You are on page 1of 12

TUGAS MATA

Nama : Paulus Pradatama Raga Come

NIM : 1208011007

Tanggal : 29 Maret 2018

ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI KATARAK

A. Anatomi Lensa
Lensa merupakan bagian mata yang berbentuk bikonveks, avaskular, bening dan sangat
transparan, dengan ketebalan 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa digantung dibelakang iris oleh
zonular fibers yang terhubung dengan korpus siliaris. Anterior lensa merupakan aqueous dan
posteriornya vitreous. Kapsul lensa merupakan merupakan semipermeabel (lebih permeabel
dibandingkan dengan dinding kapiler) sehingga dapat dilalui oleh air dan elektrolit.
Epitel subkapsular berada di bagian anterior. Nukleus lensa lebih keras dibandingkan
korteks. Serat subepitelial lamellar terus diproduksi seiring dengan bertambahnya usia,
sehingga terus membesar dan menjadi kurang elastis. Nukleus dan korteks disusun oleh
lamellae yang memanjang dan konsentris. Sutura dibentuk end to end yang bergabung dengan
serat lamelar menjadi bentuk Y jika dilihat dengan slitlamp. Bentuk Y berbentuk tegak lurus
di anterior dan terbalik di bagian posterior.

Gambar 1. Epitel Subkapsular

Serat lamellar terdapat nukleus yang rata. Nuleus ini akan tampak pada bagian perifer
lensa dekat dengan ekuator dan berlanjut menjadi epitel subkapsular.

Lensa bisa tetap di tempatnya oleh ligamen suspensorium yang dikenal sebagai zonula
Zinn, yang dibentuk oleh serat fibril yang berasal dari permukaan korpus siliaris dan masuk
ke ekuator lensa.
Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (protein terbesar diantara jaringan tubuh yang
lain, dan trace mineral lainnya. Potasium lebih terkonsentrasi (lebih banyak) di lensa
dibandingkan yang lannya. Lensa juga terdapat asam askorbat dan glutahione.

Pada lensa tidak ada serabut saraf ataupun nyeri dan pembuluh darah.

Gambar 2. Y-shaped

Gambar 3. Bagian-Bagian Lensa

B. Pembagian Katarak Berdasarkan Bagian Lensa


1) Katarak Kortikal

Gambar 4. Katarak Kortikal tipe Koroner. Katarak yang progresivitasnya lambat. Adanya
opasitas club-shaped perifer dengan bagian tengah jernih

Gambar 5. Katarak Kortikal tipe Kuneiformis, peripher spicules dan bagian tengah
jernih, progresivitas lambat
2) Katarak Nuklear
Gambar 6. Katarak Nuklear. Opasitas yang difus dan mempengaruhi nukleus,
progresivitas lambat

3) Katarak Subkapsular

Gambar 7. Katarak Subkapular Posterior. Opasitas dengan plak granular pada kapsul
posterior. Katarak ini progresivitas cepat.

4) Katarak Morgagnian
Gambar 8. Katarak Tipe Morgagnian (lensa hipermatur). Lensa seluruhnya opak dan
nukleus lensa inferiornya jatuh
5) Katarak Kongenital

Gambar 9. Katarak Kongenital. Merupakan tipe zonular. Satu zona lensa terpengaruh.
Korteks lensa lebih
6) Katarak Traumatik

Gambar 10. Katarak Traumatik Berbentuk Bintang


Gambar 11. Katarak dengan pengerutan kapsul anterior
7) Katarak yang tersebar ke seluruh lensa

Gambar 12. Opasitas titik-titik di seluruh bagian lensa, biasanya adanya riwayat
Diabetes Melitus
C. Patofisiologi Katarak

Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya dapat dipahami.
Dalam beberapa kemungkinanya, patogenesis dari katarak melibatkan interaksi kompleks
antara berbagai proses fisiologis. Dengan bertambahnya umur, lensa akan mengalami
perubahan menjadi lebih berat dan tebal sedangkan kemampuan akomodasinya berkurang.
Lapisan kortikal baru akan terus bertambah dalam pola konsentris lensa, sedangkan nukelus
sentral mengalami kompresi dan mengeras dalam proses yang disebut sklerosis nuklear.
Beberapa mekanisme berkontribusi terhadap hilangnya secara progresif transparansi
dari lensa. Epitel lensa diduga mengalami perubahan yang berkaitan dengan usia, terutama
penurunan densitas sel epitel lensa dan diferensiasi menyimpang dari sel serat lensa.
Walaupun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptosis dalam tingkat yang rendah
yang tidak menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kepadatan sel, akumulasi
kehilangan epitel dalam skala kecil dapat menyebabkan perubahan pembentukan serat lensa
dan homeostasis yang selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya transparansi lensa.
Selanjutnya dengan bertambahnya usia, penurunan tingkat di mana air dan metabolit dengan
berat molekul rendah yang larut dalam air dapat masuk ke dalam sel inti lensa melalui
epitelium dan korteks terjadi dengan penurunan berikutnya di tingkat transportasi air, nutrisi,
dan antioksidan.

