You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke

atas, menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 yang membahas tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia. Secara umum jumlah lansia diperkirakan akan

terus mengalami peningkatan. Jumlah masyarakat lanjut usia di Indonesia

diprediksikan melonjak lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk lansia

di seluruh dunia setelah tahun 2010. Struktur ageing population adalah

gambaran dari semakin bertambahnya rata-rata Usia Harapan Hidup

(UHH) penduduk di Indonesia. Tingginya usia harapan hidup adalah salah

satu tanda keberhasilan pencapaian pembangunan nasional khususnya di

bidang kesehatan. Sejak tahun 2004-2015 menunjukkan semakin

meningginya Usia Harapan Hidup di Indonesia dari 68,6 tahun menjadi

70,8 tahun (Infodatin, 2016).

Indonesia termasuk negara dengan struktur kelompok lanjut usia,

karena populasi lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak

14.439.967 jiwa dari jumlah seluruh penduduk yang ada Indonesia dan

pada tahun 2006 jumlah lansia mencapai kurang lebih 19.000.000 orang

atau 8,9%. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk kelompok

lanjut usia bertambah menjadi 9,58% dan pada tahun 2020 diprediksikan

mencapai 11,20% (Depkes,2013).

1
2

Jumlah keluarga dengan lanjut usia sebanyak 16,08 juta keluarga

atau 24,50 persen dari seluruh keluarga di Indonesia. Keluarga dengan

lansia yang ideal adalah minimal salah satu anggota keluarganya berumur

60 tahun ke atas. Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia mencapai pada

kisaran 20,24 juta jiwa, hampir sama dengan 8,03 persen dari jumlah

seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah lansia perempuan lebih

tinggi dibandingkan dengan lansia laki-laki, yaitu 10,77 juta lansia

perempuan sedangkan 9,47 juta lansia laki-laki (BPS, 2014)

Penduduk lansia pada tahun 2010 yaitu sejumlah 18.043.712

orang, dari jumlah lansia tersebut sekitar 18.028.271 orang lansia diberi

pertanyaan tentang kesulitan fungsional. Dari data yang diperoleh jenis

kesulitan yang dialami oleh lansia yang paling tinggi adalah kesulitan

dalam melihat (17,57%), kemudian kesulitan dalam hal mendengar

(12,77%) dan kesulitan dalam berjalan (12,51%) (Kemenkes, 2013).

Menua (menjadi tua) ialah suatu proses menurunnya secara

perlahan kemampuan sel jaringan yang dapat digunakan untuk

memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga dapat

bertahan dari infeksi dan membenahi masalah atau gangguan yang diderita

(Constantinides 1994) dalam Aspiani (2014).

Tidak ada teori yang dengan jelas menyatakan pada usia berapa

penampilan fisik seseorang mulai dikatakan mengalami penurunan. Fungsi

fisiologis yang dimiliki setiap orang tidak sama antara satu dengan yang

lainnya baik dalam hal pencapaian puncak ataupun saat menurunnya. Hal
3

ini tergantung pada kondisi individu itu sendiri, tapi pada dasarnya fungsi

fisiologis tubuh seseorang akan mencapai puncaknya pada usia 20-30

tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam

kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit

sesuai bertambahnya umur (Aspiani, 2014).

Perubahan pada sistem neurologis lansia akan menyebabkan

perubahan pada fungsi kognitif, menurunnya waktu reaksi, timbulnya

masalah keseimbangan dan kinetik serta gangguan istirahat dan tidur

(Mauk, 2010). Lansia adalah sekelompok usia yang sangat berisiko

mengalami gangguan keseimbangan tubuh secara postural yang

disebabkan karena proses penuaan (Ceranski, 2006 & Avers, 2007).

Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan

keseimbangan tubuh baik statis maupun dinamis ketika ditempatkan pada

berbagai posisi. Faktor yang paling utama dalam mempengaruhi gangguan

keseimbangan adalah usia. Seiring dengan bertambahnya usia, seseorang

akan mengalami 3 penurunan kemampuan fungsi otak, fungsi propioseptif,

fungsi fisiologis otot, gangguan sistem vestibular dan visual (Irfan, 2012).

