You are on page 1of 11

TEKNOLOGI BAHAN MAKANAN DAN FERMENTASI

Protein Sel Tunggal


Makalah:…………………………

Kelompok : I-A
Nama : 1.Tutut Puji Rahayu Putri NRP 2313 030 006
2. Aninda isti NRP 2313 030 014
3.AbdurrachmanSalimNabhan NRP 2313 030 026
4. Faiz rizkullah NRP 2313 030 027
5. M.dimas khoirul M NRP 2313 030 026

Dosen : Ir. Agus Surono M.T

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014
A. Aplikasi Bioteknologi Fermentasi Dalam Produksi Protein Sel Tunggal
Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan
baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal,
antibiotika dan biopolimer. Fermentasi merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya
telah lamadilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk-produknya yang
sudah biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain. Proses
fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein.
1. Pengertian Protein Sel Tunggal
Protein mikroba sebagai sumber pangan untuk manusia mulai dikembangkan pada awal
tahun 1900. Protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP)
atau Protein Sel Tunggal. Menurut Tannembaum (1971), Protein Sel Tunggal adalah istilah yang
digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme bersel satu atau banyak
yang sederhana, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang dan protozoa. Sebenarnya ada dua istilah
yang digunakan untuk produk mikroba ini, yaitu PST (Protein Sel Tunggal)
dan Microbial Biomass Product (MBP) atau Produk Biomassa Mikrobial (PBM). Bila mikroba yang
digunakan tetap berada dan bercampur dengan masa substratnya maka seluruhnya dinamakan
PBM. Bila mikrobanya dipisahkan dari substratnya maka hasil panennya merupakan PST.
Protein sel tunggal merupakan mikroba kering seperti ganggang, bakteri, ragi, kapang dan
jamur tinggi yang ditumbuhkan dalam kultur skala besar. Protein ini dipakai untuk konsumsi manusia
atau hewan. Produksi itu juga berisi bahan nutrisi lain, seperti karbohidrat, lemak, vitamin dan
mineral.
Teknologi modern untuk membuat protein sel tunggal berasal dari tahun 1879 di Inggris,
dengan diperkenalkannya adonan yang dianginkan untuk membuat ragi roti (Saccharomyces
cerevisiae). Sekitar tahun 1900, di AmerikaSerikat diperkenalkan alat pemusing untuk memisahkan
sel ragi roti dari adonan pembiakan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang fisiologi, nutrisi dan genetika mikroba telah
banyak memperbaiki metoda untuk menghasilkan protein sel tunggal dari berbagai macam mikroba
dan bahan mentah. Umpamanya, bakteri dengan kandungan protein yang tinggi sampai 72 persen
atau lebih dapat dihasilkan terus menerus dengan menggunakan metanol sebagai bahan mentah,
dan mikrobanya berupa ragi yang dibiakkan dalam media yang kadar selnya tinggi sekali, sehingga ini
dapat mengurangi biaya energi untuk pengeringan.
Kecemasan akan kekurangan pangan dan malnutrisi di dunia pada tahun 1970-an telah
meningkatkan perhatian pada sel tunggal. Sebagian besar dari bobot kering sel dari hampir semua
spesies memiliki kandungan protein yang tinggi. Oleh karena itu, bobot kering sel tunggal memiliki
nilai gizi yang tinggi.
Mikroorganisme yang dibiakkan untuk protein sel tunggal dan digunakan sebagai sumber
protein untuk hewan atau pangan harus mendapat perhatian secara khusus. Mikroorganisme yang
cocok antara lain memiliki sifat tidak menyebabkan penyakit terhadap tanaman, hewan, dan
manusia. Selain itu, nilai gizinya baik, dapat digunakan sebagai bahan pangan atau pakan, tidak
mengandung bahan beracun serta biaya produk yang dibutuhkan rendah. Mikroorganisme yang
umum digunakan sebagai protein sel tunggal, antara lainalga Chlorella, Spirulina, dan Scenedesmus;
dari khamir Candida utylis; dari kapang berfilamen Fusarium gramineaum; maupun dari bakteri.
Protein sel tunggal yang berasal dari kapang berfilamen disebut mikroprotein. Di Amerika
Serikat, mikroprotein telah diproduksi secara komersial bernama quorn. Quorn dibuat dengan cara
menanam kapang ditempat peragian yang berukuran besar. Setelah membuang air dari tempat
peragian, makanan berharga yang tertinggal dicetak menjadi balok-balok yang mudah dibawa.
Produksi protein sel tunggal sangat bergantung pada perkembangbiakan skala besar dari
mikroorganisme tertentu yang diikuti dengan proses pendewasaan dan pengolahan menjadi bahan
pangan. Ada dua faktor pendukug pengembangbiakan mikroorganisme untuk protein sel tunggal,
yaitu:
a. laju pertumbuhan sangat cepat jika dibandingkan dengan sel tanaman atau sel hewan dan
waktu yang diperlukan untuk penggandaan relatif singkat;
