You are on page 1of 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan suatu konstruksi pertama kali yang dilaksanakan adalah pekerjaan


pondasi (struktur bawah), baru kemudian mengerjakan struktur atas. Secara umum pondasi
didefinisikan sebagai bangunan bawah tanah yang meneruskan beban yang berasal dari
berat bangunan itu sendiri dan beban luar yang bekerja pada bangunan ketanah yang ada
disekitarnya.
Struktur bawah sebagai pondasi juga secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu
pondasi dangkal dan pondasi dalam. Untuk konstruksi beban ringan dan kondisi lapisan
permukaan tanah cukup baik. Biasanya jenis pondasi dangkal tidak cukup kuat sehingga
digunakan pondasi dalam sebagai pilihan dan secara umum permasalahan perencanaan
pondasi dalam lebih rumit dari pondasi dangkal.
Untuk desain ini, penulis mengkonsentrasikan kepada permasalahan pondasi dalam,
yaitu tiang pancang. Pondasi tiang pancang yaitu batang yang relatif panjang dan lansing
yang digunakan untuk menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya
dukung rendah kelapisan tanah keras yang mempunyai daya dukung tinggi yang relatif
cukup dalam dibandingkan pondasi dangkal. Daya dukung tiang pancang diperoleh dari
daya dukung ujung (end bearing capacity) dan daya dukung selimut (friction bearing
capacity yang diperoleh dari gaya adhesi.
Untuk menghasilkan daya dukung yang akurat maka diperlukan suatu penyelidikan
tanah yang akurat juga. Beberapa metode yang biasa digunakan dalam penentuan kapasitas
daya dukung tiang pancang yaitu dengan metode statis adalah menyelidiki sondir dan
standar penetration test (SPT).

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan dalam desain rekayasa pondasi II ini adalah menghitung


kapasitas dukung tiang pada pilar jembatan dalam berbagai macam perencanaan seperti
dalam perhitungan tegangan vertikal tanah, perencanaan pondasi tiang pada pilar,
penulangan pondasi tiang dan masih banyak lagi yang tentunya akan aman dalam
mendukung beban yang telah diberikan tersebut.
1.3 Tujuan

Tujuan dalam penyelesaian desain rekayasa pondasi II ini adalah agar dapat
menganalisa dan merencanakan pengolahan data dalam kriteria:
a. Analisa pengolahan data SPT dan laboratorium
b. Analisa pembagian lapisan tanah
c. Analisa perhitungan tegangan vertikal tanah
d. Analisa daya dukung tiang berdasarkan N-SPT
e. Analisa daya dukung tiang berdasarkan nilai 𝛼 dan 𝛽
f. Analisa perencanaan pondasi tiang pada pilar
g. Analisa penulangan telapak tiang
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur yang digunakan
untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang
yang terletak pada kedalaman tertentu.
Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah
yang lebih dalam. Bahan utama dari tiang adalah kayu, baja (steel), dan beton. Tiang pancang
yang terbuat dari bahan ini adalah dipukul, di bor atau di dongkrak ke dalam tanah dan
dihubungkan dengan Pile cap (poer). Tergantung juga pada tipe tanah, material dan
karakteistik penyebaran beban tiang pancang di klasifikasikan berbeda-beda.
Pondasi tiang sudah digunakan sebagai penerima beban dan sistem transfer beban
bertahun-tahun. Pada awal peradaban, dari komunikasi, pertahananan, dan hal-hal yang
strategik dari desa dan kota yang terletak dekat sungai dan danau. Oleh sebab itu perlu
memperkuat tanah penunjang dengan beberapa tiang. Tiang yang terbuat dari kayu (timber
pile) dipasang dengan dipukul ke dalam tanah dengan tangan atau lubang yang digali dan
diisi dengan pasir dan batu.
Pada tahun 1740, Christoffoer Polhem menemukan peralatan pile driving yang mana
menyerupai mekanisme Pile driving saat ini. Tiang baja (Steel pile) sudah digunakan selama
1800 dan Tiang beton (concrete pile) sejak 1900. Revolusi industri membawa perubahan
yang penting pada sistem pile driving melalui penemuan mesin uap dan mesin diesel.
Lebih lagi baru-baru ini, meningkatnya permintaan akan rumah dan konstruksi
memaksa para pengembang memanfaatkan tanah-tanah yang mempunyai karakteristik yang
kurang bagus. Hal ini membuat pengembangan dan peningkatan sistem Pile driving. Saat ini
banyak teknik-teknik instalasi tiang pancang bermunculan.
Seperti tipe pondasi yang lainnya, tujuan dari pondasi tiang adalah :

