Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Trauma toraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga toraks yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding toraks ataupun isi dari cavum toraks yang disebabkan
oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thoraks akut.
Secara keseluruhan angka mortalitas trauma toraks adalah 10 %, dimana trauma toraks
menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak
penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat
dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari
trauma tumpul toraks dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus toraks yang membutuhkan
tindakan torakotomi.2
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan trauma
tajam. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan
tingkat energinya yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energi rendah, berenergi sedang ,
Penyebab trauma toraks yang lain oleh karena adanya tekanan yang berlebihan pada paru-
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat tergantung
besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi yang ringan berupa jejas
pada dinding toraks, fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat
berupa fraktur kosta multiple dengan komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio
paru. Trauma yang lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma
langsung pada jantung. Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan
anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas,
1
perfusi dan gangguan mekanik/alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
1. Identitas Pasien:
Nama : Ny. E
Usia : 47 Th / 19/09/1971
Status : Menikah
Kecelakaan lalu lintas pada jam 19.00 pada tanggal 14-11-2016 , Sepeda motor vs
menyabrang ke sebelah kanan, tiba2 ditabrak oleh sepeda motor dari arah berlawanan,
pingsan (+), px datang di igd sadar , nyeri dada sebelah kanan (+) , sesak (+), muntah
darah (-), keluar darah dari telinga (-) , Racoon eye (-) , Betle sign (-), Jejas & hematom
pada reg. kepala (-), luka robek pada pipi kiri (+), luka robek pada tangan kiri (+) , mual
3
2.2 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Tanda vital :
- RR : 26 kali/menit
- Suhu : 36,4 oC
Circulasi : Hipertensi (+) , takikardi (+) ,CRT (<2menit) , anemis (-) Infus RL
extra 2 flash + injeksi ketorolac 3x1 + inj ranitidin 2x1 + inj ceftriakson
4
Kepala dan leher : Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), racoon eye (-), betle
sign (-), edema palpebra (-) ,bloody rinore (-) , muntah darah (-) , deviasi trakea (-)
Thorax :
Perkusi : lapang paru dekstra redup di bag. Inferior dan sonor lapang paru
sinistra
Auskultasi : suara paru dekstra melemah, wheezing (-), Ronkhi (-), S1/S2 tunggal
Abdomen
Inspeksi : flat ,
Ekstremitas
5
Sudut costophrenicus dextra kabur dan sinistra lancip
RBC 4,38
HGB 12,8
HCT 37,1
MCV 85
MCH 29,3
MCHC 34,5
PLT 194
WBC 29,7
NEU 81,1
LYM 10,5
MON 5,9
EOS 1,3
BAS 1,2
LED 75
- INR 1,07
2.6 Diagnosis
6
Infus RL extra 2 flash 20tpm
Pro : WSD
2.8 Prognosis
Dubia at malam
2.9 Follow Up
Tanggal S O A P
14-02- Post op : nyeri dada KU: tampak sakit Post op: Infus RL 20tpm
kanan , sesak WSD Hemithoraks 2flash
2018 TD = 150/90
(2) mmHg dextra Injeksi ketorolac
2x1
N = 108 kali/menit DX pasca op :
Hematothorax (D) + Injeksi anbacim
RR = 28 kali/menit
OF antebrachii (S) 3x1
o
Suhu = 36,4 C
Injeksi kalnex
Auskultasi paru sin 3x1g
: Rh (-) Wh (-)
Isi Tabung WSD =
Cairan bening
15-02- nyeri dada kanan , TD = 144/81 Hematothorax (D) + Infus RL 1500 &
