Professional Documents
Culture Documents
Sistem saraf dibagi menjadi dua bagian besar yaitu susunan saraf pusat dan susunan
saraf tepi (Snell, 2006:23). Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang
saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf
(neuron) dan sel-sel penyokong (Neuroglia dan sel Schwann). Kedua jenis tersebut demikian
erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu
unit. Neuron mempunyai badan sel dengan satu atau beberapa tonjolan (Price dan Wilson,
2005:1006,1007). Sel neuron mempunyai dua jenis tonjolan yaitu akson dan dendrit (Snell,
2006:25). Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel
adalah akson. Sedangan dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju ke
badan sel (Price dan Wilson, 2005:1012). Sedangkan salah satu sel penyokong dari sistem
saraf adalah myelin. Myelin merupakan substansi yang ada di sekitar atau menyelimuti
akson-akson saraf dan berperan penting pada transmisi impuls saraf (Smeltzer, 2001:2248).
Serabut saraf yang mempunyai selubung myelin disebut serabut bermyelin dan sedangkan
yang tidak bermyelin disebut serabut tidak bermyelin (Price dan Wilson, 2005:1011).
Sistem saraf tepi terdiri dari 12 pasang saraf kranialis dan 31 pasang saraf
spinalis (Price dan Wilson, 2005:1008). Sebagian besar saraf tepi berisi serabut serabut
sensorik (aferen) dan motorik (eferen) (Bickley, 2009:550). Serabut aferen dan eferen
berjalan bersama dalam arah yang berlawanan disemua saraf spinal dan sebagian besar saraf
kranial. Beberapa saraf kranial hanya membawa informasi aferen. Neuron aferen
menyampaikan informasi ke sistem saraf pusat dari semua organ sensorik, reseptor tekanan
dan volume, reseptor suhu, reseptor regangan, dan reseptor nyeri. Neuron eferen
menyampaikan stimulasi saraf ke otot dan kelenjar (Corwin, 2009).
2.1.1 Saraf Kranial
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang belakang yang disebut foramina (tunggal, foramen). Terdapat 12
pasang saraf kranial yang dinyatakan dalam nama atau angka romawi. Saraf-saraf tersebut
adalah Olfactorius (I), Opticus (II), Oculomotoris (III), Trocklaris (IV),Trigeminus (V), Abdu
cens (VI), Facialis (VII), Vestibulocochlear (VIII),Glossopharyngeal (IX), Vasgus (X), Acce
ssory (XI), Hypoglossal (XII). Saraf kranial I,II, dan VIII merupakan saraf sensorik murni ;
saraf kranial III, IV, XI dan XII terutama merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung
serabut propioseptif dari otot-otot yang dipersarafinnya ; saraf kranial V, VII dan X
merupakan saraf campuran. Saraf kranial III, VII, dan X juga mengandung beberapa searbut
saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom (Price dan Wilson, 2005:1033)
Kontraksi pupil
Sensorik
VII Fasialis Motorik 1) Otot-otot ekspresi wajah termasuk otot dahi, sekeliling
mata serta mulut.
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit
1) Initial Swing
Diawali dengan memngangkat kaki dari lantai dan diakhiri ketika mengayun kaki sisi
kontralateral dari kaki yan menumpu. Pada saat posisi initial swing hip bergerak fleksi dan
knee naik menjadi fleksi dan ankle pada posisi setengah dorsal fleksi. Di saat yang sama
sisi yang kontralateral bersiap pada fase mid swing (Irfan, 2002:57). Otot yang berperan
pada fase ini adalah otot Hip fleksor group (iliacus, adduktor longus, Sartorius, dan
gracilis), Bisep femoris, Tibialis anterior, dan Long toe ekstensor (Edwards, 2002:59).
2) Mid Swing
Pada fase kedua dari periode swing dimulai, saat mengayun anggota gerak bawah yang
berlawanan dari tungkai yang menumpu. Akhir dari fase ini ketika tungkai mengayun
kedepan dan tibia vertikal atau lurus. Saat mid swing hip fleksi dengan knee bergerak
ekstensi untuk merespon gravitasi, dan diikuti dengan ankle dorsifleksi menuju posisi
netral (Irfan, 2002:57-58). Otot yang berperan pada fase ini adalah otot Tibialis anterior
(Edwards, 2002:59).