 Untuk menyalurkan beban pondasi ke tanah keras


 Untuk menahan beban vertical, lateral, dan beban uplift
Struktur yang menggunakan pondasi tiang pancang apabila tanah dasar tidak
mempunyai kapasitas daya pikul yang memadai. Kalau hasil pemeriksaan tanah
menunjukkan bahwa tanah dangkal tidak stabil & kurang keras atau apabila besarnya hasil
estimasi penurunan tidak dapat diterima pondasi tiang pancang dapat menjadi bahan
pertimbangan. Lebih jauh lagi, estimasi biaya dapat menjadi indicator bahwa pondasi tiang
Pancang biayanya lebih murah daripada jenis pondasi yang lain dibandingkan dengan biaya
perbaikan tanah.
2.2 Jenis-Jenis Pondasi Tiang

Pondasi tiang terdiri dari macam – macam jenis , yaitu :


a) Pondasi Tiang Pancang Kayu
Pondasi tiang pancang kayu di Indonesia, dipergunakan pada rumah-rumah
panggung di daerah Kalimantan, di Sumatera, di Nusa Tenggara, dan pada rumah-rumah
nelayan di tepi pantai. Tiang yang terbuat dari kayu (timber pile) dipasang dengan dipukul
ke dalam tanah dengan tangan atau lubang yang digali dan diisi dengan pasir dan batu.
b) Pondasi Tiang Pancang Beton
Pondasi tiang beton dipergunakan untuk bangunan-bangunan tinggi (high rise
building). Pondasi tiang pancang beton, proses pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut :
 Melakukan test “boring” untuk menentukan kedalaman tanah keras dan
klasifikasi panjang tiang pancang, sesuai pembebanan yang telah
diperhitungkan.
 Melakukan pengeboran tanah dengan mesin pengeboran tiang pancang.
 Melakukan pemancangan pondasi dengan mesin pondasi tiang pancang.

2.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang

Dalam menentukan daya dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang dalam mendukung
beban yang bekerja menurut terzaghi. Klasifikasi tiang didasarkan pada pondasi tiang, yaitu:
a. Tiang gesek (friction pile), bila tiang pancang pada tanah berbutir akibat
pemancangan tiang, tanah di sekitar tiang menjadi padat.
b. Tiang mendukung di bagian ujung tiang ( point/ end bearing), bila tiang dipancang
dengan ujung tiang mencapai tanah keras sehingga seluruh beban yang dipikul oleh
tiang diteruskan ketanah keras melalui ujung tiang
c. Tiang lekat ( cohession pile), bila tiang pancang ditanah lunak ( permeabilitas
rendah) atau tanah mempunyai cohesi tinggi.
d. Tiang tekan, bila tiang menumpu pada tanah yang keras dan mendapatkan tekanan
vertikal dari beban mati ataupun hidup.
2.4 Kapasitas Dukung Tiang Pancang
2.4.1 Metode Alpha (𝜶)

Pada metode 𝛼, 𝛼𝑢 adalah koefisien kuat geser undrained, 𝑆𝑢 , tegangan adhesive, 𝑓𝑠 (tiang
pantang yang tertanam). Gesekan kulit atau tahanan kulit (𝑄𝑓 ) merupakan 𝑓𝑠 yang
berbanding lurus dengan 𝛼𝑢 dan 𝑆𝑢 , dan keliling x panjang tiang yang tertanam
(permukaan tanah).
Maka:
a) Tahanan Geser Selimut Tiang
𝑖

𝑄𝑓 = ∑( 𝛼𝑢 )𝑖(𝑠𝑢 )𝑖 × (𝑘𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔)𝑖 × (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔)𝑖


𝑖=1

(Muni Budho, P:380)

Dimana i adalah jumlah perlapisan tanah yang terdapat di bawah permukaan tanah
(tertanam) dari tiang panjang. Untuk tiang panjang yang berbentuk silinder dengan
penampang dan diameter seragam, D menembus tanah homogen, maka:

𝑄𝑓 =∝𝑢 × 𝑠𝑢 × 𝜋𝐷 × 𝐿

Dimana : L = panjang tiang pancang yang tertanam.

