Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan
Tujuan dalam penyelesaian desain rekayasa pondasi II ini adalah agar dapat
menganalisa dan merencanakan pengolahan data dalam kriteria:
a. Analisa pengolahan data SPT dan laboratorium
b. Analisa pembagian lapisan tanah
c. Analisa perhitungan tegangan vertikal tanah
d. Analisa daya dukung tiang berdasarkan N-SPT
e. Analisa daya dukung tiang berdasarkan nilai 𝛼 dan 𝛽
f. Analisa perencanaan pondasi tiang pada pilar
g. Analisa penulangan telapak tiang
BAB II
LANDASAN TEORI
Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur yang digunakan
untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang
yang terletak pada kedalaman tertentu.
Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah
yang lebih dalam. Bahan utama dari tiang adalah kayu, baja (steel), dan beton. Tiang pancang
yang terbuat dari bahan ini adalah dipukul, di bor atau di dongkrak ke dalam tanah dan
dihubungkan dengan Pile cap (poer). Tergantung juga pada tipe tanah, material dan
karakteistik penyebaran beban tiang pancang di klasifikasikan berbeda-beda.
Pondasi tiang sudah digunakan sebagai penerima beban dan sistem transfer beban
bertahun-tahun. Pada awal peradaban, dari komunikasi, pertahananan, dan hal-hal yang
strategik dari desa dan kota yang terletak dekat sungai dan danau. Oleh sebab itu perlu
memperkuat tanah penunjang dengan beberapa tiang. Tiang yang terbuat dari kayu (timber
pile) dipasang dengan dipukul ke dalam tanah dengan tangan atau lubang yang digali dan
diisi dengan pasir dan batu.
Pada tahun 1740, Christoffoer Polhem menemukan peralatan pile driving yang mana
menyerupai mekanisme Pile driving saat ini. Tiang baja (Steel pile) sudah digunakan selama
1800 dan Tiang beton (concrete pile) sejak 1900. Revolusi industri membawa perubahan
yang penting pada sistem pile driving melalui penemuan mesin uap dan mesin diesel.
Lebih lagi baru-baru ini, meningkatnya permintaan akan rumah dan konstruksi
memaksa para pengembang memanfaatkan tanah-tanah yang mempunyai karakteristik yang
kurang bagus. Hal ini membuat pengembangan dan peningkatan sistem Pile driving. Saat ini
banyak teknik-teknik instalasi tiang pancang bermunculan.
Seperti tipe pondasi yang lainnya, tujuan dari pondasi tiang adalah :
Dalam menentukan daya dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang dalam mendukung
beban yang bekerja menurut terzaghi. Klasifikasi tiang didasarkan pada pondasi tiang, yaitu:
a. Tiang gesek (friction pile), bila tiang pancang pada tanah berbutir akibat
pemancangan tiang, tanah di sekitar tiang menjadi padat.
b. Tiang mendukung di bagian ujung tiang ( point/ end bearing), bila tiang dipancang
dengan ujung tiang mencapai tanah keras sehingga seluruh beban yang dipikul oleh
tiang diteruskan ketanah keras melalui ujung tiang
c. Tiang lekat ( cohession pile), bila tiang pancang ditanah lunak ( permeabilitas
rendah) atau tanah mempunyai cohesi tinggi.
d. Tiang tekan, bila tiang menumpu pada tanah yang keras dan mendapatkan tekanan
vertikal dari beban mati ataupun hidup.
2.4 Kapasitas Dukung Tiang Pancang
2.4.1 Metode Alpha (𝜶)
Pada metode 𝛼, 𝛼𝑢 adalah koefisien kuat geser undrained, 𝑆𝑢 , tegangan adhesive, 𝑓𝑠 (tiang
pantang yang tertanam). Gesekan kulit atau tahanan kulit (𝑄𝑓 ) merupakan 𝑓𝑠 yang
berbanding lurus dengan 𝛼𝑢 dan 𝑆𝑢 , dan keliling x panjang tiang yang tertanam
(permukaan tanah).
