You are on page 1of 16

Abstrak

Sistem muskular (otot) terdiri dari sejumlah besar otot yang bertanggung jawab atas
gerakan tubuh. Terdapat tiga jenis yaitu: otot polos, otot jantung, dan otot rangka.
Dari ketiga otot tersebut, otot yang memiliki andil besar dalam pergerakan tubuh
manusia adalah otot rangka. Otot rangka yang bekerja dibawah pengaruh saraf. Otot
rangka akan melakukan mekanisme gerak otot yaitu kontraksi dan relaksasi. Secara
sederhana kontraksi yang terjadi dikarenakan adanya proses sliding filamen oleh
protein aktin dan miosin. Perlu diingat, otot rangka adalah jenis otot yang mudah
lelah. Kelelahan otot tersbeut dapat terjadi dikarenakan penumpukan asam laktat
akibat berbagai faktor, seperti: waktu istirahat yang kurang, kerja otot yang berat,
kerja enzim maupun sumber energi yang berkurang, dimana semuanya akan
mengakibatkan penimbunan asam laktat. Cara untuk mengurangi penimbunan
tersebut adalah dengan menambah pasokan oksigen atau dengan bantuan enzim yang
ada di hati.
Kata kunci: sistem muskular, mekanisme gerak otot, kelelahan otot

Pendahuluan
Otot sering dikenal juga sebagai “daging” tubuh yang beratnya dapat mencapai 50%
dari berat tubuh. Otot ada tiga jenis yaitu: otot polos, otot jantung, dan otot rangka
atau otot lurik. Dari ketiga otot tersebut, otot yang memiliki andil besar dalam
pergerakan tubuh manusia adalah otot rangka. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh
tubuh, mulai dari gerak yang sederhana hingga gerakan yang kompleks, dilakukan
oleh otot rangka. Otot rangka yang bekerja secara sadar (dipengaruhi saraf) akan
melakukan mekanisme gerak otot yaitu kontrasi dan relaksasi. Untuk melakukan
gerak otot dibutuhkan energi yang akan didapat dari proses metabolosme otot dengan
melibatkan glukosa.
Namun perlu selalu diingat bahwa otot rangka sangat mudah lelah. Kelelahan otot
tersbeut dapat terjadi dikarena penumpukan asam laktat akibat kurangnya pasokan
oksigen untuk melakukan glikolisis. Banyak orang yang ketika melakukan pekerjaan
yang terlalu berat, tubuhnya menjadi lelah dan lemas. Seperti pada kasus PBL kali ini,
ada seorang perempuan yang mengalami lelah dan lemas pada sekujur tubuhnya. Ia
adalah seorang pedagang keliling yang sering menggunakan otot (terutama otot
bagian bawah tubuh). Melalui makalah ini, diharapkan mahasiswa Fakultas
Kedokteran Ukrida dapat mengetahui jenis-jenis otot, bagaimana mekanisme kerja
otot dan juga metabolisme otot, serta dapat mengetahui hal-hal yang dapat
menyebabkan kelelahan otot.

Pembahasan
1. Sistem Muskular (Otot)
Sistem muskular (otot) terdiri dari sejumlah besar otot yang bertanggung jawab atas
gerakan tubuh.1 Otot sering dikenal sebagai “daging” tubuh dan tersusun dari banyak
dinding organ berongga dan pembuluh-pembuluh tubuh. Jaringan otot yang mencapai
40% sampai 50% berat tubuh, pada umumnya tersusun dari sel-sel kontaktil yang
disebut dengan serabut otot. Nantinya, melalui kontraksi, sel-sel otot akan
menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan.2
Secara umum, otot memiliki beberapa karakteristik, diantaranya: serabut mengandung
banyak miofibril yang tersusun dari miofilamen-miofilamen kontraktil, nukleus sel-
sel otot terbentuk dengan baik, sitoplasmanya disebut sarkoplasma, membran selnya
disebut sarkolema, retikulum endoplasma halus disebut retikulm sarkoplasma, dan
serabut otot dapat membesar.2
1.1 Fungsi Sistem Muskular2
Terdapat tiga fungsi utama dari otot, yaitu: pergerakan, penopang tubuh, dan produksi
panas. Otot mengahasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat, selain
itu otot juga menopang rangka dan dapat mempertahankan tubuh saat berada dalam
posisi duduk maupun berdiri. Kontraksi otot secara metabolis akan menghasilkan
panas yang dapat mempertahankan suhu normal tubuh.

