Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
C. KLASIFIKASI CAIRAN INFUS
1. Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan
ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan
ekstraselular. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan
ringer laktat dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang
disebabkan adanya peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah
yang rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya
untuk resusitasi dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain
hiperomolalitas-hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral 1 .
.
2. Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa
disebut “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler.
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien
daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler
3
dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan
kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal
dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah cairan yang mengandung partikel
onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena,
sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,
namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan
menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander
plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang
diberikan.
3. Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma
manusia. Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam
untuk meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus
imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam,
dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.
4. Dekstran
Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari
sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim
dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian
dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol
berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran BM yang relatif
sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000)
dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau Ringer
laktat.
Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis
tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam.
Pemakaian dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya
dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal.
Batas dosis dekstran yaitu 20 ml/kgBB/hari.
4
Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam
urine dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus
atau dimakan oleh sel-sel sistem retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L
dapat mengganggu hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan
faktor VIII merupakan alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi
alergi terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid
mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada syok
hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal
ginjal akut.
5. Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan
pelarut NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel ) dengan
pelarut NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik
daripada koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai
anafilaksis yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan
pelepasan histamine yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel
mast.
Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan
termasuk ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama
diekskresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan
diuresis yang bagus. Sebagian kecil dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin
tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka tidak ada pembatasan dosis.
Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya efek dilusi. Gelatin dapat
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang
menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin : Penggantian volume primer pada
hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi adalah
infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok
normovolemik.
5
6. Hydroxylethyl Starch (HES)
Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid
sintetik polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat
diterima kanji hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat
laporan-laporan adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini.
Laporan laporan tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang
terganggu dan kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar
berdasarkan pemakaian preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ). Waktu
paruh dari 90% partikel HES adalah 17 hari.
Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi
anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian
HES adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok
(terapi penggantian volume) berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik),
cedera (syok traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok kombustio).
Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal
(kreatinin serum >2 mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan koagulasi berat
(kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20
ml/kgBB/hari.
6
Biarpun larutan koloid tidak dapat membawa O2, namun sangat bermanfaat
karena mudah tersedia dan risiko infeksi relatif rendah. resusitasi hemodinamik
lebih cepat dilaksanakan dengan koloid karena larutan koloid mengekspansikan
volume vaskular dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid.
Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya ¼
bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Larutan kristaloid juga
mengencerkan protein plasma sehingga TOK menurun, yang memungkinkan
filtrasi cairan ke interstisiel. Resusitasi cairan kristaloid dapat pula berakibat
pemberian garam dan air yang berlebihan dengan konsekuensi edema interstitial.
Pada kasus perdarahan yang cukup banyak, tetapi yang tidak memerlukan
transfusi, dapat dipakai koloid dengan waktu paruh yang lama misalnya : Haes
steril 6 %.
Bila pasien memerlukan transfusi, selama menunggu darah, kita dapat
memberi koloid dengan BM sekitar 40.000 misalnya : Expafusin, Plasmafusin,
Haemaccel, Gelafundin atau Dextran L. Dengan begitu, manakala darah siap
untuk ditransfusikan sekitar 2 -3 jam kemudian, kita dapat melakukannya
langsung, tanpa khawatir terjadi kelebihan cairan dalam ruang intravascular 1 .
7
Kekurangan 1. Edema bisa 1. Anafilaksis
mengurangi
ekspansibilitas 2. Koagulopati
dinding dada 3. Albumin bisa
2. Oksigenasi memperberat
jaringan depresi miokard
terganggu karena
bertambahnya
jarak kapiler dan
sel
3. Memerlukan
volume 4 kali
lebih banyak
Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk suatu
kehilangan cairan yaitu ;
Kehilangan Kandungan rata- rata (mmol/ L) Cairan pengganti
yang sesuai
Na+ K+
Darah 140 4 Ringer asetat / RL /
NaCl 0,9% / koloid /
produk darah
Plasma 140 4 Ringer asetat / RL /
NaCl 0,9% / koloid
Rongga ketiga 140 4 Ringer asetat / RL /
NaCl 0,9%
Nasogastrik 60 10 NaCl 0,45% + KCl
20 mEq/L
Sal. Cerna atas 110 5-10 NaCl 0,9% ( periksa
K+ dengan teratur )
Diare 120 25 NaCl 0,9% + KCl 20
mEq/L
8
D. JENIS-JENIS CAIRAN INFUS
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali
dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan
penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang
optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien.
Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis.
Cairan dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa
glukosa, mempunyai tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke
seluruh ruang ekstraseluler, dan mengandung elektrolit: Ringer lactate, Ringer’s
solution, NaCl 0,9%, Tidak mengandung elektrolit: Dekstrosa 5%. Cairan ini rata-
rata memiliki tingkat osmolaritas yang lebih rendah dengan osmolaritas plasma.
Jenis cairan yang sering digunakan dalam pemberian terapi intravena
berdasarkan kelompoknya adalah sebagai berikut 2,3 :
9
permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan
elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal
menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit
nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra
seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi :
hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan pengawasan
ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction :
Edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru), penggunaan
dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.
10
Kontraindikasi :
hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction :
edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-paru.
Peringatan dan Perhatian :
”Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati-hati pemberian pada
penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-
eklamsia.
3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.
Fungsinya :
Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi
selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai
sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction :
Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi pada
pembuluh darah dan tromboflebitis.
11
Fungsinya :
Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis
laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi
bikarbonat.
Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama
diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada
diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik; pengganti cairan selama prosedur
operasi; loading cairan saat induksi anestesi regional; priming solution pada
tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan
komplikasi dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya
ditunjukkan oleh studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek
pemberian 350 ml RA secara cepat (dalam waktu 2 menit) setelah induksi anestesi
umum dan spinal terhadap parameter-parameter volume kinetik. Studi ini
memperlihatkan pemberian RA dapat mencegah hipotensi arteri yang disebabkan
hipovolemia sentral, yang umum terjadi setelah anestesi umum/spinal.
Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh
lebih baik dibanding RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa
menimbulkan perbedaan yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik
(denyut jantung dan tekanan darah sistolik-diastolik).
12
Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan
HES pada sepsis masih
Efek samping :
HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika digunakan dalam
jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
6. Dextran
Komposisi :
dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri Leuconostoc
mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Fungsinya :
a. Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia
miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
b. Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan
viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian
dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten
jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
Kontraidikasi :
pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatic (trombositopenia,
hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan ginjal dengan oliguria
atau anuria yang parah.
Efek samping :
Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering dilaporkan
dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul dextran pada
tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang
signifikan.
Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.
13
7. Asering
Fungsinya:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,
trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung: Na 130 mEq, K 4 mEq, Cl 109 mEq, Ca 3 mEq,
Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
a. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
b. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
c. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
d. Mempunyai efek vasodilator
e. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000
ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil
risiko memperburuk edema serebra
8. KA-EN 1B
Fungsinya:
a. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada
kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
b. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
c. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100
ml/jam
Komposisi :
Tiap 1000 ml isi mengandung sodium klorida 2,25 g, anhidrosa dekstros 37,5 g.,
Elektrolit (meq/L) :
14
9. Otsu-NS
Fungsinya:
Untuk resusitasi, Kehilangan Na > Cl, misal diare, Sindrom yang berkaitan
dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka
bakar)
Komposisi : Mengandung elektrolit mEq/L, Na+ = 154, Cl- = 154
15
II.2 KOMPONEN DARAH
A. DEFINISI
Darah berasal dari bahasa Yunani haima yang artinya darah. Dalam darah
terkandung hemoglobin yang berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin
merupakan protein pengangkut oksigen 5 .
B. KOMPONEN DARAH
16
untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda asing yang masuk ke dalam
tubuh. Peningkatan jumlah lekosit merupakan petunjuk adanya infeksi.
Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan
orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia. Jumlah sel
pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah.
Plasma darah adalah bagian yang tidak mengandung sel darah. Komposisi
plasma darah :
1. Air
2. Protein
Protein plasma terdiri dari :
1. Albumin ( 57% ) -Menjaga tekanan osmotik koloid
2. Globulin ( 40% )
- Terdiri dari α1, α 2, ß , γ globulin.
- Berperan dlm kekebalan tubuh.
- Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-
macam:
1. Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen (Presipitin)
2. Antibodi yang dapat menguraikan antigen (Lisin)
3. Antibodi yang dapat menawarkan racun (Antitoksin)
3. Fibrinogen ( 3% )
-Mengandung faktor-faktor koagulasi
Serum adalah cairan berwarna kuning supernatan yg terdapat pada darah
yg mengalami koagulasi. Serum tidak mengandung fibrinogen, faktor
koagulasi ( f. II, f.V , f. VIII ).
17
C. TRANSFUSI DARAH
18
19
20
21
22
1. Tranfusi Packed Red Cell
Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara
tertutup atau septik sehingga hematokrit menjadi 70-80%. Volume tergantung
kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Lama simpan darah 24 jam dengan
sistem terbuka.
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells
banyak dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik,
leukemia dan anemia karena keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan
untuk memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila
kadar Hb sudah di atas 8 g%.
Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB
atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai
4 jam dengan kecepatan 1-2 mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang
diketahui 9 .
Rumus kebutuhan darah (ml) :
23
Indikasi: :
1. Kehilangan darah >20% dan kehilangan volume darah lebih
dari 1000 ml.
2. Hemoglobin <8 gr/dl.
3. Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama :
(misalnya empisema, atau penyakit jantung iskemik)
4. Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.
24
Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena
trombositopenia. Komponen trombosit mempunyai masa simpan sampai dengan 3
hari 5,9 .
25
trombositopenik atau keadaan lain dimana plasma beku segar diharapkan
bermanfaat, misalnya tukar plasma pada penderita dengan perdarahan dan
koagulopati berat. Transfusi plasma beku segar tidak lagi dianjurkan untuk
penderita dengan hemofilia A atau B yang berat, karena sudah tersedia konsentrat
faktor VIII dan IX yang lebih aman. Plasma beku segar tidak dianjurkan untuk
koreksi hipovolemia atau sebagai terapi pengganti imunoglobulin karena ada
alternatif yang lebih aman, seperti larutan albumin atau imunoglobulin intravena 6.
4. Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya faktor VIII, faktor pembekuan
XIII, faktor Von Willbrand dan fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk
menghentikan perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita
hemofili A.
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak
melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen mencair, sebab
komponen ini tidak tahan pada suhu kamar.
Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun,
ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek sampingnya berupa
demam dan alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-
200 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, dan faktor XIII 9 .
Indikasi :
- Hemophilia A
- Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
- Penyakit von wilebrand
Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :
0.5x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
5. Albumin
Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen
dipisahkan dari plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan
sampai menjadi cairan 5% atau 20%. Pada 100 ml albumin 20% mempunyai
tekanan osmotik sama dengan 400 ml plasma biasa.
Rumus Kebutuhan Albumin
∆ albumin x BB x 0.4
26
6. Kompleks faktor IX
Komponen ini disebut juga kompleks protrombin, mengandung factor
pembekuan yang tergantung vitamin K, yang disintesis di hati, seperti factor VII,
IX, X, serta protrombin. Sebagian ada pula yang mengandung protein C.
Komponen ini biasanya digunakan untuk pengobatan hemofilia B. Kadang
diberikan pada hemofilia yang mengandung inhibitor factor VIII dan pada
beberapa kasus defisiensi factor VII dan X. Dosis yang dianjurkan adalah 80-100
unit/kgBB setiap 24 jam 5 .
7. Imunoglobulin
Komponen ini merupakan konsentrat larutan materi zat anti dari plasma, dan
yang baku diperoleh dari kumpulan sejumlah besar plasma. Komponen yang
hiperimun didapat dari donor dengan titer tinggi terhadap penyakit seperti
varisela, rubella, hepatitis B, atau rhesus. Biasanya diberikan untuk mengatasi
imunodefisiensi, pengobatan infeksi virus tertentu, atau infeksi bakteri yang tidak
dapat diatasi hanya dengan antibiotika dan lain-lain. Dosis yang digunakan adalah
1-3 ml/kgBB.
8. Transfusi darah autologus
Transfusi jenis ini menggunakan darah pasien sendiri, yang dikumpulkan
terlebih dahulu, untuk kemudian ditransfusikan lagi. Hal ini sebagai pilihan jika
pasien memiliki zat anti dan tak ada satu pun golongan darah yang cocok, juga
jika pasien berkeberatan menerima donor orang lain. Meski demikian, tetap saja
bisa terdapat efek samping dan reaksi transfusi seperti terjadinya infeksi8 .
27
BAB III
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29