Maka:
a) Tahanan Geser Selimut Tiang
𝑖
Dimana i adalah jumlah perlapisan tanah yang terdapat di bawah permukaan tanah
(tertanam) dari tiang panjang. Untuk tiang panjang yang berbentuk silinder dengan
penampang dan diameter seragam, D menembus tanah homogen, maka:
𝑄𝑓 =∝𝑢 × 𝑠𝑢 × 𝜋𝐷 × 𝐿
Metode bheta didasarkan pada analisa tegangan efektif dan digunakan untuk
menghitung kapasitas dukung tiang pancang.
Dimana:
𝑄𝑓 = 𝐹𝑏 × 𝐴𝑏
𝐹𝑏 = 𝑁𝑐 × 𝐶𝑢
𝑄𝑓 = ∑ 𝛼 × 𝐶 × (𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 )𝑖 × (𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ)𝑖
𝑖=1
2
Dimana : C = 3 × 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇
𝑄𝑏 = ∑ 9 × 𝐶 × 𝐴𝑏
𝑖=1
2
Dimana : C = 3 × 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇
𝑄𝑏 = ∑ 40 × 𝑁𝑠𝑝𝑡 × 𝐴𝑏
𝑖=1
2. Untuk meyakinkan bahwa tiang pancang cukup aman dalam mendukung beban yang
bekerja.
3. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tanggal atau kelompok
tiang masih dalam batas-batas toleransi.
4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam di anatara tiang masih dalam
batas-batas toleransi.
5. Besarnya beban kerja atau kapasitas tiang ijlh (𝑄𝑛 ) dengan memperhatikan
keamanan terhadap leruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit pada tiang pancang,
𝑄
𝑄𝑎 = 2.5𝑢
Beberapa peneliti menyarankan faktor aman yang tidak sama untuk tahanan gesek dan
tahanan ujung . kapasitas ijin dimanfaatkan dalam persamaan sebagai berikut:
𝑄𝑏 𝑄
𝑄𝑎 = + 1.5𝑠
3
Penggunaan faktor aman sebesar 1.5 untuk tahanan gesek dinding (𝑄𝑠 ) yang lebih kecil
dari faktor aman tahanan ujung yaitu, karena nilai puncak dari tahanan gesek dinding tiang
dicapai bilai tiang mengalami penurunan 1 sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (𝑄𝑏 )
membutuhkan penurunan yang lebih besar agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh.
Jadi, maksud penggunaan faktor-faktor aman tersebut adalah untuk meyakinkan keamanan
tiang terhadap keruntuhan tiang dengan mempertimbangkan penurunan tiang pada beban
yang ditetapkan.
2.6 Perencanaan Jumlah Titik Tiang Pancang
Setelah mendapatkan daya dukung tiang dari beberapa metode sebelumnya, maka
dalam perencanaan jumlah titik tiang pancang harus menggunakan daya dukung tiang yang
kecil agar aman dalam perencanaan pilar jembatan. Maka, jumlah titik pada telapak pilar
jembatan yang direncanakan adalah :
∑𝑉
𝑛=
𝑄𝑢𝑙𝑡
Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapastias tiang tungal
yang berada dalam kelompoknya. Hal ini terjadi jika tiang pancang dalam lapisan pendukung
yang mudah mampunamun dibawahnya terdapat lapisan untuk efisiensi dapat dihitung
dengan rumus:
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔
𝐸𝑔 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔 × 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙
Bukti:
Analisa dan desain Pondasi 2. Hal. 343 (Joseph E. Brown)
Pada saat ini, persamaan conserve-labare, sering digunakan untuk menghitung efisiensi
kelompok tiang, sebagai berikut:
𝐿𝜃(ℎ − 1)𝑚 + (𝑚 − 1)𝑛
𝐸𝑔 =
𝑔0 𝑚𝑛
Dimana:
n = jumlah tiang dalam satu baris
m = banyaknya baris
d = diameter tiang(m)
s = jarak tiang ke tiang (as-as)
𝜃 = arc tg dls (derajat)
Eg = efisiensi keompok tiang
2.8 Penurunan Kelompok Tiang
Pada kondisi tertentu, kapasitas dukung ijin tiang lebih didasarkan pada pengakatan
penurunan. Penurunan tiang terutama bergantung pada nilai banding tahanan ujung dengan
beban tiang. Jika beban yang didukung per tiang lebih kecil atau sama dengan tahanan ujung
tiang. Penurunan yang terjadi akan sangat kecil. Sebaliknya, bila beban per tiang sangat
melebihi tahanan ujung tiang, maka penurunan yang terjadi akan besar.
