Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronok pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer,
2011).
WHO menyebutkan bahwa diabetes mellitus type 2 lebih banyak
dibandingkan
type 1, diabetes type 2 menyumbangkan angka kematian sebanyak 90% atas kasus
diabetes di seluruh dunia. Setelah India, Cina, dan Amerika Serikat dengan
prevalensi 8,4% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 8,4
juta pengidap DM dan pada tahun 2030 diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta
penderita. WHO menemukan fakta tentang penyakit diabetes mellitus yaitu lebih
dari 346 juta jiwa di dunia terkena diabetes mellitus, diabetes diperkirakan akan
menempati urutan ke 7 sebagai penyakit pembunuh dunia di tahun 2030 dengan
total pertambahan angka kematian akibat diabetes mellitus sebanyak 50%
penderita per 10 tahun.
Prevalensi diabetes mellitus tergantung insulin di provinsi Jawa Timur pada
tahun 2011 sebesar 0,09% mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi
tahun 2010 sebesar 0,08%. Sedangakan prevalensi kasus DM tipe II, mengalami
penurunan dari 0,70% menjadi 0,63% pada tahun 2011 (profil kesehatan Jawa
Timur 2011).
Berdasarkan tingginya angka kejadian penyakit diabetus mellitus, maka
diperlukan tindakan keperawatan secara terpadu dan menyeluruh melalui kerja
sama antar anggota keluarga dan tim keperawatan keluarga. Pencegahan primer
adalah pencegahan terjadinya Diebetus Mellitus, pada individu yang beresiko
melalui modifikasi gaya hidup (pola makan tidak sesuai, aktifitas fisik yang
kurang, penurunan berat badan) dengan di dukung program edukasi yang
1
berkelanjutan, programini mudah dan sangat menghemat biaya. Oleh karena itu
dianjurkan untuk dilakuakan di negara-negara dengan sumber daya terbatas.
Pencegahan sekunder, merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi
akut maupun jangka panjang. Program terjadinya meliputi pemeriksaan dan
pengobatan tekanan darah, perawatan kaki diabetes, pemeriksaan mata secara
rutin, pemeriksaan protein dalam program urine, program menurunkan dan
menghentikan kebiasaan merokok. Apabila tidak dirawat dengan baik DM dapat
menjadi penyebab aneka penyakit seperti hipertensi, stroke, gagal ginjal, katarak,
glaukoma, impotensi, gangguan fungsi hati dan luka yang sulit sembuh
mengakibatkan infeksi hingga akhirnya harus diamputasi terutama pada
kaki.Dilihat dari jenis penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan pengaruh
kurang baik, tidak hanya bagi penderita itu sendiri melainkan anggota keluarga
yang tidak menderita Diabetes Mellitus. Pengaruh kurang baik bagi keluarga
tersebut meliputi bidang fisik, psikologis dan social.
Menurut Friedman (2012) Keluarga memiliki tugas dalam pemeliharaan
kesehatan para anggotanya, termasuk mengenal masalah DM, mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan pengobatan yang tepat, memberikan
keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan suasana
rumah yang kondusif bagi kesehatan. Dalam mengatasi masalah ini peran perawat
adalah memberikan asuhan keperawatan keluarga untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang
pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes militus
hiperglikemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diabetes militus
hiperglikemia
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan diabetes
2
militus hiperglikemia
c. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan diabetes
militus hiperglikemia
d. Mampu membuat rencana keperawatan pada klien dengan diabetes
militus hiperglikemia
e. Mampu membuat implementasi keperawatan pada klien dengan
diabetes militus hiperglikemia
f. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes
militus hiperglikemia
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Laporan seminar ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
referensi tentang Asuhan Keperawatan Dengan Diabetes Militus
Hiperglikemia di Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Menambah wawasan ilmu khususnya tentang Asuhan Keperawatan
Dengan Diabetes Militus Hiperglikemia serta mendapat pengalaman langsung
pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dan mengetahui secara langsung
dengan pasien Diabetes Militus Hiperglikemia di Rumah Sakit Islam A. Yani
Surabaya.
b. Bagi Rumah Sakit Islam Surabaya
Dapat di jadikan acuan dalam mengembangkan proses keperawatan pada
klien dengan Diabetes Militus Hiperglikemia dan dapat meningkatkan mutu
pelayanan.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan
absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer &
Bare, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk, 2007).
B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe
I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin
dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
4
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe
II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan
insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik),
obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.
C. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat
peningkatan apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa
dalam proses lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif
menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi
apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar
glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha
mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin hingga
terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti
dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel
beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu
5
sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans
menjadi berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai
50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi apoptosis sel beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin
sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada
usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa
mencapai 50 – 92%. Proses menua yang berlangsung setelah usia 30
tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia.
Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan
ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel
beta pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan
terget yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
f) Genetik
2. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas,
tapi faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa
darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh
termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf
simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila
stress menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan.