2018 sesak, nyeri tangan mmHg OF antebrachii (S) D5 1000 dalam
kanan (+), mual 24 jam
N = 98 kali/menit
muntah (-), pusing Injeksi
(-), makan minum RR = 22 kali/menit
pantoprazole
dbn Suhu = 37,4 C
o
40mg 1x1
WSD Cairan Injeksi ketorolac
bening 2x1
Injeksi anbacim
3x1
7
Injeksi kalnex
3x1g
Tranfusi darah 1
klof prc
16-02- nyeri dada kanan TD = 115/80 Hematothorax (D) + Infus RL 1500 &
2018 berkurang, sesak mmHg OF antebrachii (S) D5 1000 dalam
berkurang, nyeri 24 jam
N = 88 kali/menit
tangan kanan (+), Injeksi
pusing (+), mual RR = 25 kali/menit
pantoprazole
muntah (-), pusing o
Suhu = 37 C 40mg 1x1
(-), makan minum
dbn WSD berisi Injeksi ketorolac
cairan berwarna 2x1
merah
Injeksi anbacim
3x1
Injeksi kalnex
3x1g
Tranfusi darah 2
klof prc
17-02- nyeri dada kanan TD = 120/85 Hematothorax (D) + Infus pz 1000 &
2018 berkurang, sesak mmHg OF antebrachii (S) D5 dalam 24
berkurang, nyeri jam
N = 98 kali/menit
tangan kanan (+), Injeksi
pusing (+), mual RR = 20 kali/menit
pantoprazole
muntah (-), pusing o
Suhu = 37 C 40mg 1x1
(-), makan minum
dbn WSD berisi Injeksi ketorolac
cairan berwarna 2x1
merah
Injeksi anbacim
3x1
Injeksi kalnex
3x1g
Tranfusi darah 1
klof prc
8
18-02- nyeri dada kanan TD = 120/80 Hematothorax (D) + Inf RL 2 fl &
2016 berkurang, sesak mmHg OF antebrachii (S) D5 2 fl / 24 jam
berkurang, nyeri N = 74 kali/menit Injeksi
tangan kanan (+), pantoprazole
mual muntah (-), RR = 19 kali/menit
40mg 1x1
pusing (-), makan Suhu = 36,4 C
o
9
14-02-2018 15-02-2016
10
WSD 17-02-2018
11
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Otot-otot dinding dada maupun dinding abdomen tersusun dalam beberapa lapisan
yaitu lapisan eksternal, lapisan medial dan lapisan internal. Untuk dinding toraks, lapisan
thoracis. Otot-otot lain yang ikut membentuk dinding toraks termasuk dalam kelompok
otot-otot ekstremitas superior. Otot-otot dinding abdomen dan otot-otot tertentu punggung,
semuanya terletak di sebelah luar costae dan spatium intercostales. Musculi levator
75% perubahan volume intratoraks. Diafragma melekat sekitar dasar rongga toraks, otot ini
melengkung di atas hati dan bergerak ke bawah seperti piston bila ia berkontraksi. Jarak
berjalan miring ke atas dan ke bawah dari iga ke iga. Poros iga bersendi pada vertebra
sehingga bila musculus intercostalis externus berkontraksi mereka menaikkan costae bagian
bawah. Hal ini mendorong sternum ke luar dan menaikkan diameter anteroposterior dada.
Diameter transversal sebenarnya sedikit berubah atau tidak sama sekali. Baik diafragma
maupun musculus intercostalis externus sendiri dapat mempertahankan ventilasi yang cukup
pada keadaan istirahat. Pemotongan transversal medulla spinalis di atas segmen servikal ke
tiga adalah fatal bila tanpa pernapasan buatan, tetapi transeksi di bawah asal nervus phrenicus
yang mempersarafi diafragma (segmen servikal ketiga sampai kelima) tidak fatal. Sebaliknya,
12
pada penderita dengan kelumpuhan nervus phrenicus bilateral, respirasi cukup untuk
adalah otot pembantu inspirasi yang membantu menaikkan rongga toraks selama pernapasan
dalam.Penurunan volume intratoraks dan ekspirasi yang kuat terjadi bila otot ekspirasi
berkontraksi. Muskulus interkostalis internus mempunyai kerja ini sebab mereka berjalan
miring ke bawah dan posterior dari iga ke iga dan oleh karena itu menarik rongga toraks ke
bawah bila mereka berkontraksi. Kontraksi otot-otot dinding depan abdomen juga membantu
ekspirasi dengan menarik rongga iga ke bawah dan dalam dan dengan meningkatnya tekanan
3.1.2 Paru
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m pertukaran udara.
Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai ujung sternal kosta pertama, permukaan
costovertebral yang melapisi dinding dada, basis yang terletak di atas diafragma dan
sebelahnya.Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh fissura obliqus
dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fissura obliqus sehingga tidak ada lobus tengah.
13
Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun,
secara anatomis lingual merupakan bagian dari lobus atas kiri. Untuk Struktur yang masuk
dan keluar dari paru melewati hilus paru yang diselubungi oleh kantung pleura yang
longgar.13
Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari arteri bronkialis
cabang-cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena bronkialis, yang juga berhubungan
dengan vena pulmonalis, mengalirkan darah ke vena azigos dan vena hemiazigos. Alveoli
mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis dan darah yang
pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.Drainase limfatik
paru mengalir kembali dari perifer menuju kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial
hilar dan dari sini menuju trunkus limfatikus mediastinal.Paru dipersarafi oleh pleksus
pulmonalis terletak di pangkal tiap paru. Pleksus ini terdiri dari serabut simpatis (dari truncus
simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen dari pleksus
mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli
dan alveoli.13
14
Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara ; (1) dengan gerakan naik
turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan (2) dengan
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior
rongga dada.5
Pernafasan normal dan tenang dapat di capai dengan hampir sempurna melalui
metode pertama, yaitu melalui metode pertama, melalui gerakan diafragma. Selama inspirasi,
kontraksi diafragma menarik permukaan bawah ke arah bawah. kemudian, selama ekspirasi,
diafragma mengadakan relaksasi, dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dinding
dada, dan struktur abdomen akan menekan paru-paru dan mengeluarkan udara. Namun,
selama bernapas kuat, daya elastis tidak cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang
diperlukan. Sehingga diperlukan tenaga ekstra yang terutama diperoleh dari kontraksi otot-
otot abdomen, yang mendorong isi abdomen ke atas melawan dasar diafragma, sehingga
mengkompresi paru.5
Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka iga.
Pengembangan paru ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat iga miring ke bawah, dengan
demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna vertebralis. Tetapi, bila rangka iga
dielevasikan tulang iga lagsung maju sehingga sternum sekarang bergerak ke depan menjauhi
spinal, membentuk jarak anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama inspirasi
maksimum dibandingkan selama ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot yang mengelevasikan
dada diklasivikasikan sebagai otot-otot inspirasi , dan otot-otot mengelevasikan rangka dada
Perbedaan tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah
menyebabkan CO2 berdifusi ke dalam alveolus . CO2 ini kemudian dikeluarkan ke atsmosfer,
yang konsentrasi hakekatnya nol. Kendati selisih CO2 antara darah dan alveolus amat kecil
15
namun tetap memadai, karena berdifusi melintasi membrane alveolus kapiler kira-kira 20 kali
Permukaan paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membrane tipis dari sistem
sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seorang rentan terhadap dari benda asing (debu) dan
bakteri yang masuk bersama udara inspirasi: tetapi, saluran respirasi bagian bawah dalam
keadaan normal adalah steril. Reflek menelan atau reflek muntah yang mncegah masuknya
makanan atau cairan ke dalam trakea, juga kerja ekskalator mukosiliaris yang menjebak debu
lain yang lebih kuat mendorong sekresi ke saluran respirasi atas sehingga dapat ditelan atau
dikeluarkan.13
invasi bakteri ke dalam paru. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan sifat dapat
bermigrasi dan aktivitas enzimatik yang unik. Sel inibergerak bebas pada permukaan alveolus
dan meliputi serat menelan benda atau bakteri. Sesudah partikel mikroba tertelan , metabolit-
yang jelas partikel debu atau mikroorganisme ini kemudian diangkut oleh makrofag ke
pembuluh limfe atau ke bronkiolus tempat mereka akan dibuang oleh escalator mukosiliaris.