Akibatnya kerusakan oksidatif progresif lensa yang berhubungan dengan penuaan


terjadi yang selanjutnya mengarah berkembang menjadi katarak senilis. Berbagai studi
menunjukkan peningkatan produk oksidasi misalnya glutathione teroksidasi serta penurunan
vitamin antioksidan dan enzim superoxida dismutase mempunyai peran penting dalam proses
oksidatif dalam proses kataraktogenesis.

Mekanisme lain yang terlibat adalah konversi larutan dengan berat molekul rendah
protein sitoplasma lensa menjadi larutan agregat dengan berat molekul tinggi, fase tidak larut,
dan matrix membran protein yang tidak dapat larut. Perubahan protein yang tejadi
menyebabkan fluktuasi mendadak dalam indeks bias dari lensa, sinar menghamburkan
cahaya, dan mengurangi transparansi. Hal lainnya sedang diselidiki termasuk peran gizi
dalam perkembangan katarak, khususnya keterlibatan glukosa , mineral dan vitamin.

Beberapa kemungkinan proses yang menyebabkan terjadinya katarak dikelompokkan


menjadi berikut:

1. Biofisik: beberapa pertimbangan penting dari segi biofisik adalah sebagai berikut .
Sekitar 90% dari sinar UV yang mengenai lensa adalah UVA (315-400 nm), triptofan
menyerap 95% dari energi foton diserap oleh asam amino dalam lensa, triptofan + UV
menghasilKAN 3-HKG (hydroxykynurenine) dan produk lainnya, dan 3-HKG-
melekat pada protein dan berubah darijernih menjadi berwarna coklat.
2. Biokimia: Beberapa pertimbangan biokimia terkait dengan katarak lentikular
berhubungan dengan cedera oksidatif potensial seiring dengan penuaan: enzim
pertahanan, Glukosa-3- Fosfat dehidrogenase, G-6-PD, Aldolase, Enolase, dan
aktvitas phospokinase menurun dengan usia Penuaan berhubungan dengan
menurunnya konsentrasi antioksidan (misalnya, glutation, askorbat), yang
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap kerusakan oksidatif dan peroksidasi
lipid. Penuaan juga berhubungan dengan kelarutan protein menurun dan peningkatan
jumlah protein yang tidak larut (denaturasi protein oleh radikal bebas), ikatan
disulfida pada protein meningkat, oksidasi protein tiol, dan perubahan dalam
permeabilitas membran , yang semuanya dapat menyebabkan dehidrasi osmotik sel
lentikular. Efek ini ditonjolkan dengan paparan radiasi. Berikut ini adalah yang sering
diamati pada katarak senilis yang khas: 1) pembentukan dari kristalin, agregat dengan
berat molekul tinggi yang menumpuk dengan penuaan; 2) polipeptida yang
terdegradas dan 3) perubahan asam amino (misalnya, hilangnya kelompok slfihidril
dan deaminasi glutamin dan asparagin)
3. Fisiologis :perubahan fisiologis khas diamati di lensa dengan penuaan meliputi:
hilangnya gap junction protein dengan usia, hilangnya potensial membran
selular,peningkatan konsentrasi natrium intraseluler (25 mEqL-1 sampai 40 mEqL-1),
serta perubahan sekunder dalam Na+K-ATPase hilangnya γ-isoform ATP-ase seiring
dengan usia lanjut
4. Seluler: Perubahan sel-sel lentikular tergantung pada mekanisme dan lokasi dari
proses katarak. Katark subcapsular anterior, paling sering dikaitkan dengan paparan
sinar UV, terlihat metaplasia lentikular dan sel menjadi berbentuk spindle (seperti
myofibroblast) pada pusat epitel lensa. Katarak subkapsular posterior, yang umumnya
terkait dengan radiasi pengion dan juga dengan eksposure UV, menunjukkan displasia
epitel germinal dan migrasi posterior disepanjang garis jahitan. Katarak nukleus
paling sering dikaitkan dengan penuaan menunjukkan beberapa perubahan sel, karena
tampaknya cahaya pencar diproduksi oleh protein dengan berat molekul tinggi di
sitoplasma.
5. Radiasi: Pengamatan tentang katarak yang diinduksi radiasi tidak seragam, terutama
karena perbedaan dalam efek selular, biofisik dan biokimia dari berbagai bentuk
radiasi. Tidak ada respon bioeffect dan seluler yang universal di seluruh spektrum
elektromagnetik dan energi partikel radiasi. Penelitian sebelumnya katarak yang
diinduksi oleh radiasi UV diemukan di subkapsular posterior sebagai lokasi yang
paling umum, namun ada tumpang tindih dengan perkembangan katarak akibat radiasi
pengion, dan ini menunjukkan potensi untuk menjadi kortikal penuh, dan bahkan