6
Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing faktor yang
menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol, yang akan
mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah
D. Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Keturunan
Faktor resiko yang dapat diubah:
1. Hipertensi
2. Kolesterol tinggi
3. Obesitas
4. Merokok
5. Alkohol
6. Kurang aktivitas fisik
E. Patofisiologi
Patogenesis diabetes melitus Tipe II ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP)”, dan penurunan
fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel β. Mula-mula
timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi
insulin untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar kadar glukosa darah
tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi
mengkompensasi retensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan
fungsi sel beta makin menurun saat itulah diagnosis diabetes ditegakkan.
Penurunan fungsi sel beta itu berlangsung secara progresif sampai akhirnya
sama sekali tidak mampu lagi mensekresi insulin (FKUI, 2011).
Pada diabetestipe2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan
7
jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus
tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes
mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2 yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200
mg/dl hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh
ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan
merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ekstrasel
sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang
hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian
lateral (Polidipsi). Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume
reseptor di hypothalamus menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis
osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan
merangsang keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa
kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme
sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas
glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat makan di bagian
lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh
tubuh, dan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada
komplikasi lain seperti thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki,
kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.
8
Kelainan genetik Malnutrisi Obesitas Infeksi
F. PATHWAY
Penyampaian Meningkatkan Penurunan Peningkatank Merusak
kelainan pankreas beban
Gaya metabolic
hidup produksi ebutuhan pankrean
pankreas
stres insulin insulin
Peningkatan Starvasiseluler
tekananosmolalitas
plasma
Pembongkaranglikogen, Pembongkaran
asamlemak, protein &asam
Kelebihan ambang
ketonuntukenergi amino
glukosa pada ginjal
10
aterosklerosis serebral, terjadinya retinopati dan neuropati progresif,
kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf pusat.
6. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri.
Hal ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih
serta vaginitis.
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
11
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
hiperglikemia hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan
proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk
mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana
keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut.
Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang
terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi
perawat dalam mengurangi/mengatasi masalah-masalah kesehatan. Proses
keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Sutandi A, 2013)
1. Pengkajian Umum
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien yang mengalami hiperglikemia akan didapatkan
keluhan rasa sesak nafas, kepala pusing, dan badan lemas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat pasien datang hingga pasien mendapatkan tindakan medis, pasien
akan lebih cenderung mengeluh badan lemas tidak berdaya, kepala pusing, sesak
nafas serta mual sejak sebelum di bawa ke Rumah Sakit
12
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di
dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, atau jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
A. Pengkajian Primer
(Susetyo Nasiin, 2014)
1) Airway: gejala yang akan terjadi pada pasien yang mengalami
hiperglikemi adalah terjadinya jalan nafas tidak paten, dan frekuensi nafas
tidak teratur.
2) Breathing: pada umumnya pola nafas klien ireguler, mengalami sesak
nafas, tidak ada nafas cuping hidung, RR: 30 x/menit
3) Circulation: pasien dengan hiperglikemi biasanya akan mengalami
kenaikan tekanan darah <130/90 mmHg N : 108x/ menit S : 36 ºC R: RR:
30 x/menit, tidak mengalami penurunan kesadaran, akral teraba dingin,
kapilary refill <2 detik
4) Disability: Kesadaran composmetis, GCS 15 (E4 M6 V5 = 15)
5) Exposure: pasien dengan hiperglikemi akan tampak lemah, turgor kulit
sedang, dan mukosa bibir kering.
B. Pengkajian Sekunder
AMPLE (Alergi, Medikasi, Past Illness, Last Eat, Environment) (Susetyo
Nasiin, 2014)
1) Alergi: pasien yang memerlukan keperawatan komprehensif perlu
menghindari makanan, obat-obatan, maupun lingkungan yang dapat
menimbulkan gejala baru seperti adanya alergi.
13
2) Medikasi: pasien dengan hiperglikemi perlu dikaji adanya peristiwa
sebelum sakit seperti sikap pasien terhadap penyakit apakah pasien
langsung menindaklanjuti keluhan dengan konsultasi/berobat ke Dokter
terdekat.
3) Past Illness: didapatkan sebuah data bahwa pasien dengan hiperglikemi
akan mempunyai riwayat kesehatan keluarga dengan Diabetus Melitus.
4) Last Meal: kaji waktu terakhir pasien mengkonsumsi makanan dengan
kandungan tinggi glukosa.
5) Evenvironment: kaji pasien tinggal serumah dengan berapa keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda - tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
mengalami kelemasan badan yang berat hingga infeksi (jika pasien mempunyai
luka).
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
14
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
b. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa
serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan
data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1. Kebutuhan dasar atau fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4. Kebutuhan harga diri
15
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat
dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan
kemungkinan.
