You are on page 1of 4

PENANGANAN MALARIA TERKINI

Dr. Paul Harijanto, SpPD-KPTI


Bagian Penyakit Dalam RSU Bethesda Tomohon
PENDAHULUAN
Sudah lebih dari 30 tahun departemen kesehatan R.I menerapkan pengendalian pengobatan
malaria melalui pedoman pengobatan tunggal yang terdiri dari klorokuin(CQ), sulfadoksin-
pirimetamin(SP) sebagai obat utama dengan kina sebagai obat penyelamat bila terjadi kegagalan.
Dengan data-data yang ada pada pertemuan komisi ahli malaria pada bulan Oktober 2005 telah
diputuskan untuk menggunakan obat kombinasi baru yang berisi artemisinin sebagai obat pilihan di
Indonesia. Oleh karenanya perlu meningkatkan kemampuan diagnosis, yang terdiri dari clinical
diagnosis dan parasitological diagnosis. Parasitological diagnosis dilakukan dengan light
microscopy dan rapid diagnostic test (RDT). Sehubungan dengan itu, seiring dengan perlunya
penyediaan obat dalam jumlah yang cukup maka telah dimulaikan pemakaian obat Artemisinin
Combination Therapy (ACT) tersebut pada beberapa propinsi dengan kegagalan terapi obat CQ atau
SP yang > 25% yaitu Papua, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur(NTT) dan beberapa
daerah kabupaten dengan resistensi tinggi.

ARTEMISININ SEBAGAI KOMPONEN OBAT KOMBINASI


Artemisinin merupakan obat antimalaria kelompok seskuiterpen lakton yang bersifat
skizontosida darah untuk P. falciparum dan P. vivax. Obat ini berkembang dari obat tradisional Cina
untuk penderita demam yang dibuat dari ekstrak tumbuhan Artemesia annua L (qinghao) yang
sudah dipakai sejak ribuan tahun yang lalu. WHO pada tahun 1998 memberikan rekomendasi untuk
penggunaan derivat artemisinin (ART) sbb :
 Untuk pengobatan malaria berat
 Untuk pengobatan malaria ringan/ tanpa komplikasi, khususnya pada kasus multiresisten
 Untuk meningkatkan efikasi dan menghambat resistensi terhadap ART harus dipakai
kombinasi dengan obat malaria lain. Perkecualian bila tidak bisa memakai obat lain
diberikan dalam waktu 7 hari.
 Bila dipakai bersama mefoquine dapat dipakai kombinasi 3 hari
Artemisinin base Combination Therapy merupakan kombinasi pengobatan yang unik, karena
artemisinin memiliki kemampuan :
Menurunkan biomass parasite dengan cepat
Menghilangkan simptom dengan cepat
Efectif terhadap multi-drug resisten
Menurunkan pembawa gamet, menghambat transmisi
Belum ada resistensi terhadap ART
Efek samping yg minimal
Derivate artemisinin antara lain dalam bentuk oral : artemisinin (quinghaosu), artesunate,
artemether dan dihydroartemisinin. Dalam bentuk injeksi : artemether i.m, artheether im, artesunate
i.v,; dalam bentuk suppository artemisinin, artesunate, dihydro-artemisinin. Pada kehamilan, belum
ada data klinis adanya mutagenik ataupun teratogenik. ART dapat digunakan pada kehamilan
trimester II & III dan tidak dipakai pada trimester I.
Kombinasi ART dianjurkan kombinasi bersama obat dengan half life yang panjang untuk
memperpendek masa pemakaian ART dan mencegah terjadinya resistensi terhadap artemisinin.
Contoh kombinasi ART ialah :
 Artesunate + amodiquine ( ARTESDIAQUINE)
 Artesunate + Sulfadoksin-pirimetamin
 Artesunate + mefloquine
 Artesunate + pyronaridine
 Artesunate + Chlorproguanil + dapsone ( LAPDAP PLUS )
 Artemether + lumefantrine ( CO-ARTEM/ RIAMET)
 Dehydroartemisinin + piperaquine+ trimethoprim ( ARTECOM)
 Artecom + primaquine
 Dihydroartemisinin + naphthoquine
 Pyronaridine + artesunate ( PANDA )