nuklear (campuran) katarak dengan waktu. Deposisi energi dari kosmik, sinar gamma,
dan neutron menyebabkan ionisasi dari unsur lensa (terutama air) memproduksi
radikal bebas (terutama hidroksil radikal) yang dengan mudah dapat bereaksi dengan
dan mengubah fungsi membran DNA dan sel. Sel dengan tingkat mitosis yang lebih
tinggi, seperti serat equator lensa dipengaruhi oleh proses ini. Biasanya periode laten
9-12 bulan dari saat paparan dosis tinggi hingga onset dari opasitas dari lensa telah
diamati. Katarak akibat radiasi telah ditandai oleh beberapa vakuola, penampilan
berbulu, dan bahkan pinggir seperti jaring.
Stress oksidatif telah diterima secara luas sebagai salah satu faktor yang berperan
dalam proses pembentukan katarak. Konsentrasi protein yang rusak dari proses oksidatif akan
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dan lebih tinggi secara signifikan pada lensa
yang mengalami katarak. Selain itu hubungan antara intake makanan seseorang dengan
proses katarak telah diselidiki lebih lanjut. Beberapa faktor diperkirakan penting dalam
proses kekeruhan lensa pada individu yang lebih tua. Taylor menyimpulkan penyebab dari
katarak sebagai 5 D, yaitu : daylight (sinar matahari), diet (intake makanan), diabetes
(diabetes) , dehydration (dehidrasi) , dan don’t know (idiopatik). Selain itu, efek buruk dari
metabolisme glukosa dalam lensa dan perubahan terkait pada potensi reduksi oksidasi sel
epitel lensa tidak boleh diabaikan, mengingat efeknya memperburuk perubahan ini oksidatif.
Lensa dirancang untuk memfokuskan cahaya ke retina sepanjang hidup individu, tetapi
konsekuensi dari ini adalah foto-oksidasi struktur lensa. Lensa mungkin muncul struktur
relatif inert, tetapi memiliki tingkat ATP setinggi seperti yang ditemukan dalam otot, jaringan
yang jauh lebih aktif. Metabolisme oksidatif jelas penting dalam menjaga lensa dalam
keadaan transparan. Namun, ini berarti bahwa, selain terus menerus dalam cahaya, lensa juga
'bermandikan' oksigen. Reaktivitas tinggi oksigen dijelaskan pada tingkat molekuler oleh
Linus Pauling: oksigen adalah unsur yang paling elektro-negatif setelah fluor dan luar biasa
dalam memiliki dua elektron pada orbital px2p yang antibonding dalam orientasi spin paralel.
Prinsip eksklusi Pauli berarti bahwa, dalam reduksi oksigen ke air, reaksi ini harus
berlangsung melalui perantara dari radikal superoksida O-2. Jadi dioksigen yang relatif jinak
molekul O2 dikonversi menjadi radikal bebas yang sangat reaktif. Stres oksidatif dikaitkan
dengan peningkatan spesies oksigen reaktif yang dikenal untuk mempercepat pembentukan
katarak. Superoksida dikonversi dalam jaringan sebagian besar tubuh, termasuk lensa,
menjadi hidrogen peroksida oleh dismutases superoksida tapi bahkan hidrogen peroksida
dapat menjadi sangat beracun karena menghasilkan radikal hidroksil OH. Toksisitas ini
dicegah oleh katalase dan glutation peroksidase. Kunci utama antara foto-oksidasi dan
katarak adalah bahwa foto-oksidasi kelompok tiol pada lensa kristalin menghasilkan
jembatan disulfida antara moleul-molekul dan proses ini akan menyebabkan agregasi protein
dan katarak. Sebagai catatan Harding, perubahan-perubahan agregatif tidak terbatas pada
lensa, kondisi ini juga terjadi pada usia lainnya yang berhubungan dengan degenerasi
jaringan seperti jaringan saraf pusat dalam penyakit Alzheimer, tetapi mungkin sangat jelas
pada jaringan yang dilaluicahaya terus menerus. Truscott menunjukkan bahwa, lensa
mengandung filter terhadap UV yang mengurangi efek dari spektrum elektromagnetik pada
protein lensa, namun seiring dengan usia ini akan berkurang dengan sendirinya.
Konsep yang menyatakan kemungkinan keterlibatan lipid pada proses terjadinya
katarak didasarkan pada deskripsi bahan lipoidal pada lensa kristalin yang dilaporkan oleh
Berzelius pada tahun 1825. Sejak penemuan awal ini, beberapa peneliti telah mempelajari
mengenai lipid lenticular mengarah ke opasitas lensa. Pada tahun 1965, Feldman GL dan
Felman LS menemukan kadar kolesterol, cephalins, lesitin, dan shingomyelin yang lebih
tinggi pada lensa manusia yang katarak bila dibandingkan dengan lensa yang normal. Sekitar
