You are on page 1of 34

REFERAT

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL


Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Stase Obsgyn

Pembimbing
dr. Ali Samhur. Sp. OG.

Disusun oleh :
Alviani Suci Ardityawati, S.Ked
J510170064

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU STASE OBSGYN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

i
LAPORAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU STASE OBSGYN
PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL

Diajukan Oleh :

Alviani Suci Ardityawati, S.Ked


J510170064

Telah disetujui dan disahkan oleh Pembimbing Ilmu Stase Obsgyn Program
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari, .......................................................................................

Pembimbing
Nama : dr. Ali Samhur, Sp.OG. (.................................)

Penguji
Nama : dr. Ali Samhur, Sp.OG. (.................................)

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................i

Halaman Pengesahan...............................................................................................ii

BAB II......................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3

A. Definisi Perdarahan Uterus.......................................................................3

B. Epidemiologi.............................................................................................3

C. Fisiologi Menstruasi..................................................................................4

D. Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal..................................................7

1. Polimenorea...............................................................................................9

2. Oligomenorea............................................................................................9

3. Amenorea..................................................................................................9

4. Metroragia.................................................................................................9

5. Menoragia................................................................................................10

6. Hipomenorea...........................................................................................10

E. Klasifikasi Berdasarkan FIGO................................................................11

1. AUB Polip...............................................................................................13

2. Adenomiosis (PUA-A)...........................................................................15

3. Leiomioma (PUA-L)..............................................................................17

4. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)...............................................18

5. Coagulopathy (PUA-C).........................................................................19

6. Ovulatory dysfunction (PUA-O)..........................................................19

iii
7. Iatrogenik (PUA-I)................................................................................19

8. Not yet classified (PUA-N)....................................................................20

F. Penegakan Diagnosis..................................................................................21

1. Anamnesis...............................................................................................21

2. Pemeriksaan umum.................................................................................22

3. Pemeriksaan Ginekologi..........................................................................22

4. Penilaian ovulasi......................................................................................23

5. Penilaian endometrium............................................................................23

6. Penilaian cavum uteri..............................................................................23

7. Penilaian miometrium.............................................................................24

G. Prinsip penatalaksanaan awal PUA.........................................................23

H. Daftar Pustaka.........................................................................................29

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

Gangguan haid adalah permasalahan sebagian besar wanita.Gangguan haid


mempunyai manifestasi klinis yang bermacam – macam tergantung kondisi serta
penyakit yang dialami seorang perempuan. Perdarahan Uterus Abnormal (PUA)
menjadi masalah yang sering dialami oleh perempuan usia produktif. Sebanyak
25% penderita mioma uteri dilaporkan mengelukan adanya menoragia, sementara
21% mengeluh siklus haid yang lebih singkat, 17% mengeluh perdarahan dan 6%
mengeluh perdarahan pasca koitus (4).
Berdasarkan data WHO 2011, dari 3,5 miliar wanita di dunia, 18 juta
wanita mengalami pendarahan uterus abnormal. n. Di dunia, perdarahan uterus
abnormal adalah masalah ginekologis yang membuat banyak wanita pergi
brerobat. Nasional Data rumah sakit menunjukkan bahwa pendarahan uterus yang
tidak normal memberikontribusi lebih dari 5 juta masuk dan 2 juta histerektomi..
Di Indonesia pendarahan adalah penyebab paling umum yang menyebabkan
terjadinya anemia defisiensi besi. Anemia berdampak pada kualitas hidup terkait
kesehatan dalam bentuk kelemahan, kelelahan, penurunan berat badan,
dangangguan fungsi kognitif. Kondisi ini merupakan permasalahan yang
mempengaruhi kinerja produktivitas perempuan. (6).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Perdarahan Uterus

Perdarahan uterus abnormal (PUA) didefinisikan sebagai perubahan


signifikan pada pola atau volume darah menstruasi1. Menurut HIFERI-POGI
Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai semua kelainan haid baik
dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa
perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.
Perdarahan uterus abnormal dibagi menjadi perdarahan uterus akut,
perdarahan kronik, dan perdarahan tengah 12.
PUA dikatakan kronis jika perdarahan terjadi 6 bulan sebelumnya, dan
akut jika perdarahan cukup berat dan memerlukan pengobatan atau intervensi
cepat. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak maupun sedikit,
siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Menstruasi dianggap
normal bila perdarahan uterus terjadi setiap 21 –35 hari dan tidak berlebihan.
Durasi normal perdarahan menstruasi adalah antara dua dan tujuh hari
perdarahan. Uterus abnormal terjadi ketika baik frekuensi atau jumlah
perdarahan uterus abnormal berbeda dari yang disebutkan diatas. Penyebab
terjadinya perdarahan uterus abnormal dapat ditemukan diberbagai wanita
dan usia, tetapi terkadang muncul pada saat saat tertentu antara lain:
anovulasi (penyebab tersering), defek koagulasi, dan perimenopause
(pemendekan fase proliferasi dan disfungsi korpus luteum)7.

B. Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan ginekologi paling sering
yang dapat mengenai wanita pada semua usia. Perdarahan uterus abnormal
terjadi 10-30% pada wanita usia reproduktif dan 50% terjadi pada wanita

2
perimenopause. Perdarahan uterus abnormal jarang terjadi pada wanita usia
prepubertas dan menopause 13.
Berdasarkan data WHO 2011, dari 3,5 miliar wanita di dunia, 18 juta
wanita mengalami pendarahan uterus abnormal. Di dunia, 9-30% wanita usia
subur memiliki gejala menoragia. Prevalensi Perdarahan uterus abnormal
meningkat seiring bertambahnya usia dimana kejadian tertinggi di usia
perimenopause. Di Swedia, kejadian perdarahan uterus abnormal pada usia
20-74 tahun disebabkan oleh polipendometrium 7,8%, myoma uteri 15,3%,
dan tidak diketahui 38%. Perdarahan uterus abnormal pada usia pasca
menopause adalah 11,8%, di usia pramenopause adalah 5,8% dan pada usia
subur 82,4%. Polip endometrium menyebabkan uterus abnormal dengan
gejala perdarahan 0,9% pada wanita berusia <30 tahun, 7,6% pada usia
pramenopause, sementara 82% adalah asimtomatik 6,12.

C. Fisiologi Menstruasi
Endometrium merupakan lapisan epitel yang melapisi rongga rahim.
Permukaannya terdiri dari selapis sel kolumnar yang bersilia dengan kelenjar
sekresi mukosa rahim yang berbentuk invaginasi kedalam stroma selular.
Kelenjar dan stroma mengalami perubahan yangsiklik, bergantian antara
pengelupasan dan pertumbuhan baru setiap sekitar 28 hari. Endometrium
terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan fungsional letaknya superfisial yang akan
mengelupas setiap bulan dan lapisan basal yang tidak ikut mengelupas. Epitel
lapisan fungsional menunjukkan perubahan proliferasi yang aktif setelah
periode haid sampai terjadi ovulasi, kemudian kelenjar sekresi endometrium.
kerusakan yang permanen lapisan basal akan menyebabkan amenorea5.
Perempuan mempunyai siklus reproduksi bulanan setiap 28 hari. Proses
siklus menstruasi sangat kompleks karena pengaruh hormonal dan keadaan
mikronitra folikel bersumber autokrine serta parakrine. Sistem koordinasinya
harus diketahui, untuk menganalisa berbagai kelainan siklus menstruasi.
Proses menstuasi terdiri dari :

3
1. Fase folikuler
2. Fase ovulasi
3. Fase luteal
Ketiga fase ini dikendalikan oleh sistem hormonal hipotalamus hipofisis serta
ovarium dan organ akhir yang dipengaruhi oleh kombinasi hormon estrogen
dan progesterone11.
Pematangan folikel dan ovulasi dikontrol oleh hipotalamus hipofisis
ovarium. Hipotalamus mengontrol siklus tetapi ia sendiri dapat dipengaruhi
oleh senter yang lebih tinggi di otak misalnya kecemasan dan stres.
hipotalamus memacu kelenjar hipofisi dengan menyekresikan GnRH suatu
dekade peptide yang disekresi secara pulsatil oleh hipotalamus.Pulsasi sekitar
90 menit menyekresi GnRH melalui pembuluh darah kecil di sistem portal
kelenjar hipofisi ke hipofisis anterior, ginadotropin hipofisi memacu sintesis
dan pelepasan FSH dan LH. FSH adalah hormon glikoprotein yang memacu
pematangan folikel selama fase folikular dari siklus. FSH juga membantu LH
memacu sekresi hormon sterodi terutama estrogen oleh sel granulosa dari
folikel matang. LH juga termasuk glikoprotein, LH ikut dalam
steroidogenesis dalam folikel dan berperan penting dalam ovulasi yang
tergantung pada mid cycle surge dari LH. Produksi progesteron oleh korpus
luteum juga dipengaruhi oleh LH. FSH dan LH dan dua hormon glikoprotein
lainnya yaitu thyroid stimulating hormon (TSH) dan human
chorionicgonadotropin (hCG) dibentuk oleh dua subunit protein rantai alfa
dan beta. Siklus haid terdiri dari dua siklus, yaitu siklus ovarium dan siklus
endometrium 5,12.
1.Siklus ovarium terdiri dari beberapa fase :
a. Fase Folikular/ Preovulasi
Panjang fase folikuler mempunyai variasi yang cukup lebar. Pada umumnya
berkisar antara 10-14 hari. Selama fase ini didapatkan proses steroidogenesis,
folikulogenesis dan oogenesis/meiosis yang saling terkait. Selama fase
folikular, kadar estrogen meningkat pada pertumbuhan yang paralel dari
folikel yang dominan dan peningkatan jumlah dari sel granulosa. Sel

