Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN TESIS
Oleh
ISRAN K. HASAN
NIM : 20113051
(Program Studi Magister Matematika)
Daftar Isi ii
4.1 Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
ii
5 Lampiran 29
Daftar Pustaka 33
Bab 1
Definisi 1.1.1. Misalkan {Xt , t ≥ 0} adalah menyatakan proses stokastik dari re-
turn suatu aset pada waktu t. {Xt , t ≥ 0} dikatakan mengikuti model GARCH(1,1)
jika
Xt = σt εt , σt2 = α0 + α1 Xt−1
2 2
+ β1 σt−1 (1.1)
dengan asumsi
1. εt ∼ iid F(0, σε )
Untuk menjamin nilai variansi tetap selalu positif maka parameter model perlu
dibatasi. Batasan parameter untuk model GARCH (1,1) adalah α0 > 0, α1 ≥ 0 dan
β1 ≥ 0.
Stasioner Lemah
Agar data yang kita miliki dapat dimodelkan dengan model time series dibutuhkan
asumsi kestasioneran. Prinsip utama dalam konsep kestasioneran adalah sifat-sifat
1
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
statistika pada suatu model atau proses tidak berubah terhadap waktu. Syarat
kestasioneran lemah dapat diperoleh dengan menggunakan teorema berikut:
ii. model GARCH (1,1) pada persamaan 1.1 dapat ditulis kembali sebagai berikut:
dan
σt2 = α0 + α1 Xt−1
2 2
+ β1 σt−1
Xt2 − ηt = α0 + α1 Xt−1
2 2
+ β1 (Xt−1 − ηt−1 )
Xt2 − ηt = α0 + α1 Xt−1
2 2
+ β1 (Xt−1 ) − β1 (ηt−1 )
Xt2 = α0 + (α1 + β1 )Xt−1
2
− β1 ηt−1 + ηt
Persamaan (1.2) merupakan bentuk model ARMA dalam bentuk Xt2 . Jadi,
model GARCH (1,1) dapat dipandang sebagai representasi dari model ARMA untuk
Xt2 . Dari representasi ini dapat dikatakan bahwa teori digunakan pada model ARMA
dapat digunakan untuk model GARCH (1,1). Hal ini tentunya akan memudahkan
dalam identifikasi model GARCH (1,1). Persamaan tersebut dapat ditulis dalam
kembali menjadi
(1 − (α1 + β1 )L)Xt2 = α0 + (1 + β1 L)ηt
2
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
ristik
(1 − (α1 + β1 )z) = 0
sehingga proses ini akan stasioner jika |z| > 1. Akibatnya, |α1 + β1 | < 1. sehingga
diperoleh bahwa model GARCH (1,1) akan stasioner jika 0 < α1 + β1 < 1. Sebagai
ilustrasi akan disimulasikan dengan program MATLAB model GARCH (1,1) dengan
dengan berbagai parameter.
Gambar 1.1 adalah simulasi model GARCH (1,1) dengan 1000 data bangkitan
dan mengkondisikan nilai α0 = 1 α1 = 0.2,β1 = 0.3. Dari gambar ini dapat dilihat
mean dan variansinya masing konvergen ke 0 dan 2 hal ini sesuai dengan hasil per-
1
hitungan secara analitik yaitu E(Xt )=0 dan var(Xt ) = 1−(0.2+0.3) = 2. Gambar 1.2
adalah simulasi model GARCH (1,1) dengan 1000 data bangkitan dan mengkondi-
sikan nilai α0 = 1, α1 = 0.5 dan β1 = 0.6. Dari gambar ini dengan jelas dapat dilihat
bahwa data bangkitan tidak stasioner karena mean dan variansinya tidak konstan
disetiap waktu.
Dari sini dapat diperoleh bahwa hasil simulasi cocok dengan hasil secara anali-
tik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kestasioneran model GARCH (1,1) dipenuhi
dengan syarat α1 + β1 < 1.