3) Terminal Swing
Akhir dari fase swing dimulai dari tibia vertikal dan diakhiri saat kaki menyentuh lantai.
Posisi akhir dari fase terminal swing adalah posisi ekstensi knee dan hip mempertahankan
fleksi sedangkan ankle bergerak dari dorsifleksi ke arah netral (Irfan, 2002:58). Otot yang
berperan adalah otot Hip fleksor, Hamstring, Quadrisep, dan Tibialis anterior (Edwards,
2002:59).
2.3 Deskripsi Kasus
2.3.1 Pengertian
Guillain barre syndrome (GBS) adalah polineuropati inflamasi akut yang mengalami
demielinisasi (Ginsberg, 2005:192). Dalam pemahaman yang serupa GBS adalah penyebab
paling umum dari polineuropati demielinasi inflamasi akut yang disebabkan oleh serangan
imun (faktor seluler dan humoral) terhadap selubung myelin yang mengakibatkan
kelumpuhan motorik umum pada orang sehat (Pourmnad, 2008:207).
2.3.2 Etiologi
Penyebab dari GBS sampai sekarang tidak diketahui, namun mekanisme patogenetik
mencakup demielinisasi inflamasi dengan berbagai kerusakan akson pada sistem saraf
perifer. Namun penyakit ini juga diantarai oleh berbagai proses autoimun sepertiCytomegalo
Virus (CMV), Epstein-barr Virus, Mycoplasma Pneumonia dan Compylobacter
Jejuni (Ginsberg, 2005:192). Kebanyakan klien mengalami infeksi umum dalam 3 minggu
sebelum timbul gejala GBS dan faktanya infeksi tersebut yang akhirnya memicu terjadinya
GBS (Pieter A, 2004:3).
Paling banyak klien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya infeksi pernapasan
dan gastrointestinal 1 sampai 4 minggu sebelum terjadinya serangan neurologik. Pada
beberapa keadaan dapat terjadi setelah vaksinasi dan pembedahan. Ini juga dapat diakibatkan
oleh infeksi virus primer, reaksi imun, dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi
proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi auoimun
yang menyerang myelin saraf perifer (Smeltzer, 2001:2248).
Keadaan pencetus yang yang paling sering dilaporkan adalah infeksi Campylobacter
jejuni, yang secara khas menyebabkan penyakit gastrointestinal yang ditandai dengan diare,
nyeri abdomen, dan demam (Price dan Wilson, 2005:1152). Bagian proksimal saraf
cenderung paling sering terserang, dan akar saraf dalam ruang subarakhoid biasanya
terpengaruh oleh infeksi virus tersebut (Smeltzer, 2001:2248). Akibat tersering dari kejadian
ini adalah virus atau inflamasi merubah sel dalam sistem saraf sehingga sistem imun
mengenali sel tersebut sebagai sel asing (Price dan Wilson, 2005:1152).
2.3.3 Patologi
Manifestasi patologis yang utama adalah demielinisasi segmental saraf perifer.
Keadaan ini yang akhirnya menghalangi transmisi impuls elektris yang normal disepanjang
radiks saraf sensomotorik (Kowalak, 2011:293). Temuan patologis demielinisasi
polineuropati inflamasi akut adalah infiltrasi inflamasi (terutama terdiri dari sel T dan
makrofag) dan daerah demielinasi segmental, yang sering dikaitkan dengan tanda-tanda
degenerasi aksonal sekunder, yang dapat dideteksi pada akar tulang belakang serta akar
saraf motorik dan sensorik (Yuki, 2012:2297). Pola perubahan patologi mengikuti pola yang
tetap dari infiltrasi limfosit yang terjadi dalam ruang perivaskular yang berdekatan dengan
saraf tersebut dan menjadi fokus degenerasi myelin (Price dan Wilson, 2005:1152).
4 Aktivitas toilet 0 – 10
5 Mandi 0–5
9 Kontrol BAB 0 – 10
10 Kontrol 0 – 10
BAK
0 – 20 Ketergantungan penuh
21 – 61 Ketergantungan berat
62 – 90 Ketergantungan moderat
91 – 99 Ketergantungan ringan
100 Mandiri
6) Pemeriksaan spesifik
Pemeriksaan spesifik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Pemeriksaan Spesifik pada klien GBS adalah MMT (Manual
Muscles Testing), ROM (Range Of Motion), dan pemeriksan sensori (Umphred,
2001:388). Dan juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks tendon (Umphred,
2001:389).