Makrofag alveolar dapat membersihkan paru dari bakteri yang masuk sewaktu inspirasi
Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks dan atau organ intra
toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena traumatajam.Memahami kinematis
16
dari trauma akan meningkatkan kemampuan deteksi dan identifikasi awal atas trauma
Secara anatomis rongga toraks di bagian bawah berbatasan dengan rongga abdomen
yang dibatasi oleh diafragma, dan batas atas dengan bawah leher dapat diraba incisura
jugularis. Otot-otot yang melapisi dinding dada yaitu: m.latissimus dorsi, m.trapezius,
m.rhomboideus mayor dan minor, m.serratus anterior , dan m.intercostalis. Tulang dinding
dada terdiri dari sternum, vertebra torakalis, iga dan skapula. Organ yang terletak di dalam
rongga toraks : paru-paru dan jalan nafas, esofagus, jantung, pembuluh darah besar, saraf dan
sistem limfatik.11
3.2.1 Epidemiologi
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data yang akurat mengenai trauma toraks di
Indonesia belum pernah diteliti. Di Bagian Bedah FKUI/RSUPNCM pada tahun 2011
didapatkan 20% dari pasien trauma mengenai trauma toraks. Di Amerika didapatkan 180.000
kematian pertahun karena trauma. 25% diantaranya karena trauma toraks langsung. Di
Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya trauma pada
toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Pneumotoraks,
hematotoraks, kontusio paru dan flail chest dapat meningkatkan kematian : 38%,42%,56%
3.2.2 Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan trauma
tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena kecelakaan kendaraan bermotor
(63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan (impact) yang berbeda,
yaitu depan, samping, belakang, berputar dan terguling. Oleh karena itu harus
dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki
17
pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan
menjadi 3, berdasarkan tingkat energinya yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energi
rendah, berenergi sedang dengan kecepatan kurang dari 1500 kaki per detik (seperti pistol)
dan trauma toraks oleh karena proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan kecepatan
melebihi 3000 kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain oleh karena adanya tekanan
Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak
berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum
Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata
dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak
dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan
Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada
tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena
pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta,
organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada
dinding thoraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ
tersebut.
18
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-
Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-
tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik
Blast injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan
Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan mematikan
2. Tension pneumotoraks
Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift
Tanda: dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak, hipotensif
4. Tamponade
Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP >
15
19
Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat
5. Ruptur aorta
6. Ruptur trakheobronhial
Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal shift
9. Perforasi esofagus
Prinsip
20
Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah :
Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
nyawa.
Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki
Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation)
kardiovaskular.
PRIMARY SURVEY
Airway
Assessment :
Management :
inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust,
21
Breathing
Assesment
Palpasi toraks
Management:
Circulation
Assesment
Management
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma
tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena
22
luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga
terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat
fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama
ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada
Penatalaksanaan
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
o Bronchial toilet
o Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat
(analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro berkala), sehingga dapat menghindari
morbiditas/komplikasi.
23
o Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma
Penatalaksanaan
o Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada
o Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
o Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti:
Pemeriksaan
o Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau gambaran
o Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma
jantung).
Penatalaksanaan
24
o Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan
o Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan operatif untuk
stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada
o Kasus jarang
o Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi sternoklavikula)
menonjol kedepan
o Pengobatan : reposisi
Flail chest adalah area thoraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya fraktur iga
multipel berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya
dapat tanpa atau dengan fraktur sternum. Akibatnya adalah: terbentuk area “flail” segmen
yang mengambang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan
dinding dada.
Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi,
sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan
masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi, keadaan ini disebut dengan respirasi
pendelluft. Fraktur pada daerah iga manapun dapat menimbulkan flail chest.
Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemothoraks,
25
penderita. Komplikasi yang dapat ditimbul yaitu insufisiensi respirasi dan jika korban trauma
Karakteristik
o Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air
movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien
dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara
eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan
Penatalaksanaan
o Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan
pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui
o pain control
o stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
o bronchial toilet
o fisioterapi agresif
1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
26
4. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"
3.4.1 Pneumothorak
Pneumothorak adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas didalam kavum
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena tersering disebabkan oleh ruptur
spontan pleura visceralis yang menimbulkan kebocoran udara ke rongga toraks. Udara dalam
a) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorak .
Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat
inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya,udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
b) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter
trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius
yang seharusnya. Pada saat inspirasi,tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara
dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsi
lateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura
keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorak.
27
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding
dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura
awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh
jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan didalamnya sudah kembali negatif.
