You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan

berbangsa. Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan

sumber daya manusia dan menentukan keberhasilan pembangunan Nasional

karena pendidikan memberikan bimbingan dan asuhan yang menciptakan

anak yang mampu menunjukan individualitas sendiri dengan nilai-nilai

pancasila sehingga anak memiliki kesiapan dalam menyesuaikan diri

terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi dalam berbagai kehidupan

di masyarakat dan Negara (Rahmawati, 2013). Anak merupakan generasi

penerus bangsa yang berada pada masa keemasan pada usianya yang relatif

dini. Pada masa keemasan ini, anak mulai peka dan sensitif untuk menerima

berbagai macam rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda,

seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan secara individual.

Nadlifah (2015, dalam Hafidh ‘Aziz, 2016) mengemukakan bahwa

anak usia dini adalah sekelompok anak yang berada dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki

pola pertumbuhan dan perkembangan, integrasi, sosial emosional, bahasa

dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat perkembangan dan

pertumbuhannya. Secara umum tahapan perkembangan anak usia dini

1
2

diklasifikasikan menjadi beberapa tahapan: pertama masa bayi (mulai lahir

sampai usia 12 bulan), kedua masa Toddler (balita) usia 1-3 tahun, ketiga

masa prasekolah usia 3-6 tahun dan keempat masa awal sekolah dasar usia

6-8 tahun. Anak usia dini merupakan masa-masa yang sangat pesat dalam

mengalami suatu proses pertumbuhan dan perkembangan dalam menerima

berbagai stimulus-stimulus yang didapatkan dari lingkungan.

Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari

perubahan marfologi, biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi

sampai maturitas atau dewasa. Pertumbuhan (growth) adalah perubahan

yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada

tingkat sel, organ, maupun individu. Anak tidak hanya bertambah besar

secara fisik, melainkan juga ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan

otak. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur yang dapat diramalkan,

sebagai hasil dari proses pematangan atau maturitas. Perkembangan

menyangkut proses diferensasi sel tubuh, jaringan tubuh, organ dan sistem

organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan kognitif, bahasa,

motorik, emosi dan perkembangan perilaku sebagai hasil dari interaksi

dengan lingkungannya.

Pada anak usia 3-4 tahun pertumbuhan dan perkembangan masih

sangat stabil. Pada masa ini anak akan melewati beberapa fase normal

pertumbuhan diantaranya: mengalami peningkatan Berat Badan (BB),


3

tinggi badan, dan perubahan pada struktur organ tubuh lainnya. Selain

pertumbuhan yang dilalui anak usia 3-4 tahun terdapat beberapa tahap

perkembangan yaitu perkembangan penglihatan, pendengaran, kognitif,

adaptif, persepsi, personal sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa.

Anak usia 3-4 tahun mampu berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga,

mengenal 2 atau 3 warna, bicara dengan baik, mengetahui kegiatan,

mendengarkan cerita-cerita, bermain dengan anak-anak lain, mampu

bermain pura-pura, menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan dapat

menyelesaikan tugas-tugas sederhana (Soetjiningsih & Ranuh, 2013:2-57)

Sarwono (2003, dalam Rahmawati, 2013:76) mengemukakan bahwa

perkembangan bahasa anak merupakan proses biologis dan psikologis,

karena melibatkan proses pertumbuhan alami dan perkembangan psikologis

sebagai akibat interaksi anak dengan lingkungan. Kecepatan anak berbicara

(bahasa pertama) merupakan salah satu keajaiban alam dan menjadi bukti

kuat dari biologis untuk memperoleh bahasa. Dengan berbahasa anak dapat

mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran maupun perasaannya

kepada orang lain.

Dalam penelitian Wulandari, Manuaba, & Wiyasa (2016) yang

berjudul “Penerapan Model Picture And Picture Berbantuan Papan Flannel

untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak Kelompok B2 di PAUD

Candra Kasih Denpasar”, didapatkan hasil rata-rata presentase kemampuan

berbahasa anak pada siklus l sebesar 68,50% yang berada pada kategori
4

rendah, meningkat menjadi 84,10% anak pada siklus ll berada dalam

kategori tinggi.