α = koefisien adhesi antar tanah dan tiang


Cu = kohesi tak terdrainase tiap lapisan tanah (kN/m2)
Keliling untuk penampang :
Lingkaran = Π×D ; d= Diameter (m)
Persegi = 4×S ; S= Panjang sisi (m)
Segitiga Sama Sisi = 3×S
b) Tahanan Ujung Tiang (Qb)
Qb = Fb × Ab
Fb = α × Cu
Dimana : Ab = Luas Penampang Tiang
Untuk mencari nilai α dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Gambar 2.1 Perbandingan niai cu dan alpha

2.4.2 Metode Bheta (β)

Metode bheta didasarkan pada analisa tegangan efektif dan digunakan untuk
menghitung kapasitas dukung tiang pancang.

a) Tahanan gesek selimut tiang (𝑄𝑓 )


𝑖

𝑄𝑓 = ∑ 𝛽 × (𝜎𝑧 ′ ) × (𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 )𝑖 × (𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ)𝑖


𝑖=1

Dimana:

𝜎𝑧′ = tegangan efektif rata-rata tiap lapisan tanah (kN/m2)


Qf = Tahanan gesek selimut tiang (kN)
b) Tahanan Ujung Tiang (Qb)

𝑄𝑓 = 𝐹𝑏 × 𝐴𝑏

𝐹𝑏 = 𝑁𝑐 × 𝐶𝑢

Nilai Nc dapat dilihat dari grafik berikut :


Gambar 2.2 Perbandingan sudut geser dan Nc,Nq

2.4.3 Metode N-SPT

a) Tahanan geser Selimut Tiang (Qf)


Untuk tanah kohesif, nilai Qf :
𝑖

𝑄𝑓 = ∑ 𝛼 × 𝐶 × (𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 )𝑖 × (𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ)𝑖
𝑖=1

2
Dimana : C = 3 × 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇

Untuk tanah pasir dan kerikil, nilai Qf :


𝑖

𝑄𝑓 = ∑ 0,2 × 𝑁 − 𝑠𝑝𝑡 × (𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 )𝑖 × (𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ)𝑖


𝑖=1

b) Tahanan Ujung Tiang (Qb)


Untuk tanah kohesif, nilai Qb :
𝑖

𝑄𝑏 = ∑ 9 × 𝐶 × 𝐴𝑏
𝑖=1

2
Dimana : C = 3 × 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇

Ab = Luas penampang tiang pancang

Untuk tanah pasir dan kerikil, nilai Qb :


𝑖

𝑄𝑏 = ∑ 40 × 𝑁𝑠𝑝𝑡 × 𝐴𝑏
𝑖=1

2.5 Faktor aman tiang pancang

Faktor aman mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat gesek .

2. Untuk meyakinkan bahwa tiang pancang cukup aman dalam mendukung beban yang
bekerja.

3. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tanggal atau kelompok
tiang masih dalam batas-batas toleransi.

4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam di anatara tiang masih dalam
batas-batas toleransi.

5. Besarnya beban kerja atau kapasitas tiang ijlh (𝑄𝑛 ) dengan memperhatikan
keamanan terhadap leruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit pada tiang pancang,
𝑄
𝑄𝑎 = 2.5𝑢

Bukti: teknik pondasi 2 (Hary Christady H. Hal 118)

Beberapa peneliti menyarankan faktor aman yang tidak sama untuk tahanan gesek dan
tahanan ujung . kapasitas ijin dimanfaatkan dalam persamaan sebagai berikut:
𝑄𝑏 𝑄
𝑄𝑎 = + 1.5𝑠
3

Penggunaan faktor aman sebesar 1.5 untuk tahanan gesek dinding (𝑄𝑠 ) yang lebih kecil
dari faktor aman tahanan ujung yaitu, karena nilai puncak dari tahanan gesek dinding tiang
dicapai bilai tiang mengalami penurunan 1 sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (𝑄𝑏 )
membutuhkan penurunan yang lebih besar agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh.
Jadi, maksud penggunaan faktor-faktor aman tersebut adalah untuk meyakinkan keamanan
tiang terhadap keruntuhan tiang dengan mempertimbangkan penurunan tiang pada beban
yang ditetapkan.
2.6 Perencanaan Jumlah Titik Tiang Pancang

Setelah mendapatkan daya dukung tiang dari beberapa metode sebelumnya, maka
dalam perencanaan jumlah titik tiang pancang harus menggunakan daya dukung tiang yang
kecil agar aman dalam perencanaan pilar jembatan. Maka, jumlah titik pada telapak pilar
jembatan yang direncanakan adalah :
∑𝑉
𝑛=
𝑄𝑢𝑙𝑡

Dimana : ∑V = berat total struktur (kN)


