Professional Documents
Culture Documents
Kata kunci: Urban Sprawl, lahan, transportasi, zoning, guna lahan, perkotaan, perdesaan,
masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban didefinisikan sebagai sebuah
kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagai pergi, datang, atau tersebar
secara irregular (acak). Urban sprawl atau urban terkapar, dikenal sebagai peristiwa maupun
fenomena terjadinya pemekaran kota yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan
sebuah rencana. Yaitu merupakan bentuk pertambahan luas kota secara fisik, seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi. Peristiwa pertumbuhan
keluar area kota inipun semakin meluas, hingga mencapai area perdesaan, yaitu area yang
awalnya memiliki jumlah populasi yang lebih rendah dibanding kota.
Seiring berjalannya waktu, dengan semakin meningkatnya pendapatan mereka, penduduk yang
semula menyewa rumah diarea perkotaan karena ingin dekat dengan tempat dimana mereka
bekerja, sebagian besar/ mayoritas memilih untuk tinggal di luar kota (pinggiran kota) agar
dapat memiliki rumah tinggal sendiri. Walaupun pada sebagian penduduk yang berpenghasilan
rendah dengan terpaksa menempati rumah tinggal yang sempit dan kumuh, asalkan rumah
tersebut miliknya sendiri.Sehingga biaya sewa rumah tidak lagi menjadi beban bagi anggaran
rutin mereka.
Karena tidak terlalu dekatnya tempat tinggal mereka dengan lokasi dimana mereka bekerja,
masyarakat di pinggiran kota yang lebih cenderung menggunakan moda kendaraan pribadi
seperti sepeda motor dan mobil pribadi untuk menuju lokasi kegiatan mereka yang lebih
terkonsentrasi di pusat kota. Sedangkan banyaknya angkutan umum bermotor seperti bus, oplet
dan taxi dapat mengindikasikan terjadinya fenomena urban sprawl ini. Dimana salah satu
alasannya adalah pembuktian bahwa belum memadainya tingkat pelayanan fasilitas bagi
masyarakat pinggiran kota, dalam hal ini adalah angkutan umum. Kurangnya pelayanan
transportasi (angkutan umum) bagi masyarakat di pinggiran kota untuk menuju pusat kota jika
dibandingkan dengan di pusat kota, sehingga gejala ini menjadikan angkutan umum seolah-olah
disediakan hanya bagi warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi (captive people).
Selain perilaku masyarakat mengenai kepemilikan tanah dan transportasi, peran pemerintahpun
ternyata juga turut mengambil andil dalam keberadaan fenomena Urban sprawl ini. Keberadaan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diyakini masih belum dapat diimplementasikan dalam
mencapai tata ruang yang pro-lingkungan. Terlalu banyak kepentingan sosial ekonomi yang
ingin dilaksanakan oleh pemerintah setempat, sehingga pada kenyataannya mempengaruhi
pelaksanaan RTRW. Hal ini diyakini dapat menyebabkan fungsi lingkungan terabaikan. Rencana
awal yang disusun masih baik dalam teori konsep, tetapi karena tidak dapat diimplementasikan
maka keberadaannya tidak mampu memformat kota agar dapat terkendali sesuai rencana.
Sehingga pemekaran wilayahpun menjadi tidak terstruktur, tidak sesuai dengan rencana awal
pembangunan wilayah tersebut.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna lahan yang terjadi
secara serempak, seperti sebagai berikut:
1. Single-use zoning
Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan area industri saling
terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai konsekuensinya, bidang besar tanah digunakan
sebagai penggunaan lahan tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka, infrastruktur
atau hambatan lainnya. Sebagai hasilnya, lokasi dimana masyarakat yang tinggal, bekerja,
berbelanja, dan rekreasi memiliki jarak yang jauh, antara satu dan yang lainnya, sehingga
kegiatan seperti berjalan kaki, transit, dan bersepeda tidak dapat digunakan, tetapi lebih
membutuhkan mobil.
