Professional Documents
Culture Documents
Kelompok : I-A
Nama : 1.Tutut Puji Rahayu Putri NRP 2313 030 006
2. Aninda isti NRP 2313 030 014
3.AbdurrachmanSalimNabhan NRP 2313 030 026
4. Faiz rizkullah NRP 2313 030 027
5. M.dimas khoirul M NRP 2313 030 026
Ganggang
Scedesmus acutus Air gas pembakaran sebagai sumber
Spirulina maxima co2
Karasteristik yang penting dalam seleksi mikroorganisme dalam produksi PST adalah:
kecepatan dan keemampuan tumbuh, mudah dalam pemeliharaan kultur, membutuhkan media
yang sederhana, serta kandungan protein kasar dan kualitas gizi yang lain dalam mikroorganisme.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seleksi mikroorganisme dan substrat dalam produksi PST
banyak sekali. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi :
a. Faktor Nutrisi
Kandungan proten kasar dan asam amino dari mikroorganiosme merupakan sumbangan nutrisi
terbesar. Kandungan lisin dari pst umumnya lebih tinggidari tanaman sehingga dapat mensuplai
kekurangan lisin. Kandungan proteinkasar PST bervariasi tergantung mikroorganisme yang
digunakan seperti terlihat pada tabel.
Tabel 3. “material balance” produksi PST melalui fermentasi dari subtract hidrokarbon dan
karbohidrat.
Substrat Input Substrat O2 Ouput Sel
Hidrokarbon (CH2) 100 200 100
Karbohidrat (CHO) 200 67 100
Berdasar tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan masa sel yang sama (100), Substrat
karbohidrat membutuhkan dua kali jumlah ssubsrathidrokarbon (200) meskipun fermentasi
hidrokarbon membutuhkan oksigen tiga kali dari jumlah yang dibutuhkan dalam fermentasi
karbohidrat. Dalam hal ini secara ekonomi penggunaan hidrokarbon dianggap lebih hemat.
3. Produksi Protein Sel Tunggal dalam Mikroba Berfotosintesa dan Tanpa Berfotosintesa
Mikroba yang berfotosintesa dan yang tidak berfotosintesa dapat sama-sama dipakai untuk
memproduksi protein sel tunggal. Sekurangnya mikroba ini memerlukan sumber karbon dan energi,
sumber nitrogen, dan suplai unsur nutrisi lain, seperti fosfor, sulfur, besi, kalsium, magnesium,
mangan, natrium, kalium dan unsur jarang, untuk tumbuh dalam lingkungan air. Beberapa mikroba
tidak dapat mensintesa asam amino, vitamin, dan kandungan seluler lain dari sumber karbon dan
nitrogen sederhana. Dalam hal demikian, bahan-bahan tersebut harus juga disuplai agar mereka bisa
tumbuh.
a. Produksi Protein Sel Tunggal dalam Mikroba Berfotosintesa
Ganggang dan bakteri tergolong mikroba berfotosintesa yang digunakan untuk
memproduksi protein sel tunggal. Pertumbuhan berfotosintesa ganggang yang diinginkan,
seperti Chlorella, Scenedesmus, dan Spirulina (pada Tabel), adalah menurut reaksi sebagai berikut :
Cahaya + karbon dioksida + air + ammonia atau nitrat + mineral → sel ganggang + oksigen
Tabel 2. Proses pilihan untuk membuat protein sel tunggal pada ganggang.
Organisme Bahan Mentah Produksi Produsen atau Pengembang
Chlorella sp. CO₂ (dengan foto-2 2 metrik Taiwan Chlorella Manufacture
sintesa); sirup tebu, ton/hari Co. Ltd, Taipei
tetes (non-fotosintesa)
Scenedesmus CO₂, urea (dengan 20mg/m2/hari Central Food Technological
acutus fotosintesa) Research Institute, mysore,
India
Spirulina CO₂, atau NaHCO3 320 metrik Sosa Texcoco, SA, Mexico City
maxima (dengan fotosintesa) ton/tahun
Konsentrasi karbondioksida di udara sekitar 0,03 %, ini tidak cukup untuk menunjang
pertumbuhan ganggang untuk menghasilkan protein sel tunggal. Tambahan karbon dioksida bisa
didapat dari karbonat atau bikarbonat yang terdapat dalam kolam alkalis, gas yang keluar selama
pembakaran atau dari pembusukan bahan organik dalam air buangan kota dan limbah industri.