1.2 Ciri-Ciri Otot


Otot merupakan alat gerak aktif karena kemampuannya berkontraksi. Otot akan
memendek jika sedang berkontraksi dan memanjang jika berelaksasi. Kotraksi otot
dapat terjadi apabila otot sedang melakukan kegiatan, sedangkan relaksasi otot terjadi
jika otot sedang beristirahat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa otot
memiliki 4 ciri, yaitu: kontraktilitas, eksitabilitas, ekstensibilitas, dan elastisitas.
Kontraktilitas adalah saat dimana serabut otot berkontaksi dan menegang, dalam
kasus ini dapat melibatkan pemendekan otot atau juga tidak. Pemendekan yang
dihasilkan akan sangat terbatas karena kontraksi pada setiap diameter sel berbentuk
kubus atau bulat. Pada eksitabilitas, serabut otot akan merespon dengan kuat jika
distimulasi oleh impuls saraf. Ekstensibilitas, serabut otot memiliki kemampuan untuk
meregang melebih panjang otot saat relaks. Sementara, elastisitas, serabut otot dapat
kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi atau meregang.2

2. Jenis-Jenis Otot
Berdasarkan struktur dan fungsinya, otot diklasifikasikan atau digolongkan ke dalam
tiga golongan, yaitu: otot polos, otot rangka, dan otot jantung.2 Proses dasar kontraksi
pada ketiga jenis otot tersebut serupa, namun terdapat perbedaan yang penting,
perbedaan-perbedaan tersebut akan dibahas di bawah ini.
2.1 Otot Polos
Otot polos adalah otot yang tidak berlurik dan kerjanya involunter (tak sadar). Jenis
otot ini dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih dan
uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,
reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi dasar.2
Otot polos memiliki ciri-ciri: serabut ototnya berbentuk spindel dengan panjang yang
bervariasi, satu sel otot polos mengandung satu nukleus yang terletak di tengah
(sentral), bekerja secara tidak sadar, kontraksinya kuat dan lamban, serta tidak mudah
lelah.2 Jenis otot ini dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan saraf (meskipun
didberapa tempat di bawah pengendalian saraf otonimik / tak sadar).3 Secara
fisiologi, otot polos sangat berbeda dengan otot rangka. Kontraksinya lambat namun
tahan lama, otot polos juga dapat memendek sampai seperempat panjangya dan dapat
membangkitkan kekuatan.4

Gambar 1. Gambaran Mikroskopik Dari Otot Polos3


2.2 Otot Jantung
Seperti namanya, otot jantung hanya ditemukan pada jantung. Otot ini bergaris atau
memiliki lurik seperti pada otot lurik. Perbedaanya adalah bahwa serabutnya
bercabang dan saling bersambung satu sama lain. Otot jantung memiliki kemmapuan
khusus untuk mengadakan kontraksi otmatis dan ritmis tanpa tergantung pada ada
atau tidaknya rangsangan saraf.3 Ciri lain dari otot jantung adalah nukleusnya yang
terletak di tengah dan panjangnya yang berkisar antara 85 mikron sampai 10 mikon
dan diameternya sekitar 15 mikron, serta bekerja secara tak sadar.2

Gambar 2. Gambaran Mikroskopik Dari Otot Jantung3

2.3 Otot Lurik / Otot Rangka


Otot lurik atau otot rangka merupakan otot volunter (bekerja secara sadar). Otot
rangka melekat pada rangka tubuh dan bertanggung jawab untuk pergerakan. Satu
serabut panjangnya berkisar antara 10mm sampai 40mm. Jumlah nukleus banyak dan
dapat ditemukan di bawah sarkolema pada bagian perifer sel (bagian tepi sel).
Kontraksi otot rangka lebih cepat dan kuat namun mudah lelah.2
Lurik yang terdapat pada otot rangka disebabkan oleh struktur protein yang
membentuk otot. Protein ini disebut aktin dan miosin. Nantinya, apabila otot
berkontraksi, gambaran lurik akan menyempit dan ini diperkirakan karena gerakan
relatif satu protein terhadap protein yang lainnya (teori pergeseran filamen – sliding
filamen).1

Otot lurik dikendalikan oleh otak yang sangat cepat reaksinya terhadap berbagai jenis
rangsangan seperti dingin, panas, angin, arus listrik, dll. Tiap otot mempunyai dua
atau lebih tendon yang melekat di tuang. Tendon yang elekat di tulang yang tidak
bergerak disebut tendon origo, sementara tendon yang melekat di tuang yang akan
digerakan disebut tendon insertio.5
Gambar 3. Gambaran Mikroskopik Dari Otot Rangka3

