You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa

darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan

kata lain, diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada jantung untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Kabo,2012).

Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

seluruh dunia. Risiko terjadinya gagal jantung semakin meningkat sepanjang

waktu. Menurut data WHO 2013, 17,3 juta orang meninggal akibat gangguan

kardiovaskular pada tahun 2008 dan lebih dari 23 juta orang akan meninggal

setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular. Lebih dari 80% kematian akibat

gangguan kardiovaskular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan

menengah (Kabo, 2012).

Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah

20% untuk usia ≥40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru yang

didiagnosis gagal jantung selama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal

jantung meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal

jantung sekitar 50% dalam waktu 5 tahun (Gray,2009).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung di

Indonesia sebesar 0,3%. Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil

wawancara pada responden umur ≥ 15 tahun berupa gabungan kasus penyakit

yang pernah didiagnosis dokter atau kasus yang mempunyai gejala penyakit

gagal jantung. Prevalensi faktor risiko jantung dan pembuluh darah, seperti

makan makanan asin 24,5%, kurang sayur dan buah 93,6%, kurang aktivitas

1
fisik 49,2%, perokok setiap hari 23,7% dan konsumsi alkohol 4,6% (Depkes

RI, 2009).

Penyebab gagal jantung dapat dibagi menjadi dua, meliputi penyakit pada

miokard (antara lain: penyakit jantung koroner, kardiomiopati, miokarditis),

dan gangguan mekanis pada miokard (antara lain: hipertensi, stenosis aorta,

koartasio aorta) (Kabo, 2012).

Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada kasus dyspnea,

orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang

hemoptisis, ditambah gejala low output seperti: takikardia, hipotensi dan

oliguri, beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti

keluhan angina pektoris pada infark miokard akut. Pada keadaan sangat berat

akan terjadi syok kardiogenik (Kabo, 2012).

Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-

60%) dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Framingham yang

dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung

menunjukan mortalitas 1 tahun rata-rata sebesar 30% bila semua pasien

dengan gagal jantung dikumpulkan bersama, dan lebih dari 60% pada New

York Heart Association (NYHA) kelas IV. Maka kondisi ini memiliki

prognosis yang lebih buruk daripada sebagian besar kanker. Kematian pasien

dengan gagal jantung terjadi karena gagal jantung progresif atau secara

mendadak dengan frekuensi yang kurang lebih sama (Gray, 2009)

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan masalah kesehatan

masyarakat dan merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, maka

perlu dilakukan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah secara

berkesinambungan. gagal jantung merupakan kondisi akhir dari penyakit

jantung dan pembuluh darah kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus,

2
aritmia, infark miokard dan lain-lain menyebabkan polifarmasi yang akan

meningkatkan risiko masalah terkait obat Drug Related Problems (DRPs).

DRPs yang dapat terjadi meliputi interaksi obat, dan rentan menimbukan efek

samping obat. Konsumsi obat dalam jumlah banyak dan dalam jangka panjang

mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien yang buruk, sehingga akan

berpengaruh pada keberhasilan terapi dan menimbulkan peluang terjadinya

rawat inap ulang. (Depkes RI, 2009)

B. Rumusan Masalah

1. Apa landasan teori yang dapat mendukung dalam pemberian asuhan

keperawatan dengan CHF?

2. Bagaimana penatalaksanaan untuk penderita CHF?

3. Bagaimana asuhan keperawatan untuk penderita CHF?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep medis penyakit congestive heart failure.

2. Untuk mengetahui konsep keperawatan penyakit congestive heart failure.

D. Manfaat

1. Dapat mengetahui konsep medis penyakit congestive heart failure.

2. Dapat mengetahui konsep keperawatan penyakit congestive heart failure.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Congestive Heart Failure/ Gagal Jantung

Gagal jantung sering di sebut dengan gagal jantung kongestif adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk

memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung

kongestif sering digunakan sisi kiri dan kanan.(Kasron, 2012)

Congestif Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung

mengalami kegagalan dalam memompa darah guna untuk mecukupi

kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara kuat.

Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna

menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau

mengakibatkan jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa

darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yanf lemah tidak

mampu memompa dengan kuat.

Sebagai akibatnya, ginjal sering merespon dengan menahan air dan garam.

Hal ini mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti

tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh menjadi bengkak

(congestive). (Wahdaniah, 2012)

B. Etiologi

Secara umum gagal jantungdapat di sebabkan oleh berbagai hal yang dapat

di kelompokkan menjadi:

1) Disfungsi miokard

a. Iskemia miokard

4
b. Infark miokard

c. Miokarditis

d. Kardiomiopati

2) Beban tekananberlebihan pada sistolik (sistolik overload)

a. Stenosis aorta

b. Hipertensi

c. koartasio aorta

3) Beban volume berlebihan pada diastolik (diastolik overload)

a. Insufisiensi kutup mitral dan trikuspidalis

b. Tranfusi berlebihan

4) Peningkatan kebutuhan metabolik (demand overload)

a. Anemia

b. Tirotoksikosis

c. Biri-biri

d. Penyakit paget

5) Gangguan pengisian ventrikel

a. Primer (gagal distensi sistolik)

Perikarditis restriktif

Tamponade jantung

b. Sekunder

Stenosis mitral

Stenosis trikuspidalis

Faktor-faktor perkembangan gagal jantung:

1. Aritma

5
Aritma akan mengganggu fungsi mekanisme jantung dengan

mengubah rangsangan listrik yang melalui respon mekanis.

2. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru

Respon paru terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk

memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.

3. Emboli paru

Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi

terhadap reaksi ventrikel kanan, pemicu terjadinya gagal jantung

kanan.( Wijaya & Putri, 2013)

Menurut (Kasron, 2012) ada beberapa penyebab gagal jantung:

1) Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas jantung.

2) Ateroklerosis koroner

Ateroklerosis koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung karena

terganggunya aliran darah ke jantung.

3) Hipertensi sistemik

Menungkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan

hiperthropi serabut otot jantung.

4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara

langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5) Penyakit jantung lainnya

Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk

ke jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk

6
mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau

stenosis AV), peningkatan mendadak after load.

C. Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung yaitu:

1. Gagal jantung akut -kronik

a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan

penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini


dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.

b. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan

penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung

kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga

menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.

2. Gagal Jantung Kanan- Kiri

a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa

darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal,

hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral

b. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat

gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang

terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites,

hepatomegali, efusi pleura, dll.

3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik

a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri

sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya

kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi

7
b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah

akibatnya stroke volume cardiac output turun.(Karson, 2012)

D. Patofisiologi

a. Mekanisme dasar

Kelainan kontaktilitas pada gagal jantung akan mengganggu

kemampuan pengosongsn ventrikel. Kontraktilitas vetrikel kiri yang

menurun menguragi cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel.

Dengan meningkatnnya EDV (volume akhir diastolik vebtrikel) maka

terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Dengan

meningkatnya LEDV, maka terjadi pula peningkatan tekan atrium (LAP)

karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung dalam anyaman

vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kepiler dan pena paru-paru.

Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melibihi tekanan

osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melibihi kecepatan

drainase limfatik, maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan

tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairanmerembes ke alveoli dan

terjadinya edema paru-paru.

b. Respon kompensatorik

1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik

Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik

simpatik yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-

saraf adrenergik jantung dan medula adrenal

Denyut jantung dan kekuatan kotraktil akan meningkat untuk

menambah cardiac output (CO), jug terjadi vasokontriksi akteri perifer

untuk menstabilkan tekanan akteri dan restribusi volume darah dengan

8
mengurangi aliran organ-organ yang rendah metabolismenya, seperti kulit

dan ginjal agar berfusi ke jantung dan keotak dapat dipertahankan.

Vasokontiksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung

yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontruksi.

2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin

aldosteron (RAA)

Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal,

meningkatkan volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut. Peningtan

beban awal ini akan menambah kontakbilitas miokardium.

3) Atropi venrikel

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi

miokardium akan menambah tebalnya dinding.