4
granulosa tempat ekslusif dari reseptor FSH. Peningkatan sirkulasi FSH
selama fase luteal dari siklus sebelumnya merangsang peningkatan dari
reseptor FSH dan kemampuan untuk mengaromatisasi sel theka untuk derivat
androstenedion menjadi estradiol. FSH menginduksi enzim aromatase dan
pelebaran antrum dari folikel yang bertumbuh. Folikel dengan kelompok
sangat berespon terhadap FSH seperti untuk memproduksi dan mengawali
tanda dari reseptor LH. Setelah terlihat reseptor LH, sel granulosa preovulasi
mulai untuk mensekresi sejumlah progesteron. Sekresi preovulasi
progesteron, walaupun jumlahnya terbatas, dipercaya untuk mengirimkan
feedback positif pada estrogen utama hipofisis yang menyebabkan atau
membantu menambah pelepasan LH. Selama fase folikuler lambat, LH
menstimulasi produksi sel theka dari androgen. Terutama androstenedion,
yang kemudian dilanjutkan ke folikel dimana mereka dimetabolisme menjadi
estradiol. Selama fase folikel awal, sel granulosa juga menghasilkan inhibin
B, yang menghambat pelepasan FSH. Karena folikel dominan mulai
berkembang, hasil dari estradiol dan inhibin meningkat, menghasilkan
penurunan FSH. Penurunan ini bertanggung jawab untuk kegagalan dari
folikel lain untuk mencapai preovulasi tingkat folikel the Graaf selama satu
siklus. Jadi, 95 persen dari estradiol plasma diproduksi pada waktu itu
disekresi oleh folikel dominan, yang dipersiapkan untuk ovulasi 5,11.
b. Fase Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon).
Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel.
Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum
ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah
pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi
mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit
matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi
korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari
setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesterone 5.

5
c.Fase Luteal/Post-ovulasi
Setelah terjadi ovulasi, korpus luteum berkembang dari tetai dominan atau
folikel de Graff pada proses ini disebut sebagai lutenisasi. Ruptur dari folikel
mengawali berbagai perubahan morfologi dan kimiawi mengakibatkan
transformasi menjadi korpus luteum. Membran basalis pemisah dari sel
granulosa luteal dan theka luteal rusak, dan hari kedua postovulasi, pembuluh
darah dan kapiler menembus ke lapisan sel granulosa. Neovaskularisasi yang
cepat pada granulosa avaskuler dikarenakan variasi dari faktor angiogenik
meliputi faktor pertumbuhan endotel vaskuler dan produksi lain pada respon
terhadap LH oleh sel theka lutein dan granulosa lutein. Selama luteinisasi, sel
itumengalami hipertrofi dan meningkat kapasitas mereka untuk mensintesis
hormon. Pada wanita, masa hidup dari korpus luteum tegantung pada LH atau
Human Chorionic Gonadotropin(hCG). Pada siklus normal wanita, korpus
luteum dipertahankan oleh frekuensi rendah, amplitudo tinggi dari sekresi LH
oleh gonadotropin pada hipofisis antererior 5.

D. Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal


Dalam pertemuan FIGO, ahli sepakat klasifikasi perdarahan uterus
abnormal berdasarkan jumlah perdarahannya yaitu :
1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan
yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk
mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut terjadi
pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
2. Perdarahan Uterus Abnormal kronik merupakan perdarahan dari
korpus uterus yang abnormal dalam volume, keteraturan, dan atau
waktu. Perdarahan ini merupakan terminologi untuk perdarahan uterus
abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya
tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA
akut.
3. Perdarahan tengah ( intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan
yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat
terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap
siklus. Istilah ini ditujukan untuk mengantikan metroragia 3,12,13.

6
Gambar 2. 1 Klasifikasi Perdarahan Uterus AbnormalSumber: Himpunan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia

Klasifikasi gangguan haid pada masa reproduksi 2.


Gangguan siklus haid
1. Polimenorea
2. Oligomenorea
3. Amenorea

Gangguan perdarahan di luar siklus haid

1. Menometroragia

Gangguan lain yang berhubungan dengan haid


1. Dismenorea
2. Sindrom prahaid
3. Menoragia.

1. Polimenorea
Polimenorea adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal
5,13
yaitu kurang dari 21 hari . Polimenorea seringkali sulit membedakan
polimenorea dengan metroragia yang merupakan perdarahan antara dua siklus
haid. Penyebab polimenorea bermacam macam antara lain gangguan endokrin
yanng menyebabkan gangguan ovulasi, fase luteal memendek, dan kongesti
ovarium karena peradangan 5.
2. Oligomenorea
Oligomenorea adalah haid dengan siklus yang lebih panjang dari normal
yaitu lebih dari 35 hari. Menurut Culahan oligomenorea lebih dari 35 hari
penyebab nya sama dengan amenore yaitu adanya gangguan pada
hypothalamic-pituitary-gonadal axis atau penyebab sistemik seperti