16
pergerakan sendi/ROM. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan dan
mempertahankan kekuatan otot serta kelenturan sendi.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan, memiliki peranan yang strategis
dalam memberikan kemampuan kepada keluarga dan pasien dalam melakukan
penanganan secara mandiri. Sejumlah penelitian eksperimental memperlihatkan
bahwa perawat mempunyai peran yang cukup berpengaruh terhadap perilaku
pasien (Tagliacozzo D.M.,et.al.,1974). Dengan memberikan pemahaman yang
benar dan memberdayakan keluarga dan pasien dalam berpartisipasi untuk dapat
melakukan perawatan diri secara mandiri (self-care), berbagai komplikasi yang
mungkin akan muncul dapat dikendalikan dan pasien memiliki derajat kesehatan
yang optimal. Beberapa penelitian mencatat bahwa 50–80% diabetisi memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang kurang dalam mengelola penyakitnya (Norris,
Engelgau, & Narayan, 2001;Palestin,Ermawan,& Donsu, 2005).
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual
atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk
memecahkan masalah tersebut. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut (Ismail, 2012)
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
3. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas
keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah
masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan
yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan
17
tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas
keperawatan (Ismail, 2012)
a. Diagnosa no. 1
Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang.
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri.
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal. (S : 36 – 37,5
0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama
dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
18
Rasional : Obat – obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
b. Diagnosa no. 2
Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan
salah satu indikasi untuk menentukan diet).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
c. Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
c. Diagnosa no. 3
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
1. Pergerakan paien bertambah luas
19
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk,
berdiri, berjalan).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam
tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik )
dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
d. Diagnosa no. 4
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga
perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
20
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien
untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien
dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan
lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal
mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan
kecemasan yang dirasakan pasien.
6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa
cemas pasien.
Diagnosa no. 5
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan
yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
21
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan
gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu
mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan
kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan
pasien.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman.
4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan
libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan
yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika
ada/memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang
telah diberikan.
1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan adalah tahap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan
tanggap (Ismail, 2012)
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus antara lain dengan pegaturan diet, exercise
dan penggunaan insulin. Kepatuhan pasien Diabetes Mellitus terhadap program
pengobatan terutama pasien yang berada di rumah sangat penting, karena dengan
22
pengendalian kadar glukosa darah yang baik akan mencegah timbulnya
komplikasi. Meskipun penatalaksanaan diabetes mellitus sangat kompleks,
penderita yang mampu melakukan perawatan dirinya dengan optimal akan dapat
mengendalikan glukosa darahnya, bertolak belakang dengan mereka yang tidak
mampu mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik, berbagai masalah akan
muncul seperti luka gangren, penurunan penglihatan dan neuropati (Fatehi et al,
2010)
2. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi
ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat
mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
(Ismail, 2012)
1. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
23
24
BAB III
ASKEP KASUS
IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn A No. RM : 3876xx
Umur : 44 tahun Tgl. MRS : 01-01-2018 Jam: 15.00
Jenis Kelamin : ♂ Diagnosa : Diabetes Militus Hiperglikemia
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Katholik
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : D1
Alamat : Surabaya
Tanggungan : BPJS Non PBI
25
Kebiasaan merokok/alkohol: Pasien mengatakan biasanya merokok dan
mengonsumsi alkohol.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan utama : Pasien mengatakan lemas
Riwayat keluhan utama : Pasien datang ke IGD RSI A.Yani Surabaya tanggal
01-01-2018 jam 15.00, saat pengkajian tanggal 01-01-2018 jam
17.00 mengatakan lemas tiba-tiba tidak bisa jalan sejak 5 hari yang
lalu, mulai parah tadi sore sempat jatuh, pasien juga mengatakan
kedua kakinya nyeri seperti di tusuk-tusuk ketika di di gerakkan
menjalar sampai lutut, dengan skala nyeri 5, nyeri pasien hilang
timbul, pasien juga tidak bisa menahan kencing, serta mual
semenjak tadi pagi sebelum dibawa ke RS, setelah diperiksa GDA di
IGD hasilnya High atau tidak terdeteksi. Saat ini pasien tidak dapat
melakukan aktifitas apapun,seperti ke kamar mandi, mengganti
pakaian dan makan.
Upaya yang telah dilakukan: Pasien mengatakan upaya yang telah dilakukan yaitu
berobat ke RSI A. Yani Surabaya.
Terapi/operasi yang pernah dilakukan: Pasien mengatakan tidak pernah operasi.
Riwayat Kesehatan Keluarga: Pasien mengatakan didalam keluarganya tidak ada
yang menderita penyakit diabetes militus, penyakit jantung, TBC dan
memiliki riwayat hipertensi.
Genogram:
26
Riwayat Kesehatan Lingkungan: Pasien mengatakan lingkungan tempat tinggal
sudah bersih, aman serta nyaman dan tidak membahayakan kesehatan.
Riwayat Kesehatan Lainnya: Pasien mengatakan tidak ada riwayat kesehatan
lainnya.