b. berbagai macam substrat yang digunakan bergantung pada jenis mikroorganisme yang
digunakan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang fisiologi, nutrisi, dan genetika mikroba telah
banyak memperbaiki metode untuk menghasilkan protein sel tunggal dari berbagai macam mikroba
dan bahan mentah. Umpamanya, bakteri dengan kandungan protein yang tinggi (72% lebih) dapat
dihasilkan terus-menerus dengan menggunakan methanol sebagai bahan mentah, dan mikrobanya
berupa ragi yang dibiakan dalam media yang kadar selnya tinggi sekali, sehingga ini dapat
mengurangi biaya energi untuk pengeringan.
2. Substrat dan Mikroorganisme dalam Produksi PST
Substrat yang dapat digunakan dalam produksi PST bervariasi, diantaranya adalah
a. Molases dari pabrik gula atau hidrolisa pati
b.Cairan sulfit dari pabrik kertas
c. Hidrolisat asam dari kayu
d. Limbah pertanian (kulit buah, limbah tanaman pertanian, limbahindustri pangan)
e. Metana
f. Metanol dan etanol sebagai sumber karbon bagi khamir
g.Parafin atau alkana
h.Minyak bumi
i. Gas pembakaran sebagai sumber CO2 bagi ganggang.
Pertimbangan pemilihan substrat adalah kandungan nutrisi yang dibutuhkan
mikroorganisme, jumlah substrat secara kuantitatif dan kontinyu ketersediannya serta harga
substrat.
Mikroorganisme yang biasa digunakan dalam memproduksi PST adalah bakteri, kapang,
khamir dan ganggang. Masing-masing mikroorganisme mermpunyai kelebihan dan kelemahan jika
digunakan dalam produksi PST.
Penggunaan bakteri dalam produksi PST sangat terbatas karena mempunyai kelemahan
sebagai berikut :
a. Penerimaan bakteri sebagai pangan oleh ternak sangat rendah
b. Ukuran sel bakteri sangat kecil sehingga sukar dipanen
c. Kandungan asam nukleat bakteri lebih tinggi dibanding mikroorganisme yang lain
Keuntungan penggunaan bakteri dalam produksi PST adalah: bakteri dapat tumbuh pada
berbagai substrat, waktu regenerasi cepat dan kandungan protein kasarnya lebihtinggi dibanding
mikroorg anisme yang lain.
Penggunaan gangang untuk produksi PST sangat terbatas karena mempunyai kelemahan
sebagai berikut :
a. Memerlukan suhu yang hangat dan banyak sinar matahari serta membutuhkanco2
b.Dinding selnya tidak dapat dicerna.
Sedangkan kelebihan produksi PST dari ganggang dibanding bakteri adalah: penerimaan
produksi PST oleh ternak lebih baik, kandungan asam nukleat lebih rendah dan ukuran sel ganggang
lebih besar sehingga lebih mudah dipanen.berbagai contoh mikroorganisme dan substrat dalam
produksi PST dapat dilihat pada tabel 1.
Kelemahan penggunaan kapang dan khamir dibanding bakteri adalah : kandungan protein
kasar lebih rendah serta waktu regenarasi yang lebih lama dibanding bakteri.
Penggunaan kapang dan khamir untuk produksi PST secara umum mempunyai keuntungan
dibandingkan dengan bakteri dan ganggang karena sifat-sifatnya sebagai berikut :
a. Penerimaan produksi PST dari kapang dan khamir oleh ternak lebih baik.
b. Kandungan asam nukleat lebih rendah
c. Ukuran sel kapang dan khamir lebih besar sehingga lebih mudah dipanen dan konsesntrasinya
lebih tinggi
d. Dapat tumbuh pada substrat dengan pH rendah
Tabel I. Berbagai jenis mikroorganisme dan substrat dalam produksi PST
Mikroorganisme Substrat
Khamir
 Saccharomyces cerevisae(pemecahan  Molasses
hektosa)
 Kluyuveramyces fragilis(pemecahan  Hidrolisat biji bijian Whey
laktosa)
 Candyda lipolyica  Perrolium alkana, minyak bumi
 C.utilis (pemecahan pentose dan  Cairan sulfit
hektosa
 Geotricum candidum  Karbohidrat dan komponen lain
Kapang
 Aspeigillus fumigates  Limbah
 Triechoderma viride  Limbah, kertas kayu
 Fusarium sp  Biji-bijian
Bakteri
 Hyrogenimonas sp  H2 dan co2
 Cellulomonas sp  Selulosa
 Methylopilus methylopilus  Metanol, sumber karbon dan
 Actinomyces sp ammonia sumber nitraget
 Serat, limbah
 Theremomonaspora fusca  Pulp kayu

Ganggang
 Scedesmus acutus  Air gas pembakaran sebagai sumber
 Spirulina maxima co2

Karasteristik yang penting dalam seleksi mikroorganisme dalam produksi PST adalah:
kecepatan dan keemampuan tumbuh, mudah dalam pemeliharaan kultur, membutuhkan media
yang sederhana, serta kandungan protein kasar dan kualitas gizi yang lain dalam mikroorganisme.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seleksi mikroorganisme dan substrat dalam produksi PST
banyak sekali. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi :
a. Faktor Nutrisi
Kandungan proten kasar dan asam amino dari mikroorganiosme merupakan sumbangan nutrisi
terbesar. Kandungan lisin dari pst umumnya lebih tinggidari tanaman sehingga dapat mensuplai
kekurangan lisin. Kandungan proteinkasar PST bervariasi tergantung mikroorganisme yang
digunakan seperti terlihat pada tabel.