(1) MMT (Manual Muscles Testing)
MMT merupakan salah satu bentuk pemeriksaan kekuatan otot yang paling sering
digunakan. Hal tersebut karena penatalaksanaan, intrepetasi, hasil serta validitas dan
realibilitasnya telah teruji. Namun demikian tetap saja, MMT tidak mampu untuk
mengukur otot secara individual melainkan secara kelompok otot (Trisnowiyanto,
2012:30).
5 (Normal) Klien dapat melawan gravitasi, LGS penuh dan dapat melawan tahanan
maksimal
4 (Good) Klien dapat melawan gravitasi, LGS penuh dan dapat melawan tahanan minimal
2 (Poor) Klien tidak mampu melawan gravitasi namun memiliki LGS penuh
Untuk dapat mencetuskan refleks, semua komponen refleks harus utuh, komponen
tersebut meliputi serabut saraf sensorik, sinaps medulla spinalis, serabut saraf motorik,
sambungan serabut muskular, dan serabut-serabut otot. Ketukan pada tendon akan
mengaktifkan serabut-serabut sensorik khusus pada otot yang teregang sebagian dengan
memicu impuls sensorik yang berjalan ke medulla spinalis melalui saraf tepi. Serabut
sensorik yang terangsang itu bersinaps langsung dengan radiks saraf anterior yang
mempersarafi otot yang sama. Ketika impuls saraf melintasi sambungan neuromuskular,
maka otot akan berkontraksi secara tiba-tiba (Bickley, 2009:550). Telah ditemukakan di
atas bahwa timbulnya refleks ini ialah karena teregangnya otot oleh rangsang yang
diberikan dan akan timbul kontraksi otot (Lumbantobing, 2005:136). Tingkat jawaban
refleks dibagi menjadi beberapa tingkat, yaitu :
Keterangan tabel 2.5 Respon Penilaian refleks
Simbol Keterangan
± Kontraksi sedikit
+ Ada kontraksi
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Alih Bahasa Nike Budhi Subekti.
2009. Jakarta : EGC
Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes Neurologi. Alih bahasa Indah Retno Wardhani. 2005.
Jakarta : Penerbit Erlangga
Haghighi, Afshin Borhani et all. 2012. Vol :12. Seasonal Variation of Guillain-Barré
Syndrome Admission in a Large Tertiary Referral Center in Southern Iran: A
10 Year Analysis. Iran : Acta Neural Taiwan
Irfan, Muhammad. 2010. Fisioterapi Bagi Insan stroke. Yogyakarta : Graha Ilmu
Jarvis, Carolyn. 2008. Physical Examination & Health Assessment. Fifth Edition. Canada:
Saunders Elsevier
Kowalak, Jenifer. P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi: Proses Penyakit, Tanda dan Gejala,
Penatalaksanaan, Efek, Pengobatan, Ilustrasi. Alih Bahasa Andry Hartono. 2011.
Jakarta: EGC
Pourmand, Rahman. 2008. Practicing Neurology : What You Need To Know What You
Need To do. New Jersey: Humana Press
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine Mccarty Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses penyakit. Alih bahasa Brahm U. 2005. Ed. 6. Jakarta : EGC
Pryor, Jennifer. A. et all. 2001. Physiotherapy for Respiratory and Cardiac Problems.
Second Edition. London: Churchill Livingstone
Reese, Nancy Berryman dan William D. Bandy. 2002. Joint Range Of Motion and Manual
Muscle Testing. Philadelphia : W.B. Saunders Company
Snell, Richard S. 2006. Anantomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Alih Bahasa
Liliana Sugiarto. 2006. Jakarta : EGC
Tara Beth, Fisher and Stevens Jennifer E. 2008. Vol : 3. Journal Of Neurologic Physical
Therapy. Philadelphia : Kivmars Bowling
Yuki, Naburiko and Hans Peter Hartung. 2012. The New England JournaL OfMedicine.
National University of Singapore : Department of Medicine