3
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
Kurtosis
Kurtosis merupakan salah satu ukuran yang penting dalam mempertimbangkan ke-
putusan yang akan diambil, sebagai contoh jika nilai kurtosis melebih ”batas nor-
mal”, berarti nilai return pada masa yang akan datang membesar atau mengecil
secara ekstrem. Kurtosis secara umum dituliskan sebagai berikut:
E(Xt4 )
κ=
[E(Xt2 )]2
Proposisi 1.1.2. Misalkan Xt mengikuti model GARCH (1,1) pada persamaan 1.1
maka kurtosis dari Xt adalah
κε (1 − (α1 m2 + β1 ))2
κ = (1.3)
1 − (α12 m4 + 2α1 β1 m2 + β12 )
(1.4)
dengan κε adalah kurtosis dari εt dan m2 dan m4 masing-masing adalah E(ε2t ) dan
E(ε4t )
Agar nilai kurtosis selalu finite dan tidak bernilai negatif maka parameter dari
model ini perlu dibatasi lagi. Perhatikan bahwa karena 0 < α1 + β1 < 1 maka agar
nilai kurtosis finite, nilai (α1 + β1 )2 − (κε − 1)α12 harus kecil dari satu. Ketaksamaan
ini menyatakan nilai α dan β yang memberikan kurtosis yang finite bergantung pada
distribusi dari ε. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:
4
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
dengan mengubah-ubah nilai α1 dan β1 diantara selang [0,0.4]. Selang ini dipilih
agar kondisi eksistensi kurtosis dari model GARCH (1,1) tetap berlaku. Dari gambar
5
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
1.4 dapat dilihat bahwa semakin besar nilai α1 + β1 maka semakin besar pula nilai
kurtosisnya.
Fungsi Autokorelasi
dengan Cov(Xt , Xt−l ) = E(Xt Xt−l ) − E(Xt )E(Xt−l ). Dari definisi di atas diperoleh
ρ0 = 1, ρl = ρ−l dan ρ ∈ [−1, 1]. Sebagai tambahan, nilai ρl = 0 menyatakan bahwa
Xt tidak berautokorelasi, begitupun sebaliknya.
Proposisi 1.1.3. Misalkan Xt mengikuti model GARCH (1,1) pada persamaan 1.1
maka fungsi autokorelasi return kuadrat dari Xt dan Xt−l adalah
1, l=0;
α1 (1−α1 β1 −β12 )
ρl = (1−2α1 β1 −β12 )
, l=1; (1.6)
(α1 + β1 )l−1 ρ1 ,
l > 1.
Untuk mengatasi hal ini, dibangun model dimana bad news dan good news me-
miliki pengaruh yang berbeda terhadap variansinya. Salah satu model yang mampu
menangkap fenomena ini adalah model Exponential GARCH (EGARCH).
6
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
Definisi 1.2.1. Misalkan {Xt , t ≥ 0} adalah menyatakan proses stokastik dari re-
turn suatu aset pada waktu t. {Xt , t ≥ 0} dikatakan mengikuti model EGARCH(1,1)
jika
Xt = σt εt , 2
ln σt2 = ω + g(εt−1 ) + ψ1 ln σt−1 (1.7)
Tidak seperti model GARCH (1,1) yang membatasi parameter agar σt positif,
model EGARCH tidak perlu membatasi parameter. Hal ini karena model EGAR-
CH pada persamaan (2.3) adalah persamaan dalam bentuk persamaan logaritma
sehingga nilai σt akan selalu positif.
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Nelson (1991) untuk mengatasi ke-
lemahan dari model GARCH. Fungsi g(εt ) mempunyai peranan penting agar model
ini dapat mengakomodasi efek asimetrik. Oleh karena itu, g(εt ) haruslah merupakan
fungsi yang memperhatikan besar dan tanda dari εt dan juga merupakan fungsi yang
terdefinisi dengan baik (well-defined ) terhadap εt . Salah satu pilihan agar fungsi ini
memenuhi syarat tersebut adalah dengan membuat g(εt ) sebagai kombinasi linier
dari εt dan |εt | yaitu:
g(εt ) = θεt + δ[|εt | − E(|εt |)] (1.8)
dengan θ dan δ adalah konstanta real dan εt adalah barisan peubah acak iid dengan
mean nol dan berdistribusi kontinu.
Perhatikan bahwa dua komponen dari fungsi g(εt ) yaitu θεt dan δ[|εt | − E(|εt |)
masing memiliki mean nol, akibatnya fungsi g(εt ) juga memiliki mean nol sehingga
dapat dikatakan bahwa fungsi g(εt ) merupakan observasi terpusat.