Kesejajaran tubuh seseorang dapat meningkatkan keseimbangan

tubuh. Jika seseorang tidak memiliki keseimbangan, pusat pada gravitasi

akan mengalami perubahan, sehingga gaya gravitasi yang dimiliki

seseorang akan semakin besar, hal inilah yang dapat meningkatkan resiko

jatuh sehingga kemungkinan mengalami cidera. Luasnya dasar penopang

akan meningkatkan keseimbangan karena pusat gravitasi terdapat pada


4

penopang tersebut. Keseimbangan tubuh dapat juga ditingkatkan dengan

cara merendahkan pusat gravitasi, yaitu dengan posisi jongkok. Jika posisi

tubuh makin sejajar maka semakin besar juga keseimbangannya (Perry &

Potter, 2012).

Keseimbangan melibatkan gerakan yang kompleks pada setiap

bagian tubuh dan ditopang oleh sistem otot serta bidang tumpu.

Keseimbangan tubuh dipertahankan untuk menyangga tubuh melawan

arah dari gaya gravitasi dan faktor eksternal lain, agar pusat massa tubuh

tetap sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, dan untuk menstabilkan

bagian tubuh saat bagian tubuh lain bergerak (Irfan, 2012).

Postural adalah sikap tubuh yang baik pada otot-otot inaktif

maupun aktif. Kelelahan dapat menyebabkan sikap jelek yang temporer

mungkin dapat diperbaiki dengan memberikan istirahat dalam usahanya

untuk mengurangi kelelahan. Tetapi jika sikap jelek sudah menjadi

kebiasaan pada semua aktifitas maka akan menyebabkan menurunya tonus

otot. Untuk pemeliharaan sikap dapat diberikan latihan antara lain,

relaksasi, mobility, strengthening. Latihan strengthening dilakukan untuk

memperbaiki dan memelihara fungsi dan keseimbangan kerja otot (Irfan,

2012)

Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh

Kusnanto pada tahun 2007 dengan judul “Peningkatan Stabilitas Postural

pada Lansia Melalui Balance Exercise”. Latihan balance exercise ini

dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 3 minggu, jika


5

dilakukan secara optimal akan dapat memberikan kontraksi otot pada

lansia yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan serat otot

(hipertropi), serat otot yang mengalami pembesaran ini akan

meningkatkan komponen pada sistem metabolisme fosfagen, termasuk

ATP dan fosfokreatin, inilah yang menyebabkan meningkatnya kekuatan

otot pada kelompok lanjut usia. Dengan adanya peningkatan kekuatan otot

ini secara otomatis akan dapat meningkatkan keseimbangan postural pada

lansia.

Dari data yang diperoleh jenis kesulitan yang dialami lansia yang

paling tinggi adalah kesulitan dalam melihat (17,57%), kemudian kesulitan

dalam hal mendengar (12,77%) dan kesulitan dalam berjalan (12,51%)

(Kemenkes, 2013). Lansia yang mengalami kesulitan berjalan tentu akan

mempunyai resiko untuk jatuh yang lebih tinggi daripada lansia yang tidak

mengalami kesulitan dalam berjalan. Kejadian jatuh yang dialami oleh

lanjut usia adalah masalah yang umum terjadi. Faktor yang menyebabkan

kejadian jatuh pada lansia ada faktor internal dan faktor eksternal ataupum

masalah pada diri lansia itu sendiri. Misalnya masalah pada gaya berjalan,

kelemahan pada otot khususnya pada otot ekstremitas bawah, kekakuan

pada sendi, dan sinkope atau pusing. Memang tidak dapat dibantah, bila

seseorang bertambah tua, kemampuan fisik atau mentalnya pun perlahan,

tetapi pasti menurun (Nugroho, 2014: 41).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Astriana dengan judul

penelitian “Pengaruh Latihan Keseimbangan terhadap Penurunan Resiko


6

Jatuh pada Lansia”. Pada penelitian ini resiko jatuh pada kelompok

perlakuan dan kelompok control sebelum dan sesudah dilakukan latihan

balance exercise adalah, pada kelompok perlakuan yang berjumlah 15

responden terdapat resiko tinggi 1 orang (6,67%). Hasil pengukuran risiko

jatuh sebelum dilakukan intervensi pada kelompok perlakuan didapatkan

sebanyak 1 orang (6,67%) mengalami risiko jatuh tinggi, 12 orang

(80,00%) mengalami risiko jatuh sedang, dan 2 orang (13,33%)

mengalami risiko jatuh ringan. Setelah dilakukan intervensi didapatkan

hasil 2 orang (13,33%) mengalami risiko sedang, 13 orang (86,67%)

mengalami risiko ringan, dan tidak ada yang mengalami risiko tinggi

jatuh. Pada kelompok kontrol, sebelum diberikan intervensi didapatkan

hasil 11 orang (73,33%) mengalami risiko sedang, 4 orang (26,67%)

mengalami risiko jatuh ringan dan tidak ada yang mengalami risiko tinggi.