4) Efek negatif dari kompensatorik

Pada awal raspon kompensatorik menguntungkan namun pada

akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung

dan memperburuk tingkat gagal jantung.

Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan

kotraktibitas dini mengakibatkan bendungan paru-paru dan vena sistemik

dan edema, fase kontruksi akteri dan redistribusi aliran darah yang

mengganggu berfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang tekena

menimbulkan tanda dan gejala, misalnya berkurangnya jumlah air kemih

yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokotriksi akteri juga

menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi

ventrikel, beban akhir juga meningkat kalau ditalasi ruang jantung.

Akibat kerja jantung dan kebutuhan miocard akan oksigen juga

meningkat, yang di tembah lagi karena adanya hipertensi miokard dan

9
ransangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan oksigen

tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemia miokard, akhirnya dapat timbul

bebas miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang.

(Wijaya & Putri, 2013)

E. Manifestasi klinis

1. Gagal jantung kiri

Menyebankan kongesif, bendungan pada paru dan gangguan pada

mekanisme kontrol pernapasan.

Gejala:

1) Dispnea

2) Orthopnea

3) Paroxismal nokturnal dispnea

4) Batuk

5) Mudah lelah

6) Ronchi

7) Gelisah

8) Cemas

2. Gagal jantung kanan

Menyebabkan peningkatan veba sistemik

Gejala:

1) Oedem perifer

2) Peningkatan BB

3) Distensi vena jugularis

4) Hematomegali

5) Asites

10
6) Pitting edema

7) Anorexia

8) Mual

3. Secara luas peningkatan COP dapat menyebabkan berfusi oksigen

kejaringan rendah sehingga menimbulkan gejala:

1) Pusing

2) Kelelahan

3) Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas

4) Ekstremitas dingin

4. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi

aldostero dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan peningkatan

volume inravaskular. (Nurarif & Kusuma, 2015)

F. Komplikasi

a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri

b. Syok kardiogenik: stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat

penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang adekuat ke organ vital

(jantung dan otak)

c. Episode trombolotik

Trombus terbentuk kerana imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi

dengan aktivita trombus dapat menyimbat pembuluh darah

d. Efusi perikardial dan tamponade jantung

Masuknya cairan ke kantung perkardium, cairan dapat meregangkan

perikardium dengan ukuran maksimal, COP menurun dan aliran bali k

vena kejantung lalu ketamponade jantung.

e. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan. (Karson, 2012)

11
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Radiogram dada

a) Kongesti vena paru

b) Redistribusi vaskular pada lobus-lobus atas paru

c) Kardiomegali

2. Kimia darah

a) Hiponatremia

b) Hiperkemia pada tahap lanjut dari gagal jantung

c) BUN dan kreatinin meningkat

3. Uriene

a) Lebih pekat

b) BJ meningkat

c) Na meningkat

4. Fungsi hati

a) Pemanjangan masa protombin

b) Peningkatan bilirubin dan enzime hati (SGOT dan SGPT meningkat)

(Wijaya &Putri, 2013)

H. Penatalaksanaan

Bertujuan untuk:

1. Mengurangi beban kerja jantung

Melalui pembatasn aktivitas fisik yang ketat tanpa menibulkan kelemahan

otot rangka

2. Mengurangi beban awal

a) Pembatasan garam

b) Pemberian diuretik oral

12
3. Meningkatan kontraktilitas

Dengan pemberian obat inotropik

4. Mengurangi beban akhir

Pemberian vasodilator seperti hidralazine dan nitrat yang menimbulkan

dilatasi anyaman faskuler melalui dua cara

a) Dilatasi langsung otot polos pembuluh dara

b) Menghambat enzim konvensi angiotensi. (Nurhidayah, 2011)

13
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Data dasar pengkajian fisik:

1) Aktivitas/ istirahat

Gejala:

a) Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari

b) Insomnia

c) Nyeri dada dengan aktivitas

d) Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga

Tanda:

