You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

Plasenta akreta terjadi bila implantasi plasenta abnormal: desidua basalis


yang biasanya memisahkan vili plasenta dan miometrium menghilang. Kelainan
ini dibagi menjadi 3 tingkat berdasarkan histopatologi: plasenta akreta mana vili
korionik terjadi kontak dengan miometrium, plasenta inkreta dimana vili korionik
menginvasi miometrium, dan plasenta percreta mana vili korionik menembus
serosa uterus. Patogenesis yang pasti belum diketahui. Etiologi yang mungkin
diantaranya faktor mekanik (yaitu, defisiensi primer dari desidua yang disebabkan
oleh trauma lokal pada dinding uterus), faktor biologis (yaitu, respon abnormal
maternal terhadap invasi trofoblas), atau kombinasi dari kedua proses tersebut.

Plasenta akreta dianggap sebagai komplikasi kehamilan berat yang mungkin


berhubungan dengan perdarahan intrapartum dan postpartum masif yang
berpotensi mengancam nyawa. Hal ini telah menjadi penyebab utama histerektomi
emergensi, berkontribusi sekitar 51,1% dari histerektomi emergensi. Morbiditas
ibu telah dilaporkan terjadi sampai dengan 60% dan kematian sampai dengan 7%
dari wanita dengan plasenta akreta. Selain itu, kejadian komplikasi perinatal juga
meningkat terutama karena kelahiran prematur dan janin yang kecil masa
kehamilan.

Kejadian plasenta akreta yang dilaporkan cukup bervariasi, terutama sebagai


akibat dari kriteria diagnostik yang berbeda. Menurut penelitian dalam 2 dekade
terakhir, kejadian yang dilaporkan telah meningkat 10 kali lipat. Plasenta akreta
terjadi pada sekitar1:1000 kelahiran dengan kisaran yang dilaporkan dari 0,04%
naik menjadi 0,9%. Insiden tertinggi (0,9%) dilaporkan dalam studi berdasarkan
kriteria diagnostik klinis. Peningkatan plasenta akreta dalam beberapa tahun
terakhir ini disebabkan oleh peningkatan prevalensi faktor risiko yang diketahui,
khususnya peningkatan jumlah persalinan caesar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Plasenta akreta adalah plasenta yang melekat secara abnormal pada uterus,

dimana villi korionik berhubungan langsung dengan miometrium tanpa desidua

diantaranya. Desidua endometrium merupakan barier atau sawar untuk mencegah

invasi villi plasental ke miometrium uterus. Pada plasenta akreta, tidak terdapat desidua

basalis atau perkembangan tidak sempurna dari lapisan fibrinoid.

Jaringan ikat pada endometrium dapat merusak barier desidual, misalnya skar

uterus sebelumnya, kuretase traumatik, riwayat infeksi sebelumnya dan multiparitas.

Ketika plasenta menginvasi hingga miometrium maka disebut sebagai plasenta

inkreta. Jika plasenta menginvasi melewati miometrium dan serosa dan dapat

menginvasi organ terdekat seperti kandung kemih maka disebut sebagai plasenta

perkreta. 1-4

Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans and


Gynecologists, July 2012.

II.2 EPIDEMIOLOGI

Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus


dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Peneliti telah melaporkan
kejadian plasenta akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-
2002 di Amerika. Hal ini meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1
dari 4.027 kehamilan pada tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510
kehamilan pada tahun 1980.
Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta akreta adalah mereka
yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi
sesar sebelumnya dengan baik plasenta previa anterior atau posterior yang
melintasi parut uterus. Para penulis dari sebuah studi menemukan bahwa
dengan adanya suatu plasenta previa, risiko plasenta akreta adalah 3%, 11%,
40%, 61%, dan 67% untuk pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau
lebih pada masing-masing riwayat operasi kelahiran sesar.1 Faktor risiko
tambahan yang dilaporkan untuk plasenta akreta meliputi usia ibu dan
multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya, kuretase uterus sebelumnya, ablasi
endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi
dalam kehamilan, dan merokok. Meskipun ini dan faktor risiko lain telah
dijelaskan, kontribusi nyata akan frekuensi plasenta akreta tetap belum
diketahui.
Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta Accreta,
American Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2010,Washington DC.