Sumber nitrogen untuk produksi ganggang adalah seperti garam ammonium, nitrat, atau nitrogen
organis yang terbentuk oleh oksidasi air buangan kota dalam kolam. Fosfor dan bahan mineral lain
biasanya terdapat dalam air alam dan air limbah dan konsentrasinya telah cukup untuk
pertumbuhan ganggang.
Intensitas cahaya dan suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan ganggang. Untuk
penanaman mikroba secara besar dan ekonomis, suasana dalam tempat kultur harus cukup jernih
dan variasi intensitas cahaya harus sekecil mungkin sepanjang tahunnya. Selain itu suhu haruslah
diatur di atas 20ºC pada hampir sepanjang tahun. Karena itu, kolam buatan di tempat terbuka di
daerah semi tropik, tropik atau kering merupakan sistem yang paling cocok untuk pertanaman
ganggang. Bahan untuk membangun kolam adalah seperti semen, plastik, atau serat kaca pelapis.
Kolam harus cukup besar karena pertumbuhan ganggang terjadi terutama pada daerah setebal 20
cm atau 30 cm saja dan di tempat ini intensitas cahaya terbesar. Pengadukan perlu untuk mencegah
ganggang mengendap ke dasar. Dengan demikian semua sel ganggang dapat terpapar merata ke
cahaya dan bahan nutrisi.
Ganggang biasanya ditanam dalam kultur campuran yang tidak terlalu steril. Suasana
lingkungannya haruslah menguntungkan bagi kehidupan spesies ganggang yang diinginkan, agar
mereka menjadi dominan dalam persaingan hidup dengan species lain.
Pemerintah India yang bekerja sama dalam proyek Indo Jerman Algal Project, telah
mendirikan suatu program kerja sama paa Central Food Technological Institute di Mysore, India,
untuk membiakan speciesScenedesmus dalam kolam buatan. Program ini menghasilkan beberapa
proyek di Mesir, India, Peru dan Thailand. Selain itu, dalam pengamatan di Israel dan Argentina telah
memperlihatkan bahwa ganggang dari genus Dumaliella yang tahan terhadap garam dapat
ditumbuhkan dalam air asin untuk menghasilkan protein sel tunggal dan dengan produk tambahan
berupa gliserol dan beta-karoten.
Bakteri yang berfotosintesa digunakan untuk menghasilkan protein sel tunggal ialah seperti
bakteri dari genus Rhodopseudomnas, dan ini dapat pula ditumbuhkan dalam air buangan kota atau
limbah industri. Di Jepang dan hasilnya digunakan sebagai pakan ternak. Bakteri ini ditumbuhkan
dalam kultur campuran dengan bakteri nitrogen dan bakteri lain yang hidup aerobis. Kultur ini harus
disuplai dengan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi. Mereka tidak akan dapat tumbuh
mengandalkan CO₂ dan cahaya, seperti dapat dilakukan oleh ganggang. Kepadatan kultur bakteri
adalah sekitar 1 sampai 2 gram bahan kering tiap liter.
b. Produksi Protein Sel Tunggal Tanpa Berfotosintesa
Mikroba tidak berfotosintesa yang dibiakkan untuk memproduksi protein sel tunggal ialah
seperti bakteri, kapang, ragi, dan jenis jamur lain. Mikroba ini hidup aerobosis dan karena itu harus
cukup suplai oksigen agar bisa tumbuh karena termasuk karbon organis dan sumber energi. Selain
itu juga merupakan sumber nitrogen, fosfor, sulfur, dan unsur mineral, yang sebelumnya disebut-
sebut hanya diperlukan untuk pertumbuhan ganggang.