Soetjiningsih, (2013:56) menyatakan kemampuan berbahasa

merupakan indikator seluruh perkembangan anak, karena kemampuan

berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kelainan atau sistem lainnya,

seperti kemampuan kognitif, motorik, psikologis, emosi, dan lingkungan di

sekitar anak. Pada kemampuan berbahasa anak usia 3-4 tahun keterampilan

bahasa yang anak bisa tampilkan saat berbicara pengertiannya bagus

terhadap kata-kata yang belum familiar dan mampu membuat kalimat yang

sempurna. Berdasarkan hasil peneltian Agustiniari, Suarni, & Ujianti,

(2014) yang berjudul “Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan

Kemampuan Berbahasa Anak di TK Kecubung Desa Patas”, bahwa

penerapan metode demonstrasi untuk mengembangkan kemampuan

berbahasa anak sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar. Penerapan

metode demonstrasi diberikan sebanyak dua siklus dan didapatkan hasil

persentase kemampuan berbahasa anak pada siklus l sebesar 62,22% yang

berada pada kategori rendah, meningkat pada siklus ll menjadi 80,00% yang

berada pada kategori tinggi. Kemampuan berbahasa pada anak usia 3-4

tahun suatu hal yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan

perkembangan anak, karena didalam setiap aktifitas anak sehari-hari akan

menggunakan bahasa umtuk berkomunikasi. Kemampuan berbahasa dapat

ditingkatkan dengan salah satu permainan diantaranya bermain peran (Role

Play).
5

Bermain Peran (Role Play) dalam pendidikan anak usia dini

merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta

langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi.

Melalui bermain peran, anak-anak mencoba mengeksplorasi hubungan

antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya

sehingga secara bersama-sama dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai,

dan berbagai strategi pemecahan masalah. Kegiatan bermain peran ditandai

dengan adanya interaksi dengan orang terdekat di sekeliling anak, sehingga

anak mampu terlibat dalam kerjasama bermain. Dengan bermain peran

(Role play), pemeranan tidak dilakukan secara tuntas sampai masalah dapat

dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa penasaran anak-

anak yang menjadi pengamat agar turun aktif mendiskusikan dan mencari

jalan keluar. Melalui bermain peran (Role Play) diharapkan anak mampu

mengeksplorasi perasaanya, memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan

persepsinya, mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui

berbagai cara (Mulyasa, 2012:174)

Sembilan tahapan bermain peran (Role Play) yang dapat dijadikan

pedoman dalam pembelajaran, yaitu menghangatkan suasana dan motivasi

anak, memilih peran dalam pembelajaran, menyusun tahap-tahap peran,

menyiapkan pengamat, tahap pemeranan, diskusi dan evaluasi

pembelajaran, pemeranan ulang, diskusi dan evaluasi tahap dua, membagi

pengalaman dan pengambilan kesimpulan. Keberhasilan bermain peran

(Role Play) bergantung pada kemampuan dalam mengungkapkan


6

pengalaman pribadi anak-anak. (Shaftel 1967, dalam Mulyasa, 2012:176-

179)

Dalam Penelitian Aida dan Rini tahun 2015 yang berjudul

”Penerapan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Kemampuan

Bersosoalisasi pada Pendidikan Anak Usia Dini di TK Permata Kecamatan

Rungkut Surabaya”, yang dilakukan bulan November-Desember 2014

diberikan metode bermain peran selama seminggu tiga kali, didapatkan nilai

rata-rata pretest 86,80 dan nilai rata-rata postest 154,07, sehingga terjadinya

peningkatan kemampuan bersosialisasi anak setelah diberikan metode

bermain peran.