Dengan memperhatikan fungsi g(εt ) pada persamaan 3.1 maka persamaan 1.7
dapat ditulis kembali sebagai berikut.
( 2ψ1
σt−1 ω } exp{(θ + δ) Xσt−1
exp{e t−1
}, Xt−1 ≥ 0;
σt2 = 2ψ1 (1.9)
σt−1 ω } exp{(θ − δ) Xσt−1
exp{e t−1
}, Xt−1 < 0.
7
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
e = ω − δE(|εt−1 |).
dimana ω
Persamaan 2.3 terlihat bahwa nilai σt2 tidak hanya bergantung dari besarnya
nilai Xt−1 tetapi bergantung juga pada tanda dari Xt−1 . Hal ini berarti model
EGARCH dapat mengakomodasi fenomena ketidaksimetrisan good news dan bad
news. Parameter ψ merepresentasikan pengaruh dari variansi sebelumnya, sehingga
jika nilai ψ positif berarti perubahan positif pada data sebelumnya akan diikuti
oleh perubahan positif pada data selanjutnya. Selanjutnya parameter δ mengukur
efek dari ketidaksimetrisan. Jika δ = 0 maka model yang digunakan simetris. Jika
δ < 0 maka bad news mempunyai pengaruh kuat terhadap volatilitas dibandingkan
dengan good news dan sebaliknya.
Stasioner Lemah
Kestasioneran lemah dari model EGARCH dengan mudah dapat ditentukan dengan
memperhatikan Vt = ln σt2 sehingga persamaan (1.7) dapat ditulis sebagai berikut
Jika g(εt−1 ) dipandang sebagai error dari persamaan tersebut maka persamaan ini
menyerupai model AR(1) sehingga dapat dibentuk polinomial karakteristik 1−ψ1 z =
0 sehingga jika |z| > 1 maka ln σt2 akan stasioner. Akibatnya, syarat kestasioneran
ln σt2 adalah |ψ1 | < 1.
Gambar 1.5: Plot data bangkitan EGARCH (Kiri)ω = 0.5, ψ = 0.4, δ = −0.2 dan θ = −0.3;
(Kanan)ω = 0.5, ψ = 1, δ = −0.2 dan θ = −0.3
8
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
Dari Persamaan (1.7) jelas bahwa E(Xt ) = 0. Untuk mencari Variansi dari model
ini, perhatikan kembali persamaan 1.10. Dari sini dapat diperoleh kesimpulan bahwa
ω
model EGARCH dapat dinyatakan sebagai model AR(1) dengan mean 1−ψ dengan
error nya adalah g(εt−1 ). Sehingga model ini dapat ditulis kembali menjadi:
∞
ω X
Vt = + ψ1i (θεt + δ[|εt | − E(|εt |)]) (1.11)
1 − ψ i=1
dengan ω ∗ = ω
1−ψ
. Sehingga variansi bersyarat dari Yt adalah
(∞ )
Y
var(Xt ) = exp(ω ∗ ) + exp
i
E ψ1 (θεt + δ[|εt | − E(|εt |)]) (1.12)
i=1
Kurtosis
Misalkan Xt mengikuti model EGARCH (1,1) pada persamaan 1.7 maka kurtosis
dari Xt adalah (Terasvirta, 2006)
∞
(δ + θ)2 Φ(2ψ i−1 (δ + θ)) + exp{−8ψ 2i−2 δθ}Φ(2ψ i−1 (δ − θ))
Y
κ = 3exp
1 − ψ2 i=1
[Φ(2ψ i−1 (δ + θ)) + exp{−2ψ 2i−2 δθ}Φ(2ψ i−1 (δ − θ))]2
dengan Φ(.) adalah fungsi distribusi kumulatif dari distribusi Gaussian. Jika nilai
δ = 0 maka persamaan diatas menjadi lebih sederhana yaitu
κ = 3 exp{θ2 (1 − ψ 2 )−1 }
9
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
Persamaan (1.7) memberikan kerumitan dalam kalkulasi khususnya pada fungsi au-
tokorelasi untuk model EGARCH. Oleh karena itu, untuk mempermudah kalkulasi
maka persamaan (1.7) akan dinyatakan dalam bentuk rekursif, sehingga diperoleh
proposisi berikut.