Pengubahan senyawa organik menjadi protein sel tunggal oleh mikroba yang tidak
berfotosintesa dapat dibuat skemanya dengan persamaan reaksi berikut :
1. Bakteri
Banyak spesies bakteri yang baik untuk memproduksi protein sel tunggal. Salah satu ciri
bakteri yang cocok untuk ini ialah tumbuhnya cepat, waktu berbiakannya pendek, masa selnya
kebanyakan dapat jadi dua kali lipat dalam waktu 20 menit sampai 2 jam. Sebagai bandingan, waktu
berbiak ragi adalah 2 sampai 3 jam, dan kapang serta jamur tinggi 4 sampai 16 jam.
Bakteri juga dapat tumbuh pada berbagai bahan mentah, mulai dari karbohidrat seperti pati
dan gula, sampai hidrokarbon dalam bentuk gas atau cairan seperti metan dan fraksi minyak bumi,
sampai pada petrokimia seperti metanol dan etanol. Sumber nitrogen yang baik bagi pertumbuhan
bakteri ialah seperti amonia, garam aminium, urea nitrat, dan nitrogen organik dalam limbah. Harus
ada tambahan bahan mineral ditambahkan ke dalam pembiakan, agar bahan nutrisi dapat menutupi
kekurangan yang dalam air alami mungkin kadarnya tidak cukup menunjang pertumbuhan.
Spesies bakteri yang tampaknya lebih banyak memproduksi protein sel tunggal, paling baik
tumbuh dalam media yang sedikit asam netral, dengan pH 5 sampai 7. Bakteri itu juga harus dapat
toleran terhadap suhu dalam rentang 35 sampai 45° C, karena panas dilepaskan selama bakteri itu
tumbuh. Menggunakan strain yang toleran terhadap suhu akan menghemat banyak sekali biaya
untuk mendinginkan air. Pembiakan harus dijaga agar selalu dingin, karena fermentasi disini perlu
suhu rendah. Spesies bakteri tak dapat digunakan untuk memproduksi protein sel tunggal, jika itu
bersifat patogen bagi tumbuhan, hewan, atau manusia.
Protein sel tunggal dalam bakteri dapat dihasilkan dengan sistem adonan konvensional.
Dalam sistem ini semua bahan nutrisi dimasukan sekaligus kedalam fermentor. Sel-sel dipanen jika
mereka menggunakan bahan nutrisi dan berhenti tumbuh. Namun dalam metoda produksi yang
lebih maju, bahan nutrisi disuplai dengan sistem kontinyu (terus-menerus), yang konsentrasinya
sesuai dengan yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan bakteri. Lalu sel-sel pun dipanen
terus-menerus dengan populasinya telah mencapai kerapatan yang diperlukan.
Adonan konsentrasi karbon dan sumber energi biasanya berkisar antara 2 dan 10 persen.
Dalam sistem yang kontinyu suplai sumber karbon diatur sehingga konsentrasi dalam media tumbuh
tidak melebihi yang diperlukan bagi pertumbuhan selbakteri. Konsentrasi ini biasanya akan lebih
rendah daripada yang digunakan dalam sistem adonan.
Menjaga agar suasana steril selama memproduksi protein sel tunggal, sangat penting,
karena mikroba pencemar akan tumbuh sangat cepat dalam media kultur. Udara masuk, media
bahan nutrisi dan alat fermentasi, harus disterilkan dalam seluruh proses protein sel tunggal dalam
bakteri. Suasana steril pun harus terus dijaga selama seluruh kegiatan produksi.
Suatu sistem untuk produksi protein tunggal dalam bakteri secara kontinyu, dengan metanol
sebagai sumber karbon dan energi, diperlihatkan pada gambar skema dibawah ini. Skema itu adalah
metoda yang paling umum digunakan.
Setelah bahan nutrisi disterilkan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah fermentasi. Setelah
itu dilakukan okulasi bakteri, dan terjadilah pertumbuhan. Wadah yang disebut ‘bioreaktor’, harus
disuplai dengan udara steril. Air juga selalu sejuk, untuk mencegah timbulnya panas dari proses
fermentasi, yang jika bertimbun dapat membunuh sel. Air sejuk diedarkan dalam suatu salut
fermentor atau melalui suatu lilitan pendingin yang berada dalam alat.