7
hiperprolaktinemia dan penyakit tiroid. Peyebab yang paling sering adalah
Polycistic Ovarian Syndrome (PCOS), anovulasi kronis, dan kehamilan 14.
Sering terjadi pada sindroma ovarium polikistik yang disebabkan oleh
peningkatan hormon androgen sehingga terjadi gangguan ovulasi. Pada
remaja oligomenorea dapat terjadi karena imaturitas poros hipotalamus
hipofisis ovarium endometrium. Penyebab lain hipomenorea antara lain stres
fisik dan emosi, penyakit kronis, serta gangguan nutrisi. Oligomenorea
memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk mencari penyebab, perlu diberikan
bila oligomenorea disertai dengan obesitas dan infertilitas karena mungkin
berhubungan dengan sindrom metabolik 5.
3. Amenorea
Amenorea adalah bila tidak didapatkan haid lebih dari 3 bulan,
penyebabnya dapat berupa gangguan di hipotalamus, hipofisis, ovarium
(folikel), uterus (endometrium), dan vagina 2.
4. Metroragia
Metroragia adalah perdarahan dari vagina pada seorang wanita tanpa
ada hubungan dengan siklus menstruasi. Penyebab metroragia adalah
kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma
serviks), kelainan fungsional, serta penggunaan esterogen eksogen 2.
Sedangkan menurut Cunningham metroragia adalah perdarahan yang
terjadi pada waktu-waktu diantara periode menstruasi, atau perdarahan uterus
yang irregular tapi sering, dan jumlahnya bervariasi, tapi biasanya lebih
sedikit atau sama dengan haid 13. Penyebab utamanya terdiridari lesi cervical
polip, eversi, karsinoma, dan polip endometrium serta karsinoma14.

5. Menoragia
Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak/
durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang normal teratur. Secara klinis
menoragia didefinisikan dengan total jumlah darah haid > 80 ml per siklus dan
durasi haid lebih lama dari 7 hari 13. Sulit untuk menentukan jumlah darah haid
secara tepat. Oleh karena itu bila ganti pembalut 2-5 kali per hari

8
menunjukkan jumlah darah haid normal. Menoragia adalah bila ganti
pembalut lebih dari 6 kali per hari.WHO melaporkan 18 juta perempuan usia
30-55 tahun mengalami haid yang berlebih. Penyebab menorhagia terletak
pada kondisi uterus. Hemostasis di endometrium pada siklus haid
berhubungan dengan platelet dan fibrin. Pada penyakit darah tertentu misalnya
penyakit von Willebrands dan trombositopenia terjadi defisiensi komponen
tersebut sehingga menyebabkan menoragia. Ganguan anatomi akan
menyebabkan terjadinya menorhagia, termasuk di antaranya adalah mioma
uteri, polip, hiperplasia endometrium. Mioma yang terletak pada dinding
uterus akan menganggu kontraktilitas otot rahim, permukaan endometrium
menjadi lebih luas dan akan menyebabkan pembesaran pembuluh darah serta
beresiko mengalami nekrosis 5. Penyebab yang paling sering adalah fibroid
uterus, adenomyosis, polip endometrium, hyperplasia, dan kanker 14.
6. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih
sedikit dan atau durasi lebih pendek dari normal 2. Menurut Culahan
Asherman hipomenorea adalah perdarahan uterus yang sesuai waktu tapi
dengan jumlah yang sedikit. Biasanya disebabkan oleh hypogonadotropic
hypogonadism pada anorexics dan atlet. Terdapat beberapa penyebab
hipomenorea yaitu gangguan organik misalnya pada uterus pasca operasi
miomektomi dan gangguan endokrin. Hipomenorea menunjukkan bahwa
tebal endometrium tipis dan perlu evaluasi lebih lanjut 5.

9
Tabel 1 L. Whitaker, H.O.D.Abnormal uterine bleeding Critchley / Best Practice
& Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 4.

E. Klasifikasi Berdasarkan FIGO


Federation of International Gynecology and Obstetrics (FIGO) telah
mengklasifikasikan etiologi PUA menjadi 9 kategori utama yang disingkat
menjadi PALM-COEIN: polyp, adenomyosis, leimyoma, malignancy and
hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenic, dan
not yet classified. Dalam kasus AUB ini, mekanisme pendarahan abnormal
terkait dengan hormon estrogen. Pada ovulasi AUB sumbu hipotalamus-
hipofisis-ovarium berpengaruh. Mekanisme ovulasi AUB meliputi sintesis
prostaglandin abnormal dan resistansi reseptor (5-7), peningkatan aktivitas
fibrinolitik lokal, dan aktivitas aktivator plasminogen jaringan yang
meningkat3,12.

10
Gambar 1. Sistem klasifikasi dasar. Sistem dasar terdiri dari 4 kategori etiologi yang
dapat terdefinisi secara visual anatomik (PALM) dan 4 etiologi yang tidak berhubungan
dengan kelainan struktural (COEIN). Sumber: FIGO Working Group on Menstrual
Disorder, 2011(3).

Berdasarkan klasifikasi dari FIGO, penyebab PUA tersering ialah


koagulopati dan disfungsi ovulatori. Penyebab anatomik HMB seperti polip
atau malformasi vaskular jarang terjadi pada remaja tetapi dapat
dipertimbangkan pada kasus dimana terapi tidak memberikan hasil
memuaskan. Walaupun beberapa kelainan perdarahan dapat terlihat pada masa
kanak-kanak awal, HMB memungkinkan untuk menjadi gejala yang mengarah
pada diagnosis kelainan perdarahan. Penyakit Von Willebrand, defisiensi
penyimpanan platelet dan kelainan fungsi platelet lainnya, kelainan jaringan
pengikat seperti Ehlers-Danlos syndrome (EDS), trombositopenia, karier
hemophilia, dan defisiensi faktor pembekuan dapat menyebabkan HMB. Pada

11
remaja dengan HMB, prevalensi penyakit von Willebrand dapat mencapai 36%
dan prevalensi disfungsi platelet 44% 3.