Alat bantu yang dipakai:
-Pendengar an : ya tidak
27
nyeri dyspnea orthopnea
cyanosis batuk darah
napas dangkal retraksi dada sputum
tracheostomy respirator
Suara nafas tambahan :
wheezing : lokasi: Tidak ada
ronchi : lokasi: Tidak ada
rales : lokasi: Tidak ada
crackles : lokasi: Tidak ada
Bentuk dada :
Suara jantung:
koma gelisah
Glasgow Coma Scale (GCS):
E:4 V:5 M:6 Nilai total : 15
28
Kepala dan wajah :
Mata:
29
lainnya (sebutkan): Tidak ada
2.3.5 Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Mulut dan tenggorokan : Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis,
kebersihan cukup baik, tidak ada masalah tenggorokan.
Abdomen (IAPP) :
I: Bentuk simetris
A: Bising usus 13 x/menit
P: Tidak ada nyeri tekan
P: Timpani
Rectum : Tidak ada hemoroid
BAB : 1 x/hari Konsistensi: Padat
diare konstipasi feses berdarah tidak terasa
kesulitan melena colostomi wasir pencahar
- Parese : ya tidak
- Paralise : ya tidak
- Parese : ya tidak
30
patah tulang perlukaan
Lokasi: Tangan kiri terpasang infus dan tangan kanan dapat digerakkan
kesegala arah
kemerahan pigmentasi
31
Postural hipotensi
Kelemahan
2.3.8 Sistem Reproduksi
Laki-laki :
Perempuan :
- Payudara :Bentuk simetris asimetris (jelaskan) …
Benjolan tidak ada ada (jelaskan) .....…
- Kelamin : Bentuk normal tdk normal (jelaskan)…
Keputihan tidak ada ada (jelaskan) …...
- Siklus haid: …… hari teratur tdk teratur (jelaskan)....
3.2 Minum:
Rumah Rumah Sakit
Frekuensi Sering Sering
Jenis minuman Air putih Air putih
Jumlah (Lt/gelas) Kurang lebih 2500 Kurang lebih 2500 ml/hari
ml/hari
Yang disukai Semua suka Semua suka
32
Yang tidak disukai Teh manis Tidak ada
Pantangan diet DM diet DM
Alergi Tidak ada Tidak ada
Lain-lain Sering haus Tidak ada keluhan
3.4.2 Aktivitas
Rumah Rumah Sakit
Aktivitas sehari-hari Lama 7 jam lama 24 jam
Jam 08.00 s/d jam jam - s/d jam -
15.00
Jenis Aktifitas bekerja Istirahat
Dukungan keluarga :
33
aktif kurang tidak ada
Dukungan kelompok/teman/masyarakat :
4.2 Spiritual :
Konsep tentang penguasa kehidupan :
masalah
Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama :
ada masalah
34
Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam
menghadapi situasi sakit saat ini :
Ya Tidak
Ya Tidak
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5.1 Laboratorium :
