You are on page 1of 5

Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular.

Pada
pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik
tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular
umumnya obat mengalami absorpsi. Obat yang diberikan secara oral dan
intravaskular proses farmakokinetiknya akan berbeda. Obat yang diberikan
melalui rute per oral harus melewati dinding usus untuk memasuki aliran darah.
Proses masuknya obat ke aliran darah dengan melewati membran ini disebut
proses absorpsi. Proses absorpsi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, namun faktor
kelarutan obat memiliki peran penting. Obat yang memiliki kelarutan tinggi dalam
lemak dapat diabsorpsi dan terdistribusi dengan cepat ke seluruh cairan tubuh
(Neal, 2006). Setelah obat masuk dalam sirkulasi sistemik, obat akan
didistribusikan, sebagian mengalami pengikatan dengan protein plasma dan
sebagian dalam bentuk bebas. Obat bebas selanjutnya didistribusikan sampai
ditempat kerjanya dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa
biotransformasi obat diekskresikan dari dalam tubuh melalui organ-organ
ekskresi, terutama ginjal. Seluruh proses yang meliputi absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi disebut proses farmakokinetik dan proses ini berjalan
serentak (Zunilda., et al, 1995).

Kadar obat di dalam tubuh mempengaruhi bagaimana responnya terhadap


tubuh sehingga tujuan terapi obat adalah bagaimana untuk mempertahankan kadar
obat yang cukup pada daerah target kerja obat tersebut. Jika suatu obat digunakan
sebagai pencegahan atau profilaksis misalnya profilaksis terhadap kekambuhan
epilepsi, atau penggunaan obat yang responnya sukar diukur, kadar obat di dalam
darah dapat dijadikan alternatif parameter untuk memantau terapi (Staff Pengajar
Departemen Farmakologi FK Unsri, 2004).

Pemberian larutan obat secara intravaskular, biasanya intavena, dilakukan


dengan dua cara yaitu secara infus dengan kecepatan atau dosis tetap dan secara
intermiten (berkala) yaitu obat diberikan dengan dosis tetap secara intravena bolus
dengan pemberian berulang, dengan interval tertentu. Lama interval pemberian
obat bisa bervariasi antar-individu, tergantung kecepatan obat dieliminasi dari
tubuh – dengan kata lain tergantung waktu paruh eliminasi obat pada subjek.
Sedangkan pemeberian ekstravaskular berulang merupakan cara pemberian obat
yang sangat lazim pada pengobatan, utamanya per oral. Seperti halnya pemberian
intravena berulang, obat akan terakumulasi di dalam tubuh jika pemberian
berikutnya dilakukan ketika obat masih tersisa di dalam tubuh. Seberapa besar
akumulasinya, tergantung interval pemberian obat, relatif terhadap waktu paro
eliminasinya. Semakin pendek interval pemberian obat – dibandingkan waktu
paro eliminasi obat – semakin tinggi akumulasinya demikian sebaliknya (Hakim,
2012).

Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi bolus intravena, seluruh
dosis obat masuk tubuh dengan segera. Dalam hal ini tidak terjadi absorpsi obat,
dimana obat akan didistribusikan bersama sistem sirkulasi sistemik dan secara
cepat berkesetimbangan di dalam tubuh. Dalam model ini juga dianggap bahwa
berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang
sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Akan tetapi, model ini tidak
menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama
pada berbagai waktu. Jumlah obat di dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara
langsung, melainkan dengan menentukan konsentrasi obat dalam plasma/darah
setiap satuan waktu dan mengalikannya dengan volume distribusinya ”Vd”, yaitu
volume dalam tubuh dimana obat tersebut melarut.
Bolus intravena umumnya digunakan ketika kerja yang cepat dari obat yang
dibutuhkan, seperti dalam keadaan darurat, ketika obat-obatan yang tak dapat
dicairkan, seperti kebanyakan obat kemoterapi kanker dan ketika tujuan terapi
untuk mencapai tingkat kadar obat maksimum dalam aliran darah pasien. Bolus
intravena biasanya tidak digunakan untuk pasien yang mengalami penurunan
kinerja jantung, penurunan pengeluaran urin, penurunan kinerja paru-paru, atau
edema sistemik. Pasien tersebut mengalami penurunan toleransi terhadap obat
(Wulansari, 2009).