II.3 ETIOLOGI

Plasenta akreta berkaitan dengan tingginya kadar alpha-fetoprotein dan


ketidaknormalan kondisi di dalam lapisan rahim. Meskipun begitu, penyebab pasti
plasenta akreta belum diketahui secara pasti.Sebenarnya risiko seorang wanita
terkena plasenta akreta bisa terus meningkat tiap kali dirinya hamil, terlebih lagi
jika berusia di atas 35 tahun. Selain itu, kasus plasenta akreta juga banyak
ditemukan pada wanita yang sebelumnya melakukan operasi rahim, termasuk
operasi caesar. Selain kondisi di atas, risiko untuk terkena plasenta akreta juga
tinggi apabila seorang wanita:
a. Memiliki posisi plasenta pada bagian bawah rahim ketika hamil.
b. Menderita plasenta previa (plasenta menutupi sebagian atau seluruh
dinding rahim).
c. Menderita fibroid rahim submukosa (rahim tumbuh menonjol ke dalam
rongga rahim).
d. Memiliki jaringan parut atau kelainan pada endometrium (dinding rahim
bagian dalam).
II.4 PATOFISIOLOGI

Plasenta akreta diketahui terjadi karena tidak terdapat lapisan spongiosa dari
desidua. Benurschke dan Kaufmann menjelaskan bahwa kondisi ini adalah
konsekuensi dari kegagalan rekonstruksi endometrium atau desidua basalis setelah
proses penyembuhan luka insisi SC. Secara histologis biasanya tampak sebagai
gambaran trofoblas yang menginvasi miometrium tanpa keterlibatan desidua. Hal
ini menjadi masalah saat proses persalinan dimana plasenta tidak akan terlepas
dan akan terjadi perdarahan masif.

Implantasi Plasenta

Plasenta adalah bagian yang penting dari kehamilan. Dimana plasenta memiliki

peranan berupa transport zat dari ibu ke janin, penghasil hormon yang berguna selama

kehamilan, serta berbagai barier.

Setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan disebut

zygote. Kemudian terjadi pembelahan pada zygote sehingga menghasilkan apa yang

disebut sebagai blastomers, kemudian morula dan blastokist. Pada tahap-tahap

perkermbangan ini, zona pelucida masih mengelilingi. Sebelum terjadinya implantasi,

zona pellucida menghilang sehingga blastosit menempel pada permukaan endometrium.

Dengan menempelnya blastokist pada permukaan endometrium maka blastosit

menyatu dengan epitel endometrium. Setelah terjadi erosi pada sel epitel endometrium,

trofoblas masuk lebih dalam ke dalam emndometrium dan segera blastokist terkurun di

dalam endometrium.`Implantasi ini terjadi pada daerah endometrium atas terutama

pada dinding posterior dari uterus.


Endometrium sendiri sebelum terjadinya proses di atas terjadi peruibahan untuk

menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan memberi makan kepada blastokist yang

disebut sebagai desidua.

Setelah terjadi implantasi desidua akan dibedakan menjadi:

1. Desidua basalis: desidua yang terletak antara blastokist dan miometrium

2. Desidua kapsularis:desidua yang terletak di antara blastokist dan kavum uteri.

3. Desidua vera: desidua sisa yang tidak mengandung blastokist.

Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu degenerasi

fibrinoid yang terletak di antara desidua dan trofoblast untuk menghalangi serbuan

trofoblast lebih dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi fibrinoid ini disebut sebagai

lapisan Nitabuch.

Pada perkembangan selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan terlepas

dari endometrium pada lapisan Nitabuch tersebut.

Green – top Guideline No 27, Placenta praevia, placenta praevia accreta and vasa
praevia: diagnosis and management, Royal College of Obstetricans and
Gynaecologists,January 2011.