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Faal ginjal
Creatinine 0.71 L0, 62-1.1;P0,45-0.75
Elektrolit
Natrium 138 135-147 mEq/L
Kalium 3.60 3,5-5,0 mEq/L
Chloride 104 95-105 mEq/L
WBC 13.0 4.0 – 10.0
Lymph# 2.8 0.8 – 4.0
Mid# 1.5 0.1 – 1.5
Gran# 8.7 2.0 – 7.0
Lymph% 21.5 20.0 – 40.0
Mid% 11.7 3.0 – 15.0
Gran% 66.0 50.0 – 70.0
HGB 16.0 11.0 – 16.0
RBC 5.50 3.50 – 5.50
HCT 49.1 37.0 – 54.0
MCV 89.3 80.0 – 100.0
MCH 29.0 27.0 – 34.0
MCHC 32.5 32.0 – 36.0
RDW-CV 13.1 11.0 – 16.0
RDW-SD 41.8 35.0 – 56.0
PLT 319 150 – 450
MPV 7.6 6.5 – 12.0
PDW 15.1 9.0 – 17.0
PCT 0.242 0.108 – 0.282
35
5.2 X Ray : Foto thorax tak tampak kelainan
5.3 USG : Tidak dilakukan USG
5.4 EKG : Hasil ECG normal
Lain-lain (sebutkan): Tidak ada
VI. TERAPI.
Infus NS 14 TPM
Inj. Novorapid 3x10 unit/cc
Inj. Santagesik 1 ampul 3x1
Inj. OMZ 1x1
Neurodex 1x1
KSR 3x1
36
ANALISA DATA
2. DS :
- Pasien mengatakan nyeri Diabetes Melitus
disekitar kedua kakinya
dan tidak nyaman ketika Berkurangnya Nyeri Akut
di gerakkan, tiba tiba hormone insulin
tidak bias jalan sejak 5
hari yang lalu, mulai Peningkatan glukosa
parah tadi sore sampai dalam darah
jatuh
- P = ketika di gerakkan Fleksibilitas darah
Q=Seperti di tusuk-tusuk merah
R= Menjalar di kedua
kaki sampai lutut Pelepasan O2
S= Skala nyee=ri 5
T= hilang timbul Hipoksia Perifer
DO:
- Pasien tampak meringis Nyeri
ketika kaki di gerakkan
- TD : 110/70
- N: 90 x/menit
- RR: 20 x/menit
37
- S: 36 0C
38
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
39
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
40
1. Setelah dilakukan Manajemen
tindakan Hiperglikemia
keperawatan 1. Observasi kadar 1. Mengetahui
selama 1x24 jam glukosa darah perkembangan
diharapkan pasien
tingkat keparahan 2. Observasi tanda dan 2. Pemantauan yang
hiperglikemia gejala hiperglikemia tepat dapat
dapat teratasi seperti poliuria, mengatasi reaksi
dengan kriteria polidipsi, polifagi, insulin yang
hasil: kelemahan, letargi, terjadi secara tiba-
Peningkatan pandangan kabur, tiba
urin output dari atau sakit kepala
1 ke 4 3. Observasi tanda- 3. Tidak adekuatnya
Peningkatan tanda ketoasidosis pengawasan
haus dari 1 ke 4 (mual, muntah, haus, pengobatan, diet
Lapar takikardi) yang berlebihan,
berlebihan dari infeksi dan stres
1 ke 4 dapat menjadi
Kelelahan dari 1 faktor presipitasi
ke 5 4. Mencegah
Peningkatan kelelahan yang
glukosa darah 4. Batasi aktivitas berlebihan
dari 1 ke 5 ketika kadar glukosa
Keterangan: darah lebih dari 250 5. Insulin
1: Berat mg/dl mengakibatkan
2: Besar 5. Kolaborasi pemasukan
3: Sedang pemberian insulin glukosa dalam sel
4: Ringan dengan dokter dan menurunkan
5: Tidak ada glokogenesis
41
1: Berat distraksi dan nyeri
2: Cukup berat relaksasi
3: Sedang 5. Kolaborasikan 5. Mengurangi nyeri
4: Ringan pemberian analgetik yang dirasakan
5: Tidak ada dengan dokter
42
TINDAKAN KEPERAWATAN
43
T : hilang timbul
19.07 b. Mengobservasi TTV
TD : 110/70
S/N :36,20 / 100x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 98%
19.10 c. Memberikan tindakan kenyamanan
tidur dengan semi fowler, miring
kenan, dan ke kiri
19.15 d. Mengajarkan tehnik relaksasi napas
dalam, pengalihan nyeri menonton
televisi atau bermain hp, atau
berbincang bincang dengan keluarga/
teman sekamar.
20.00 e. Mengkolaborasikan pemberian
analgesik dengan dokter yaitu
santagesik 1 gram
Malam
23.00 1 a. Mengobservasi tanda dan gejala
hiperglikemia, pasien tidak sering
buang air kecil, mudah haus dan
sering lapar.
23.00 b. Mengobservasi tanda-tanda
ketoasidosis pasien tidak sering air
kecil, mudah haus dan sering lapar.
44
02.20 c. Menentukan dan memberikan cairan
perifer NS 1000cc/jam
05.00 d. Memantau dan mencatat kadar gula
darah perifer, glukosa darah
GDA : 153 mg/dL
06.30 e. Mengkolaborasikan pemberian
insulin atau obat-obatan
hiperglikemia baik injeksi maupun
oral dengan dokter advice terapi
novorapid 3x 8 unit
45
menganjurkan pasien untuk
beristirahat
06.00 f. Memberikan dan mengajarkan
aktifitas secara bertahap, pasien ingin
berjalan menganjurkan dan
mengajarkan pasien untuk duduk
terlebih dahulu, berdiri, dan pelan
pelan berjalan semampu pasien.
46
analgesik dengan dokter yaitu
santagesik 1g/iv
3
08.30 a. Mengobservasi TTV
TD : 125/93
S/N :36,50 / 92x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 98%
09.30 b. Mengobservasi adanya faktor
kelelahan pasien tampak baik
10.00 c. Memberikan bantuan dalam aktifitas
perawatan diri sesuai indikasi
merapikan tempat tidur pasien,
setelah itu menganjurkan pasien
untuk beristirahat
10.30 d. Menganjurkan aktifitas secara
bertahap, seperti pasien ingin
berjalan menganjurkan pasien untuk
duduk terlebih dahulu, berdiri, dan
pelan pelan berjalan
Sore
14.30 1 a. Mengobservasi tanda dan gejala
hiperglikemia, pasien buang air kecil
2 kalidan mudah haus
14.40 b. Mengobservasi tanda-tanda
ketoasidosis pasien buang air kecil 2x
dan mudah haus
18.00 c. Mengkolaborasikan pemberian
insulin atau obat-obatan
hiperglikemia baik injeksi maupun
oral dengan dokter advice terapi
novorapid 3x 8 unit
18.20 2 d. Menentukan dan memberikan cairan
perifer NS 1000cc/jam
Manajemen nyeri
16.25 a. Mengobservasi nyeri
P : nyeri kaki ketika digerakan
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : menjalar di kedua kaki
S : skala nyeri 4
T : hilang timbul
16.30 a. Mengobservasi TTV
TD : 136/94
S/N :36,40 / 100x permenit
RR : 20x/ menit
47
SPO2 : 98%
16.45 b. Memberikan tindakan kenyamanan
tidur dengan semi fowler, miring
kenan, dan ke kiri
16.50 c. Mengajarkan tehnik relaksasi napas
dalam, pengalihan nyeri menonton
televisi atau bermain hp, atau
berbincang bincang dengan keluarga/
teman sekamar.