Gambar 2L. Whitaker, H.O.D. Critchley / Best Practice & Research Clinical Obstetrics
and Gynaecology4.

1. AUB Polip (AUB-P)


Polip endometrium adalah proliferasi epitel atau pertumbuhan lesi lunak
pada lapisan endometrium uterus baik bertangkai maupun tidak, berupa
pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh
epitel endometrium. Kontribusi polip pada AUB bervariasi mulai dari 3,7%
sampai 65%. Insiden polip seperti fibroid meningkat seiring bertambahnya
usia. Secara klinis polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula
menyebabkan perdarahan uterus abnormal, polip endometrium telah dikaitkan
dengan gejala seperti pendarahan pascamenopause, menorrhagia, perdarahan

12
intermenstruasi dan infertilitas, lesi umumnya jinak namun sebagian kecil
atipik atau ganas 3.8,12.
Diagnostik
Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau
histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.
Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma
endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel
endometrium 8.

Histopatologi

13
Histerektomi

2. Adenomiosis (PUA-A)
a) Definisi :
Adenomyosis didefinisikan sebagai adanya kelenjar endometrium ektopik
dan stroma yang dikelilingi oleh otot polos hiperplastik di dalam lapisan mio-
metrium. Pada wanita prevalensi adenomiosis 20-35% 3,12.
b) Gejala
Secara umum gejala adenomiosis adalah pendarahan uterus abnormal
(AUB), nyeri panggul dan infertilitas adalah tiga gejala yang mungkin
dialami wanita dengan adenomiosis, nyeri haid atau dismenore dan bentuk
nyeri panggul walaupun tidak ada perbedaan nyeri pada kondisi lain seperti
endometriosis atau leiomioma, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau
sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik.Namun,
secara klinis gejala adenomiosis tersebut mungkin asimtomatik3,12.
c) Etiologi dan Faktor Resiko
Mekanisme patogenik perkembangan adenomiosis masih belum pasti.
Namun, penyimpangan hormon steroid seks, inflamasi, proliferasi sel yang
berubah dan neuroangiogenesis kemungkinan berpengaruh.
Faktor risiko untuk perkembangan adenomiosis meliputi multiparitas.
Peningkatan paritas dari semua jenis dan pemberian sesar meningkatkan
resiko. Paparan estrogen lebih lama seperti menarche dini, siklus pendek dan
obesitas. Etiologi yang sama dapat diterapkan pada operasi rahim dimana
kuretase dan kelahiran sesar semuanya dikaitkan dengan peningkatan risiko

14
pengembangan adenomiosis. Faktor risiko lain untuk pengembangan
adenomiosis meliputi penggunaan tamoxifen , sementara merokok mungkin
bersifat protektif , mungkin karena efek pada tingkat estrogen yang beredar.
Meningkatnya usia juga merupakan faktor, dengan ditandai meningkatnya
eksposur estrogenik. 3,7,12.
d) Diagnostik
Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan
endometrium pada hasil histopatologi. Adenomiosis dimasukkan ke dalam
sistem klasifikasi berdasarkan pemeriksaan MRI dan USG. Mengingat
terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG dinilai cukup untuk
mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium
heterotopik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya
hipertofi miometrium. Hasil histopatologi dijumpai kelenjar dan stroma
endometrium ektopik pada jaringan miometrium 3,12.
e) Pengobatan
Pengobatan adenomiosis akan tergantung pada adanya spesifik
Gejala seperti nyeri, AUB atau infertilitas. Pilihan pengobatan juga akan
bervariasi sesuai dengan gejala yang ada dan termasuk dalam perawatan
medis, pilihan operasi, intervensi radiologis atau sonografi atau kombinasi
dari pilihan ini.
1) Medis
Pilihan medis seringkali merupakan perawatan garis pertama dan
pilihan simtomatik seperti NSAID dan kombinasi pil kontrasepsi
oral sering digunakan untuk wanita dengan AUB. Yang paling
banyak diteliti mengenai pilihan medis adalah menggunakan
LNG-IUD. Data yang lebih besar dan berjangka panjang,
melaporkan tingkat kepuasan 72% dengan LNG-IUD dan
mengurangi gejala simptomatik, pengurangan volume darah uterus
dan kemungkinan kehamilan di masa depan, menjadikan LNG-
IUD pilihan medis. GnRHa, danazol, progestin oral dan
penghambat aromatase juga dilaporkan berkhasiat untuk

15
pengobatan adenomiosis , walaupun jumlah wanita yang terlibat
dalam penelitian berkualitas tinggi sedikit dan data komparatif
kurang pada saat ini. Uterine conservation memungkinkan
kehamilan terjadi pasca pengobatan.
2) Bedah
Manajemen bedah untuk adenomiosis bersifat konservatif dengan
maksud untuk mempertahankan kesuburan seperti operasi eksisi
atau bedah cytoreductive, konservatif seperti ablasi endometrium
(setelah kehamilan di kontra indikasikan), atau ekstirifikasi di
mana seluruh uterus dikeluarkan. Keuntungan Histerektomi adalah
dan tidak akan terjadi kekambuhan dan pilihan bagi wanita yang
tidak ingin suburan di masa depan9,12.