Pada proses kontinyu, bahan nutrisi ditambahkan terus-menerus setiap terpakai, untuk
menjaga konsentrasi bakteri yang diperlukan. Larutan yang mengandung bakteri dituangkan, diolah
sehingga bakteri menumpuk atau bergumpal, lalu disentrifungsi. Cairan itu kemudian diedarkan
kembali ke dalam fermentor, sedangkan bakterinya dikeringkan dengan cara penyemprotan, lalu
digiling sehingga didapat produk akhir.
Wadah juga dilengkapi dengan alat untuk mengukur dan mengontrol pH, suhu, dan
konsentrasi oksigen yang terlarut. Udara yang dikeluarkan dari bioreaktor mengandung karbon
dioksida yang dapat dipisahkan, lalu dimasukan kedalam tabung kompresi untuk dijual kepada
industri yang menggunakan gas karbon dioksida.
Setelah bakteri di angkat dari tangki fermentasi, mereka harus dipisahkan dari kaldu kultur,
yang biasanya dilakukan dengan menambahkan bahan kimia yang membuat sel-sel menggumpal.
Lalu disentrifungsi. Sel-sel yang terpisah dikeringkan untuk menghasilkan produk yang akan stabil
selama pengiriman ketempat yang jauh dan disimpan untuk waktu lama. Akhirnya, harus ada alat
untuk menggiling dan membungkus sel-sel, dan suatu sistem untuk menangani dan mengedarkan
kembali cairan kultur yang terpakai.
Pemasukan oksigen bagi sel-sel dalam fermentor merupakan faktor menentukan dalam
kecepatan tumbuh dan agar hasilnya memuaskan dari pertimbangan ekonomi. Berbagai rancangan
fermentor dapat mengatur pemasukan udara. Yang paling umum digunakan adalah reakto tangki
yang memiliki kincir pengaduk dan fermentor dengan sistem penampungan udara.
2. Ragi
Ragi dapat ditumbuhkan pada beberapa macam substrat, meliputi karbohidrat, baik yang
kompleks seperti pati, maupun sederhana seperti gula glukosa, suklrosa, dan laktosa. Dapat pula
dipakai bahan mentah yang mengandung gula seperti sirup gula, tetes, dan air diadih keju. Beberapa
ragi dapat tumbuh pada karbohidrat rantai lurus, yang dapat bersumber dari minyak bumu; dapat
juga tumbuh pada etanol atau metanol.
Selain itu sumber karbon, sumber nitrogen diperlukan pula. Nitrogen diperoleh dengan
menambahkan amonia atau garam amonium ke media kultur. Bahan mineral juga perlu sebagai
tambahan.
Kebutuhan untuk memproduksi protein sel tunggal oleh ragi sama dengan yang diuraikan
untuk memproduksinya oleh bakteri. Ragi harus memiliki waktu tumbuh sekitar 2 sampai 3 jam. Ia
juga harus toleran terhadap pH dan suhu. Secara genetis juga harus stabil, sehingga hasilnya
memuaskan. Tidak pula menyebabkan penyakit pada tumbuhan, hewan, atau manusia.
Dengan kincir pengaduk merupakan macam wadah yang paling banyak dipakai untuk
menghasilkan protein sel tunggal pada ragi, tapi fermentor pengapungan udara dapat juga
digunakan. Seperagi pada kultur bakteri, panas pun dilepaskan selama pertumbuhan ragi, dan
fermentor haruslah dilengkapi dengan sistem pendingin.