Pengukuran selanjutnya setelah 3 minggu didapatkan hasil 9 orang (60%)

mengalami risiko sedang, 6 orang (40,00%) mengalami risiko ringan, dan

tidak ada yang mengalami risiko tinggi.

Secara umum, olahraga untuk lansia dapat dibedakan menjadi tiga

jenis, aerobik, latihan kekuatan, dan latihan keseimbangan. Olahraga yang

bersifat aerobik bertujuan untuk menjaga kesehatan jantung dan paru-paru,

seperti jalan santai, bersepeda, atau berenang. Olahraga untuk melatih

kekuatan bertujuan untuk melatih otot dan sendi agar tidak kaku. Olahraga

untuk melatih keseimbangan bertujuan untuk menjaga stabilitas tubuh


7

lansia karena semakin bertambah usia stabilitas tubuh semakin menurun

(Tjuatja & Ayudhitya, 2008: 161).

Ceranski (2006, dalam Masitoh, 2013:2) ada beberapa jenis

olahraga atau latihan yang direkomendasikan agar keseimbangan postural

pada lansia dapat meningkat, salah satu olahraga yang dapat dilakukan

adalah Balance exercise. Nyman (2007, dalam Masitoh, 2013:2) Latihan

balance exercise merupakan aktivitas fisik yang dilakukan untuk

meningkatkan kestabilan tubuh dengan meningkatkan kekuatan otot

ekstrimitas bawah.

Latihan Keseimbangan dilakukan untuk mencegah jatuh pada

lansia. Latihan keseimbangan dilakukan setidaknya 3 hari dalam

seminggu. Sebagian aktifitas dilakukan pada intensitas rendah. Kegiatan

berjalan, tai chi, dan latihan penguatan otot memperlihatkan perbaikan

keseimbangan pada lansia (Dewi, 2010:72). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Meylisa pada tahun 2012 tentang “Pengaruh Balance

Exercise terhadap Peningkatan Status Keseimbangan Fungsional pada

Wanita di Posyandu Lansia Ngadisono Kadipiro Surakarta”, terapi

Balance Exercise dilakukan selama 3 minggu, responden yang memenuhi

kriteria inklusi sebanyak 30 responden. Total sampel sebanyak 30

responden dengan rincian pada kelompok eksperimen 15 responden,

sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 15 responden. Pengukuran

keseimbangan pada penelitian ini menggunakan Berg Balance Scale

(BBS). Hasilnya pada kelompok eksperimen skor rata-rata pada pre tes
8

33,53 dan pada post adalah 46,73, sedangkan hasil pada kelompok kontrol

mendapatkan skor rata-rata pada pre tes 35,53 dan pada post tes 36,20.

Berdasarkan uji pengaruh Paired Sample T-test pada kelompok

eksperimen didapatkan nilai p= 0,0001, artinya, ada pengaruh balance

exercise terhadap status keseimbangan fungsional pada wanita lansia.

Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan nilai p= 0,055, artinya,

tidak ada pengaruh. Nilai mean skor status keseimbangan fungsional

kelompok eksperimen lebih meningkat dari kelompok kontrol.

Jowir (2012, dalam Masitoh, 2013) balance exercise adalah latihan

khusus untuk membantu meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak

bawah dan sistem vestibular atau keseimbangan tubuh. Ross & Struck

(2006, dalam Meylisa, 2012) balance exercise adalah latihan khusus untuk

membantu meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak bawah dan

sistem vestibular atau keseimbangan tubuh. Ada beberapa gerakan yang

digunakan dalam balance exercise, seperti gerakan plantar fleksi,

hipfleksi, hip ekstensi, knee fleksi, side leg rise.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal

20 Februari 2017, melalui wawancara dengan prebekel dan ketua RT

diperoleh data jumlah lansia yang ada di Desa Kalibukbuk Dusun

Celukbuluh di dua RT, yaitu RT 1 dan RT 2 sebanyak 30 orang lansia.