2.7 Efisiensi Kelompok Tiang
2.7.1 Efisiensi Kelompok Tiang

Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapastias tiang tungal
yang berada dalam kelompoknya. Hal ini terjadi jika tiang pancang dalam lapisan pendukung
yang mudah mampunamun dibawahnya terdapat lapisan untuk efisiensi dapat dihitung
dengan rumus:
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔
𝐸𝑔 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔 × 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙

Bukti:
Analisa dan desain Pondasi 2. Hal. 343 (Joseph E. Brown)
Pada saat ini, persamaan conserve-labare, sering digunakan untuk menghitung efisiensi
kelompok tiang, sebagai berikut:
𝐿𝜃(ℎ − 1)𝑚 + (𝑚 − 1)𝑛
𝐸𝑔 =
𝑔0 𝑚𝑛

Dimana:
n = jumlah tiang dalam satu baris
m = banyaknya baris
d = diameter tiang(m)
s = jarak tiang ke tiang (as-as)
𝜃 = arc tg dls (derajat)
Eg = efisiensi keompok tiang
2.8 Penurunan Kelompok Tiang

Pada kondisi tertentu, kapasitas dukung ijin tiang lebih didasarkan pada pengakatan
penurunan. Penurunan tiang terutama bergantung pada nilai banding tahanan ujung dengan
beban tiang. Jika beban yang didukung per tiang lebih kecil atau sama dengan tahanan ujung
tiang. Penurunan yang terjadi akan sangat kecil. Sebaliknya, bila beban per tiang sangat
melebihi tahanan ujung tiang, maka penurunan yang terjadi akan besar.
Pada tiang yang di pancang dalam lapisan pendukung yang relatif keras dan tidak mudah
mampat, penuunan yang terjadi adalah akibat pemendekan badan tiangnya sendiri ditambah
penurunan tanah yang berada di bawah dasar tiang. Pada keadaan ini, penurunan kelompok
tuang akan kurang lebih sama dengan penurunan tiang tunggal.
a. Kelompok tiang dalam tanah granuler
Dalam tinjauan berikut ini, pasri dianggap dalam kondisi tidak padat dan di bawah
lapisan pasir tersebut tidak terdapat lapisa lunak selain tanah dan pasirnya sendiri.
Hubungan empiris penurunan kelompok tiang dengan lebar kelompok tiang,
terhadap penurunan kelompok tiang tunggal di tunjukkan dalam gambar di bawah ini
Hubungan penurunan antara tiang tunggal dan kelompok tiang sebagai berikut
𝑆𝑔 (4𝐵 + 3)2
=
𝑆 (𝐵 + 4)2

Dimana:
𝑆𝑔 = penurunan kelompok tiang (m)
B . lebar kelompok tiang (m)
S = penurunan tiang tunggal pada intensitas beban yang sama (m)
b. Penurunan kelompok tiang dalam tanah lempung
Dari penelitian, Terzaghi dan Peck (1948) melaporkan bahwa pada bagian 2/3
panjang tiang bagian atas, kadar air tanah lempung tidak berubah oleh adanya
konsolidasi. Karena itu, dapat dianggap bahwa tanah dibagian 2/3 panjang tiang
tersebut sebagai material yang tidak mudah mampat. Dari pengamatan ini, Terzaghi
dan Peck menyarankan penyebaran beban pondasi tiang pada tipe tiang gesek
dianggap berawal dari 2/3 panjang tiang ke arah bawah.
c. Penurunan kelompok tiang apung
Pada konidisi tertentu tiang dipancang secara keseluruhan ke dalam lapisan lunak.
Kondisi tiang semacam ini, disebut tiang apung (floating pile). Untuk kelompok
tiang di dalam tanah lempung lunak yang berada di atas pasir padat penurunan
pondasi ini terletak pada 2/3 D, dengan D adalah panjang tiang yang berada dalam
tanah pasir.
d. Penurunan kelompok tiang yang terletak pada lapisan lempung punak di atas lapisan
kuat dengan tebal terbatas
Pondasi ini pada dasarnya terletak pada kedalaman D + (2/3) 𝐷2 , swedang
penyebaran beban ke lapisan lempung yang dapat mampat di bawahnya digunakan
cara 2V:1H.

2.9 Analisis terhadap Beban Lateral


2.9.1 Beban Lateral

Selain beban aksial, beban lateral dan momen dapat bekerja pada tiang pondasi. Gambar
2.3 menunjukkan beberapa kondisi di lapangan yang dapat menyebabkan beban lateral
pada tiang pondasi.