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. Adapun
a. Paru pada sisi yang terkena akan kolaps, parsial atau total
d. Dijumpai suara napas yang melemah sampai menghilang pada daerah yang terkena.
f. Pada pemeriksaan foto toraks dijumpai adanya gambaran radiolusen atau gambaran
lebih hitam pada daerah yang terkena, biasanya dijumpai gambaran pleura line.
pleural + WSD.
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar
dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan
tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
b. Luka tidak boleh ditutup rapat yang dapat menciptakan mekanisme ventil.
28
e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi
udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju
pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura tidak dapat
keluar . Akibatnya tekanan didalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
29
tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal napas. Adapun manifestasi klinis yang dijumpai :
a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi kolaps total paru,
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi,
dekompresi segera dengan needle insertion pada sela iga II linea mid-klavikula pada daerah
yang terkena. Sehingga tercapai perubahan keadaan menjadi suatu simple pneumotoraks dan
Pada pneumotoraks kecil (<20 %), gejala minimal dan tidak ada respiratory distress,
serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan penderita istirahat 2-3 hari. Bila
pneumotoraks sedang, ada respiratory distress atau pada observasi nampak progresif foto
toraks, atau adanya tension pneumothorax, dilakukan tindakan bedah dengan pemasangan
torakostomi + WSD untuk pengembangan paru dan mengatasi gagal nafas. Tindakan
1. Kebocoran paru yang masif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae / fistel
bronkopleura).
2. Pneumotoraks berulang.
4. Pneumotoraks bilateral.
6. Teknik bedah
30
3.4.2 Hematothorax
Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus pada
toraks. Sumber perdarahan umumnya berasal dari interkostalis atau mamaria interna. Perlu
diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat terjadi syok hipovolemik berat yang mengakibatkan terjadinya kegagalan
sirkulasi, tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata oleh karena perdarahan masif yang
perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perlu diperhatikan adanya tanda dan gejala
dari instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan. Pemeriksaan foto toraks boleh
dilakukan bila keadaan pasien stabil. Pada kasus hematotoraks terlihat bayangan difus radio-
opak pada seluruh lapangan paru, dijumpai bayangan air-fluid level pada kasus
hematopneumotoraks.
Pemeriksaan
Indikasi Operasi
o Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah
kejadian trauma.
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
31
o ≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
Penatalaksanaan hematotoraks
Torakostomi + WSD.
a. Dijumpai perdarahan massif atau inisial jumlah produksi darah diatas 1500 cc.
c. Bila produksi darah 3-5 cc/kgBB selama 3 jam berturut-turut. Bila kita
surgery atau VATS dapat dilakukan evakuasi darah dan penjahitan fistula atau
Kontusio paru sering dijumpai pada kasus trauma tumpul toraks dan dapat pula
terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema parenkim konsolidasi.
Patofisiologi yang terjadi adalah kontusio atau cedera jaringan yang menyebabkan edema dan
mismatch yang hipoksia dan work of breathing yang meningkat.9 Diagnosis dapat dilakukan
dengan pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan laboratorium analisa gas darah yang
1. Mempertahankan oksigenasi
2. Mencegah/mengurangi edema
32
3. Tindakan: bronchial toilet, batasi pemberian cairan isotonik atau hipotonik, terapi
oksigen, pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP
>5)
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks yang berat,
trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung dengan gejala
trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara jantung. Kontusio
o Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs
Diagnostik
Penatalaksanaan
torakotomi eksplorasi.