Dalam merancang penggambaran dinamika obat di dalam tubuh dikenal


istilah model farmakokinetik. Dari model farmakokinetik dapat dikembangkan
model matematika dengan persamaan differensial sehingga dapat menggambarkan
dinamika obat di dalam tubuh. Namun, tubuh manusia terdiri dari jaringan-
jaringan yang komplesk dan sulit untuk diubah menjadi suatu model/sistem.
Dengan demikian ada suatu model yang lebih sederhana yang dapat
merepresentatifkan model tubuh yang disebut model kompartemen. Model
kompartemen ini dikenal dengan 2 macam, yaitu satu kompartemen dan dua
kompartemen (Handari, 2006).

Model farmakokinetik merupakan model matematika yang menggambarkan


hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap individu. Parameter dari
model menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya penting dalam penentuan
observasi dari konsentrasi atau efek obat. Parameter tersebut antara lain terdiri
dari beberapa parameter antara lain parameter primer yang terdiri dari parameter
volume distribusi (Vd); klirens (Cl); dan kecepatan absorbsi (Ka); parameter
sekunder terdiri dari kecepatan eliminasi (K); dan waktu paruh (t1/2); serta
parameter turunan. Model farmakokinetik tersebut mempunyai aplikasi langsung
untuk terapi obat berkenaan dengan menentukan aturan dosis yang sesuai (Aiache,
1993).

Laju absorbsi obat diberikan dalam perhitungan. Obat diditribusikan ke


semua jaringan didalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara cepat
berkesetimbangan didalam tubuh. Sehingga Model kompartemen farmakokinetika
diperlukan untuk menggambarkan distribusi obat didalam tubuh. Model
kompartemen didasarkan atas anggapan linier yang menggunakan persamaan
diferensial linier Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambakan
dengan suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem
biologi dapat digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua
(Shargel., et al, 2012).

Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian bolus intravena


dengan satu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen diberikan dengan
persamaan :
C1 = C0 e-k.t

Dimana C1 adalah kadar obat dalam waktu t, C0 adalah kadar obat pada
waktu 0,k atau ke adalah konstanta kecepatan eliminasi obat. Dengan
menggunakan kadar obat pada berbagai waktu, harga C0 dan k dapat dihitung
dengan cara regresi linier setelah persamaan ditransformasikan ke dalam nilai
logaritmik :

InC1 = InC0 – k.t

(Shargel., et al, 2012).

Adapun pemodelan farmakokinetik ini berguna untuk (Shargel, 2005) :

1. Memperkirakan kadar obat dalam darah


2. Menghitung dosis optimum bagi setiap pasien
3. Memprediksikan kemungkinan obat atau zat metabolisme akan
terakumuluasi
4. Menghubungka konsentrasi obat dengan efek toksisitas dan efek
farmakologinya
5. Mengevaluasi perbedaan konsentrasi antara formula yang berbeda
6. Mengetahui pengaruh perubahan fisiologi dan efek daroi penyakit
terhadap absorpsi, distribusi, dan eliminasi suatu obat
7. Memprediksi interaksi obat yang mungkin terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M, 1993. Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi ke-2. Surabaya: Penerbit


Airlangga University Press.
Hakim, Lukman. 2012. Farmakokinetik. Yogyakarta : Bursa Ilmu.
Handari, B.D., Djajadisastra, J., Silaban, D.R. 2006. Pengembangan Perangkat
Lunak Simulasi Komputer Sebagai Alat Bantu Dalam Analisis
Farmakokinetik. Makara Sains, 10(1) : 13-18.

Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Med.is. Jakarta : Erlangga.

Shargel, Leon, B.C.YU, Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika


Terapan. Surabaya: Airlangga Univeersity Press.

Shargel, Leon., Susanna Wu-Pong., and Adrew B. C. Yu. 2012. Applied


Biopharmaceutics and Pharmacokinetics 5th Edition. USA : McGraw Hill
Co. Inc.
Staff Pengajar Departemen Farmakologi FK Unsri. 2004. Kumpulan Kuliah
Farmakologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wulansari, N. 2009. Pengaruh Perasan Buah Apel (Maulus domestica Borkh)
Fuji Rrc terhadap Farmakokinetika Parasetamol yang Diberikan Bersama
Secara Oral Pada Kelinci Jantan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna. 1995. Pengantar Farmakologi, Farmakologi dan
Terapi Edisi kelima. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

You might also like