Professional Documents
Culture Documents
Ermina Istiqomah1
Program Studi Psikologi Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
Sudjatmiko Setyobudihono
Program Studi Keperawatan STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin
Abstract: This study was aimed to identify local values of Banjar society, South
Kalimantan. Phenomenological method was used to reveal how participants’
understanding of the local values. In-depth interviews were employed to collect data
from three participants who were recruited by using purposive and snowball
sampling. The three participants consist of a Banjar culture expert, a Banjar society
informal leader, dan a researcher on Banjar issues. This study found that Banjar
values can be categorized in four levels namely Banjar values in human and God,
human and nature, interpersonal, and intrapersonal relations. In the context of human
and God relation, the primary concept of Banjar value identified is berelaan which
means sincerity and gratitude. Concerning human and nature relation, there is a
Banjar prominent value bisa-bisa maandak awak that means adaptive to environment.
At interpersonal level, the values identified are bubuhan (discussion to reach
agreement), bedingsanakan (fraternity), betutulungan (mutual assistance), and
bakalah bamanang (self-adjustment). The Banjar eminent values at intrapersonal
level cover gawi manuntung (self-independent) and dalas balangsar dada
(responsible).
Key words: Local values, Banjar society, indigeneous study
Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Ermina Istiqomah melalui e-mail:
erminaistiqomah06@yahoo.com
1
Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)
2
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
3
Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)
hubungan manusia dengan alam. Hal ini wan bedingsanakan, mau aja
seperti dikemukakan oleh X: bakalah bamanang karena kita
adalah saudara’ (S3/8).
“Penelitian saya menunjukkan “Ibarat jar urang tu dalas
bahwa di Kalimantan Selatan ini balangsar dada, jadi juga harus
budaya Banjar dapat digolongkan bersungguh-sungguh dalam
menjadi 4 (empat), yaitu (1) nilai begawi’ (S3/11). “Harus bisa
budaya Banjar dalam hubungan menyesuaikan dengan lingkungan
manusia dengan Tuhan, (2) nilai dimana kita berada, jadi kita urang
budaya Banjar dalam hubungan Banjar bisa-bisa ma andak awak
manusia dengan sesama manusia, biar nyaman begawian..” (S3?13).
(3) nilai budaya Banjar dalam
hubungan manusia dengan diri Hasil temuan dari ketiga informan
sendiri, dan (4) nilai budaya Banjar tersebut diatas menunjukkan bahwa:
dalam hubungan manusia dengan Pertama, Wujud konsepsi berelaan
alam” (S1/7). merupakan nilai ikhlas dan syukur dan
Kemudian peneliti melanjutkan semata-mata untuk ibadah dan mendapat
penggalian data kepada informan keridhoan Allah SWT.
tambahan, yaitu budayawan (Y) dan tokoh Kedua, Pada sistem kekerabatan,
masyarakat (Z). Dikatakan oleh Y bahwa: baik karena keturunan maupun karena
status sosial dan profesi, ada konsep
“Budaya Banjar di dalam bubuhan. Dalam konsepsi bubuhan termuat
lingkungan kerja misalnya di nilai bedingsanakan (persaudaraan),
Puskesmas, seperti nilai hubungan betutulungan (tolong menolong) dan mau
manusia dengan Tuhan, kan kita haja bakalah bamanang (mau saja kalah
harus ikhlas dalam bekerja” (S2/4). menang) maksudnya mau saja memberi
dan menerima.
“Kedua, nilai budaya Banjar dalam
Ketiga, nilai untuk pengembangan
hubungan dengan sesama, seperti
kita lihat dimasyarakat adanya diri konsepsigawi manuntung, dalas
konsep bubuhan dan balangsar dada yang maknanya seseorang
bedingsanakan. Jadi kita sama-sama harus mau berjuang dengan sungguh-
harus saling membantu”(S2/6). sungguh.
Keempat, nilai konsepsi bisa-bisa
“Ketiga, hubungan dengan diri maandak awak untuk menyesuaikan diri
sendiri, ya harus bersungguh- dengan lingkungan.
sungguh..menuntung dalam
Yang (2000) menyatakan indige-
bekerja”(S2/8). “Untuk yang nomor
empat, hubungan dengan alam, nous psychology menganjurkan untuk
maksudnya dengan lingkungan ya menelaah pengetahuan, keterampilan, dan
kita harus bisa menyesuaikan diri, keyakinan yang dimiliki orang tentang
yaitu bisa-bisa maandak awak” dirinya dan bagaimana mereka menja-
(S2/11). lankan fungsinya dalam konteks keluarga,
sosiol, kultural, dan ekologis mereka.