33
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada
daerah toraks inferior atau abdomen atas. Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan
terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut. Dapat pula terjadi ruptur
diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus
juga akan melukai organ-organ intratoraks atau intraabdominal Ruptur diafragma umumnya
terjadi di puncak atau kubah diafragma. Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering
daripada diafragma kanan. Pada ruptur diafragma akan terjadi herniasi organ viseral abdomen
penunjang, yaitu riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen. Tanda dan gejala klinis
mediastinum kontralateral dan terlihat adanya organ viseral ditoraks. Penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan torakotomi eksplorasi emergensi dan dapat diikuti dengan laparotomi
apabila diperlukan.4
Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma
tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Pada trauma tumpul ruptur
terjadi pada saat glottis tertutup dan terdapat peningkatan hebat dan mendadak dari tekanan
34
Kemungkinan kejadian ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang
disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan
hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis dapat merupakan gejala dari ruptur ini.
dalam rongga paru lebih rendah dari pada tekanan pada atmosfer, yang akan mendorong
udara masuk ke dalam paru selama inspirasi. Ketika rongga dada terbuka, untuk beberapa
alasan, akan menyebabkan paru kehilangan tekanan negative yang berakibat pada kolapsnya
paru.
Pengumpulan udara, cairan atau substansi lain di dalam rongga paru dapat
patologik yang terkumpul dalam rongga pleura dapat berupa fibrin, bekuan darah,
cairan(cairan serous, darah, pus) dan gas. Tindakan pembedahan pada dada hampir selalu
menyebabkan pneumotoraks. Udara dan cairan yang terkumpul dalam rongga intrapleura
dalam ruangan pleura. Dengan demikian selama dan segera setelah pembedahan toraks,
kateter dada diletakkan secara strategis pada ruangan pleura, dijahit pada kulit dan
dihubungkan dengan alat drainase untuk mengeluarkan sisa udara atau cairan dari ruangan
pleura maupun mediastinum. WSD merupakan pipa khusus yang dimasukkan kerongga
35
1. Diagnostik : menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga
dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shok.
3. Preventive : Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
Penyulit pemasangan WSD adalah perdarahan dan infeksi atau super infeksi. Oleh karena itu
pada pemasangan WSD harus diperhatikan anatomi pembuluh darah interkostalis dan harus
diperhatikan sterilitas.
1. Hematotoraks
2. Pneumotoraks
Indikasi pemasangan WSD pada pneumotoraks karena trauma tajam atau trauma tembus
toraks :
2. bila gambaran udara pada foto toraks lebih dari seperempat rongga torak sebelah luar
perburukan
Macam-macam WSD :
36
Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke dalam satu botol yang
memungkinkan udara dan cairan mengalir dari rongga pleura tetapi tidak mengijinkan udara
maupun cairan kembali ke dalam rongga dada. Secara fungsional, drainase tergantung pada
gaya gravitasi dan mekanisme pernafasan, oleh karena itu botol harus diletakkan lebih
rendah. Ketika jumlah cairan di dalam botol meningkat, udara dan cairan akan menjadi lebih
sulit keluar dari rongga dada, dengan demikian memerlukan suction untuk mengeluarkannya.
Sistem satu botol digunakan pada kasus pneumothoraks sederhana sehingga hanya
membutuhkan gaya gravitasi saja untuk mengeluarkan isi pleura. Water seal dan penampung
drainage digabung pada satu botol dengan menggunakan katup udara. Katup udara digunakan
untuk mencegah penambahan tekanan dalam botol yang dapat menghambat pengeluaran
cairan atau udara dari rongga pleura. Karena hanya menggunakan satu botol yang perlu
diingat adalah penambahan isi cairan botol dapat mengurangi daya hisap botol sehingga
System ini terdiri dari botol water-seal ditambah botol penampung cairan. Drainase
sama dengan system satu botol, kecuali ketika cairan pleura terkumpul, underwater seal
system tidak terpengaruh oleh volume drainase. Sistem dua botol menggunakan dua botol
yang masing-masing berfungsi sebagai water seal dan penampung. Botol pertama adalah
37
penampung drainage yang berhubungan langsung dengan klien dan botol kedua berfungsi
sebagai water seal yang dapat mencegan peningkatan tekanan dalam penampung sehingga
drainage dada dapat dikeluarkan secara optimal. Dengan sistem ini jumlah drainage dapat
Pada system ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk mengontrol jumlah cairan
suction yang digunakan. Sistem tiga botol menggunakan 3 botol yang masing-masing
berfungsi sebagai penampung, "water seal" dan pengatur; yang mengatur tekanan penghisap.