Mekanisme Kerja Otot


Otot rangka melakukan kerja otot yaitu kontraksi dan relaksasi. Akibat dari aktivitas
kontraksi dan relaksasi ini, akan timbul pergerakan pada rangka tubuh. Otot tidak
pernah bekerja sendiri, walaupun hanya untuk melakukan gerak paling sederhana.
Misalnya saja saat mengambil pensil, memerlukan gerakan jari dan ibu jari,
pergelangan tangan, siku, bahu dan mungkin juga batang tubuh ketika membungkuk
ke depan. Setiap otot harus berkontraksi dan setiap otot antagonis harus rileks untuk
menghasilkan gerakan yang halus. Kerja harmonis otot-otot disebut koordinasi otot. 1
Tentu saja, kerja otot tidak lepas dari peran saraf. Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf
pendek yaitu saraf sensorik dan saraf motorik. Saraf sensorik yang membawa impuls
dari otot menuju ke saraf pusat, sementara saraf motoik membawa impuls ke serat
otot dari saraf pusat untuk memicu kontraksi otot. Korpus sel dari sel-sel saraf
motorik terdapat dalam komu anterior substansia grisea dalam medula spinalis.8

Kelelahan Otot
Kelelahan otot dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya: waktu istirahat
otot yang kurang, kontraksi yang terus-menerus; meningkat; atau berlangsung dalam
waktu lama, asam laktat yang meningkat, sumber energi berkurang, dan kerja enzim
yang berkurang.
Apabila waktu istirahat otot terlalu sedikit padahal kerja otot (kontrasi) berlangsung
dalam waktu yang cukup lama, maka otot dapat kehabisan energi
(ATP). Otot tidak memiliki waktu yang cukup untuk memproduksi ATP yang baru,
jika terus berlangsung hal demikian, maka produksi ATP akan dialihkan dengan cara
anaerob. Produksi dengan cara anaerob akan membuat penimbunan asam laktat
semakin banyak. Asam laktat yang merupakan hasil sampingan peristiwa dari
pemecahan glikogen dapat menyebabkan “pegal linu” dalam otot ataupun dapat
menyebabkan “kecapaian” otot. Kecapaian atau kelelahan otot biasanya ditandai
dengan tubuh yang menjadi lemas dan juga lelah.
Asam laktat dapat diubah lagi menjadi glukosa dengan bantuan enzim-enzim yang
ada di hati. Akan tetapi hanya sekitar 70% asam laktat yang dapat diubah kembali
menjadi glukosa oleh enzim-enzim dalam hati. Cara lain untuk mengurangi
penimbunan asam laktat adalah dengan menambah pasokan oksigen ke dalam darah.
Kebutuhan oksigen yang tinggi akan mengakibatkan seseorang bernapas dengan
terengah-engah.
A. Definisi
§ Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung
(dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh
atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa
darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan
air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ
tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
§ Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
§ Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi
jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini
2007).

B. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas:(Mansjoer dan Triyanti, 2007)
kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas sehari-
hari tanpa keluhan.
kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.
C. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif
(CHF)dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung
(CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume
Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yangharus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan
tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini
akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama,
maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa
berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama
(kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium,
frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral
yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang
untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh.
Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu
terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini
sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu
efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan
cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan
peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel
kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada
gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan
atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan
vasodilator.
Laporan Pendahuluan Gagal Jantung Kongestif/ Congestive Heart Failure (CHF)
E. Manifestasi klinik
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan
batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan
vena sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap
latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari
jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
Sumber: Niken Jayanthi (2010)

F. Studi Diagnostik CHF


1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia
vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa
baik metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan
resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung,
hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)

G. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
· Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen
dengan pembatasan aktivitas.
· Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
· Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.

Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
§ Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan
aritmia.
§ Digitalisasi
a. dosis digitalis
· Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam
dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
· Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
· Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien
usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
· Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
· Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Diagnosis
Dalam menentukan kriteria gagal jantung, dapat digunakan kriteria
Framingham, Boston, Duke, Killip atau Minnesota yang didasarkan terutama
pada gejala klinis.
Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongestif
Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria
mayor atau satu kriteria mayor yang berkaitan dengan dua kriteria minor.
Kriteria mayor:
- Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea.
- Distensi vena leher
- Rales paru (suara paru yang tidak bersih) / ronki paru
- Kardiomegali pada hasil rontgen
- Edema paru akut
- S3 gallop
- Peningkatan tekanan vena pusat (>16 cm H20 pada atrium kanan)
- Penurunan berat badan >4,5 kg dalam kurun waktu lima hari sebagai
respon dari pengobatan
- Adanya Hepatojugular Reflux

Kriteria minor:
- Edema pergelangan kaki bilateral
- Batuk pada malam hari
- Dispnea eksersional
- Perbesaran ukuran hati
- Efusi pleural
- Takikardi (detak jantung > 120 detak/menit)
- Kapasitas paru-paru berkurang sepertiga dari normal