Tokoh masyarakat (Z) sebagai Telaah ini menekankan pada upaya
informan ketiga menguatkan pernyataan mendapatkan pemahaman deskriptif
informan sebelumnya. Z mengatakan: tentang fungsi manusia dalam konteks
“Ya itu bu, kita harus ikhlas dan kultural.
bersyukur dalam begawi (bekerja) Kim dan Barry (1993) men-
karena kerja adalah ibadah kepada definisikan indigenous psychology sebagai
Allah SWT “(S3/4). Kita juga kajian ilmiah tentang perilaku atau pikiran
dalam bagawi harus batutulungan manusia yang native (asli), yang tidak
4
Jurnal Psikologi Teori &Terapan, Vol. 5, No.1, Agustus 2014
ditransportasikan dari wilayah lain, dan baik karena keturunan maupun karena
yang dirancang untuk masyarakatnya. status soaial atau profesi, ada yang disebut
Indigenous psychology merepresentasikan bubuhan (Daud, 1997).
paradigma ilmiah transaksional dimana Dalam konsep bubuhan termuat
individu-individu dianggap sebagai agen nilai bedingsanakan (persaudaraan), betu-
bagi tindakan mereka dan agen-agen tulungan (tolong menolong) dan mau haja
kolektif melalui budayanya (Kim, 2000). bakalah bamanang (mau saja kalah
Orang adalah subjek dan sekaligus menang), maksudnya mau saja memberi
objek investigasi. Kita perlu mendapatkan dan menerima. Hal ini sesuai dengan salah
sebuah pemahaman terintegrasi dari satu keinginan pokok manusia, yaitu
perspektif orang pertama, orang kedua, dan keinginan untuk menjadi satu dengan
orang ketiga untuk mendapatkan gambaran manusia lain di sekelilingnya atau
lengkap tentang fungsi manusia. Dalam masyarakat (Soekanto, 2004).
kehidupan sehari-hari orang memiliki Bubuhan sebagai kesatuan sosial
pengetahuan fenomenologis, episodek, dan sangat kuat ikatannya dengan ke-
prosedural tentang tata cara mengelola gotongroyongan (Saleh, 1986). Orang
lingkungannya, tetapi mereka mungki tidak hidup harus betutulongan (tolong
memiliki keterampilan analitik untuk menolong), jangan hidup saurang-saurang
mendeskripsikan bagaimana hal itu (Zulkifli, 2008).
dilakukan. Indigenous psychology mengan- Setiap masyarakat pasti mengalami
jurkan untuk menelaah pengetahuan, perubahan, baik perubahan tersebut ber-
keterampilan, dan keyakinan yang dimiliki langsung lambat atau cepat, berpengaruh
orang tentang dirinya, dan mempelajari luas atau terbatas (Soekanto, 2004). Karena
aspek-aspek ini dalam konteks alamiah itu, orang Banjar juga terbuka terhadap
(Kim, 2010). pemikiran-pemikiran baru yang rasional,
Budaya adalah emergent property termasuk bagaimana melakukan kegiatan
dari individu-individu yang berinteraksi secara lebih praktis (Syarifuddin dan
dengan, mengelola dan mengubah ling- Amka, 2005). Hal ini sesuai dengan
kungan mereka. Melalui budaya kita temuan nilai konsepsi dalas balangsar
berpikir, merasakan, berperilaku, dan dada, artinya biarpun harus berselancar
mengelola realitas kita (Shweder, 1991). dada yang maknanya seseorang harus
Orang Banjar dengan kebudayaan- berjuang dengan sungguh-sungguh
nya mempunyai unsur dominan, yaitu dari (Mugeni,dkk., 2004).
segi bahasa, yaitu bahasa banjar dan dari Orang banjar mengenal ungkapan
segi keberagamaannya adalah islam gawi manuntung yang mengandung
(Syarifuddin, dkk., 1967). Karena itu amat pengertian bahwa seseorang dalam
wajar jika budaya Banjar juga berkaitan mengerjakan sesuatu harus dapat me-
dengan hubungan manusia dengan Tuhan. nyelesaikannya dengan baik (Makkie dan
Ikhlas dan syukur dengan menekankan Seman, 1994).
konsep berelaan dan semata-mata untuk Nilai konsepsi bisa-bisa maandak awak
ibadah dan mendapat keridhoan Allah untuk menyesuaikan diri dengan ling-
SWT. kungan. Bisa-bisa maandak awak atau
Nilai budaya Banjar dalam hubung- menyeseuaikan diri. Nasehat ini biasanya
an manusia dengan sesamanya juga diberikan agar dapat menyesuaikan diri
berkaitan dengan sistem kekerabatan dan dengan adat istiadat (Makkie dan Seman,
sikap keberagamaan (Islam) dari masya- 1996).
rakat Banjar. Pada sistem kekerabatan,
5
Ermina Istiqomah & S. Setyobudihon : Nilai Budaya Masyarakat…(1-6)
Daftar Pustaka