Tabel 2. Kandungan protein kasar PST dari beberapa mikroorganisme


Tipe Mikroorganisme %PK
Khamir 50-55
Bakteri 50-80
Ganggang 20-80
Kapang 15-45
Kandungan asam nukleat juga bervariasi tergantung mikroorganisme yang digunakan dalam
produksi PST. Kandungan asam nukleat dalam ganggang: 4-6%, dalam bakteri 10-16 %, dalam
khamir 6-10 % dan dalam kapang 2,5-6 %. Kandungan asam nukleat dalam mikroorganisme
merupakan kendala pemanfaatan produk pst sebagai pangan
b.Faktor Teknologi
Pakan Faktor teknologi pangan PST dapat dilihat dari warna, aroma, tekstur, kelarutan dan
kesejahjaran dengan bahan pangan lain bahan tersebut merupakan dukungan bagi PST dari segi
nutrisi sebagai pengganti protein. Nutrisi dan kuantitas teknologi PST dapat dimaksimumkan melalui
proses pencucian, dehidrasi dan pemanasan yang berguna untuk mematikan sel. Hal ini tergantung
dari tipe substrat yang digunakan dan tingkat bau (aroma) yang dapat ditoleransi pada produka akhir
serta daya racunnya.masalah lain dalam produksi PST adalah adanya sel yang masih hidup
dan berproduksi dalam usus. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian panas untuk mematikan
sel, seperti pada sistem “high temperature short time” (HTST).
c. Faktor Sosial
Faktor sosial kendala penggunaan PST adalah kandungan asam nukleat yang tinggi yang
menyebabkan terbentuknya asam urat dan menaikkan pembuangan urine. Masalah ini tidak berarti
bila jumlah konsumsi PST kecil dan barumenjadi masalah bila konsumsui PST mencapai jumlah yang
besar.upaya untuk menekan kandungan asam nukleat dilakukan dengan jalan pemanasan mendadak
(“heat shock”) untuk memecah RNA danmenghancurkan penghambat pembentukan protein.
d. Faktor Ekonomi
Banyak alternatif proses untuk memproduksi PST. Tabel 2 memperlihatkan“material balance” dalam
memproduksi PST melalui fermentasi dari substrat hidrokarbon dan karbohidrat.

Tabel 3. “material balance” produksi PST melalui fermentasi dari subtract hidrokarbon dan
karbohidrat.
Substrat Input Substrat O2 Ouput Sel
Hidrokarbon (CH2) 100 200 100
Karbohidrat (CHO) 200 67 100
Berdasar tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan masa sel yang sama (100), Substrat
karbohidrat membutuhkan dua kali jumlah ssubsrathidrokarbon (200) meskipun fermentasi
hidrokarbon membutuhkan oksigen tiga kali dari jumlah yang dibutuhkan dalam fermentasi
karbohidrat. Dalam hal ini secara ekonomi penggunaan hidrokarbon dianggap lebih hemat.
3. Produksi Protein Sel Tunggal dalam Mikroba Berfotosintesa dan Tanpa Berfotosintesa
Mikroba yang berfotosintesa dan yang tidak berfotosintesa dapat sama-sama dipakai untuk
memproduksi protein sel tunggal. Sekurangnya mikroba ini memerlukan sumber karbon dan energi,
sumber nitrogen, dan suplai unsur nutrisi lain, seperti fosfor, sulfur, besi, kalsium, magnesium,
mangan, natrium, kalium dan unsur jarang, untuk tumbuh dalam lingkungan air. Beberapa mikroba
tidak dapat mensintesa asam amino, vitamin, dan kandungan seluler lain dari sumber karbon dan
nitrogen sederhana. Dalam hal demikian, bahan-bahan tersebut harus juga disuplai agar mereka bisa
tumbuh.
a. Produksi Protein Sel Tunggal dalam Mikroba Berfotosintesa
Ganggang dan bakteri tergolong mikroba berfotosintesa yang digunakan untuk
memproduksi protein sel tunggal. Pertumbuhan berfotosintesa ganggang yang diinginkan,
seperti Chlorella, Scenedesmus, dan Spirulina (pada Tabel), adalah menurut reaksi sebagai berikut :