II.5 GEJALA KLINIS

1. Plasenta gagal terlepas setelah 30 menit setelah bayi lahir


2. Perdarahan hebat bisa terjadi bergantung pada bagian plasenta yang terkena
3. Histerektomi cesarian
Pada kala III persalinan, plasenta belum lepas setelah 30 menit dan
perdarahan banyak. Plasenta akreta dapat menimbulkan terjadinya perdarahan
obsterik yang masif, sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti
dissaminated intravascular coagulopathy (DIC) yakni suatu kelaina yang jarang
terjadi dan pada DIC terjadi pembentukan bekuan darah yang sangat banyak dan
dapat terjadi perdarahan di seluruh tubuh yang kemudian bisa menyebabkan
terjadinya syok, kegagalan organ dan kematian. Memerlukan tindakan
histerektomi, cedera operasi pada ureter, kandung kemih, dan organ visera
lainnya, adult respiratory distress syndrome, gagal ginjal, hingga kematian.
Jumlah darah yang hilang saat persalinan pada wanita dengan plasenta akreta rata-
rata 3000 – 5000 ml. Dibeberapa senter, plasenta akreta menjadi penyebab utama
dilakukannya histerektomi cesarian.

Gambar : Spesimen histerektomi yang menunjukkan plasenta akreta. Diagnosis


plasenta akreta ini ditegakkan saat antenatal. Plasenta (p) telah menginvasi
myometrium (tanda panah) dan setelah histerektomi tidak dapat dipisahkan dari uterus.
Tidak ada batas antara plasenta dan myometrium. Cx, serviks,; f, fundus uteri; c, tali
pusat

Oyelese, plasenta Previa, Akreta, dan Vasa Previa. Obstet Gynecol 2006

Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans and


Gynecologists, July 2012.

II.6 DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis


Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala.
Gejala yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk perdarahan
vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta
previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Meskipun
jarang, kasus dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik
dari ruptur uteri sekunder bisa karena plasenta perkreta. Skenario kritis ini dapat
terjadi setiap saat selama kehamilan dari trimester pertama hingga kehamilan
aterm dengan tidak adanya tanda-tanda persalinan.
Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-
organ lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah,
sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas
karena infeksi, kegagalan multisistem organ, dan kematian. Komplikasi genital,
saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada sekitar 15% kasus dan
cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis prenatal yang akurat
sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.
Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute
of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik
pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman
untuk pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap
dalam hal pemeriksaan segmen bawah rahim.
Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis
plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai
prediksi positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya
Doppler, warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara
signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang
dicapai oleh ultrasonografi grayscale saja.
Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans and
Gynecologists, July 2012.
Gambar 1. Baris Echolucent yang Gambar 2. Tanda panah Panah
sonographically: desidua basalis menunjuk gambaran dot and dash
pembuluh darah dan meluas echogenic uterus-kandung kemih
seluruh panjang plasenta. Panah tampak depan. Ketidakteraturan
Tengah menunjukkan daerah ini disebabkan oleh pembuluh
obliterasi dari menyerang plasenta darah yang abnormal bridging
kedua panah (kiri-kanan) yang mudah dilihat dengan
menunjukkan ruang retroplacental Doppler velocimetry.
normal.