Fermentasi ragi dapat beroperasi dalam sistem adonan atau sistem kontinyu atau dengan
cara yang disebut “adonan yang disuplai bahan nutrisi”. Pada adonan yang disuplai bahan nutrisi,
makanan substrat dan bahan nutrisi lain ditambahkan secara berangsur, yang jumlahnya cukup
untuk kebutuhan tumbuh ragi. Sementara itu harus dijaga agar konstrasi bahan nutrisi setiap waktu
selalu rendah. Metoda ini menghasilkan 3,5 sampai 4,5 persen produk berat kering, dibandingkan
dengan 1,0 sampai 1,5 produk berat kering yang dihasilkan dengan sistem adonan. Sel yang
dihasilkan dengan sistem adonan yang disuplai bahan nutrisi dipanen dengan cara seperti halnya jika
diproduksi dengan adonan biasa.
Meskipun kultur sistem adonan dan sistem adonan yang diberi bahan nutrisi telah
digunakan dalam memproduksi ragi roti selama bertahun-tahun, namun baru belakangan dapat
dimonitor. Dengan demikian, pH dan konsentrasi susbtrat disesuaikan dengan operasi sistem
kontinyu. Konsentrasi sel ragi sampai 16 persen (berat kering) diperoleh dengan kultur sistem
kontinyu.
Ragi memiliki keuntungan dibandingkan dengan bakteri untuk memproduksi protein sel
tunggal. Salah satu diantaranya, karena ragi toleran terhadap lingkungan yang lebih asam, dengan
pH berkisar antara 3,5 dan 4,5 bukan agak netral seperti yang diperlukan bakteri. Akibatnya, proses
ragi dapat berlangsung dalam media bersih tanpa harus steril, pada pH 4,0 sampai 4,5. ini karena
kebanyakan bakteri pencemar tak dapat tumbuh dengan baik dalam media asam ini. Selain itu,
diameter sel ragi adalah sekitar 0,0005cm, dibandingkan dengan bakteri 0,0001 cm. Karena
besarnya, ragi itu dapat dipisahkan dari media tumbuh dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan
tahap penggumpalan.
Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen
kultur yang sedang tumbuh dengan cara sentrifugal, tanpa memerlukan tahap penggumpalan.
Produksi protein sel tunggal pada ragi tergantung pada dipenuhinya kebutuhan oksigen
kultur yang sedang tumbuh. Ragi yang tumbuh pada karbohidrat biasanya memerlukan sekitar 1
kilogram berat kering sel dan jika ditumbuhkan pada hidrokarbon diperlukan sekitar dua kali lebih
banyak. Udara, yang disterilkan melalui suatu filter, dimasukkan ke dalam fermentor melalui layar
atau pipa yang berlobang-lobang pada dasar wadah, atau dengan pemasukan udara lewat roda
berputar, atau juga memalui pengapung udara, seperti digunakan untuk mengkultur sel bakteri.
Protein sel tunggal pada ragi dapat dihasilkan dalam suasana steril, maupun dalam suasana
bersih tapi tak steril. Pada adonan biasa, atau adonan yang disuplai bahan nutrisi yang tidak perlu
steril, sumber energinya dipakai karbohidrat. Media disterilkan dengan cara mengalirkan melalui
pertukaran panas, lalu dimasukkan ke dalam fermentor yang bersih. Pengontrolan pencemaran
dilakukan ke dalam fermentor yang bersih. Pengontrolan pencemaran dilakukan dengan mengatur
pH media pada 4,0 sampai 5,0, pemasukan udara yang steril, dan besar populasi mikroba pencemar
yang sedikit. Pada beberapa fermentasi ragi sistem kontinyu yang menggunakan hodrokarbon atau
etanol sebagai substrat, perlu suasana steril sempurna, agar didapat hasil memuaskan dan bermutu.
Candida utilis, yang dikenal sebagai ragi torula dan digunakan untuk tambahan pakan ternak dan
konsumsi manusia, dibuat dari bahan mentah yang beraneka macam. Diantaranya adalah etanol,
cairan limbah sulfit dari pabrik kertas, hidrokarbon berupa parafin normal, dan air dadih keju. Pure
Culture Products Division of Hercules, Inc., memiliki pabrik protein tunggal dalam C. Ultis di
Hutchinson, Minessota. Pabrik itu berkapasitas 6.800 ton setahun.