Cahaya + karbon dioksida + air + ammonia atau nitrat + mineral → sel ganggang + oksigen

Tabel 2. Proses pilihan untuk membuat protein sel tunggal pada ganggang.
Organisme Bahan Mentah Produksi Produsen atau Pengembang
Chlorella sp. CO₂ (dengan foto-2 2 metrik Taiwan Chlorella Manufacture
sintesa); sirup tebu, ton/hari Co. Ltd, Taipei
tetes (non-fotosintesa)
Scenedesmus CO₂, urea (dengan 20mg/m2/hari Central Food Technological
acutus fotosintesa) Research Institute, mysore,
India
Spirulina CO₂, atau NaHCO3 320 metrik Sosa Texcoco, SA, Mexico City
maxima (dengan fotosintesa) ton/tahun

Konsentrasi karbondioksida di udara sekitar 0,03 %, ini tidak cukup untuk menunjang
pertumbuhan ganggang untuk menghasilkan protein sel tunggal. Tambahan karbon dioksida bisa
didapat dari karbonat atau bikarbonat yang terdapat dalam kolam alkalis, gas yang keluar selama
pembakaran atau dari pembusukan bahan organik dalam air buangan kota dan limbah industri.
Sumber nitrogen untuk produksi ganggang adalah seperti garam ammonium, nitrat, atau nitrogen
organis yang terbentuk oleh oksidasi air buangan kota dalam kolam. Fosfor dan bahan mineral lain
biasanya terdapat dalam air alam dan air limbah dan konsentrasinya telah cukup untuk
pertumbuhan ganggang.
Intensitas cahaya dan suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan ganggang. Untuk
penanaman mikroba secara besar dan ekonomis, suasana dalam tempat kultur harus cukup jernih
dan variasi intensitas cahaya harus sekecil mungkin sepanjang tahunnya. Selain itu suhu haruslah
diatur di atas 20ºC pada hampir sepanjang tahun. Karena itu, kolam buatan di tempat terbuka di
daerah semi tropik, tropik atau kering merupakan sistem yang paling cocok untuk pertanaman
ganggang. Bahan untuk membangun kolam adalah seperti semen, plastik, atau serat kaca pelapis.
Kolam harus cukup besar karena pertumbuhan ganggang terjadi terutama pada daerah setebal 20
cm atau 30 cm saja dan di tempat ini intensitas cahaya terbesar. Pengadukan perlu untuk mencegah
ganggang mengendap ke dasar. Dengan demikian semua sel ganggang dapat terpapar merata ke
cahaya dan bahan nutrisi.
Ganggang biasanya ditanam dalam kultur campuran yang tidak terlalu steril. Suasana
lingkungannya haruslah menguntungkan bagi kehidupan spesies ganggang yang diinginkan, agar
mereka menjadi dominan dalam persaingan hidup dengan species lain.
Pemerintah India yang bekerja sama dalam proyek Indo Jerman Algal Project, telah
mendirikan suatu program kerja sama paa Central Food Technological Institute di Mysore, India,
untuk membiakan speciesScenedesmus dalam kolam buatan. Program ini menghasilkan beberapa
proyek di Mesir, India, Peru dan Thailand. Selain itu, dalam pengamatan di Israel dan Argentina telah
memperlihatkan bahwa ganggang dari genus Dumaliella yang tahan terhadap garam dapat
ditumbuhkan dalam air asin untuk menghasilkan protein sel tunggal dan dengan produk tambahan
berupa gliserol dan beta-karoten.
Bakteri yang berfotosintesa digunakan untuk menghasilkan protein sel tunggal ialah seperti
bakteri dari genus Rhodopseudomnas, dan ini dapat pula ditumbuhkan dalam air buangan kota atau
limbah industri. Di Jepang dan hasilnya digunakan sebagai pakan ternak. Bakteri ini ditumbuhkan
dalam kultur campuran dengan bakteri nitrogen dan bakteri lain yang hidup aerobis. Kultur ini harus
disuplai dengan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi. Mereka tidak akan dapat tumbuh
mengandalkan CO₂ dan cahaya, seperti dapat dilakukan oleh ganggang. Kepadatan kultur bakteri
adalah sekitar 1 sampai 2 gram bahan kering tiap liter.
b. Produksi Protein Sel Tunggal Tanpa Berfotosintesa
Mikroba tidak berfotosintesa yang dibiakkan untuk memproduksi protein sel tunggal ialah
seperti bakteri, kapang, ragi, dan jenis jamur lain. Mikroba ini hidup aerobosis dan karena itu harus
cukup suplai oksigen agar bisa tumbuh karena termasuk karbon organis dan sumber energi. Selain
itu juga merupakan sumber nitrogen, fosfor, sulfur, dan unsur mineral, yang sebelumnya disebut-
sebut hanya diperlukan untuk pertumbuhan ganggang.
Pengubahan senyawa organik menjadi protein sel tunggal oleh mikroba yang tidak
berfotosintesa dapat dibuat skemanya dengan persamaan reaksi berikut :