i−1
X
Vt = (Pi )ω + (Qi )Vt−i + (Q1 )j g(εt−j+1 ) (1.14)
j=0
Pi = Pi−1 + Qi−1
Qi = Qi−1 Q1
Bukti 4. Pertama akan dibuktikan untuk i = 2 benar. Dari persamaan (1.13) dapat
diperoleh
Vt−1 = ω + ψ1 Vt−2 + g(εt−2 )
1
X
Vt = (P2 )ω + (Q2 )Vt−i + (Q1 )j g(εt−j+1 ) (1.15)
j=0
10
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
dimana
k
X
Vt = (1 + ψ1 + ... + ψ1k−1 + ψ1k )ω + ψ1k+1 Vt−k+1 + (Q1 )j g(εt−j+1 )
j=0
Fungsi autokorelasi dari Xt2 untuk model EGARCH dapat ditulis sebagai ber-
ikut:
sehingga untuk menghitung fungsi autokorelasi dari model EGARCH, perlu dihitung
11
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
1
E (exp{Vt + Vt−l }) = exp{Pl ω}exp{(1 + Ql )µv }exp{ (1 + Ql )σv } ×
2
k−1
Y
× E( exp Qi1 g(εt−i+1 ) )
i=0
b. Perhatikan bahwa
Sehingga diperoleh
i−1
X
Vt + Vt−l = (Pl )ω + (1 + Ql )Vt−l + (Q1 )j g(εt−j+1 ) (1.19)
j=0
12
BAB 2 : Konsep Model Volatilitas GARCH(1,1) dan EGARCH (1,1)
13
Bab 2
Menurut Cont(2001) dan Engle dan Patton (2001) return dan volatilitas me-
miliki beberapa karakteristik khusus atau biasa disebut sifat empiris. Pada bagian
ini akan ditunjukkan bahwa model GARCH (1,1) dapat mengakomodasi sifat empi-
ris dari return dan volatilitas. Adapun sifat empiris return dan volatilitas diuraikan
sebagai berikut:
Untuk melihat apakah Model GARCH (1,1) dan EGARCH (1,1) dapat meng-
akomodasi fenomena ini jika ditinjau dari kurtosisnya. Perhatikan teorema berikut:
14
BAB 3 : Sifat Empiris Return dan Volatilitas untuk Model GARCH (1,1)
κ > κε
E(Xt4 ) = κε E(σt4 )
Dari pertidaksamaan ini dapat dilihat bahwa nilai kurtosis dari model akan
selalu memiliki ekor yang lebih tebal meskipun distribusi dari εt tidak memiliki ekor
tebal termasuk distribusi normal.
Distribusi ekor tebal dari model GARCH (1,1) dapat dilihat secara analitik de-
ngan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Kesten (1973). Perhatikan suatu
proses {Yt } yang memenuhi persamaan beda stokastik (Stochastic Difference Equa-
15
BAB 3 : Sifat Empiris Return dan Volatilitas untuk Model GARCH (1,1)
tion)
Yt = At Yt−1 + Bt (2.1)
Dimana [{At , Bt }] saling bebas. Kesten (1973) menunjukkan bahwa {Yt } mempu-
nyai distribusi ekor tebal jika terdapat suatu ξ sedemikian sehingga
Menurut Sun (2014), Model GARCH dapat memenuhi kriteria ini karena σt2
dapat dituliskan sebagai berikut
E[(α1 ε2t−1 + β1 )ξ ] = 1
Dari sini dapat dikatakan bahwa σt2 memiliki ekor tebal dengan tail index sebesar
ξ dan E(ε2ξt ) < ∞. Akibatnya, σt memiliki ekor yang lebih tebal dibandingkan
dengan εt . Jadi, meskipun dengan εt yang berdistribusi normal, model GARCH
masih tetap memiliki ekor yang tebal.