Ultrasonografi pada plasenta akreta dapat kita lihat seperti berikut ini:
1) Trimester Pertama
a) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus telah
berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta akreta pada trimester
ketiga.
b) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental bed
pada trimester pertama berkorelasi dengan plasenta akreta.
c) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang
penting. Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS
tertanam ke bekas luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada dasar
kandung kemih . Jika tidak ditangani, implantasi bekas luka caesar dapat
menyebabkan kelainan utama pada plasenta seperti plasenta akreta,
perkreta, dan inkreta. Penanganan implantasi pada bekas luka caesar
termasuk injeksi langsung pada kantung kehamilan dengan methotrexate
di bawah bimbingan USG.
Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute
of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.
Meskipun ada laporan kasus terisolasi dari plasenta akreta didiagnosis
pada trimester pertama atau pada saat abortus usia kehamilan < 20
minggu, nilai prediktif trimester pertama USG untuk diagnosis ini masih
belum diketahui. USG pada trimester pertama tidak boleh digunakan
secara rutin untuk menegakkan atau mengecualikan diagnosis plasenta
akreta. Atau, karena asosiasi mereka dengan plasenta akreta, wanita
dengan plasenta previa atau "plasenta letak rendah " yang melintas pada
bekas luka uterus pada awal kehamilan harus menjalani follow up
pencitraan pada trimester ketiga dengan memperhatikan adanya potensi
karena plasenta akreta.

2) Trimester Kedua dan Ketiga


a) Beberapa vascular lacunae dalam plasenta telah memiliki korelasi
dengan sensitivitas yang tinggi (80% -90%) dan tingkat positif palsu
rendah untuk plasenta akreta. Placenta lacunae pada trimester kedua
tampaknya memiliki sensitivitas dan positive predictive value sangat
tinggi dibanding marker lain untuk plasenta akreta.
b) Kehilangan zona hipoekhoik retroplasenta yang normal, juga disebut
sebagai hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim, adalah
salah satu penanda. Temuan sonografi ini telah dilaporkan memiliki
tingkat deteksi sekitar 93% dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 57%.
Nilai rerata false positive, bagaimanapun, telah berada di kisaran 21%
atau lebih tinggi. Penanda ini tidak boleh digunakan sendiri, karena hal
ini sangat tergantung pada sudut pengambilan saat USG dan dapat absen
pada plasenta anterior yang normal.
c) Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih
termasuk gangguan garis, penebalan garis, ketidakteraturan garis, dan
peningkatan vaskularisasi pada pencitraan warna Doppler. Normal
permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih adalah garis tipis
lebar yang halus tanpa ireguleritas atau vaskular yang meningkat.
Kelainan permukaan antara uterus serosa-kandung kemih ini meliputi,
penebalan, ireguleritas, peningkatan vaskularisasi, seperti varises dan
bulging plasenta ke dalam dinding posterior kandung kemih.

Gambar : (A). Penebalan dan iregularitas dari garis antara


kandung kemih dan serosa uterus pada kehamilan dengan
plasenta previa. (B). Adanya warna tambahan pada gambaran
Doppler menunjukkan peningkatan vaskularisasi. Kedua temuan
ini mengarah kepada plasenta akreta.

d) Ekstensi dari vili ke dalam miometrium, serosa, atau kandung kemih


mengarahkan ke plasenta akreta.
e) Ketebalan miometrium retroplasenta kurang dari 1 mm merupakan
temuan yang karakteristik.
f) Aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler sonografi terkait
dengan plasenta akreta.
Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese
appearance, adalah salah satu yang paling penting sonografi plasenta akreta
di trimester ketiga. Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan
perubahan jaringan plasenta akibat paparan jangka panjang dari pulsatile
blood flow. Ketika multipel, terutama 4 atau lebih lacunae, temuan ini telah
berkorelasi dengan tingkat deteksi 100% untuk plasenta akreta. Penanda ini
juga memiliki tingkat positif palsu rendah, tetapi harus dicatat bahwa
plasenta akreta telah dilaporkan dengan tidak adanya multipel vascular
lacunae pada plasenta.
Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute
of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.
Tabel : Temuan USG yang menunjukkan hubungan dengan plasenta akreta

1 Hilangnya zona retroplasenta hipoekhoik normal


2 Lakuna dengan vaskularisasi multipel (ruang vascular
ireguler) di plasenta, memberikan gambaran “keju
Swiss”
3 Pembuluh darah atau jembatan jaringan plasenta-tepi
plasenta, gambaran myometrium-kandung kemih atau
serosa uterus menyilang
4 Ketebalan myometrium retroplasenta < 1 mm
5 Gambaran pembuluh koheren yang beragam dengan
Doppler 3D di basal