Karbon organik + nitrogen + mineral bahan nutrisi + oksigen →


Protein sel tunggal + karbon dioksida + air panas

1. Bakteri
Banyak spesies bakteri yang baik untuk memproduksi protein sel tunggal. Salah satu ciri
bakteri yang cocok untuk ini ialah tumbuhnya cepat, waktu berbiakannya pendek, masa selnya
kebanyakan dapat jadi dua kali lipat dalam waktu 20 menit sampai 2 jam. Sebagai bandingan, waktu
berbiak ragi adalah 2 sampai 3 jam, dan kapang serta jamur tinggi 4 sampai 16 jam.
Bakteri juga dapat tumbuh pada berbagai bahan mentah, mulai dari karbohidrat seperti pati
dan gula, sampai hidrokarbon dalam bentuk gas atau cairan seperti metan dan fraksi minyak bumi,
sampai pada petrokimia seperti metanol dan etanol. Sumber nitrogen yang baik bagi pertumbuhan
bakteri ialah seperti amonia, garam aminium, urea nitrat, dan nitrogen organik dalam limbah. Harus
ada tambahan bahan mineral ditambahkan ke dalam pembiakan, agar bahan nutrisi dapat menutupi
kekurangan yang dalam air alami mungkin kadarnya tidak cukup menunjang pertumbuhan.
Spesies bakteri yang tampaknya lebih banyak memproduksi protein sel tunggal, paling baik
tumbuh dalam media yang sedikit asam netral, dengan pH 5 sampai 7. Bakteri itu juga harus dapat
toleran terhadap suhu dalam rentang 35 sampai 45° C, karena panas dilepaskan selama bakteri itu
tumbuh. Menggunakan strain yang toleran terhadap suhu akan menghemat banyak sekali biaya
untuk mendinginkan air. Pembiakan harus dijaga agar selalu dingin, karena fermentasi disini perlu
suhu rendah. Spesies bakteri tak dapat digunakan untuk memproduksi protein sel tunggal, jika itu
bersifat patogen bagi tumbuhan, hewan, atau manusia.
Protein sel tunggal dalam bakteri dapat dihasilkan dengan sistem adonan konvensional.
Dalam sistem ini semua bahan nutrisi dimasukan sekaligus kedalam fermentor. Sel-sel dipanen jika
mereka menggunakan bahan nutrisi dan berhenti tumbuh. Namun dalam metoda produksi yang
lebih maju, bahan nutrisi disuplai dengan sistem kontinyu (terus-menerus), yang konsentrasinya
sesuai dengan yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan bakteri. Lalu sel-sel pun dipanen
terus-menerus dengan populasinya telah mencapai kerapatan yang diperlukan.
Adonan konsentrasi karbon dan sumber energi biasanya berkisar antara 2 dan 10 persen.
Dalam sistem yang kontinyu suplai sumber karbon diatur sehingga konsentrasi dalam media tumbuh
tidak melebihi yang diperlukan bagi pertumbuhan selbakteri. Konsentrasi ini biasanya akan lebih
rendah daripada yang digunakan dalam sistem adonan.
Menjaga agar suasana steril selama memproduksi protein sel tunggal, sangat penting,
karena mikroba pencemar akan tumbuh sangat cepat dalam media kultur. Udara masuk, media
bahan nutrisi dan alat fermentasi, harus disterilkan dalam seluruh proses protein sel tunggal dalam
bakteri. Suasana steril pun harus terus dijaga selama seluruh kegiatan produksi.
Suatu sistem untuk produksi protein tunggal dalam bakteri secara kontinyu, dengan metanol
sebagai sumber karbon dan energi, diperlihatkan pada gambar skema dibawah ini. Skema itu adalah
metoda yang paling umum digunakan.
Setelah bahan nutrisi disterilkan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah fermentasi. Setelah
itu dilakukan okulasi bakteri, dan terjadilah pertumbuhan. Wadah yang disebut ‘bioreaktor’, harus
disuplai dengan udara steril. Air juga selalu sejuk, untuk mencegah timbulnya panas dari proses
fermentasi, yang jika bertimbun dapat membunuh sel. Air sejuk diedarkan dalam suatu salut
fermentor atau melalui suatu lilitan pendingin yang berada dalam alat.
Pada proses kontinyu, bahan nutrisi ditambahkan terus-menerus setiap terpakai, untuk
menjaga konsentrasi bakteri yang diperlukan. Larutan yang mengandung bakteri dituangkan, diolah
sehingga bakteri menumpuk atau bergumpal, lalu disentrifungsi. Cairan itu kemudian diedarkan
kembali ke dalam fermentor, sedangkan bakterinya dikeringkan dengan cara penyemprotan, lalu
digiling sehingga didapat produk akhir.
Wadah juga dilengkapi dengan alat untuk mengukur dan mengontrol pH, suhu, dan
konsentrasi oksigen yang terlarut. Udara yang dikeluarkan dari bioreaktor mengandung karbon
dioksida yang dapat dipisahkan, lalu dimasukan kedalam tabung kompresi untuk dijual kepada
industri yang menggunakan gas karbon dioksida.
Setelah bakteri di angkat dari tangki fermentasi, mereka harus dipisahkan dari kaldu kultur,
yang biasanya dilakukan dengan menambahkan bahan kimia yang membuat sel-sel menggumpal.