Salah satu sifat empiris return yang berkaitan dengan autokorelasi adalah auto-
korelasi return kuadrat turun secara perlahan (slowly decay autocorrelation) (Cont,
2001). Untuk melihat model GARCH dapat mengakomodasi sifat ini, terlebih da-
16
BAB 3 : Sifat Empiris Return dan Volatilitas untuk Model GARCH (1,1)
Klasifikasi dari fungsi autokorelasi dari model GARCH (1,1) berdasarkan per-
ilaku dua lag pertama yaitu ρ1 dan ρ2 . Perhatikan persamaan 1.6, selanjutnya
dengan melihat kondisi yang dijelaskan pada persamaan (1.1) maka jelas bahwa
ρ1 > ρ2 . Berdasarkan klasifikasi fungsi autokorelasi oleh He dan Terrasvirta(1999)
maka fungsi autokorelasi dari model GARCH (1,1) dapat dibagi menjadi dua tipe.
Pertama, fungsi autokorelasi turun secara perlahan dari nilai ρ1 . Selanjutnya tipe
ini disebut tipe 1. Kedua, fungsi autokorelasi berprilaku seperti tipe 1 tetapi setelah
ρ2 terjadi oskilasi. Sebagai ilustrasi perhatikan gambar berikut:
Salah satu sifat dari distribusi return memiliki kurtosis yang tinggi namun
memiliki autokorelasi yang rendah (Liesenfeld, 2000). Untuk melihat model GAR-
CH dapat mengakomodasi sifat ini, terlebih dahulu akan dilihat hubungan fungsi
autokorelasi dan kurtosis.
17
BAB 3 : Sifat Empiris Return dan Volatilitas untuk Model GARCH (1,1)
β1 (1 − 3κ−1 )
l−1
ρl = (α1 + β1 ) α1 + (2.2)
3(1 − κ−1 )
berdasarkan persamaan di atas terlihat bahwa ACF juga merupakan fungsi dari kur-
tosis. Gambar 2.3 merupakan plot dari persamaan 2.2 untuk l = 1 dengan α1 + β1
berbeda-beda dan dibandingkan dengan nilai kurtosis dan autokorelasi empirik da-
ri masing masing data saham yang telah disebutkan sebelumnya. Nilai Parameter
dipilih berdasarkan eksistensi dari kurtosis dari model GARCH. Dari gambar terse-
but terlihat bahwa nilai empirik data tidak dapat dicapai oleh model GARCH (1,1)
dengan distribusi normal. Hal ini berarti bahwa model GARCH dengan distribusi
normal tidak dapat mengakomodasi sifat High Kurtosis, Low Autocorrelation.
Dari gambar ini juga dapat dilihat bahwa nilai kurtosis membesar diikuti oleh
membesarnya nilai autokorelasi secara lambat. Dapat dilihat bahwa nilai α1 + β1
juga memberikan pengaruh terhadap fungsi autokorelasi, dimana semakin besar nilai
α1 + β1 maka laju dari nilai autokorelasi membesar semakin cepat.
18
BAB 3 : Sifat Empiris Return dan Volatilitas untuk Model GARCH (1,1)
2. Asimetrik Tipe 2 : Return negatif memberikan efek yang lebih besar diban-
dingan dengan return positif
3. Asimetrik Tipe 3 : Return positif memberikan efek yang lebih besar diban-
dingan dengan return negatif
dalam beberapa literature definisi yang sering digunakan adalah asimetrik tipe 1
(lihat Black (1976), Christie(1982)) dan asimetrik tipe 2 (lihat Glosten, Jagannathan
dan Runkle (1992) dan Nelson (1991)). Efek Asimetrik dianggap penting dalam
kajian pada pasar finansial karena secara umum dapat diinterpretasikan sebagai
salah satu indikator dalam menilai resiko, semakin asimterik maka semakin beresiko.
Efek asimetrik dapat digambarkan melalui NIC (news impact curve). Engle
dan Ng(1993) mendefinisikan NIC sebagai hubungan antara Xt−1 dan σt dimana
informasi pada waktu t − 2 dan sebelumnya bernilai konstan. NIC menunjukkan
hubungan antara return sekarang dan volatilitas pada masa yang akan datang yang
berarti NIC dapat mengukur bagaimana informasi yang baru dapat mempengaruhi
volatilitas. Oleh karena itu, NIC dapat melihat apakah suatu model dapat menga-
komodasi sifat asimetrik.