Kriteria USG untuk plasenta akreta menurut RCOG Guideline


antara lain yakni:
1) Greyscale:
a. Hilangnya zona sonolucent retroplasenta
b. Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur
c. Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder
interface
d. Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung
kemih
e. abnormal placenta lacunae
2) Doppler:
a. Difus atau fokal aliran lacunar
b. danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic
velocity > 15 cm /detik)
c. Hipervaskularisasi serosa-bladder interface
d. markedly dilated vessels over peripheral subplacental zone
3) 3D Power Doppler:
a. Banyak koheren pembuluh darah melibatkan seluruh
pertemuan antara serosa uterus dengan kandung kemih
(basal viewl)
b. Hipervaskularisasi (lateral view)
c. Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan,
chaotic branching, detour vessels (lateral view).5

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi dan
membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta
abnormal. Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi
diagnostik yang sebanding MRI dan USG untuk plasenta akreta, MRI
dianggap sebagai modalitas tambahan dan menambahkan sedikit dengan
akurasi diagnostik ultrasonografi. Namun, ketika ada temuan USG ambigu
atau kecurigaan dari akreta plasenta posterior, dengan atau tanpa plasenta
previa, ultrasonografi mungkin tidak cukup.
Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans and
Gynecologists, July 2012.

Fitur MRI utama plasenta akreta meliputi:


● uterine bulging
● intensitas sinyal heterogen dalam plasenta
● dark intraplacental bands pada pencitraan T2.
Green – top Guideline No 27, Placenta praevia, placenta praevia accreta and vasa
praevia: diagnosis and management, Royal College of Obstetricans and
Gynaecologists,January 2011.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat sensitivitas MRI 80%-85%


dengan spesifisitas 65%-100% dalam hal mendiagnosis plasenta akreta.
c. Pemeriksaan laboratorium
Ada faktor risiko plasenta akreta yang dapat diperiksa dengan skrining
MSAFP seperti untuk cacat tabung saraf dan aneuploidies. Hung dan
temannya (1999) menganalisis lebih dari 9300 wanita diskrining untuk
Down syndrome pada 14 sampai 22 minggu. Mereka melaporkan 54 kali
lipat meningkat risiko untuk akreta pada wanita dengan plasenta previa.
Risiko untuk akreta meningka 8x lipat bila kadar MSAFP melebihi 2,5
MoM; itu meningkat 4x lipat ketika kadar free beta-hCG yang lebih besar
dari 2,5 MoM; dan itu meningkat tiga kali lipat saat usia ibu adalah 35 tahun
atau lebih.
d. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil
dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi.
Diagnosis definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang
menginvasi atau tertanam pada miometrium dengan tidak adanya desidua di
lapisan antara mereka.
e. Indeks Plasenta Akreta (IPA)
Nilai pada masing-masing parameter sonografi yang digunakan dalam
indeks ini ditunjukkan pada Tabel 4. Probabilitas invasi sesuai dengan nilai-
nilai tersebut termasuk sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (PPV),

Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute
of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.