Lalu disentrifungsi. Sel-sel yang terpisah dikeringkan untuk menghasilkan produk yang akan stabil
selama pengiriman ketempat yang jauh dan disimpan untuk waktu lama. Akhirnya, harus ada alat
untuk menggiling dan membungkus sel-sel, dan suatu sistem untuk menangani dan mengedarkan
kembali cairan kultur yang terpakai.
Pemasukan oksigen bagi sel-sel dalam fermentor merupakan faktor menentukan dalam
kecepatan tumbuh dan agar hasilnya memuaskan dari pertimbangan ekonomi. Berbagai rancangan
fermentor dapat mengatur pemasukan udara. Yang paling umum digunakan adalah reakto tangki
yang memiliki kincir pengaduk dan fermentor dengan sistem penampungan udara.
2. Ragi
Ragi dapat ditumbuhkan pada beberapa macam substrat, meliputi karbohidrat, baik yang
kompleks seperti pati, maupun sederhana seperti gula glukosa, suklrosa, dan laktosa. Dapat pula
dipakai bahan mentah yang mengandung gula seperti sirup gula, tetes, dan air diadih keju. Beberapa
ragi dapat tumbuh pada karbohidrat rantai lurus, yang dapat bersumber dari minyak bumu; dapat
juga tumbuh pada etanol atau metanol.
Selain itu sumber karbon, sumber nitrogen diperlukan pula. Nitrogen diperoleh dengan
menambahkan amonia atau garam amonium ke media kultur. Bahan mineral juga perlu sebagai
tambahan.
Kebutuhan untuk memproduksi protein sel tunggal oleh ragi sama dengan yang diuraikan
untuk memproduksinya oleh bakteri. Ragi harus memiliki waktu tumbuh sekitar 2 sampai 3 jam. Ia
juga harus toleran terhadap pH dan suhu. Secara genetis juga harus stabil, sehingga hasilnya
memuaskan. Tidak pula menyebabkan penyakit pada tumbuhan, hewan, atau manusia.
Dengan kincir pengaduk merupakan macam wadah yang paling banyak dipakai untuk
menghasilkan protein sel tunggal pada ragi, tapi fermentor pengapungan udara dapat juga
digunakan. Seperagi pada kultur bakteri, panas pun dilepaskan selama pertumbuhan ragi, dan
fermentor haruslah dilengkapi dengan sistem pendingin.
Fermentasi ragi dapat beroperasi dalam sistem adonan atau sistem kontinyu atau dengan
cara yang disebut “adonan yang disuplai bahan nutrisi”. Pada adonan yang disuplai bahan nutrisi,
makanan substrat dan bahan nutrisi lain ditambahkan secara berangsur, yang jumlahnya cukup
untuk kebutuhan tumbuh ragi. Sementara itu harus dijaga agar konstrasi bahan nutrisi setiap waktu
selalu rendah. Metoda ini menghasilkan 3,5 sampai 4,5 persen produk berat kering, dibandingkan
dengan 1,0 sampai 1,5 produk berat kering yang dihasilkan dengan sistem adonan. Sel yang
dihasilkan dengan sistem adonan yang disuplai bahan nutrisi dipanen dengan cara seperti halnya jika
diproduksi dengan adonan biasa.
Meskipun kultur sistem adonan dan sistem adonan yang diberi bahan nutrisi telah
digunakan dalam memproduksi ragi roti selama bertahun-tahun, namun baru belakangan dapat
dimonitor. Dengan demikian, pH dan konsentrasi susbtrat disesuaikan dengan operasi sistem
kontinyu. Konsentrasi sel ragi sampai 16 persen (berat kering) diperoleh dengan kultur sistem
kontinyu.
Ragi memiliki keuntungan dibandingkan dengan bakteri untuk memproduksi protein sel
tunggal. Salah satu diantaranya, karena ragi toleran terhadap lingkungan yang lebih asam, dengan
pH berkisar antara 3,5 dan 4,5 bukan agak netral seperti yang diperlukan bakteri. Akibatnya, proses
ragi dapat berlangsung dalam media bersih tanpa harus steril, pada pH 4,0 sampai 4,5. ini karena
kebanyakan bakteri pencemar tak dapat tumbuh dengan baik dalam media asam ini. Selain itu,
diameter sel ragi adalah sekitar 0,0005cm, dibandingkan dengan bakteri 0,0001 cm. Karena
besarnya, ragi itu dapat dipisahkan dari media tumbuh dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan
tahap penggumpalan.
Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen
kultur yang sedang tumbuh dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.
Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen
kultur yang sedang tumbuh. Ragi yang tumbuh pada karbohidrat biasanya memerlukan sekitar 1
kilogram berat kering sel dan jika ditumbuhkan pada hidrokarbon diperlukan sekitar dua kali lebih
banyak. Udara, yang disterilkan melalui suatu filter, dimasukkan ke dalam fermentor melalui layar
atau pipa yang berlobang-lobang pada dasar wadah, atau dengan pemasukan udara lewat roda
berputar, atau juga memalui pengapung udara, seperti digunakan untuk mengkultur sel bakteri.
Protein sel tunggal pada ragi dapat dihasilkan dalam suasana steril, maupun dalam suasana