Jika drainage yang ingin, dikeluarkan cukup banyak biasanya digunakan mesin penghisap
dengan mesin penghisap dapat diatur tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan isi
pleura. Botol pertama berfungsi sebagai tempat penampungan keluaran dari paru-paru dan
tidak mempengaruhi botol "water seal". Udara dapat keluar dari rongga intrapelura akibat
tekanan dalam bbtol pertama yang merupakan sumber-vacuum. Botol kedua berfungsi
sebagai "water seal" yang mencegah udara memasuki rongga pleura. Botol ketiga merupakan
pengatur hisapan. Botol tersebut merupakan botol tertutup yang mempunyai katup atmosferik
atau tabung manometer yang berfungsi untuk mengatur dan mongendalikan mesin penghisap
yang digunakan.
38
Tempat insersi slang WSD :
untuk pengeluaran udara dilakukan pada intercostals 2-3 garis midclavicula untuk
pengeluaran cairan dilakukan pada intercostals 7-8-9 mid aksilaris line/dorsal axillar line
Teknik pemasangan :
1. Bila mungkin penderita dalam posisi duduk. Bila tidak mungkin setengah duduk, bila tidak
mungkin dapat juga penderita tiduran dengan sedikit miring ke sisi yang sehat.
2. Ditentukan tempat untuk pemasangan WSD. Bila kanan sela iga (s.i) VII atau VIII, kalau
kiri di s.i VIII atau IX linea aksilaris posterior atau kira-kira sama tinggi dengan sela iga dari
angulus inferius skapulae. Bila di dada bagian depan dipilih s.i II di garis midklavikuler
4. Secara steril diberi tanda pada slang WSD dari lobang terakhir slang WSD tebal dinding
39
C. Evaluasi Paru
5. Pemberian antibiotika
6. Expectorant
2. Pada kontrol 1 -2 hari pasca pengangkatan WSD paru tetap mengembang penuh
40
41
BAB 4
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
Trauma Thoraks adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul
maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada
rangka thoraks. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan
fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru,
Pneumothorax, Tamponade Jantung, Fraktur costae , flail chest , fraktur clavikula, dsb.
4.2 Saran
1. Memberikan informasi secara lengkap kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
yang diderita.
2. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan.
42
DAFTAR PUSTAKA
3. Dolan, B., Holt, L., 2008. Trauma Life Support. In: Holt, L., ed. Accident and
4. Donlan RM (2002). Biofilms: Microbial life in surfaces. Emerg Infect Dis (serial
5. Guyton & Hall , 2007, Fisiologi Manusia: Ventilasi Paru, Pengangkutan Oksigen dan
6. Hafen, B.Q., Ph.D., Karren, K.J., Ph.D. 1992. Patient Assessment. In: Hafen, B.Q.,
Ph.D.,
7. Karren, K.J., Ph.D., ed. Prehospital Emergency Care and Crisis Intervention. 4 th ed.
8. Hagberg, C., Georgi, R., Krier, 2005. Complications of Managing the Aiway. In:
Best Practise and Research Clinical Anaesthesiology. Elsevier 19 (4): 641. Available
from:http://clinicaldepartments.musc.edu/anesthesia/education/medicalstudent/outline
10. Jean Deslauriers (2005), Empyema And Bronchopleural Fistel. In Thoracic Surgery.
1017-1025
43
12. Olgac et al (2006), Antibiotics Are Not needed during tube thoracostomy for
http://www.medscape.com/viewarticle/441355
Pernafasan,Jakarta,EGC,Pp.736-759
14. Saryono ,2012 . Laboratorium Keterampilan Medik PPD UNSOED , Modul Skill Lab
Jilid 1.
15. Sitohang. R., 2012. Aplikasi System ABCD pada Primary Survey Pasien Trauma.
Dalam: Hakim, A.A., et al. Modul Keterampilan klinik. Medan: Fakultas Kedokteran
16. Sjamsoehidajat R (2010), Trauma Toraks, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah , Pusat
518.
17. Smith, T., Davidson, S., 2007. Dokter di Rumah Anda. Jakarta: Dian Rakyat, 290-296.
18. Walls, M.H., 2010. Airway. In: Walls, M.H., ed. Rosen’s Emergency Medicine
44