2. Low-density zoning
Sprawl mengonsumsi jauh lebih banyak penggunaan lahan perkapita dibandingkan
perkembangan kota tradisional, karena peraturan penzonaan seharusnya menyatakan bahwa
perkembangan kota seharusnya berada dalam kepadatan penduduk yang rendah. Definisi yang
tepat mengenai kepadatan yang rendah ini relatif, contohnya rumah tinggal tunggal, yang sangat
luas, kurang dari sama dengan 4 unit per are. Bangunan tersebut memiliki banyak penggunaan
lahan dan saling berjauhan satu sama lain, terpisahkan oleh halaman rumput, landscape, jalan
atau lahan parker yang luas. Lahan parkir yang luas jelas didesain untuk jumlah mobil yang
banyak. Dampak dari perkembangan kepadatan penduduk yang rendah ini mengalami
peningkatan secepat peningkatan populasi pula. Overall density is often lowered by “leap-frog
development”.Pada umumnya, pengembang membutuhkan kepastian tingkat persentase bagi
pengembangan lahan untuk penggunaan publik, termasuk jalan raya, lapangan parkir dan gedung
sekolah. Dahulu, saat pemerintah lokal menunjuk suatu lokasi dan ternyata lahannya kurang,
mereka dapat dengan mudah melakukan bernacam jenis perluasan wilayah, karena tidak ada
kekuasaan yang tinggi untuk melakukan penghukuman. Pengembang privat jelas tidak memiliki
kewenangan untuk melakukan hal tersebut.
3. Car-dependent communities
Area yang mengalami Urban sprawl biasa dikenali dengan tingkat penggunaan mobil yang
tinggi sebagai alat transportasi, kondisi ini biasa disebut dengan automobile dependency.
Kebanyakan aktivitas disana, seperti berbelanja dan nglaju (commuting to work), membutuhkan
mobil sebagai akibat dari isolasi area dari zona perumahan dengan kawasan industri dan kawasan
komersial. Berjalan kaki dan metode transit lainnya tidak cocok untuk digunakan, karena banyak
dari area ini yang hanya memiliki sedikit bahkan tidak sama sekali area yang dikhususkan bagi
pejalan kaki.
IV. Dampak-dampak yang terjadi akibat fenomena Urban sprawl
Setiap peristiwa pasti memiliki dampak bagi lingkungan sekitarnya maupun bagi objek itu
sendiri. Sama halnya yang terjadi pada fenomena Urban sprawl ini. Ada beberapa dampak yang
akan saya paparkan mengenai fenomena ini. Dampak positifnya adalah:
kebutuhan masyarakatnya.
Namun ternyata, selain memiliki dampak positif, fenomena urban sprawl ini juga memiliki
dampak yang negatif. Bahkan dengan jumlah yang lebih banyak, diantaranya adalah :
Banyak sekali masyarakat yang beranggapan bahwa pasar dan mekanismenya-lah yang
mengakibatkan Urban sprawl, serta ketergantungan terhadap kendaraan bermotor, dan pilihan
dalam memilih tempat tinggal. Kesimpulan tersebut sangat keliru. Justru, munculnya urban
sprawl sebenarnya bisa dikatakan sebagai sebuah upaya yang dikoordinasikan dimana setelah
perang dunia II kepentingan swasta mulai diijinkan secara illegal untuk mengganti/ merubah
moda transportasi yang telah ada dan berjalan baik ke moda transportasi lain yang memicu
timbulnya urban sprawl. Sebagai contoh, Pacific Electric Railway di Los Angeles yang telah
menghubungkan seluruh bagian kota dihapuskan akibat lobby yang kuat dari perusahaan
pengembang jalan bebas hambatan (Highway). Dengan alasan lebih ekonomis, maka system
jaringan kereta api diganti dengan jaringan jalan bebas hambatan yang pada akhirnya
mengakibatkan timbulnya kota yang melebar (sprawl).
Kota-kota transit yang berkembang pada tempat pemberhentian stasiun KA berubah dengan pola
pembangunan yang membentang dan menerus (ribbon development). Lebih lanjut, eratnya
hubungan pengembangan jalan bebas hambatan dengan pemerintah telah mengakibatkan
dominasi penggunaan kendaraan bermotor, perubahan sistem pajak, dan perubahan peraturan
zonasi (zone law) yang pro sprawl. Akhir-akhir ini kesadaran bahwa Urban sprawl bukan pilihan
terbaik untuk tinggal mulai muncul. Kesadaran ini ditandai dengan tumbunya pergerakan
pembangunan dan arsitektural yang dinamakan “ New Urbanism” yang dimulai tahun 80-an
sebagai suatu cara untuk menghambat para pengembang dalam membangun sistem perumahan
yang mendorong ketergantungan terhadap kendaraan bermotor, mendorong pengembangan pola
jalan lingkungan yang ramah masyarakat (people friendly), rumah dengan beranda depan,
bangunan multiguna, dan perumahan dengan penghuni dari berbagai kelas masyarakat. New
urbanisme ini merupakan upaya untuk kembali membangun masyarakat AS yang sesungguhnya.
