You are on page 1of 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun yang

lebih dikenal sebagai pembunuh manusia secara diam-diam atau “the silent killer.

Banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya berpotensi diabetes, dan begitu

mengetahui semuanya sudah terlambat karena sudah komplikasi (Depkes RI, 2008:2).

Salah satu jenis penyakit diabetes melitus yang paling banyak dialami oleh penduduk

di dunia adalah DM tipe 2 (85-95%), yaitu penyakit DM yang disebabkan oleh

terganggunya sekresi insulin dan resistensi insulin (Sicree et.al., 2009:3).

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 17 Januari 2017 yang dilakukan

oleh peneliti, pasien DM tipe 2 lebih banyak dibandingkan dengan DM tipe 1.

Berdasarkan wawancara pada tanggal 21 Januari 2017 yang dilakukan oleh peneliti,

pasien DM tipe 2 Puskesmas Tambak Wedi banyak yang tidak disiplin dalam

perawatan diri diabetes, seperti misalnya ketidakpatuhan dalam pengobatan; pasien

hanya mengkonsumsi obat saat kadar gula darahnya meningkat, pemantauan kadar

glukosa darah tidak rutin, diit tidak teratur dan kurang berolahraga maupun latihan

jasmani dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang Pengendalian Diabetes Melitus.

Hal-hal tersebut mencerminkan belum optimalnya penerapan Diabetes Self

Management Education yang memungkinkan Pengendalian Diabetes Melitus tidak

tercapai. Namun sampai sejauh ini di Puskesmas Tambak Wedi Surabaya belum

1
2

pernah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Diabetes Self Management Education

terhadap Pengendalian Diabetes Melitus.

Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2016 didapatkan

penderita Diabetes Melitus sebanyak 422.000.000 orang dewasa, dimana 90%-nya

adalah Diabetes Melitus tipe 2, sehingga Diabetes Melitus telah dikategorikan

sebagai penyakit global karena terjadi peningkatan empat kali lipat mulai tahun 1980

hingga tahun 2016 (WHO, 2016). Kejadian Diabetes Melitus menjadi salah satu

penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan pesentase sebesar sebesar

6,7% setelah stroke (21,1%) dan penyakit jantung coroner (12,9%) (KemenKes RI,

2016:1). Prevalensi penderita Diabetes Melitus di Provinsi Jawa Timur menempati

urutan ke Sembilan dengan prevalensi 6,8. Angka ini satu tingkat diatas DKI Jakarta

yang berada diurutan kesepuluh dengan prevalensi 6,6. Prevalensi untuk Surabaya

lebih tinggi dibandingkan Jatim, yaitu tujuh (Kominfo Jatim, 2015). Surabaya sendiri

seperti yang kita ketahui terdapat perkembangan dari tahun 2009 sejumlah 15.961,

meningkat pada jumlah 21.729 pada tahun 2010, kemudian meningkat kembali pada

tahun 2011 menjadi 26.613. Penderita Diabetes Melitus ini terus mengalami

peningkatan pada tahun 2009 hingga 2011, namun pada tanggal 2012 terjadi

penurunan menjadi sebesar 21.268 (Putri Isfandiari, 2013: 236).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 17 Januari 2017 di

Puskesmas Tambak Wedi Surabaya, didapatkan hasil jumlah penderita Diabetes

Melitus pada tahun 2014 sebanyak 1693 orang, dan penderita Diabetes Mellitus tipe 2

