dr. Sardjoto tahun 2009-2010.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

38
Mohanty, Manoj Kumar. Panigrahi, Manoj Kumar. Mohanty,

Sachidananda. Patnaik, Kiran Kumar. 2007. Death

Due to Traumatic Railwy Injury. SAGE. India

Mulyo, Agus., 2002. Tindak Pidana di Bidang

Transportasi dan Penanggungjawaban pidana

korporasi Terhadap Kasus Kecelakaan Perkeretapian,

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Penerbangan dan

Pelayaran. Universitas Dipenogoro. Semarang.

Prahlow, Joseph., 2010. Forensic Pathology for Police,

Death Investigators, Attorneys, and Forensic

Scientist. SPRINGER. New York.

Putra, I.B.G.S., 2001. Kasusu Asfiksia di Instalasi

Kedokteran Forensik RS Dr. Sardjito Tahun 1995-

1999. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rautji, R. Dogra, T. D. 2004. Rail Traffic Accidents :

A Retrospective Study. SAGE. India

Shepherd, Richard. 2003. Simpson’s Forensic Medicine

12th Ed. ARNOLD. London.

Soebroto, JB. Harijadi. 1996. Intravitalitas dan Waktu

Perlukaan Jaringan Tubuh dalam seminar Penanganan

Barang Bukti Medis Kaitannya Dengan Pengadaan

Visum et Repertum. POKJA KEDOKTERAN FORENSIK FK-

UGM. Yogyakarta.

39
Soegandhi., 1996. Pelaksanaan Pemeriksaan Jenazah Untuk

Pengadaan Visum et Repertum dalam seminar

Penanganan Barang Bukti Medis Kaitannya Dengan

Pengadaan Visum et Repertum. POKJA KEDOKTERAN

FORENSIK FK-UGM. Yogyakarta.

Syamsuddin, Rahman., 2011. Peranan Visum et Repertum di

Pengadilan. Universitas Islam Negeri Alauddin.

Makassar.

Wasnik, Ramesh Nanaji.2010. Analysis of Railway

Fatalities in Central India. Indian Acad Forensic

Med. India.

Widagdo, Hendro., 1999. Distribusi dan Variasi Sebab

Kematian Hasil Otopsi Forensik di Instalasi

Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito Tahun 1996-

1998. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Yayasan Bhakti Ganesha. 2005. Kecelakaan Kereta Api di

Indonesia. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

40

You might also like