Gelisah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada


aktivitas

2) Sirkulasi

Gejala:

a) Riwayat hipertensi, MCI, episode gagal jantung kakan

sebelumnya

b) Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia

syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

Tanda :-

14
a) TD mungkin menurun (gagal pemompaan), normal GJK

ringan/ kronis atau tinggi (kelebihan volume cairan

/peningkatan TD)

b) Tekanan nadi menunjukan peningkatan volume sekuncup

c) Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri)

d) Irama jantung

e) Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya

katub atau insufisiensi

f) Nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan

dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misalnya nadi

jugularis coatis abdominal terlihat.

g) Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu.

h) Hepar: pembesaran/ dapat teraba, refleks hepato jugularis

i) Bunyi napas: krekels, ronchi

j) Edema mungkin dependen, umum khususnya pada

ekstremitas

3) Integritas ego

Gejala :

a) Ansietas, khawatir, takut

b) Stress

Tanda :

Berbagai manifestasi perilaku, misalnya: ansietas, marah,

takut

4) Eliminasi

Gejala :

15
Penurunan berkemih, urin berwarna gelap, berkemih malam

hari (nokturia) diare/ konstipasi

5) Makanan/ cairan

Gejala :

a) Kehilangan nafsu makan

b) Mual/muntah

c) Penambahan BB signifikan

d) Pembengkakan pada ekstremitas bawah

e) Pakaian/ sepatu terasa sesak

f) Diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak, gula

dan kafein

g) Penggunaan diuretik

Tanda :

a) Penambahan BB cepat

b) Distensi abdomen, edema

6) Hygiene

Gejala :

Keletihan, kelemahan, selama aktivitas perawatan diri

Tanda :

Penampilan menambahkan kelalaian perawatan personal

7) Neurosensorik

Gejala :

Kelemahan, peningkatan episode pingsan

Tanda :

Kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah

tersinggung

16
8) Nyeri/ kenyamanan

Gejala :

Nyeri dada, angina akut atau kronik

Nyeri abdomen kanan atas

Tanda :

Tidak tenang/ gelisah

Menarik diri

Perilaku melindungi diri

9) Pernapasan

Gejala :

Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan

bebrapa bantal

Batuk denga sptum, tanpa sputum

Riwayat penyakit paru kronis

Penggunaan bantuan pernapasan, misalnya oksigen atau

medikasi

Tanda :

Pernapasan takipnea, pernapasan dangkal, penggunaan otot

aksesori

Batuk kering/ nyaring

Sputum: mungkin bercampur darah, merah mudah/ berbuih,

edema pulmonal

Bunyi napas : mungkin tidak terdengar seperti krakels, mengi

Fungsi mental : mungkin menurun, kegelisahan, warna kulit

pucat

17
10) Pemeriksaan penunjang

a. Radiogram dada

Kongesti vena paru

Redistribusi vaskular pada lobus-lobus atau paru

Kardiomegali

b. Kimia darah

Hiponatremia

Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal ginjal

BUN kreatinin meningkat

c. Urine

Lebih pekat

BJ meningkat

Na meningkat

d. Fungsi hati

Pemanjangan masa protombin

Pengkatan bilirubin dan enzime hati.

B. Diagnosis Keperawatan

1. Penurunan curah jantung B.d berubah kontraktilitas miocard, perubahan

struktural, perubahan frekuensi, irama dan koduksi listrik

2. Intoleransi aktivitas B.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen

dengan kebutuhan tubuh

3. Penurunan perfusi jantung b.d menurunya curah jantung, kongesti vena

sekunder terhadap kegagalan kompensasi jantung.

4. Perubahan pola tidur b.d nyeri, sesak nafas, dan lingkungan rumah

sakit yang asing bagi klien.

18
5. Risiko terhadap defisit volume cairan berhubungan dengan efek

terapi diuretik yang berlebihan.