Menurut hasil observasi yang telah dilakukan peneliti, yaitu lansia yang

memiliki status keseimbangan di bawah nilai normal sebanyak 6 dari 10

lansia. Status keseimbangan lansia tersebut diukur tengan sebuah tes


9

keseimbangan yaitu Time Up And Go Test (TUGT) yaitu dengan

mengukur waktu kecepatan lansia dalam berjalan yang dimulai dari posisi

duduk lalu berjalan sejauh 3 meter kemudian kembali duduk ke tempat

semula. Hasil tes diperoleh sebanyak 6 lansia menempuh waktu diatas 14

detik. Karakteristik lansia sesuai jenis kelamin yang diobservasi adalah 7

lansia perempuan dan 3 lansia laki-laki. Lansia yang termasuk dalam studi

pendahuluan tidak menggunakan alat bantu keseimbangan. Wawancara

yang dilakukan dengan lansia pada saat studi pendahuluan, mereka tidak

pernah melakukan kegiatan olah raga secara khusus seperti senam lansia.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Pengaruh Latihan Balance Exercise terhadap Peningkatan

Keseimbangan Tubuh pada Lansia di Desa Kalibukbuk”.

B. Rumusan Masalah

Semakin bertambahnya usia kemampuan fisik seseorang akan

semakin menurun. Lanjut usia akan mengalami masalah-masalah yang

biasa dialami karena proses penuaan, seperti semakin melemahnya fungsi

otot. Kemampuan otot yang melemah akan meyebabkan gangguan dalam

gaya berjalan dan keseimbangan pada lansia. Penurunan keseimbangan

tentunya akan menyebabkan semakin tingginya resiko jatuh yang akan

dialami oleh lanjut usia. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut maka

lansia memerlukan aktivitas latihan untuk meningkatkan kekuatan otot,

khususnya fungsi otot ekstremitas bagian bawah. Berdasarkan uraian latar


10

belakang di atas, dapat dirancangkan pertanyaan penelitian sebagai

berikut, “Adakah Pengaruh Latihan Balance Exercise terhadap

Peningkatan Keseimbangan Tubuh pada Lansia di Desa Kalibukbuk?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Latihan Balance Exercise terhadap

Peningkatan Keseimbangan Tubuh pada Lansia di Desa Kalibukbuk.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden

b. Mengidentifikasi tingkat keseimbangan statis tubuh lansia sebelum

diberikan latihan balance exercise pada lansia di Desa Kalibukbuk.

c. Mengidentifikasi tingkat keseimbangan dinamis tubuh lansia

sebelum diberikan latihan balance exercise pada lansia di Desa

Kalibukbuk.

d. Mengidentifikasi tingkat keseimbangan statis tubuh lansia setelah

diberikan latihan balance exercise pada lansia di Desa Kalibukbuk.

e. Mengidentifikasi tingkat keseimbangan dinamis tubuh lansia setelah

diberikan latihan balance exercise pada lansia di Desa Kalibukbuk.


11

f. Menganalisis Pengaruh Latihan Balance Exercise terhadap

Peningkatan Keseimbangan Tubuh pada Lansia di Desa Kalibukbuk.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi proses

memperluas wawasan ilmu pengetahuan khususnya di bidang

keperawatan gerontik/lansia khususnya dalam penerapan latihan

Balance Exercise terhadap peningkatan keseimbangan tubuh lansia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini diharapkan

dapat digunakan dalam pengembangan Ilmu Keperawatan dan

sebagai masukan bagi proses pembelajaran untuk optimalisasi

kemampuan dan pengetahuan peserta didik. Sebagai eksperimen

dalam menerapkan metode latihan balance exercise terhadap

peningkatan keseimbangan tubuh pada lansia.

b. Bagi tempat penelitian

Sebagai masukan dan sumber informasi serta pertimbangan

bagi perawat dan tenaga medis lainnya agar dapat membuat suatu

perencanaan dalam penerapan latihan balance exercise terhadap

peningkatan keseimbangan tubuh pada lansia.


12

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi

suatu pedoman, literature atau gambaran dalam memberikan

informasi mengenai penelitian ini, sehingga penelitian dapat

dikembangkan, khususnya yang berkaitan dengan latihan balance

exercise terhadap peningkatan keseimbangan tubuh pada lansia.

You might also like