3. Leiomioma (PUA-L)
a) Definisi
Tumor jinak fibromuskular dari myometrium dikenal dengan beberapa
nama yaitu leiomyoma, mioma, dan sering digunakan nama fibroid.
Leiomioma adalah pertumbuhan neoplasma jinak otot polos yang biasanya
berasal dari miometrium. Leiomioma sering disebut sebagai mioma uteri, dan
karena kandungan kolagennya yang menyebabkan konsistensinya menjadi
fibrous, leiomioma sering keliru disebut sebagai fibroid. Secara kasar,
leiomioma berbentuk bulat, putih seperti mutiara, berbatas tegas, seperti
karet. Uterus dengan leiomioma biasanya memiliki 6-7 tumor dengan ukuran
yang bervariasi. Leiomioma memiliki otonomi yang berbeda dari
miometrium di sekitarnya karena lapisan jaringan ikat luarnya tipis. Hal ini
memungkinkan leiomioma untuk dapat dengan mudah "dikupas" dari uterus
selama operasi. Secara histologis, leiomioma memiliki sel-sel otot polos
memanjang yang tersusun dalam bundel. Aktivitas mitosis jarang terjadi pada
leiomioma dan merupakan kunci perbedaan dengan leiomiosarkoma3,4,12.

16
b) Epidemiologi
Prevalensi dari mioma adalah 70% pada wanita kaukasian, dan 80% pada
wanita keturunan Africa. Insiden di kalangan perempuan umumnya antara 20
hingga 25 persen, tapi telah terbukti setinggi 70 sampai 80 persen dalam studi
menggunakan histologis atau pemeriksaan sonografi. Selain itu, insiden
bervariasi tergantung pada usia dan ras 3,4,12.
c) Gejala
Gejala yang ditimbulkan berupa perdarahan uterus abnormal, penekanan
terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding abdomen. Mioma uteri
umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan penyebab tunggal
PUA3,4,12.
d) Diagnostik
Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan
penyebab tunggal PUA. Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi
mioma uteri yakni hubungan mioma uteri denga endometrium dan serosa
lokasi, ukuran, serta jumlah mioma uteri.
klasifikasi mioma uteri :
1) Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri
2) Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium
(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya.
3) Tersier : Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan
subserosum3,4,12.

4. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)


Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan
endometrium. Gejala berupa perdarahan uterus abnormal. Meskipun jarang
ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan merupakan penyebab
penting PUA. Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem

17
klasifikasi FIGO dan WHO. Diagnostik pasti ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologi 3,4,12.

5. Coagulopathy (PUA-C)
Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap
perdarahan uterus. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal.
Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik
yang terkait dengan perdarahan uterus abnormal, 13% perempuan dengan
perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostatis sistemik, dan yang
paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand3,4,12.

6. Ovulatory dysfunction (PUA-O)


Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan
uterus. Gejalanya berupa perdarahan uterus abnormal. Gangguan ovulasi
merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan yang
sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. Dahulu termasuk
dalam kriteria perdarahan uterus disfungsional (PUD). Gejala bervariasi
mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan
haid banyak. Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum
polikistik, hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat
badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan3,4,12.

7. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan haid
diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau progestin
dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding.
Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang disebabkan oleh sebagai berikut :
1) Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
2) Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
3) Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan
pengguna anti koagulan (warfarin, heparin, dan low

18
molecular weightheparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi
PUA-C 3,4,10,12.

Perdarahan Karena Efek Samping Kontrasepsi Progestin

8. Not yet classified (PUA-N)


Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau
sulit dimasukkan dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk dalam kelompok
ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena. Kelainan tersebut
masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA3,4,12.

19
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis.
a) Perlu ditanyakan tentang siklus haid sebelumnya serta waktu mulai
terjadinya PUA, jumlah darah haid, kemungkinan adanya kelainan
uterus, faktor resiko kelainan tiroid, penurunan dan penambahan
berat badan yang drastis, serta kelainan hemostatis pada pasien dan
keluarganya.
b) Bila mengunakan pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhan dalam penggunaan obat obat lain yang diperkirakan
dapat menganggu koagulasi.
c) Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan
haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal.
Karena itu perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi
penyakit von Willebrand.
d) Penilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf
(PBAC) atau skor “perdarahan”. Data ini juga dapat digunakan
untuk diagnosis dan menilai kemajuan pengobatan PUA.
e) Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan
hemostasis dengan sensitifitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan positif.
f) Perdarahan uterus abnormal yang terjadi karena pemakaian
antikoagulan dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C 5,12.