Bermain peran (Role Play) termasuk salah satu jenis bermain aktif,

yang diartikan sebagai pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi

dan anak memerankan tokoh yang dipilih. Perilaku yang dilakukan anak

ditampilkan dalam setiap tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan

biasanya melibatkan penggunaan bahasa (Mulyasa, 2012:173).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret

2017 di TK Eka Dharma Singaraja, didapatkan jumlah keseluruhan anak

didiknya 154 anak dengan usia 3-4 tahun, dan terdapat lima kelas. Kelas

kelompok bermain dengan jumlah anak 16 orang, kelas A1 dengan jumlah

anak 29 orang, kelas A2 dengan jumlah anak 29 orang, B1 dengan jumlah

anak 40 orang, B2 dengan jumlah anak 40 orang. Berdasarkan hasil

wawancara yang peneliti lakukan kepada pendidik di TK Eka Dharma

Singaraja bahwa beberapa guru mengatakan dengan memberikan penerapan


7

metode bercerita yang dilakukan selama seminggu kurang lebih dua kali, 40

anak kemampuan berbahasanya sudah cukup, 114 anak kemampuan

berbahasanya masih kurang.

Mengacu pada latar belakang yang sudah dipaparkan dan melihat

fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”Pengaruh Metode

Bermain Peran terhadap Kemampuan Berbahasa pada Anak Usia 3-4 Tahun

di TK Eka Dharma Singaraja”.

B. Perumusan Masalah

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang berada pada masa

keemasan pada usianya yang relatif dini. Pada masa keemasan ini, anak

mulai peka dan sensitif untuk menerima berbagai macam rangsangan. Masa

peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan

dan perkembangan secara individual. Salah satu perkembangan anak yaitu

kemampuan anak dalam berbahasa dengan baik dan benar. Kemampuan

berbahasa merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mendukung

pertumbuhan dan perkembangan anak, karena didalam setiap aktifitas anak

sehari-hari akan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bermain peran

(Role Play) termasuk salah satu jenis bermain aktif, yang diartikan sebagai

pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan

tokoh yang dipilih. Perilaku yang dilakukan anak ditampilkan dalam setiap

tingkah laku yang nyata dan dapat diamati dan biasanya melibatkan

penggunaan bahasa.
8

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan

penelitian yaitu “Apakah ada Pengaruh Metode Bermain Peran (Role Play)

terhadap Kemampuan Berbahasa pada Anak Usia 3-4 Tahun di TK Eka

Dharma Singaraja?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Metode Bermain peran (Role Play) terhadap

Kemampuan Berbahasa pada Anak Usia 3-4 Tahun di TK Eka Dharma

Singaraja.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi Karakteristik Responden

b. Mengidentifikasi kemampuan berbahasa anak usia 3-4 tahun sebelum

mendapatkan metode bermain peran (Role Play) di TK Eka Dharma

Singaraja

c. Mengidentifikasi kemampuan berbahasa anak usia 3-4 tahun sesudah

mendapatkan metode bermain peran (Role Play) di TK Eka Dharma

Singaraja

d. Menganalisis perbedaan kemampuan berbahasa anak usia 3-4 tahun

sebelum dan sesudah mendapatkan metode bermain peran (Role Play)

di TK Eka Dharma Singaraja


9

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

mengadakan penelitian selanjutnya yang terkait dengan Pengaruh Metode

Bermain Peran (Role Play) terhadap Kemampuan Berbahasa pada Anak

Usia 3-4 Tahun.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Profesi Keperawatan dan Institusi STIKes Buleleng

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah

referensi perpustakaan dan informasi acuan profesi keperawatan serta

institusi dalam pelaksanaan pengembangan kemampuan berbahasa

pada anak usia 3-4 tahun.

b. Bagi seneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pedoman atau

bahan pertimbangan untuk mengembangkan penelitian di bidang

keperawatan yang berkaitan dengan pelaksaan metode bermain peran

(Role Play) terhadap kemampuan berbahasa pada anak usia 3-4 tahun.

c. Bagi lembaga pendidikan TK Eka Dharma Singaraja

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan metode bermain

peran (Role Play) di TK Eka Dharma Singaraja sehingga dapat

mengembangkan kemampuan berbahasa pada anak usia 3-4 tahun.

You might also like