C. Intervensi

1. Penurunan curah jantung B.d berubah kontraktilitas miocard, perubahan

struktural, perubahan frekuensi, irama dan koduksi listrik

Tujuan :

Diharapkan curah jantung kembali adekuat

K.H:

TTV dalam batas normal

Ortopnea tidak ada

Nyeri dada tidak ada

Terjadi penurunan episode dispnea

Hemodinamik DBN

Intervensi:

1. Mandiri

Auskultasi nadi epikal, kaji frekuensi dan irama jantung

Catat bunyi jantung

Palpasi nadi perifer

Pantau TD

2. Kaji kulit, apakah pucat dan sianosis

3. Berikan istirahat psikologis dan lingkungan yang tenang, bantu

pasien mengatsi stres

4. Berikan istirahat semi fowler pada tempat tidur atau kursi

5. Kolaborasi:

Berikan obat sesuai indikator

Vasodilator nitrat,digoxin (lanoxin)

19
Catopril

Pantau EKG dan perubahan foto dada

Pantau pemeriksaan lap BUN, kreatinin

2. Intoleransi aktivitas B.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen

dengan kebutuhan tubuh

Tujuan:

Diharapkan klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal atau

peningkatan bantuan kativitas

K.H: meneurunnya kelemahan dan kelelahan

Hb meningkat

Diaporesis berkurang/ tidak ada

TTV DBN

Intervensi:

1) Periksa TTV sebelum dan setelah aktivitas, khududnya bila pasien

menggukan vasodilator, diuretik

2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardia,

distrimia, dispnea, pucat

3) Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan nyeri otot

4) Evaluasi peningkatan intoleransi akttivitas

5) Kolaborasi:

Implementasi program rehabilitasi jantung aktivitas

Diet yang sesuai.

3. Penurunan perfusi jantung b.d menurunya curah jantung, kongesti vena

sekunder terhadap kegagalan kompensasi jantung.

Data penunjang

20
Subjektiv : mengeluh pusing, sesak nafas, mual, berkeringat dingin,

nyerii dada.

Objektiv : hipotensi, MAP abnormal, takikardi, disritmia, diaforesis,

pulsus alternans, kulit dingin dan pucat, dispnea/orthopnea/ PND,

ronkki, terdengar murmur/bising.

Tujuan:

Perfusi jaringan, curah jantung meningkat, dan tanda-tanda

dekompensasi kordis tidak berkembang.

Kriteria hasil :

Subjektif : keluhan diatas pada data penunjang berkurang atau hilang

Objektif : semuanya dapat kembali normal

Intervensi :

1) Atur posisi tidur yang nyaman (fowler/ high fowler)

Rasional :posisi tersebut memfasilitasi ekspansi paru

2) Monitor TTV dan catat tanda tanda Disritmia, auskultasi

prubahan bunyi jantung

Rasional : tanda dan gejala tersebut membantu diagnosa gagal

jantung. Disritnia menurunkan curah jantung.

3) Kolaborasi tim gizi untuk memberikan diet rendah garam, rendah

protein dan rendah kalori, serta cukup selulosa

Rasional : diet rendah garam mengurangi retensi cairan

ekstraseluler, selulosa memudahkan buang air besar.

4) Monitor serum digitalis secara periodik dan efek obat obatan

serta tanda tanda peningkatan ketegangan jantung

Rasional : toksisitas digitalis menimbulkan rigiditas curah

jantung, dan menurunkan perfusi organ.

21
4. Perubahan pola tidur b.d nyeri, sesak nafas, dan lingkungan rumah sakit

yang asing bagi klien.

Data penunjang

Subjektif : mengeluh sulit tidur, pusing, nyeri dada , dan sesak nafas

Objektif : mata klien sayu, wajah tampak layu, tampak lelah/gelisah,

jumlah tidur klien berkurang, dispnea/orthopnea.

Tujuan :

Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur klien secara adekuat (kuantitas

dan kualitas)

Kriteria hasil :

Subjektif : mengatakan mampu tidur dengan nyaman dan keluhan

hilang

Objektif : jumlah tidur normal, wajah klien segar dan nyeri/ sesak napas

hilang.

Intervensi:

1) Mengidentifikasi pola normal tidur pasien sebelum MRS dan

perubahan yang terjadi setelah MRS.

2) Membantu klien dalam beradaptasi dengan lingkungan rumah

sakit.

3) Menilai adanya faktor yang menunjang terjadiny gangguan

pols tidur (sesak nafas, PND, sering buaing air kecil, nyeri, rasa

takut, kesepian, kebisingan).