20
Tabel 2. Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena
kelainan hemostasis 12.

Jika terdapat gejala perdarahan hebat sejak menarche, salah satu item
dari poin nomor 2 dan dua atau lebih item dari poin nomor 3, maka
skrining koagulopati dikatakan positif atau menandakan adanya
kelainan hemostasis. Pasien harus dipertimbangkan untuk konsultasi
dengan hematologist dan atau tes untuk VWF dan ristocetin
cofactor15,16.
2. Pemeriksaan umum
a) Nilai stabilisasi keadaan hemodinamik
b) Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan
tidak berhubungan dengan kehamilan.
c) Pemeriksaan indeks masa tubuh, tanda tanda hiperandrogen,
pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/
hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktemia), gangguan lapang
pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib
diperiksa5,12.
3. Pemeriksaan Ginekologi 5,12.
a) Lakukan pemeriksaan ginekologi disertai dengan pemeriksaan
pap smear.
b) Harus disingkirkan kemungkinan mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan.
4. Penilaian ovulasi
Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi
amenorea. Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari. Konfirmasi

21
ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum fase
luteal madya atau USG transvaginal bila diperlukan5,12.
5. Penilaian endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada
semua pasien PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya
dilakukan pada:
a) Perempuan umur > 45 tahun
b) Terdapat faktor risiko genetik
c) USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium
kompleks yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau
kanker endometrium
d) Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas,
nulipara
e) Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal
cancer memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan
rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun
f) Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada
perdarahan uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap
pengobatan)
g) Beberapa teknik pengambilan sampel endometrium dan biopsi
endometrium dapat dilakukan5,12.
6. Penilaian cavum uteri
Bertujuan untuk menilai adanya polip endometrium atau mioma
uteri submukosa. USG transvaginal merupakan penapis yang tepat dan
harus dilakukakan pada pemeriksaan awal PUA. Bila dicurigai terdapat
polip endometrium atau mioma uteri submukosum disarankan untuk
melakukan SIS atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan
histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan 5,12.
7. Penilaian miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal,
transrektal dan abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI 10.
G. Pemeriksaan penunjang PUA 5.

22
H. Prinsip penatalaksanaan awal PUA
Tata Laksana Perdarahan Ireguler 5.
Perdarahan ireguler dapat dalam bentuk metoragia, menometroragia,
oligomenorea, perdarahan memanjang yang sudah terjadi dalam hitungan
minggu atau bulan dan berbagai bentuk pola perdarahan lainnya. Sebelum
memulai terapi hormonal, sebaiknya evaluasi penyebab sistemik seperti:
1. Cek TSH: untuk evaluasi penyakit hipotiroid & hipertiroid.
2. Cek prolaktin: jika terjadi oligomenorea atau hipomenorea.
3. Papsmear: jika terjadi perdarahn pasca senggama.
4. Bila curiga/ terdapat resiko keganasan endometrium: biopsi
endometrium, periksan USG transvaginal.
Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (hormonal) 14.
1. Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak.
Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral
4x1 dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat
disertai dengan pemberian obat anti emetik seperti promethazine 25
mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan
kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan
aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini

23
bekerja memacu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara
mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses aggregasi
trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor
progesteron akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan
selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik. Efek
samping berupa gejala akibat defek estrogen yang berlebihan seperti
perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.
2. Pil KB Kombinasi
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi
akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat
perdarahan akut adalah 4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan
3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2x1 tablet selama 2 hari,
dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil
selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi
kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya
ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat
diberikan secara kontinu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat
dibuat perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa perubahan mood,
sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein,
trombosis, stroke dan serangan jantung.
3. Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen
serta akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase
pada sel-sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi
estron yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan estradiol.
Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek
mitotik yang menyebabkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin
dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik
diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu
berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya. Apabila
perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, makan
dosis obat progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama

24
perdarahan tadi sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin
diminum sampai 14 hari. Pemberian progestin secara siklik dapat
menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat
kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan
darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark
miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat
penyakit kuning akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan progestin yang
dapat diberikan antara lain MPA 1x10 mg, norestiron asetat dengan
dosis 2-3 x 5 mg, didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol asetat 1x 5
mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien mengalami perdarahan
hebat saat kunjuungan, dosis progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari
hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan
kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-
ganti pemberian progestin secra kontinyu dapat dilakukan apabila
tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan yaitu :

- Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari

- Pemberian DMPA setiap 12 minggu

- Penggunaan LNG IUS

Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa


begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan
depresi
4. Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17a-
etinil tetosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang
berfungsi untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta
memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogen di endometrium dan
di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per
hari dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat.
Danazol dapat menurunkan hilangnya darah dalam menstruasi kurang
lebih 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif

25
dibanding dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis lebih dari
400 mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya
dialami oleh 75% pasien yakni : penigkatan berat badan, kulit
berminyak,jerawat, perubahan suara.
5. Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada
hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan
efek pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada
pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya
ditujukan pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini
dapat membuat penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan luprolid
acetate 3.75 mg intramuskular setiap 4 minggu, namun pemberiannya
dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan
demielinisasi tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka
dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah
(add back therapy). Efek samping biasanya muncul pada penggunaan
jangka panjang, yakni : keluhan-keluhan mirip wanita menopause
(misalkan hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina),
osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila penggunaan
GnRH agonis lebihdari 6 bulan).