20.00 3 d. Mengkolaborasikan pemberian
analgesik dengan dokter pemberian
santagesik 1 gram
48
insulin atau obat-obatan
hiperglikemia baik injeksi maupun
oral dengan dokter advice terapi
novorapid 3x 8 unit
Manajemen nyeri
22.00 a. Mengobservasi nyeri
P : nyeri kaki ketika digerakan
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : menjalar di kedua kaki
S : skala nyeri 4
T : hilang timbul
22.15 b. Memberikan tindakan kenyamanan
tidur dengan semi fowler, miring
kenan, dan ke kiri
22.20 c. Mengajarkan tehnik relaksasi napas
dalam, pengalihan nyeri menonton
televisi atau bermain hp, atau
berbincang bincang dengan keluarga/
teman sekamar.
04.00 d. Mengkolaborasikan pemberian
analgesik dengan dokter pemberian
3 santagesik 1 gram
05.30 e. Mengobservasi TTV
TD : 110/70
S/N :36,30 / 89x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 95%
49
terlebih dahulu, berdiri, dan pelan
pelan berjalan semampu pasien.
Manajemen nyeri
09.00 a. Mengobservasi nyeri
P : nyeri kaki ketika digerakan
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : di kedua kaki
S : skala nyeri 4
T : hilang timbul
b. Mengobservasi TTV
09.10 TD : 125/93
S/N :36,50 / 92x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 98%
c. Memberikan tindakan kenyamanan
09.20 seperti tidur dengan semi fowler,
3 miring kenan, dan ke kiri
d. Mengajarkan tehnik relaksasi
09.30 sepertinapis dalam, pengalihan nyeri
seperti menonton televisi atau
bermain hp, atau berbincang bincang
dengan keluarga/ teman sekamar.
e. Mengkolaborasikan pemberian
12.00 analgesik dengan dokter yaitu
santagesik 1g/iv
a. Mengobservasi TTV
09.00 TD : 125/93
S/N :36,50 / 92x permenit
RR : 20x/ menit
50
SPO2 : 98%
b. Mengobservasi adanya faktor
09.30 kelelahan pasien tampak baik
c. Memberikan bantuan dalam aktifitas
09.40 perawatan diri sesuai indikasi
Sore merapikan tempat tidur pasien,
1 setelah itu menganjurkan pasien
untuk beristirahat
Manajemen nyeri
16.00 a. Mengobservasi nyeri
P : nyeri kaki ketika digerakan
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : di kedua kaki
S : skala nyeri 3
T : hilang timbul
b. Mengobservasi TTV
16.15 TD : 136/94
S/N :36,40 / 100x permenit
RR : 20x/ menit
3 SPO2 : 98%
b. Memberikan tindakan kenyamanan
16.30 tidur dengan semi fowler, miring
51
kenan, dan ke kiri
c. Mengajarkan tehnik relaksasi napas
16.35 dalam, pengalihan nyeri menonton
televisi atau bermain hp, atau
berbincang bincang dengan keluarga/
teman sekamar.
d. Mengkolaborasikan pemberian
20.00 analgesik dengan dokter pemberian
santagesik 1 gram
a. Mengobservasi TTV
16.15 TD : 136/94
S/N :36,40 / 100x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 98%
b. Mengobservasi adanya faktor
16.20 kelelahan pasien tampak lemah
Malam c. Memberikan bantuan dalam aktifitas
16.30 1 perawatan diri sesuai indikasi
menyeka pasien dan merapikan
tempat tidur pasien, setelah itu
menganjurkan pasien untuk
beristirahat
d. Memberikan dan mengajarkan
16.45 aktifitas secara bertahap, pasien ingin
berjalan menganjurkan dan
mengajarkan pasien untuk duduk
terlebih dahulu, berdiri, dan pelan
pelan berjalan semampu pasien.
52
novorapid 3x 8 unit
d. Mengkolaborasikan pemberian
04.00 analgesik dengan dokter pemberian
santagesik 1 gram
e. Mengobservasi TTV
04.30 TD : 115/85
S/N :36,20 / 101x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 97%
a. Mengobservasi TTV
04.30 TD : 115/85
S/N :36,20 / 101x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 97%
b. Mengobservasi adanya faktor
04.35 kelelahan pasien tampak lemah
c. Memberikan bantuan dalam aktifitas
05.00 perawatan diri sesuai indikasi
menyeka pasien dan merapikan
tempat tidur pasien, setelah itu
menganjurkan pasien untuk
beristirahat
d. Memberikan dan mengajarkan
06.00 aktifitas secara bertahap, pasien ingin
berjalan menganjurkan dan
mengajarkan pasien untuk duduk
terlebih dahulu, berdiri, dan pelan
pelan berjalan semampu pasien.