Kriteria Gagal Jantung Minnesota


Kriteria Minnesota dilakukan dengan menganalisis kasus laten dengan
menggunakan enam variabel dari kriteria Framingham ditambah fraksi ejeksi
ventrikular kiri (Left Ventricular Ejection Fraction, LVEF) dan merupakan
tanda penting dari patologi jantung. Variabel tersebut termasuk:
- Dispnea saat istirahat maupun olahraga.
- Rales paru
- Kardiomegali
- LVEF < 40%
- Suara jantung S3
- Edema interstitial atau pulmonal
- Detak jantung > 120 detak/menit

1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

Penelusuran riwayat penyakit yang detil sebagai sebagai tambahan dari


tanda dan gejala dari yang dirasakan saat ini, mencakup tanda dan gejala dari
semua penyebab yang mungkin ada. Setelah anamnesis dilakukan, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik keseluruhan yang bertujuan untuk mendiagnosa
gagal jantung. Hal ini selalu disertai dengan pemeriksaan laboratorium dan
radiologi untuk penegakan diagnosis dan tingkat keparahan penyakit.
2. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik membantu untuk mendiagnosis penyebab


gagal jantung. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
1. Pemeriksaan diagnostik primer
- Radiografi dada
Pada rontgen foto dada dapat ditemukan:
o Kardiomegali : perbandingan kardiotoraks yang lebih besar dari
50%
o Gambaran peningkatan tekanan vena parua
- Elektrokardiografi
Hasil EKG mencakup :
o Abnormalitas gelombang Q
o Abnormalitas gelombang T
o Abnormalitas segmen ST
o Hipertropi ventrikel kiri
o Fibrilasi atrial
o Blokade cabang / bundle branch block
- Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan gold standard diagnosis gagal jantung.
Ekokardiografi dapat menilai hal-hal berikut:
o Efisiensi ventrikel kiri
o Fungsi katup keseluruhan
o Dimensi ruang jantung
o Gerakan dinding
o Tingkat hipertrofi ventrikel
o Fungsi ventrikel saat sistol
o Fungsi ventrikel saat diastol
o Perikardium
- Pemeriksaan hasil Doppler
Pemeriksaan Doppler memberikan pengukuran kuantitatif dari aliran darah
melalui katup dan tekanan sistol ventrikel kanan.
- Pemeriksaan hematologi
- Pemeriksaan biokimia serum, termasuk fungsi ginjal dan kadar glukosa
- Pemeriksaan enzim jantung (pada kasus infark miokard baru)
2. Pemeriksaan diagnostik lain
- Radionuklir/ nuklir kardiologi
- Uji latih jantung paru
- Kateterisasi jantung
- Biopsi miokard, misalnya pada pasien yang diduga menderita
miokarditis. 8
II.8. Tata laksana
Dalam penanganan gagal jantung, sebaiknya melibatkan sudut pandang
berdasarkan 4 tahapan penyakit gagal jantung menurut American Heart
Association (AHA), yaitu : 1
Stage A : pasien dengan faktor resiko tinggi untuk terkena gagal jantung,
namun tidak ditemukan kelainan struktural ataupun gejala
gagal jantung (contoh : pasien dengan diabetes mellitus atau
hipertensi).
Stage B : pada pasien ditemukan adanya kelainan struktural pada jantung
tapi tidak timbul gejala gagal jantung (contoh : pasien dengan
riwayat pernah terkena infark miokard dan disfungsi ventrikel
kiri yang asimtomatis).
Stage C : Pada pasien ditemukan kelainan struktural pada jantung dan
terdapat gejala gagal jantung (contoh : pasien dengan riwayat
pernah terkena infark miokard disertai sesak napas dan mudah
lelah).
Stage D : pasien dengan gagal jantung berat yang membutuhkan tindakan
intervensi khusus (contoh : pasien gagal jantung yang
membutuhkan tindakan transplantasi jantung).
Melalui pemahaman mengenai kesinambungan dari tahap-tahap diatas,
diharapkan setiap usaha dalam penatalaksanaan gagal jantung tidak hanya
terfokus pada etiologi dari gagal jantung tersebut (contoh : hipertensi), namun
juga mencegah perkembangan penyakit gagal jantung atau proses remodeling
jantung pada pasien stage B dan C agar tidak menjadi lebih berat,
menggunakan obat-obat intervensi neurohormonal (contoh: penggunaan obat
ACE inhibitors dan beta bloker) dan penatalaksanaan simtomatis pada pasien
stage D.Penanganan pada gagal jantung dapat dibagi menjadi dua, manajemen
gagal jantung dengan ejeksi fraksi rendah (<40%) dan manajemen gagal
jantung dengan ejeksi fraksi normal (>40-50%).

You might also like