bersih tapi tak steril. Pada adonan biasa, atau adonan yang disuplai bahan nutrisi yang tidak perlu
steril, sumber energinya dipakai karbohidrat. Media disterilkan dengan cara mengalirkan melalui
pertukaran panas, lalu dimasukkan ke dalam fermentor yang bersih. Pengontrolan pencemaran
dilakukan ke dalam fermentor yang bersih. Pengontrolan pencemaran dilakukan dengan mengatur
pH media pada 4,0 sampai 5,0, pemasukan udara yang steril, dan besar populasi mikroba pencemar
yang sedikit. Pada beberapa fermentasi ragi sistem kontinyu yang menggunakan hodrokarbon atau
etanol sebagai substrat, perlu suasana steril sempurna, agar didapat hasil memuaskan dan bermutu.
Candida utilis, yang dikenal sebagai ragi torula dan digunakan untuk tambahan pakan ternak dan
konsumsi manusia, dibuat dari bahan mentah yang beraneka macam. Diantaranya adalah etanol,
cairan limbah sulfit dari pabrik kertas, hidrokarbon berupa parafin normal, dan air dadih keju. Pure
Culture Products Division of Hercules, Inc., memiliki pabrik protein tunggal dalam C. Ultis di
Hutchinson, Minessota. Pabrik itu berkapasitas 6.800 ton setahun.
Pabrik itu dioperasikan dengan sistem kontinyu dan dalam suasana steril. Sebagai sumber
energi dan karbon digunakan etanol. Sel ragi diangkat terus-menerus, dicuci, dan dikeringkan
dengan semprotan. Produk ini dipakai untuk makanan. Selanjutnya dapat diproses untuk
menghasilkan bumbu penyedap. Hasil biasa sekitar 0,7 metrik ton ragi kering untuk tiap metrik ton
etanol yang terpakai. Kandungan protein produk itu berkisar antara 50 dan 55 persen.
Pabrik berskala komersial di Amerika Serikat dan Eropa jugamenghasilkan C. Ultis dari cairan
limbah sulfit. Dalam proses yang biasa, cairan sulfit, yang mengandung campuran gula, dibubuhi
kapur. Lalu dididihkan secara terbuka untuk membua sulfur dioksida, sulfit, dan senyawa sulfur lain
yang dapat menghambat pertumbuhan ragi. Perngoperasian harus dalam suasana bersih tapi tak
perlu steril, seperti diuraikan sebelumnya. Produk diambil dengan sentrifugal, lalu dicuci dan
dikeringkan.
Dari cairan sulfit dapat diperoleh produk untuk makanan manusia atau pakan ternak,
tergantung pada sistem proses dan kontrol kualitas produk yang diberlakukan. Dengan
menggunakan cairan limbah sulfit, didapat hasil sekitar 1 metrik ton berat kering ragi untuk tiap 2
ton guladalam cairan itu.
3. Kapang dan jamur tinggi
Produksi protein sel tunggal pada kapang sekarang ini memakai metoda yang sama dengan
yang dipakai untuk membuat bahan sama pada ragi. Gula sederhana atau bahan mentah yang
mengandungnya cocok sebagai substrat bagi berbagai macam kapang. Konsentrasi karbohidrat
dalam media biakan biasanya sekitar 10 persen. Sebagai sumber nitrogen dan tambahan mineral
yang dimasukkan kedalam media, biasa dipakai amonia atau garam amonium. Angka pertumbuhan
kapang dan jamur tinggi. Waktu tumbuh antara 4 sampai 16 jam, biasanya lebih rendah daripada
bakteri dan ragi. Kapang dan jamur tinggi tumbuh subur pada suhu 25 sampai 360C dan pada pH 3,0
sampai 7,0. Namun kebanyakan ditanam pada pH dibawah 5,0. Ini perlu untuk mengurangi sebanyak
mungkin pencemaran bakteri.
Sistem adonan atau sistem gabungan adonan yang diberi bahan nutrisi, atau sistem
kontinyu, dapat diapakai untuk memproduksi protein sel tunggal. Kebanyakan pada proses dengan
sistem adonan, akan mendapat hasil paling baik jika fermentornya diberi udara secara konvensional.
Operasinya dilakukan dalam suasana steril jika produk itu untuk makan manusia. Tapi, jika untuk
konsumsi hewan, dapat diproduksi dalam lingkungan bersih tanpa harus disterilkan. Seperti
fermentasi lain, pendinginan harus dilakukan pula, untuk mengimbangi panas yang terbentuk selama
pertumbuha kapang.
Kapang dan jamur tinggi, jika dikultur dalam fermentor yang diberi udara, dapat tumbuh
dalam bentuk benang atau pellet, tergantung pada spesies yang ditanam dan suasana pemberian
udara.
Ini dapat menyederhanakan cara pengambilan produknya, karena mycelium yang berbnetuk
beang atau pellet dapat dengan mudah dipisahkan dari media dengan cara menapis atau dengan
menggunakan saringan vakum yang berputar, atau dengan saringan yang bertekanan biaya rendah.
Namun tangki yang diaduk secara mekanis tidak cocok bagi pertumbuhan mirkoba, karena benang
kapang dapat terkonsentrasi sekitar pengaduk dan tidak tersebar rata pada seluruh media kultur.
Penggunaan fermentor yang didalamnya pemberian udara juga bertindak sebagai pengaduk dapat
mencegah masalah ini.