53
CATATAN PERKEMBANGAN
54
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 3, 4, 5
55
TD : 125/93
S/N :36,50 / 92x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 98%
Tidak ada mual dan muntah
GCS = 456
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 2, 3, 4
56
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 2, 3, 4
57
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : menjalar di kedua kaki
S : skala nyeri 4
T : hilang timbul
O : Pasien tampak meringis sakit
Akral hangat
TD : 120/80
S/N :36,20 / 87x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 98%
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 2, 3, 4, 5
58
TD : 120/80
S/N :36,20 / 87x permenit
RR : 20x/ menit
SPO2 : 98%
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 2, 3, 4, 5
3 S : Pasien mengatakan masih
membutuhkan bantuan untuk
melakukan aktifitas seperti seka, makan
dan meminta untuk diajarkan cara
berjalan
O : pasien tampak antusias dan sedikit
takut
Pasien kooperatif
Pasien tampak lemas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 3, 4, 5
59
3 S : Pasien mengatakan masih
membutuhkan bantuan untuk
melakukan aktifitas seperti seka, makan
dan meminta untuk diajarkan cara
berjalan
O : pasien tampak antusias dan sedikit
takut
Pasien kooperatif
Pasien tampak lemas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 3, 4, 5
60
O : pasien tampak antusias dan sedikit
takut
Pasien kooperatif
Pasien tampak lemas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 3, 4, 5
61
E VALUAS I
62
makan, mandi, berjalan
O : pasien tampak antusias dan tidak takut
Pasien kooperatif
Pasien tampak berenergi
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan, pasien
diperbolehkan pulang dan diberikan Health
Education
- Kontrol sesuai jadwal
- Minum obat teratur
63
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2011).
Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 01-01-2018 dan merupakan hari
pertama, Tn. A di rawat dengan diagnosa Diabetes Mellitus Hiperglikemia. Pada
tahap pengkajian menurut teori ada beberapa metode yang digunakan dalam
pengumpulan data yaitu metode observasi langsung, wawancara dengan klien,
pemeriksaan visik head to toe, hasil pemeriksaan penunjang, catatan medis,
catatan keperawatan dan informasi dari perawat ruangan.
Secara teoritis etilogi dari diabetes mellitus memiliki beberap klasifikasi
yaitu, DM tipe I (IDDM), DM tipe II (NIDDM), dan DM tipe lain, dimana di
dalam DM tipe II memiliki beberapa faktor resiko yaitu, usia lebih dari 30 tahun,
obesitas, riwayat keluarga dan gaya hidup, pada Tn. A penulis melakukan
pengkajian riwayat kesehatan keluarga ditemukan adanya kesesuaian antara teori
dan kasus yaitu klasifikasi DM pada Tn. A termasuk ke dalam DM tipe II, dimana
pada factor gaya hidup yang menyukai makanan manis serta tidak pernah
melakukan latihan (olahraga).
Secara teoritis manifestasi klinis pada klien dengan diabetes melitus adalah
poliuri, polidipsi, polipagi, berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga
kurang dan mata kabur. Pada Tn. A terdapat kesesuaian teori namun tidak
ditemukan pandangan kabur.
Penatalaksanaan medis yang terdapat pada teoritis adalah edukasi, pengaturan
diet, latihan/ olahraga, dan farmakolagi, sedangkan pada Tn. A terdapat
kesesuaian yaitu Tn. A mendapatkan obat (Novorapid, KSR, Santagesik,
Ranitidin) dan diet rendah karbohidarat, tinggi kalori dan protein.
Penatalaksanaan medis yang tidak dilakukan pada kasus namun ada pada teori
yaitu latihan olahraga hal ini tidak di lakukan karena tidak terfasilitasinya
64
prasarana lokasi (taman) untuk melakukan tindakan yang membutuhkan ruang
gerak yang cukup luas selain itu kondisi klien juga belum mampu untuk
beraktivitas berat.
Pemeriksaan diagnostik antara teori dengan kasus tidak ada kesenjangan
dimana klien dilakukan pemeriksaan diagnostik Gula Darah Puasa 215 mg/dl,
Gula Darah 2 jam P.P 266mg/dl, Gula Darah Sewaktu 192 mg/dl dari pemeriksaan
diagnostik ini sudah mendukung dalam menengakkan diagnosa keperawatan.
Faktor pendukung yang penulis temukan yaitu ketersediaannya format
pengkajian yang dijadikan acuan, catatan medis dan catatan keperawatan. Sikap
klien dan keluaraga yang kooperatif juga membentu penulis saat melakukan
pengkajian pada klien, penulis tidak menemukan faktor penghambat saat
melakukan pengkajian.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan respon klien tentang masalah
kesehatan aktul, potensial dan resiko tinggi. Sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperwatan klien sesuia dengan
kewenwngan perawat, tahap dalam diagnosa keperawatn klien antra lain: analisa
data, perumusan masalah, perioritasa masalah. (Suprajitno, 2014).