II.7 PENATALAKSANAAN

1. Manajemen Antepartum
Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan
dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta akreta tegak
didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta akreta harus dijadualkan untuk
ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah yang lengkap dan memiliki bank
darah yang dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar berbagai produk darah.
Suplementasi dengan besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan zat
besi dan daya dukung oksigenasi.
Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta akreta harus individual.
Keputusan ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien, dokter kandungan,
dan neonatologist. Konseling pasien harus mencakup diskusi kebutuhan
potensial untuk histerektomi, risiko perdarahan yang besar, dan kemungkinan
kematian ibu. Meskipun persalinan telah direncanakan, rencana kemungkinan
persalinan darurat harus dikembangkan untuk masing-masing pasien, yang
mungkin termasuk managemen perdarahan maternal.
Timing of delivery harus individual, tergantung pada keadaan dan
preferensi pasien. Salah satu pilihan adalah dengan melakukan terminasi
setelah paru janin matang yang dibuktikan dengan amniosentesis. Namun, hasil
analisis keputusan baru-baru ini menyarankan untuk mengkombinasikan
outcome ibu dan bayi dioptimalkan pada pasien stabil dengan terminasi pada
34 minggu kehamilan tanpa amniosintesis. Keputusan untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dan waktu pemberiannya harus individual.1 Pada
sebuah studi yang melibatkan 99 kasus plasenta akreta yang didiagnosis
sebelum persalinan, 4 dari 9 dengan persalinan >36 minggu diperlukan
terminasi emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada perdarahan antepartum
atau komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saat akhir prematur dapat
diterima untuk mengurangi kemungkinan persalinan darurat yang terjadi
dengan segala komplikasinya.
2. Manajemen Preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan
dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial.
Penilaian oleh anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi.
Kedua teknik anestesi baik umum dan regional telah terbukti aman dalam
situasi klinis ini. Antibiotik profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam
setelah operasi atau kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif
Cystoscopy dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera
saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way
ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan irigasi,
drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama diseksi.
Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap potensi perdarahan
masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam situasi trauma
menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen
plasma harus tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi darah
dan unit darah lainnya harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi
tanda-tanda vital pasien dan stabilitas hemodinamik pasien.
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu
dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk
memberikan visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta
sebelum pengeluaran janin.
3. Manajemen Operatif
Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang
dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur
dengan plasenta ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan
dengan morbiditas akibat perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini
tidak dapat dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk wanita yang
memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan di masa depan. Oleh karena itu,
manajemen operasi plasenta akreta dapat individual tergantung kasusnya
masing masing.
Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi modifikasi dorsal
litotomi dengan kemiringan lateral yang kiri untuk memungkinkan penilaian
langsung dari perdarahan vagina, menyediakan akses untuk penempatan paket
vagina, dan memungkinkan tambahan ruang untuk asisten bedah. Karena
prosedur ini diantisipasi akan berkepanjangan, padding dan posisi untuk
mencegah kompresi saraf dan pencegahan dan pengobatan hipotermia adalah
penting. Meminimalkan kehilangan darah sangat penting. Pilihan sayatan harus
dibuat berdasarkan habitus tubuh pasien dan sejarah operasi pasien.
Penggunaan sayatan vertikal linea mediana mungkin dilakukan karena
memberikan daerah cukup jika histerektomi diperlukan. Insisi uterus klasik,
sering transfundal, mungkin diperlukan untuk menghindari plasenta dan
memungkinkan pengeluaran bayi. Ultrasound pemetaan lokas plasenta, baik
sebelum operasi atau intraoperatif, mungkin dapat membantu. Karena positive
predictive value ultrasonografi untuk plasenta akreta berkisar dari 65% hingga
93%, adalah wajar untuk menunggu pelepasan plasenta spontan untuk
mengkonfirmasi plasenta akreta secara klinis.
Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika
histerektomi diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan
plasenta in situ, dengan cepat menggunakan "whip stitch" untuk menutup incisi
histerotomi, dan lanjutkan dengan histerektomi. Sedangkan histerektomi
dilakukan dengan cara biasa, diseksi flap kandung kemih dapat dilakukan
relatif lambat, setelah kontrol jaringan pembuluh arteri uterus tercapai, dalam
kasus akreta anterior, tergantung pada temuan intraoperatif. Kadang-kadang,
histerektomi subtotal dapat dipertimbangkan, namun perdarahan terus-menerus
dari leher rahim mungkin menghalangi managemen ini dan membuat
histerektomi total tetap diperlukan.

Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi,


prosedur yang dapat kita lakukan yakni:
 Pelvic artery ligation and ambolization
 Pelvic pressure packing
 Aortic compresion and clamping.
4. Manajemen Postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta beresiko untuk
mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif
seperti hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi
berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan
harus dipikirkan. Sindrom Sheehan (baik transien dan permanen) telah
dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum yang massif, dan hiponatremia
mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah
diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru,
cidera paru akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan pernapasan
akut.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda
vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus
diukur melalui kateter urin. Pemantauan vena sentral ,dan penilaian perifer
oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus.
Koreksi koagulopati dan anemia berat dengan produk darah harus dilakukan.
Pasien harus dievaluasi secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka
sayatan perut dan vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal
berulang atau retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan
serum elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria,
kemungkinan cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus
dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk mereka yang
membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.

Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans and


Gynecologists, July 2012.

II.8 KOMPLIKASI

Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-organ


lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah, sindrom
gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas karena
infeksi, kegagalan multi sistem organ, dan kematian. Selain itu, . komplikasi yang
bisa terjadi akibat plasenta akreta seperti keguguran dan kelahiran prematur.
Terlebih lagi jika pendarahan yang dialami terlihat parah, dissaminated
intravascular coagulopathy memerlukan tindakan histerektomi, cedera operasi
pada ureter, kandung kemih, dan organ visera lainnya, adult respiratory distress
syndrome, gagal ginjal, hingga kematian. Jumlah darah yang hilang saat
persalinan pada wanita dengan plasenta akreta rata-rata 3000– 5000ml. Dibeberapa
senter, plasenta akreta menjadi penyebab utama dilakukannya histerektomi
cesarian.

Komplikasi dari plasenta akreta seperti emboli paru atau tersumbatnya arteri
paru-paru oleh gumpanan darah, infeksi, dan masalah pada kehamilan berikutnya
(meliputi plasenta akreta yang kambuh, kelahiran prematur, dan keguguran) juga
bisa terjadi apabila masih ada bagian plasenta yang melekat di dinding rahim.
Komplikasi genital, saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada
sekitar 15% kasus dan cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis
prenatal yang akurat sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.

BAB III
KESIMPULAN

Plasenta akreta adalah plasenta yang melekat secara abnormal pada uterus,
dimana villi korionik berhubungan langsung dengan miometrium tanpa desidua
diantaranya. Desidua endometrium merupakan barier atau sawar untuk mencegah
invasi villi plasental ke miometrium uterus. Pada plasenta akreta, tidak terdapat
desidua basalis atau perkembangan tidak sempurna dari lapisan fibrinoid. Jaringan
ikat pada endometrium dapat merusak barier desidual, misalnya skar uterus
sebelumnya, kuretase traumatik, riwayat infeksi sebelumnya dan multiparitas.1

Ketika plasenta menginvasi hingga miometrium maka disebut sebagai


plasenta inkreta. Jika plasenta menginvasi melewati miometrium dan serosa dan
dapat menginvasi organ terdekat seperti kandung kemih maka disebut sebagai
plasenta perkreta.

Plasenta akreta merupakan implantasi abnormal plasenta pada dinding


uterus, dan berkomplikasi sekitar 0,9% pada semua kehamilan. Faktor resiko
klinis termasuk plasenta previa dan riwayat pembedahan uterus sebelumnya,
termasuk melahirkan secara caesar. Insidensi plasenta akreta mengalami
peningkatan dengan peningkatan jumlah persalinan secara caesar. Saat ini,
diperkirakan insidensi plasenta akreta pada pasien plasenta previa sebesar 25%-
50% dan menjadi prioritas untuk menjalani operasi caesar. Komplikasi plasenta
akreta termasuk perdarahan masif, kerusakan uterus, bladder, ureter, dan usus, dan
harus menjalani histerektomi untuk mengontrol perdarahan. Diagnosis prenatal
plasenta akreta dapat membantu mengurangi laju komplikasi melalui kemampuan
ahli bedah untuk merencanakan instrumen tindakan yang dibutuhkan pada saat
persalinan. Instrumen-instrumen ini termasuk anastesi obstetrik, ahli bedah yang
sesuai, persediaan darah, dan teknologi penjaga sel, intervensi radiologi untuk
embolisasi arteri uterus dan perawatan intensif postoperasi.

You might also like