Bila terdapat keterbatasan untuk melakukan evaluasi, maka dapat segera


diberikan terapi (5):
1. Kombinasi Esterogen- Progestin
Pil KB kombinasi dosis 1x1 tablet sehari, diberikan secara siklik
selama 3 bulan.
2. Progestin
Bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil KB, dapat diberikan
progestin: MPA 10 mg 1x1 tablet per hari. Pengobatan dilakukan
selama 14 hari. Pengobatan progestin diulang selama 3 bulan.
Tatalaksana Menoragia
Terapi medikamentosa untuk menoragia:
1. Kombinasi esterogen progestin

26
Pil KB kombinasi dosis 1x1 tablet sehari, diberikan secara siklik
selama 3 bulan.
2. Progestin
Bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil KB, dapat diberikan
progestin: MPA 10 mg 1x1 tablet per hari. Pengobatan dilakukan
selama 14 hari. Pengobatan progestin diulang selama 3 bulan.
3. AKDR berisi Levonorgestrel
4. Pemberian obat anti inflamasi non steroid (NSAID) 5.

27
Panduan investigasi perdarahan uterus abnormal akut dan banyak (3).

Hipotensi ortostatik atau hemoglobin < 10 g/dl atau


Perdarhan aktif dan banyak

A. Rawat Inap B. Rawat Jalan

C. Infus RL dan oksigen, transfusi jika Hb D. EEK 2,5 mg oral setiap 6 jam,
<7 g/dl ditambah prometasin 25 mg oral. Asam
D. EEK 2,5 mg oral setiap 6 jam, atau traneksamat 3x1 gram diberikan
injeksi setiap 4-6 jam. Asam traneksamat bersamaan dengan EEK.
3x1 gram diberikan bersamaan dengan E. dilatasi& kuretase jika perdarahan
EEK. masih berlangsung dalam 12-24 jam.
E. dilatasi& kureabtase jika perdarahab F. Setelah perdarahan akut berhenti,
masih berlangsung dalam 12-24 jam. diberikan PKK 4x1 tab (4 hari), 3x1 tab
F. Setelah perdarahan akut berheti, (3 hari), 2x1 tab (2 hari) dan 1x1 tab, 3
diberikan PPK 4x1 tab (4 hari), 3x1 tab minggu dan 1 minggu bebas PKK.
(3hari), 2x1 tab (2 hari) dan 1x1 tab, 3 G. Jika terdapat kontraindikasi PKK
minggu dan 1 minggu bebas PKK. dapat diberikan progestin selama 14 hari,
G. Jika terdapat kontraindikasi PKK dapat stop 14 hari ulangi 3 bulan.
diberikan progestin selama 14 hari, stop H. USG transvaginal/ transrektal, TSH,
14 hari, ulangi 3 bulan. DLP, PT, APTT.
I. Tablet hematinik 1x1 tab.

Terapi Berhasil Terapi Tidak Berhasil

Ingin Hamil Tidak Ingin Hamil Terapi Pembedahan seperti


ablasi endometrium,
miomektomi dan
Tata Laksana Atur Siklus selama 3 polipektomi atau
Kehamilan bulan atau lebih histerektomi

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Holland-Hall C. Heavy menstrual bleeding in adolescent: normal variant


or a bleeding disorder. Contemp Pediatr. 2012;29(11): 24-40.
2. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran.Edisi Keempat.Jakarta:2016.
3. Malcolm G. Munro. FIGO Working Group on Menstrual Disorder. FIGO
Classification System (PALM-COEIN) for causes of abnormal uterine
bleeding in nongravide women od reproductive age. Int J Gynecol Obstet.
2011;113:3-13.
4. L. Whitaker, H.O.D. Critchley. Abnormal uterine bleeding. Best Practice
& Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. 2016;34: 54-65.

5. Anwar,M. Ilmu Kandungan Edisi Keempat. PT.Bina Pustaka


Sarwono.Jakarta: Prawirohardjo.2014.
6. Roslita Nov. Visualization of Endometrial and Uterine Cavity Structure
Abnormality with Transvaginal Sonography, Color Doppler Transvaginal
Sonography and Saline Infusion Sonography in Abnormal Uterine
Bleeding. Majalah Obstetri & Ginekologi. 2013;21(2): 67-70
7. Livingstone M, Fraser S. Mechanisms of Abnormal Uterine Bleeding.
2010;40(3):32-37
8. E. Dreisler,Prevalence of endometrial polypsand abnormal uterinebleeding
in a Danish populationaged 20–74years.Ultrasound Obstet Gynecol 2009;
33: 102–108
9. Jason Abbot. Adenomyosis and Abnormal Uterine Bleeding (AUB-A)–
Pathogenesis, diagnosis andManagement. Best Practice & Research
Clinical Obstetrics & Gynaecology.2016;30(11): 2013
10. HIFERI. Konsensus Tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal Karena
Efek Samping Kontrasepsi .Jakarta:POGI.2011
11. Manuaba I.B.G, Manuaba Chandranita. Anatomi dan Fisiologi
Reproduksi.Jakarta;EGC.2007.78-84.

29
12. HIFERI. Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus
Abnormal.Jakarta:POGI.2011
13. Cunningham, F. Gary, et all. Williams Gynecology. New York: Mc
Graw Hill Medical.2008
14. Callahan MD MPP, Tamara L. Obstetrics Gynaecology.Boston;Blackwell
Publishing 2013.
15. L. Whitaker, H.O.D. Critchley / Best Practice & Research Clinical
Obstetrics and Gynaecology 34 (2016) 54-65.

30

You might also like