40% dari total lipid serat lensa manusia adalah kolesterol, adanya faktor intrinsik atau
ekstrinsik memodifikasi kadarnya dan dapat mengubah sifat lensa optik. Pembentukan kristal
ini terkait dengan komposisi lipid lensa, dan diperkirakan berhubungan dengan
sphingomyelin andihydrosphingomyelin. Peran kolesterol dalam pembentukan katarak juga
didukung oleh pengamatan yang dilakukan di berbagai patologi yang berhubungan dengan
defek metabolisme kolesterol. Dengan demikian, pasien dengan Smith-Lemli-Opitz sindrom,
aciduria mevalonic, atau cerebrotendinous xanthomatosis yang ditandai dengan mutasi pada
enzim metabolisme kolesterol (7-dehydrocholesterol reduktase, mevanolate kinase, dan
CYP27A1, Resp.) sering mengalami katarak. Lensa manusia secara terus menerus dalam
lingkungan fotoksidatif kuat, paparan kronis terhadap sinar UV, dan ozon dapat
menyebabkan pembentukan dari beberapa turunan oksida kolesterol (oxysterols) yang
berkontribusi untuk mengganggu sintesis kolesterol dan homeostasis dalam serat lensa
manusia. Selain itu 7-ketokolesterol telah disebutkan dapat mempengaruhi aktivitas Na / K
ATPase, dan homeostasis lipid intraselular, oxysterol ini diperkirakan merupakan suatu faktor
risiko penting dalam patofisiologi terjadinya katarak. Telah dijelaskan bahwa aktivitas Na / K
ATPase adalah pemeliharaan gradien konsentrasi ionik dan transparansi lensa, dan komposisi
lipid yang tidak lazim memodifikasi fluiditas membran lensa. Oxyterol dapat berinteraksi
dengan membran sel dan untuk menyebabkan perubahan kolesterol dan fosfolipid, selain itu
oxyterol dapat memodifikasi distribusi kolesterol serat lensa manusia dan berkontribusi pada
opasitas lensa.
Dalam prosesnya sendiri katarak senil secara klinik dibagi dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, intumesen, matur, hipermatur, dan Morgagni.
 Katarak insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal sebagai berikut : kekeruhan mulai dari tepi ekuator
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior(katarka kortikal). Vakuol mulai
terlihat dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan
poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini
kadang-kadanag menetap untuk waktu yang lama.

 Katarak intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degenratif menyerap air.
Masuknya iar ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang
akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan
normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak
intumesen biasanya terjapi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia
lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung
dan daya biasnya akan bertambah memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

 Katarak imatur
Sebagian lensa keruh atau katark. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada
katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil sehingga terjadi glaukoma sekunder.

 Katarak matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa . Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bial katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal.
Akan terjadi kekruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan klasifikasi lensa.
Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris
pada lensa yang keruh sehingga uji bayangan iris negatif.

 Katarak hipermatur
Katarak hipermatur katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut dapat menjadi keras
atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenrasi keluara dari kapsul lensa
sehingga lensa menjadi mengecil berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan Zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan
lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidka
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai
dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan ini
disebut katark Morgagni.

Sumber:

1. Rordan Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. Ed
17th. New York; McGraw-Hill; 2007
2. Ocampo VV, Dahl AA. Senile Cataract (Age-Related Cataract). Medscape. 2017.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#a0104 pada
27 Maret 2018.

You might also like