Pada kasus penulis menemukan tiga diagnosa keperawatan berdasarkan
prioritas yaitu:
1. Risiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan keparahan
hiperglikemia.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (peningkatan kadar
glukosa darah).
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Dalam merumuskan diagnosa keperawatan ini penulis menemukan faktor
pendukung yaitu tersedianya buku pedoman dalam pembuatan diagnosa
keperawatan klien dengan diabetes mellitus, sedangkan faktor penghambat tidak
ditemukan.
65
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah acuan tertulis yang terdiri dari berbagai
intervensi sehingga kebutuhan dasar klien terpenuhi (Darmawan, 2008). Pada
tahap ini penulis membuat rencana tindakan keperawatan sesuai dengan teori dan
prinsip SMART (Spesific, Measurebel, Achipable, Rasional and Time) yang
meliputi tujuan umum, tujuan khusus dan kriteria hasil yang dirumuskan dan
ditetapkan sebelumnya, serta penulisan rencana tindakan yang operasional dengan
menggunakan kata perintah.
Perencanaan untuk diagnosa pertama yaitu risiko ketidakstabilan kadar gula
darah berhubungan dengan keparahan hiperglikemia, rencana tindakan yang akan
diberikan berupa Observasi kadar glukosa darah, observasi tanda dan gejala
hiperglikemia (poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, pandangan kabur,
atau sakit kepala), monitor ketonurin, batasi aktivitas ketika kadar glukosa darah
lebih dari 250 mg/dl, kolaborasi pemberian insulin dengan dokter.
Diagnosa keperawatan kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis (peningkatan kadar glukosa darah) , rencana tindakan yang akan
diberikan berupa lakukan pengkajian nyeri, observasi tanda-tanda vital, berikan
tindakan kenyamanan, ajarkan teknik distraksi dan relaksasi, kolaborasikan
pemberian analgetik dengan dokter.
Pada diagnosa keperawatan ketiga yaitu intoleran aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik, rencana tindakan yang akan diberikan yaitu Observasi
tanda-tanda vital, kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan,
ajarkan pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan teknik manajemen waktu,
lakukan ROM aktif/pasif, kolaborasikan dengan ahli gizi mengenai cara
meningkatkan asupan energi dari makanan.
Faktor pendukung yang penulis temukan dalam perencanaan keperawatan ini
yaitu tersedianya format perencanaan keperawatn yang telah ditetapkan dan
tersedianya buku pedoman, faktor penghambat yang pernulis temukan adalah
membuat batasan waktu pada kriteria hasil.
D. Implementasi Keperawatan
66
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk
mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun. Setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan dicatat dalam pencatatan keperawatn agar tindakan
keperawatan terhadap klien berlanjut (Suprajitno, 2014).
Pada tahap ini merupakan lanjutan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, yang
di aplikasikan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan.
Adapun pelaksanaan yang penulis lakukan pada Tn. A untuk diagnosa
pertama risiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan keparahan
hiperglikemia yaitu mengobservasi kadar glukosa darah, observasi tanda dan
gejala hiperglikemia (poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, pandangan
kabur, atau sakit kepala), memonitor ketonurin, membatasi aktivitas ketika kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl, mengkolaborasi pemberian insulin dengan
dokter.
Untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
(peningkatan kadar glukosa darah), tindakan yang akan diberikan
berupa melakukan pengkajian nyeri, mengobservasi tanda-tanda vital,
memberikan tindakan kenyamanan, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi,
mengkolaborasikan pemberian analgetik dengan dokter.
Untuk diagnosa ketiga intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik, tindakan yang akan diberikan yaitu mengobservasi tanda-tanda vital,
mengkaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan, mengajarkan
pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan teknik manajemen waktu, melakukan
ROM aktif/pasif, mengkolaborasikan dengan ahli gizi mengenai cara
meningkatkan asupan energi dari makanan.
Faktor pendukung yang penulis temukan dalam pelaksanaan keperawatan
pada klien yaitu adanya kerjasama yang baik antara penulis dengan perawat
ruangan serta partisipasi dari keluarga klien dalam pemberian asuhan keperawatan
sehingga pelaksanaan keperawatan dapat berjalan dengan baik.
E. Evaluasi Keperawatan
67
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemingkinan terjadi pada tahap evaluasi
proses dan evaluasi hasil (Suprajitno, 2014).
Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan selain itu tahap ini
juga merupakan tahap penilaian keberhasilan dalam memberikan asuhan
keperawatan. Penulis menggunakan eveluasi formatif dan evaluasi sumatif, dalam
hal ini eveluasi formatif dicantumkan dalam catatan keperawatan berupa respon
klien dan evaluasi sumatif untuk menilai apakah tujuan dapat tercapai atau tidak,
yaitu dalam bentuk SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa, dan Planning).
68
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripoada
rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar
140 – 160 mg /100 ml darah . Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen dalam
penatalaksanaan hiperglikemia yaitu Diet, latihan jasmani, penyuluhan, obat
berkaitan Hipoglikemia.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui/menguasai tentang asuhan
keperawatan diabetes militus hiperglikemia serta mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
69
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
70