σt2 = A + α1 Xt−1
2
19
BAB 3 : Sifat Empiris Return dan Volatilitas untuk Model GARCH (1,1)
dimana B = σ 2ψ1 exp{ω − γ 2/ π}. Dari kedua persamaan diatas dapat dilihat
p
dengan jelas bahwa model GARCH tidak dapat mengakomodasi sifat asimetrik ka-
rena NIC model GARCH merupakan fungsi kuadrat yang berpusat pada Xt−1 = 0
sedangkan untuk model EGARCH akan mencapai minimum pada Xt−1 = 0. Untuk
lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:
Dari gambar diatas terlihat bahwa model GARCH(1,1) memiliki kurva NIC yang
simetris dibandingkan dengan model EGARCH(1,1). Dari grafik tersebut terlihat
pula bahwa untuk nilai Xt−1 < 0 pada NIC model GARCH memiliki pengaruh yang
sama dengan Xt−1 > 0 pada variansinya. Sebaliknya nilai Xt−1 < 0 pada NIC model
EGARCH memiliki pengaruh yang berbeda dengan Xt−1 > 0 pada variansinya. Hal
ini dapat dilihat dari kemiringan garis untuk nilai Xt−1 < 0 lebih besar dibandingk-
an dengan kemiringan garis untuk nilai Xt−1 > 0. Hal ini mengindikasikan bahwa
model EGARCH (1,1) dapat mengakomodasi efek asimetrik.
20
Bab 3
Seperti yang telah dibahas pada bagian pendahuluan, volatilitas memiliki per-
anan penting dalam pasar financial. Oleh karena itu, diperlukan prediksi volatilitas
yang akurat. Model GARCH seringkali digunakan untuk memperoleh prediksi vo-
latilitas yang akurat. Sebagai contoh perhatikan persamaan GARCH(1,1)untuk
volatilitas(σt2 ). Prediksi satu langkah (1-step ahead forecast) dapat dituliskan seba-
gai berikut:
2
σ
bt+1 = α c1 Xt2 + βb1 σt2
c0 + α
= α α1 Xt2 |Ft−1 ) + E(βb1 σt2 )
c0 + E(c
= α α1 + βb1 )σ 2
c0 + (c t
2
= σX α1 + βb1 )(σt2 − σX
+ (c 2
)
21
BAB 5 : Prediksi
2 α
dengan σX = 1−(c c0
c1 ) . selanjutnya untuk prediksi dua langkah ke depan (2-step
α1 + β
ahead forecast) diperoleh
2 2 2
σ
bt+2 = α
c0 + α
c1 Xt+1 + βb1 σt+1
2 2
= α
c0 + E(c
α1 Xt+1 |Ft−1 ) + E(βb1 σt+1 )
= α α1 + βb1 )2 σ 2
c0 + (c t+1
2
= σX + (c 2
α1 + βb1 )2 (σt2 − σX )
Sehingga jika diperumum untuk ` langkah kedepan `-step ahead forecast diperoleh
2 2
σ
bt+` = σX α1 + βb1 )` (σt2 − σX
+ (c 2
)
2 2
σ
bt+` → σX
Akibatnya, prediksi volatilitas untuk ` langkah kedepan untuk ` menuju tak hingga
akan konvergen ke variansi tak bersyarat dari Xt
Untuk memperoleh prediksi volatilitas dari model EGARCH (1,1), tanpa meng-
urangi keumuman perhatikan untuk εt ∼ N (0, 1) maka
2ψ1
σt2 = σt−1 exp{ω + g(εt−1 )}
dengan
p
g(εt ) = θεt + δ[|εt | − 2/π] (3.1)
Definisikan h(x) = E(exp{x(ω + g(ε))} untuk suatu x > 0. Untuk distribusi normal
baku maka nilai h(x) dapat diperoleh yaitu (Tse,2007):
Z ∞ p dε
h(x) = exp{xω} exp{ε2 /2}exp{xθε + xδ(|ε| − 2/π)} p
−∞ 2/π
(θ + δ)2 x2
p
= exp{x(ω − δ 2/π)} exp Φ{x(δ + θ)}+
2
(θ − δ)2 x2
+exp{ }Φ{x(δ − θ)}
2
22
BAB 5 : Prediksi
dengan Φ(·) adalah fungsi distribusi dari normal baku. Dari sini diperoleh
2 2ψ1
E(b
σt+` |Ft−1 ) = E(b
σt+`−1 |Ft−1 )E(exp{b
ω + g(εt−1 )})
2ψ1`
= h(1)h(ψ)...h(ψ `−1 )σt
T
2 1 X 2 b2 2
M SEP = ET (σbt − σt2 )2 ≈ (σ − σt )
T t=1 t
dimana σbt 2 adalah nilai prediksi dari model dan σt2 adalah nilai variansi aktual.
