You are on page 1of 3

Program menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan

setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih
ditujukan pada unsur keluaran, yakni menilai pemanpilan peleyanan kesehatan. Jika
penampilan tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka berarti
pelayanan kesehtan yang diselenggarakan kurang bermutu.

Karena program menjaga mutu retrospektif dilaksanakan setelah diselenggarakannya


pelayanan kesehatan, maka objek program menjaga mutu umumnya bersifat tidak
langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan kesehatan, atau pandangan pemakai
jasa pelayanan kesehatan.

Beberapa contoh program menjaga mutu retrospektif adalah:

Review Rekam Medis (record review)

Review jaringan (Tissue Review)

Survei Client

Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari rekam medis yang dipergunakan.
Semua catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang
telah ditetapkan. Tergantung dari masalah yang ingin dinilai, reviu rekam medis dapat
dibedakan atas beberapa macam. Misalnya drug usage review jika yang dinilai adalah
penggunaan obat, dan atau surgical case review jika yang dinilai adalah pelayanan
pembedahan. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan,
penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan
pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah
informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang
diberikan.

Disini penampilan pelayanan kesehatan (khusus untuk bedah) dinilai dari jaringan
pembedahan yang dilakukan. Apabila gambaran patologi anatomi dari jaringan yang
diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan, maka berarti pelayanan
bedah tersebut adalah pelayanan kesehatan yang bermutu.
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari pandangan pemakai jasa
pelayanan kesehatan. Survai klien ini dapat dilakukan secara informal, dalam arti
melangsungkan tanya jawab setelah usainya setiap pelayanan kesehatan, atau secara
formal, dalam arti melakukan suatu survei yang dirancang khusus. Survei dapat
dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui
telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien

Jika muncul gejala2 preeklampsia/eklampsia ibu hamil harus segera ke RS untuk


mendapatkan penanganan. Bahkan jika terjadi preeklampsia saja bumil sudah harus
ditangani di RS. Karena akan terlambat jika sudah muncul gejala eklampsia bumil
belum berada di RS. Keterlambatan penanganan di RS sangat menentukan
keselamatan ibu dan bayi. Penanganan Eklampsia di RS membutuhkan kerjasama tim
ahli yang kompeten dan fasilitas RS yang memadai. Pahamilah kondisi ini, dan sebarkan
pada siapa saja kenalan anda tentang hal ini untuk lebih meningkatkan kewaspadaan
akan terjadinya eklampsia.

Kurang pemahaman kegawatdaruratan dalam Memprediksi ibu hamil yang akan


mengalami preeklampsia atau eklampsia masih cukup sulit dilakukan, misalanya Pada
tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas Tenaga kesehatan yang ada
pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat
kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan
kasus mana yang harus dirujuk

Terlambat mengambil keputusan : sering dijumpai pada masyarakat kita, bahwa


pengambil keputusan bukan di tangan ibu, tetapi pada suami atau orang tua, bahkan
pada orang yang dianggap penting bagi keluarga. Hal ini menyebabkan
keterlambatan dalam penentuan tindakan yang akan dilakukan dalam kasus
kebidanan yang membutuhkan penanganan segera. Keputusan yang diambil tidak
jarang didasari atas pertimbangan factor social budaya dan factor ekonomi.

2. Terlambat dalam pengiriman ke tempat rujukan : keterlambatan ini paling sering


terjadi akibat factor penolong (pemberi layanan di tingkat dasar).
3. Terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan : keterlambatan dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan masalah di tingkat layanan rujukan.
Kurangnya sumber daya yang memadai, sarana dan prasarana yang tidak mendukung
dan kualitas layanan di tingkat rujukan, merupakan factor penyebab terlambatnya
upaya penyelamatan kesehatan ibu.

Untuk mengantisipasi berbagai dampak yang disebabkan preeklampsia dapat


dilakukan berbagai upaya seperti menyaring semua ibu hamil, terutama ibu hamil
dengan usia lebih dari 35 tahun atau primipara tua dan semua ibu hamil dengan resiko
tinggi terhadap preeklampsia berat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi adalah merujuk sesegera mungkin ibu bersalin yang di duga mengalami
PEB ke puskesmas, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya agar resiko
yang dapat ditimbulkan sesegera mungkin dikurangi

You might also like