Sedangkan menurut realita di Indonesia khususnya Jakarta, dan wilayah pengembangan
disekitarnya, Depok, Tangerang dan Bekasi memang wajar terjadi fenomena seperti ini. Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya dan perpindahan (migrasi) masyarakat
dari luar Provinsi DKI Jakarta, yang ingin memperbaiki kehidupan mereka dan memilih untuk
mencari pekerjaan di Jakarta ini. Untuk memiliki rumah dikawasan pusat kota tentu mahal
harganya, namun tetap ingin memiliki rumah sendiri, oleh karena itu banyak dari mereka yang
memilih untuk memiliki tempat tinggal dipinggiran kota. Namun tidak hanya migran yang
tinggal dipinggiran kota, masyarakat asli baik yang menengah ke atas maupun menerngah
kebawah juga lebih memilih tinggal dikawasan pinggiran kota, dengan alasan menjauh dari
keramaian dan kemacetan. Agar lebih aman dan mengurangi konsumsi polusi dari pusat kota.
Walaupun jarak dari perkantoran ke permukiman menjadi lebih jauh. Namun hal ini sebenarnya
bisa dihindari dengan adanya penerapan kebijakan yang lebih tegas dari pemerintah jika ada
pelanggaran dalam penggunaan lahan dan kepemilikan tanah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah mendorong kegiatan volunteer sehingga seseorang
merasa berguna, ceria, kuat dan lebih berarti, membentuk kelompok formal dengan tujuan
tertentu (niche communities), berpartisipasi dalam kegiatan yang mendorong kembalinya kota
kecil yang sehat (farmer’s market phenomenon), berpatisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan,
penyesuaian sikap, pindah ke lingkungan masyarakat yang kekerabatannya lebih kuat,
mengurangi pengaruh media yang kurang baik, meninggalkan kebiasaan ketergantunhgan
terhadap kendaraan bermotor, dan mengikuti program-program kepribadian / merubah budaya.
Seperti diuraikan sebelumnya bahwa pembangunan highway dan pembaharuan perkotaan (urban
renewal) di Amerika Serikat berpengaruh terhadap menurunnya vitalitas pusat kota sebagai
akibat dari perkembangan kawasan pinggiran perkotaan yang semakin lebar dan tidak terkendali
(unplanned suburban sprawl) dan hilangnya pola kota kecil yang sehat. Beberapa upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut, yaitu :
kendaraan bermotor
terjadinya Sprawl
Urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari wilayah yang bernama perdesaan
menjadi wilayah perkotaan, yaitu suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah
pinggiran yang melimpah, dengan kata lain terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu
perkotaan ke arah luar. Urban Sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang
dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun horisontal,
bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota. Hal ini terjadi karena perilaku
masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran kota dengan berbagai alasan
dan implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kurang baik.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna lahan yang terjadi
secara serempak, yaitu Single-use zoning, Low-density zoning dan Car-dependent communities.
Menurut informasi yang didapat, ternyata fenomena Urban sprawl ini lebih memiliki banyak
dampak yang negatif bagi lingkungan sekitarnya, daripada dampak positif yang ditimbulkan.
Namun dampak-dampak negatif tersebut sebenarnya dapat diatasi. Karena urban sprawl sendiri
bukanlah suatu fenomena yang tidak bisa untuk dihindari. Salah satu caranya adalah dengan
penerapan kebijakan yang lebih tegas dari pihak yang berwenang untuk
membatasi stakeholder yang ingin melakukan ekspansi dalam hal perluasan kota ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-rustiati<b-25442
http://en.wikipedia.org/wiki/Urban_sprawl
http://www.planningreports.com/planning-abcs/u.html
http://www.cwac.net/landuse/index.html
http://mrosul.edublogs.org/urban-sprawl/
http://www.globest.com/viewpoints/bigpicture/147083-1.html