Seringkali nilai σt2 diganti dengan nilai return pada waktu ke t (rt2 ) untuk mengukur
MSE(lihat Hung Chung et al. (2009) dan Franses& Dijk (1996)). Model terbaik
dapat diukur memberikan nilai MSE yang terkecil.
23
Bab 4
4.1 Data
Data yang digunakan pada tesis ini adalah data dari beberapa harga saham
dari berbagai sektor industri di Indonesia dari bulan januari tahun 2000 ke bulan
februari 2015, yaitu:
4. Holcim Indonesia Tbk. (SMCB) dari sektor industri dasar dan kimia
5. Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) dari sektor industri dasar dan kimia
Dari data diatas selanjutnya dihitung tingkat pengembalian atas pergerakan harga
atau return dengan menggunakan formulasi rt = (lnPt −lnPt−1 )×100 dengan rt dan
Pt masing masing menyatakan return dan harga saham pada saat t. Tabel 1 me-
nunjukkan statistik deskriptif dari data tersebut dan hasil estimasi parameter untuk
24
BAB 3 : Data
model GARCH (1,1) dengan distribusi normal dan students0 t dengan menggunakan
metode Maximum Likelihood (MLE).
Dari tabel tersebut terlihat bahwa kurtosis dari semua return harga saham ter-
sebut memiliki nilai yang lebih besar dari 3. Hal ini mengindikasikan bahwa return
harga saham memiliki ekor yang lebih tebal. Selain itu, Sebagian besar nilai ske-
wness bernilai negatif yang berarti data tersebut miring ke kiri (left skewed ) kecuali
untuk data SMGR yang menujukkan bahwa data tersebut miring ke kanan (right
skewed ).
Tabel 4.1: Statistik Deskriptif dan Hasil Estimasi model GARCH (1,1)
25
BAB 3 : Data
Pada bahasan sebelumnya telah dijelaskan secara analitik sifat empiris dari
model GARCH (1,1) dan EGARCH(1,1). Pada subbab ini akan dibahas mengenai
perbandingan sifat empiris dari model GARCH (1,1) dan EGARCH(1,1) meng-
gunakan data riil yang telah dideskripsikan sebelumnya. Sifat empiris yang akan
ditinjau dari kurtosis dan fungsi autokorelasi.
Kurtosis
Dengan mengunakan data pada tabel 4.1 dan persamaan 1.3 maka dapat diban-
dingkan kurtosis pada tabel tersebut dengan kurtosis hasil estimasi dengan meng-
gunakan model GARCH (1,1) dengan distribusi normal dan distribusi t diperoleh
gambar berikut:
Gambar 4.1: Perbandingan Kurtosis model GARCH(1,1)dan EGARCH (1,1) dengan distribusi
normal dan students0 t terhadap kurtosis data
Gambar diatas menunjukkan bahwa nilai kurtosis model GARCH(1,1) baik dengan
distribusi normal maupun distribusi students0 t pada semua data yang diberikan
mempunyai nilai yang lebih besar dari nilai kurtosis model EGARCH(1,1). Hal
ini menunjukkan bahwa model EGARCH(1,1) lebih mampu mengakomodasi sifat
empiris distribusi ekor tebal dibandingkan dengan model GARCH(1,1).
Dari gambar ini terlihat juga bahwa EGARCH (1,1) dengan distribusi students0 t
sebagian besar nilai kurtosisnya mendekati nilai dari kurtosis dari data. Hal ini da-
26
BAB 3 : Data
pat dilihat dari jarak kurtosis model EGARCH dengan distribusi students0 t dan
kurtosis dari data lebih kecil dibandingkan dengan jarak nilai kurtosis model la-
innya. Bahkan nilai kurtosis dari SMGR yang memiliki nilai kurtosis yang cukup
ekstrem dapat diakomodasi oleh model GARCH dengan selisih jarak yang cukup
kecil jika dibandingkan dengan model lainnya.