4. Nilai Ekonomi Produksi Protein Sel Tunggal


Faktor yang mempengaruhi kelayakan produksi protein sel tunggal dari segi ekonomi
meliputi:
1. Biaya mendirikan fasilitas produksi.
2. Biaya mnyediakan bahan mentah, energi tenaga kerja, pemeliharaan, penanggulangan limbah,
dan turunnya harga tahunan.
3. Jauhnya letak pabrik dari pemasok bahan mentah serta untuk pemasaran produk.
Pada pertengahan tahun 1970-an biaya untuk memproduksi protein sel tunggal untk
makanan dengan menggunakan bahan mentah metanol, berkisar anatara $ 660 sampai $ 1.000 per
metrik ton kapasitas tahunan bagi pabrik yang memproduksi 50.000 sampai 100.000 metrik ton per
tahun.
Perluasan pasar untuk produk protein sel tunggal sebagai makanan ternak tergantung pada
harga produk dan bagaimana efisiennya meningkatkan pertumbuhan ayam broiler, banyak ayam
dan kalkun bertelur, serta pertumbuhan babi, dibandingkan dengan yang ditampilkan oleh protein
alam untuk makanan ternak sekarang ini, seperti kedelai dan ikan.
Kelezatan dan tekstur, sebagai tambahan terhadap nilai nutrisinya merupakan penentu yang
penting untuk dapatnya protein sel tunggal dijjadikan makana manusia. Pada masa ini, pemasaran
utama produk untuk manusia ialah sebagai bumbu penyedap atau untuk meragikan bahan makanan.
Seperti, derivat protein ragi telah digunakan sebagai penyedap makana sejak lama. Seperti ragi
torula yang ditambahkan ketika mengolah daging membuatnya jadi labih gurih. Dan ragi roti, tentu
saja, dipakai untuk membuat roti dan produk peragian lain. Selain itu, produk baru protein sel
tunggal lain haruslah memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam peraturan yang dikeluarkan
badan pemerintah, sebelum dapat dipasarkan untuk makanan manusia atau hewan.
Produksi PST dapat berupa isolat protein sel atau semua komponen sel karena hal-hal
sebagai berikut :
a. Produksi protein lebih cepat dan efisien dibandingkan produksi protein nabati atau hewani.
b.Nilai gizi PST lebih tinggi dibandingkan protein nabati karena komposisiasam amino lebih lengkap.
c. Produksi PST tidak memerlukan tempat yang luas dibandingkan produksi protein nabati atau
hewani.
d. Produksi PST tidak dipengaruhi kondisi luar karena kondisi fermentasi dapatdiatur.
e. Proses produksi PST fleksibel karena dapat digunakan berrbagai substrat dan mikroorganisme.
Produksi dan penggunaan PST juga mempunyai kelamahan-kelemahan sebagai berikut :
a. Kandungan asam nukleat tinggi. Kandungan asam nukleat dalam tubuh manusia akan diubah
menjadi asam urat sebagai produk akhir. Kandungan asam urat yang terlalu tinggi dalam tubuh
manusia dapat merangsang gejala penyakit tulang (encok).
b.Dinding sel mikroorganisme kadang kadang mengandung komponen yang tidak dapat dicerna dan
bersifat racun atau menyebabkan alergi. Beberapa mikroorganisme juga memproduksi toksin yang
berbahaya, misalnya aflatoksin oleh beberapa kapang.
c. Mikroorganisme mungkin mengadsorbasi komponen beracun atau karsinogenik yang terdapat
didalam substrat, misalnya hidrokarbon rantai ganjil dan bercabang, komponen aromatic dan
sebagainya.
d. Fluktuasi harga dan persediaan sustrat yang tidak tetap, Biaya penyediaan substrat
meliputi 40-50 % dari total biaya produksi PST.

You might also like