PENGALAMAM PENGGUNAAN ARTEMISININ DI INDONESIA


Penelitian penggunaan artemether dibandingkan dengan kina per infus pada malaria berat di
Indonesia dilaporkan oleh Emiliana dari penelitian di Balikpapan yaitu survival rate 87% vs 77%.
Penelitian kami di Minahasa juga memberikan hasil serupa yaitu 89% vs 83%. Pada saat ini
sedang berlangsung penelitian di Timika dengan sample yang besar antara artesunate iv
dibandingkan dengan kina per infus ( Sequamat study).
Penelitian ACT dengan menggunakan pengobatan Artesdiquine (artesunate + amodiaquin)
pada malaria ringan/ tanpa komplikasi telah berlangsung pada beberapa daerah yaitu :
- Di Sumba Timur , efikasi ialah 90 %
- Di Banjarnegara , respon klinis adekuat 81%, gagal kasep klinis 7,1% dan gagal parasit
kasep 11,9%.

PENGOBATAN BARU MALARIA DI INDONESIA


Sesuai dengan perkembangan resistensi malaria secara global dan nasional, maka pertemuan
komisi ahli malaria telah mengambil langkah baru dalam pengobatan malaria di Indonesia.
Keputusan ini juga didasarkan atas solidaritas global dalam usaha menghentikan berkembangan
multidrug resistensi. Keputusan dalam strategi pengobatan ialah untuk menggunakan ACT sebagai
pengobatan malaria falsiparum. Pada tahap awal obat yang digunakan ialah ARTESDIAQUINE
( kombinasi artesunate tab 50 mg dan amodiaquine tab 200 mg) selama 3 hari . Untuk orang dewasa
dosis yang diberikan ialah 4 tablet/ hari selama hari I – III untuk artesunate dan 3 tablet/ hari ( hari I
& II ) , kemudian 1 ½ tablet pada hari III untuk amodiaquine. Untuk dosis anak disesuaikan
dosisnya. Beberapa hal yang perlu diketahui untuk penggunaan Artesdiaquine ialah :
1. Hanya diberikan pada penderita dengan hasil laboratorium positif malaria ( minimal rapid
test positif )
2. Pada tahap awal dipergunakan untuk propinsi resistensinya tinggi dan daerah/ kabupaten
resisten
3. Dilakukan monitoring respon obat untuk 28 hari

Beberapa ACT yang direkomendasikan oleh WHO saat ini ialah : Artemeter + lumefantrine;
artesunate + amodiaquine; artesunate+ mefloquine; artesunate+sulfadoksin-pyrimethamine

Kepustakaan :
1. WHO : The Use of Artemisinin & its derivates as Anti-Malarial Drugs. Report of a joint
CTD/DMP/TDR Informal Consultation, Geneve, 10 -12 June 1998
2. WHO : Antimalarial Drug Combination Therapy. Report of a WHO Technical
Consultation. Geneve 4-5 April 2001
3. Emiliana Tjitra : Artemether versus Quinine treatment in Severe and complicated
Falciparum Malaria. Medical J. Indones 1996; 5(4) : 218 -27.
4. Inge Sutanto : Penggunaan artesónate-amodiaquine sebagai obat pilihan malaria di
Indonesia. Proceeding Symposium of Malaria Control in Indonesia. TDRC Airlangga
University Surabaya, Novemver 29 – 30, 2004
5. Gases MH et all : Therapeutic efficacy of combination Artesónate plus Amodiaquine for
uncomplicated malaria in Banjarnegara district, Central Java. Proceeding Symposium of
Malaria Control in Indonesia. TDRC Airlangga University Surabaya, Novemver 29 – 30,
2004
6. ACCESS : ACT NOW. To get malaria treatment that works in Afrika.Medicine Sans
Frontieres, 2003
7. RBM : ACT : the way forward for treating Malaria.
http://www.rbm.who.int/cmc_upload/0/000/015/364/RBInfosheet_9.htm
8. WHO : Guidelines For The Treatment of Malaria , 2006, Switzerland

You might also like