Pabrik itu dioperasikan dengan sistem kontinyu dan dalam suasana steril. Sebagai sumber
energi dan karbon digunakan etanol. Sel ragi diangkat terus-menerus, dicuci, dan dikeringkan
dengan semprotan. Produk ini dipakai untuk makanan. Selanjutnya dapat diproses untuk
menghasilkan bumbu penyedap. Hasil biasa sekitar 0,7 metrik ton ragi kering untuk tiap metrik ton
etanol yang terpakai. Kandungan protein produk itu berkisar antara 50 dan 55 persen.
Pabrik berskala komersial di Amerika Serikat dan Eropa jugamenghasilkan C. Ultis dari cairan
limbah sulfit. Dalam proses yang biasa, cairan sulfit, yang mengandung campuran gula, dibubuhi
kapur. Lalu dididihkan secara terbuka untuk membua sulfur dioksida, sulfit, dan senyawa sulfur lain
yang dapat menghambat pertumbuhan ragi. Perngoperasian harus dalam suasana bersih tapi tak
perlu steril, seperti diuraikan sebelumnya. Produk diambil dengan sentrifugal, lalu dicuci dan
dikeringkan.
Dari cairan sulfit dapat diperoleh produk untuk makanan manusia atau pakan ternak,
tergantung pada sistem proses dan kontrol kualitas produk yang diberlakukan. Dengan
menggunakan cairan limbah sulfit, didapat hasil sekitar 1 metrik ton berat kering ragi untuk tiap 2
ton guladalam cairan itu.
3. Kapang dan jamur tinggi
Produksi protein sel tunggal pada kapang sekarang ini memakai metoda yang sama dengan
yang dipakai untuk membuat bahan sama pada ragi. Gula sederhana atau bahan mentah yang
mengandungnya cocok sebagai substrat bagi berbagai macam kapang. Konsentrasi karbohidrat
dalam media biakan biasanya sekitar 10 persen. Sebagai sumber nitrogen dan tambahan mineral
yang dimasukkan kedalam media, biasa dipakai amonia atau garam amonium. Angka pertumbuhan
kapang dan jamur tinggi. Waktu tumbuh antara 4 sampai 16 jam, biasanya lebih rendah daripada
bakteri dan ragi. Kapang dan jamur tinggi tumbuh subur pada suhu 25 sampai 360C dan pada pH 3,0
sampai 7,0. Namun kebanyakan ditanam pada pH dibawah 5,0. Ini perlu untuk mengurangi sebanyak
mungkin pencemaran bakteri.
Sistem adonan atau sistem gabungan adonan yang diberi bahan nutrisi, atau sistem
kontinyu, dapat diapakai untuk memproduksi protein sel tunggal. Kebanyakan pada proses dengan
sistem adonan, akan mendapat hasil paling baik jika fermentornya diberi udara secara konvensional.
Operasinya dilakukan dalam suasana steril jika produk itu untuk makan manusia. Tapi, jika untuk
konsumsi hewan, dapat diproduksi dalam lingkungan bersih tanpa harus disterilkan. Seperti
fermentasi lain, pendinginan harus dilakukan pula, untuk mengimbangi panas yang terbentuk selama
pertumbuha kapang.
Kapang dan jamur tinggi, jika dikultur dalam fermentor yang diberi udara, dapat tumbuh
dalam bentuk benang atau pellet, tergantung pada spesies yang ditanam dan suasana pemberian
udara.
Ini dapat menyederhanakan cara pengambilan produknya, karena mycelium yang berbnetuk
beang atau pellet dapat dengan mudah dipisahkan dari media dengan cara menapis atau dengan
menggunakan saringan vakum yang berputar, atau dengan saringan yang bertekanan biaya rendah.
Namun tangki yang diaduk secara mekanis tidak cocok bagi pertumbuhan mirkoba, karena benang
kapang dapat terkonsentrasi sekitar pengaduk dan tidak tersebar rata pada seluruh media kultur.
Penggunaan fermentor yang didalamnya pemberian udara juga bertindak sebagai pengaduk dapat
mencegah masalah ini.