pada bulan Desember 2014 sebanyak 45 orang (65%). Tahun 2014-2015 sebanyak

1205 orang dengan DM tipe 2 sebanyak 1112 orang (92%), sedangkan pada tahun
3

2015-2016 meningkat sebanyak 1397 orang dengan DM tipe 2 sebanyak 1248 orang

(89%). Jumlah kunjungan pasien DM tipe 2 rata-rata dalam tiga bulan terakhir

sebanyak 133 orang. Dalam satu bulan rata-rata pasien DM tipe 2 sebanyak 104

orang. Hasil wawancara yang dilakukan dengan Kepala Puskesmas Tambak Wedi

Surabaya pada 22 Desember 2016, mengatakan bahwa perawat memberikan Edukasi

tentang Diabetes Melitus hanya kepada pasien yang memiliki resiko tinggi

komplikasi. Perawat tidak memberikan Diabetes Self Management Education

(DSME) kepada semua pasien DM tipe 2 karena keterbatasan waktu, kurangnya

SDM, dan banyaknya pasien DM tipe 2 yang kontrol ke Puskesmas Tambak Wedi

Surabaya. Hasil wawancara pada tanggal 21 Januari 2017 dengan 10 orang pasien

DM tipe 2 yang mengikuti kegiatan senam lansia di Balai RW, antara lain 80%

pasien tidak mengetahui tentang pengendalian diabetes melitus dan 20% pasien

mengetahui tentang pengendalian Diabetes melitus tetapi tidak optimal dalam

melakukan self care.

Diabetes Melitus disebabkan oleh tingginya kadar gula darah, yang disertai

dengan adanya kelainan metabolik. Normalnya, gula darah dikontrol oleh insulin,

suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas, yang memungkinkan sel untuk

menyerap gula di dalam darah. Akan tetapi, pada diabetes terjadi defisiensi insulin

yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dan hambatan kerja insulin pada

reseptornya (Handaya, 2016:5). Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat

membuat insulin, tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat

berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel.

Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat (Tandra, 2013:7). Penyakit Diabetes


4

Melitus memerlukan perawatan medis dan penyuluhan untuk self management yang

berkesinambungan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis (Putri &

Isfandiari, 2013:236).

Hasil dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan

bahwa pengendalian Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik

Diabetes Melitus antara 20–30%. Bila diremehkan, komplikasi penyakit Diabetes

Melitus dapat menyerang seluruh anggota tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan

gangguan fungsi, kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, jantung, saraf dan

pembuluh darah lainnya (Putri & Isfandiari, 2013:236). Maka hal utama yang

diperlukan adalah pengendalian Diabetes Melitus dengan pedoman 4 pilar

pengendalian Diabetes Melitus, yang terdiri dari edukasi, pengaturan makan,

olahraga, kepatuhan pengobatan (PERKENI, 2011:14). Salah satu aspek yang

memegang peranan penting dalam penatalaksanaan DM tipe 2 adalah edukasi.

Edukasi kepada pasien DM tipe 2 penting dilakukan sebagai langkah awal

pengendalian DM tipe 2 (Wahid, 2016:3). Edukasi diberikan kepada pasien DM tipe

2 dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien sehingga

pasien memiliki perilaku preventif dalam gaya hidupnya untuk menghindari

komplikasi DM tipe 2 jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2001 dalam Wahid 2016:3).

Salah satu bentuk edukasi yang umum digunakan dan terbukti efektif dalam

memperbaiki hasil klinis dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 adalah DSME atau

Diabetes Self Management Education (McGowan, 2011:46). Diabetes harus diobati

karena bisa menyebabkan berbagai komplikasi yang memberatkan yang dapat

berakibat fatal seperti penyakit jantung, terganggunya fungsi ginjal, kebutaan,


5

pembusukan kaki yang kadang memerlukan amputasi, hingga impotensi (Mahendra

et al, 2008 dalam Rahmawati, 2016:4).