Fungsi Autokorelasi
Gambar 4.2: Plot data bangkitan EGARCH (Kiri)ω = 0.5, ψ = 0.4, δ = −0.2 dan θ = −0.3;
(Kanan)ω = 0.5, ψ = 1, δ = −0.2 dan θ = −0.3
27
BAB 3 : Data
Dengan menggunakan estimasi parameter pada tabel 4.1 maka dapat diperoleh Au-
tokorelasi dari masing-masing model. Selanjutnya fungsi autokorelasi dibandingkan
dengan fungsi autokorelasi pada data riil sehingga diperoleh gammbar 4.2.
Dari gambar ini menunjukkan bahwa keempat model memiliki fungsi auto-
korelasi yang turun secara perlahan. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa model
GARCH dapat dianggap mampu dengan baik dalam mengakomodasi fungsi auto-
korelasi. Hal dapat dilihat fungsi autokorelasi dari model GARCH baik dengan
distribusi nornal maupun students0 t memberikan jarak yang lebih kecil terhadap
fungsi autokorelasi data dibandingkan dengan model lain.
28
Bab 5
Lampiran
E(Xt4 ) κε (E(σt4 ))
κ= =
[E(Xt2 )]2 [E(Xt2 )]2
dengan κε , sehingga
Perhatikan bahwa
E(σt4 ) = E(σt−1
4
)
Karena Xt = σt εt maka
2 2 4
E(Xt−1 σt−1 ) = E(σt−1 )E(ε2t ) = m2 E(σt4 )
dan
2 α0 m2
E(Xt−1 )=
1 − α1 m2 − β1
2 α0
E(σt−1 )=
1 − α1 m2 − β1
29
Lampiran : Model Time Series
α02 (1 + α1 m2 + β1 )/1 − α1 m2 − β1
E(σt4 ) =
1 − α1 m4 − 2α12 β1 m2 − β12
α02 (1 + α1 m2 + β1 )/1 − α1 m2 − β1 (1 − α1 m2 − β1 )2
κ = ×
1 − α1 m4 − 2α12 β1 m2 − β12 α02
κε (1 − (α1 m2 + β1 ))2
=
1 − (α12 m4 + 2α1 β1 m2 + β12 )
2
jika kedua ruas dikalikan dengan Xt−l − µ kemudian diekspetasikan maka di-
peroleh
– Untuk l = 0
Perhatikan bahwa
30
Lampiran : Model Time Series
dan
– Untuk l = 1
E[(Xt2 − µ)(Xt−1
2 2
− µ)] = (α1 + β1 )E[(Xt−1 2
− µ)(Xt−1 − µ]
2 2
−β1 E[ηt−1 (Xt−1 − µ)] + E[ηt (Xt−1 − µ)]
– Untuk l ≥ 2
E[(Xt2 − µ)(Xt−l
2 2
− µ)] = (α1 + β1 )E[(Xt−l 2
− µ)(Xt−l − µ]
2 2
−β1 E[ηt−1 (Xt−l − µ)] + E[ηt (Xt−l − µ)]
31
Lampiran : Model Time Series
γ1 α1 (1 − α1 β1 − β12 )
ρ1 = =
γ0 (1 − 2α1 β1 − β12 )
32
Daftar Pustaka
3. Ding, Z., Granger, C.W.J. and Engle, R.F. (1993). A Long Memory Property
of StockMarket Returns and a New Model. Journal of Empirical Finance 1,
83-106.
4. Engle, R.F., Patton, A.J. (2001) . What good is a volatility model?. Quanti-
tative Finance. Vol I, 237-245.
9. Pagan, A.R. and Schwert, G.W. (1990). Alternative models for conditional
stock volatility. Journal of Econometrics 45, 267-290.
33
11. Taylor, S.J. (2005). Asset Price Dynamics, Volatility and Prediction. Prince-
ton, NJ: Princeton University Press.
12. Tsay, Ruey.S. (2001). Analysis of Financial Time Series. John Wiley & and
Son, Inc.
13. Zivot, E., Wang, J. (2005). Modelling Financial Time Series with S-PLUS.
34