Gambar 2.3 Beberapa kasus konstruksi yang menghasilkan beban lateral pada tiang
pondasi (Tomlinson, 1994)

Mekanisme keruntuhan pada tiang panjang atau fleksibel (long/flexible) berbeda


dengan tiang pendek. Pada tiang panjang, tahanan pasif tanah yang terjadi pada bagian
bawah tiang adalah tidak berhingga, sehingga rotasi hanya terjadi pada bagian atas tiang.
Tiang akan patah (fracture) pada saat kapasitas momen tiang telah terlampaui. Pada kasus
tiang dengan kekangan di pangkal, momen yang besar juga akan terjadi tepat di dasar
kekangan yang juga membuat tiang menjadi patah. Kekangan juga dapat bertranslasi
beberapa saat sebelum tiang patah.
Beberapa cara untuk menghitung kapasitas lateral telah dikembangkan oleh beberapa
ahli geoteknik, namun sampai saat ini belum satu metoda analitik pun yang dapat digunakan
secara umum untuk tipe tiang dan kondisi tanah yang berbeda-beda.

Analisis lateral suatu pondasi tiang vertikal secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori:
1. Analisis kapasitas lateral ultimit, dengan metoda yang biasa dipakai:
 Metoda Brinch Hansen (1961), dan
 Metoda Broms (1964)
2. Analisis defleksi (acceptable deflection) akibat beban lateral, dengan metoda yang dapat
dipakai:
 Metoda pendekatan Subgrade Reaction (Reese & Matlock, 1956)
 Metoda pendekatan Elastik (Poulos, 1971)

2.9.2 Penentuan Perilaku Tiang

Tahap pertama penentuan kapasitas ultimit lateral tiang adalah menentukan perilaku
tiang. Apakah tiang tersebut kaku (pendek) atau fleksibel (panjang)? Pengkategorian
didasarkan pada kekakuan tiang (EI) dan modulus elastisitas tanah, yang dihitung dalam
harga faktor kekakuan, R dan T.
Pada tanah lempung overconsolidated (OC), modulus elastisitas tanah dapat
diasumsikan konstan sepanjang kedalaman. Pada kasus ini
1/ 4
 EI 
Faktor kekakuan R   
 KB 
dimana K = k1/1,5 ( k1 adalah Terzaghi’s subgrade modulus – Tabel 2.1)
B = diameter tiang, dan EI = kekakuan tiang
Tabel 2.1. Hubungan antara k1 dan kuat geser tak terdrainase tanah lempung OC (Terzaghi)
Consistency Stiff Very Stiff Hard
Undrained Cohesion (cu) kN/m 2
100 – 200 200 – 400 > 400
2
tons/ft 1-2 2-4 >4
Range of k1 MN/m2 18 – 36 36 – 72 > 72
tons/ft2 50 - 100 100 - 200 > 200
Recommended k1 MN/m2 27 54 > 108
tons/ft2 75 150 > 300

Pada tanah lempung normaly consolidated (NC) dan tanah non kohesif, modulus elastisitas
tanah diasumsikan semakin besar secara linier sepanjang kedalaman tanah. Pada kasus ini,
1/ 5
 EI 
Faktor kekakuan T   
 nh 
dimana nh = K B/x = koefisien variasi modulus tanah
Harga nh untuk tanah lempung NC lunak antara 350 - 700 kN/m3 (1 – 2 ton/ft3).
Harga nh untuk tanah organis 150 kN/m3 (0.5 ton/ft3).
Tabel 2 menunjukkan harga nh untuk tanah non kohesif.

Tabel 2.2. Faktor untuk menghitung nh pada tanah non kohesif

Relative density Loose Medium dense Dense


nh for dry or moist soil kN/m2 2.5 7.5 20
(Terzaghi) tons/ft2 7 21 56
nh for submerged soil MN/m2 5.3 5 12
(Terzaghi) tons/ft2 4 14 34
nh for submerged soil MN/m2 5.3 16.3 34
(Reese et al) tons/ft2 15 46 96

Kategori perilaku tiang:

 jika L  2T atau L  2R : tiang rigid (pendek)


 jika L  4T atau L  3,5 R : tiang fleksibel (panjang)

2.9.3 Tahanan Lateral Ultimit

Gambar 2.3 Defleksi, slope, momen, gaya geser, dan reaksi tanah untuk kondisi elastik
(Reese & Matlock 1956)

Defleksi:
Dengan y0 max = 6 mm

Nilai Ap dan Bp dapat dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4

Tabel 2.3 Koefisien A untuk tiang panjang yang dibebani lateral (Menurut Matlock and Reese,
1961 dan 1962)

Tabel 2.4 Koefisien B untuk tiang panjang yang dibebani lateral (Menurut Matlock and Reese,
1961 dan 1962)

You might also like