Beberapa penelitian mengenai DSME telah dilakukan dan memberikan hasil

yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Alvinda (2013) mengenai pengaruh

Diabetes Self Management Education (DSME) terhadap resiko terjadinya ulkus

diabetik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap resiko terjadinya ulkus

diabetik sebelum dan sesudah dilakukan DSME. Penelitian yang sama juga dilakukan

oleh McGowan (2011) mengenai The Efficacy of Diabetes Patient Education and

Self-Management Education in Type 2 Diabetes. Hasil dari penelitian tersebut adalah

terdapat perubahan A1C dan berat badan pada kedua kelompok setelah 6 bulan,

namun perubahan perilaku dan hasil biologis hanya terdapat pada kelompok

intervensi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa DSME memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap perilaku dan hasil klinis pasien DM tipe 2. Penelitian lain

mengenai DSME juga dilakukan oleh Rondhianto (2011) mengenai pengaruh

Diabetes Self Management Education dalam Discharge Planning terhadap Self

Efficacy dan Self Care Behaviour memberikan hasil bahwa penerapan DSME dalam

discharge planning memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan diri

dan perilaku pasien.

Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan komponen penting

dalam perawatan pasien DM dan sangat diperlukan dalam upaya memperbaiki status

kesehatan pasien. DSME adalah suatu proses berkelanjutan yang dilakukan untuk

memfasilitasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pasien DM untuk

melakukan perawatan mandiri (Funnell et.al., 2009:87). DSME merupakan suatu


6

proses memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai aplikasi strategi perawatan

diri secara mandiri untuk mengoptimalkan kontrol metabolik, mencegah komplikasi,

dan memperbaiki kualitas hidup pasien DM (Sidani & Fan, 2009 dalam Yuanita,

2013:5). Intervensi DSME sangat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan

diabetesi dan keluarganya tentang DM dan pengelolaannya serta meningkatkan status

psikososial diabetesi dan keluarganya berkaitan dengan kepercayaan dan sikap

terhadap program pengobatannya dan mekanisme koping. Diabetesi yang diberikan

pendidikan dan pedoman dalam perawatan mandiri akan meningkatkan pola

hidupnya yang dapat mengontrol kadar glukosa darah dengan baik (Norris et.al.

(2002:39).

Berdasarkan meta-analisis yang dilakukan oleh Norris et.al. (2002) terhadap

beberapa hasil penelitian mengenai DSME, pemberian DSME lebih banyak dilakukan

di klinik daripada di komunitas, sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut

mengenai pemberian DSME di komunitas. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti

pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) terhadap Pengendalian

Diabetes pada pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Tambak Wedi

Surabaya.

1.2 Rumusan masalah

Apakah ada pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME)

terhadap pengendalian Diabetes Melitus pada pasien dengan DM tipe 2 di Puskesmas

Tambak Wedi Surabaya?


7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Diabetes Self

Management Education (DSME) terhadap Pengendalian Diabetes Melitus pada

pasien DM tipe 2 di Puskesmas Tambak Wedi Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengendalian diabetes melitus sebelum pemberian Diabetes

Self Management Education (DSME) pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi.

2. Mengidentifikasi pengendalian diabetes melitus sesudah pemberian Diabetes

Self Management Education (DSME) pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi.

3. Menganalisis pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME)

terhadap Pengendalian Diabetes melitus pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas

Tambak Wedi Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diabetes Self Management Education (DSME) memberikan pengetahuan

kepada pasien mengenai aplikasi strategi perawatan diri secara mandiri dalam

upaya memperbaiki status kesehatan pasien, sehingga hal ini akan mendukung

tercapainya pengendalian diabetes melitus.


8

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Masyarakat dan Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat

khususnya responden yaitu menambah informasi, pengetahuan, dan

keterampilan dalam melakukan pengelolaan diabetes secara mandiri.

2. Bagi Profesi Keperawataan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi, rujukan, dan

bahan acuan tambahan dalam mengaplikasikan SOP (Standart Operational

Procedure) dan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien DM

tipe 2.

3. Bagi Lahan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien

tentang manajemen diri dalam pengendalian Diabetes melitus dan dapat

mengembangkan program edukasi kesehatan yang komprehensif.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi awal dari penelitian-penelitian selanjutnya yang

terkait dengan penanganan DM tipe 2 sehingga harapannya dengan adanya

penelitian ini peneliti bisa menemukan berbagai solusi untuk mengatasi

permasalahan DM tipe 2.

You might also like