4) Mengatur posisi tidur yang nyaman.

5) Merencanakan tindakan perawatan/medis yang tidak

mengganggu jam istirahat/ tidur klien.

22
Rasional :1-5. Perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan

yang dapat memicu nyeri dada dan meningkatkan konsumsi

oksigen miokard. Keluhan fisik yang mengganggu tidur harus

dikelola untuk menunjang kebutuhan istirahat dan mengurangi

konsumsi oksigen miokard. Prosedur ritual dapat memberikan

kenyamanan fisik sebelum tidur yang menunjang relaksasi.

6) Kolaborasi tim medis untuk pemberian tranquilizer sesuai

kebutuhan/imdikasi.

Rasional : obat sedatif atau tranquilizer menurunkan kecemasan dan

membantu tidur.

5. Risiko terhadap defisit volume cairan berhubungan dengan efek terapi

diuretik yang berlebihan.

Data penunjang

Subjektif : sering buang air kecil (bila tidak menggunakan kateter)

Objektif : produksi urine per jam atau per 24 jam, TTV, asupan

cairan/24 jam, kadar elektrolit darah, berat badan, jenis dan dosis

diuretik yang diberikan serta waktu pemberian.

Tujuan:

Mencegah terjjadinya defidit cairan dan efek diuretik terkontrol

Kriteria hasil :

Objektif : TTV, berat badan, produksi urine perjam atau per 24 jam dan

kadar elektrolit dalam batas normal; asupan cariran adekuat, dosis

diuretik terkontrol.

Intervensi :

1) Monitor efek pemberian diuretik dengan seksama.

2) Observasi TTV dan kenali tanda-tanda dehidrasi

23
3) Monitor kadar elektrolit (potasium, sodium, klorida, hidrogen,

kalsium, dan kalium)

4) Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan suplemen

potasium/ kalium jika kadar kalium serum rendah

5) Kolaborasi untuk mendapatkan diet yang cukup kalium (misal:

pisang hijau)

6) Monitor inytake cairan dan produksi urine per 24 jam

Rasional : 1-6. hipovolemia dan defisit elektrolitdapat terjadi pada

pemberian diuretik jangka panjang. Hipokalemia memicu iribilitas

miokard (dismitria). (Wahdaniah, 2012)

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal jantung sering di sebut dengan gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung
kongestif sering digunakan sisi kiri dan kanan.

Klasifikasi gagal jantung yaitu: gagal jantung akut –kronik, gagal Jantung

Kanan- Kiri , gagal Jantung Sistolik-Diastolik. Manifestasi klinisnya yaitu :

dispnea, batuk, mudah lelah, kegelisahan dan kecemasan, sianosis, kongestif

jaringan perifer dan viseral, edema ektremitas bawah, hepatomegali, anorexia,

dan mual, nokturia, serta kelemahan.

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan yaitu : EKG, tes laboratorium

darah, dan radiologis. Komplikasi yang terjadi syok kardigenik, efesi dan

temponade perikardium, toksistas digitalis. Penatalaksanaanya diberikan

secara farmakologis dan non farmakologi.

B. Saran

Makalah ini masih perlu penyempurnaan supaya bisa digunakan sebagai

acuan untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan. Oleh karena itu kami
berharap atas sumbangan kritk dan saran untuk perbaikan kedepannya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Wahdaniah. 2012.Keperawatan Kardiovaskuler. Makassar : Alauddin Unersity


Press.
Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Marisa. 2013. Keperawatan Medikal Bedah
1. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Askep Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC,Edisi Revisi jilid 1. Jogjakarta : Penerbit
Mediaction Jogja.
Karson. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurhidayah. 2011. Keperawatan Medikal Bedah 1. Makassar : Alauddin Unersity

Press

Depkes RI. 2009. SistemKesehatan Nasional. Jakarta : Depkes RI.

Gray. 2009. Kardiologi : Lecture Notes (Terjemahan). Jakarta : Erlangga.

Kabo, P. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskuler Secara

Rasional. Jakarta : FKUI.

26

You might also like