Pada tiang yang di pancang dalam lapisan pendukung yang relatif keras dan tidak mudah
mampat, penuunan yang terjadi adalah akibat pemendekan badan tiangnya sendiri ditambah
penurunan tanah yang berada di bawah dasar tiang. Pada keadaan ini, penurunan kelompok
tuang akan kurang lebih sama dengan penurunan tiang tunggal.
a. Kelompok tiang dalam tanah granuler
Dalam tinjauan berikut ini, pasri dianggap dalam kondisi tidak padat dan di bawah
lapisan pasir tersebut tidak terdapat lapisa lunak selain tanah dan pasirnya sendiri.
Hubungan empiris penurunan kelompok tiang dengan lebar kelompok tiang,
terhadap penurunan kelompok tiang tunggal di tunjukkan dalam gambar di bawah ini
Hubungan penurunan antara tiang tunggal dan kelompok tiang sebagai berikut
𝑆𝑔 (4𝐵 + 3)2
=
𝑆 (𝐵 + 4)2
Dimana:
𝑆𝑔 = penurunan kelompok tiang (m)
B . lebar kelompok tiang (m)
S = penurunan tiang tunggal pada intensitas beban yang sama (m)
b. Penurunan kelompok tiang dalam tanah lempung
Dari penelitian, Terzaghi dan Peck (1948) melaporkan bahwa pada bagian 2/3
panjang tiang bagian atas, kadar air tanah lempung tidak berubah oleh adanya
konsolidasi. Karena itu, dapat dianggap bahwa tanah dibagian 2/3 panjang tiang
tersebut sebagai material yang tidak mudah mampat. Dari pengamatan ini, Terzaghi
dan Peck menyarankan penyebaran beban pondasi tiang pada tipe tiang gesek
dianggap berawal dari 2/3 panjang tiang ke arah bawah.
c. Penurunan kelompok tiang apung
Pada konidisi tertentu tiang dipancang secara keseluruhan ke dalam lapisan lunak.
Kondisi tiang semacam ini, disebut tiang apung (floating pile). Untuk kelompok
tiang di dalam tanah lempung lunak yang berada di atas pasir padat penurunan
pondasi ini terletak pada 2/3 D, dengan D adalah panjang tiang yang berada dalam
tanah pasir.
d. Penurunan kelompok tiang yang terletak pada lapisan lempung punak di atas lapisan
kuat dengan tebal terbatas
Pondasi ini pada dasarnya terletak pada kedalaman D + (2/3) 𝐷2 , swedang
penyebaran beban ke lapisan lempung yang dapat mampat di bawahnya digunakan
cara 2V:1H.
Selain beban aksial, beban lateral dan momen dapat bekerja pada tiang pondasi. Gambar
2.3 menunjukkan beberapa kondisi di lapangan yang dapat menyebabkan beban lateral
pada tiang pondasi.
Gambar 2.3 Beberapa kasus konstruksi yang menghasilkan beban lateral pada tiang
pondasi (Tomlinson, 1994)
Analisis lateral suatu pondasi tiang vertikal secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori:
1. Analisis kapasitas lateral ultimit, dengan metoda yang biasa dipakai:
Metoda Brinch Hansen (1961), dan
Metoda Broms (1964)
2. Analisis defleksi (acceptable deflection) akibat beban lateral, dengan metoda yang dapat
dipakai:
Metoda pendekatan Subgrade Reaction (Reese & Matlock, 1956)
Metoda pendekatan Elastik (Poulos, 1971)
Tahap pertama penentuan kapasitas ultimit lateral tiang adalah menentukan perilaku
tiang. Apakah tiang tersebut kaku (pendek) atau fleksibel (panjang)? Pengkategorian
didasarkan pada kekakuan tiang (EI) dan modulus elastisitas tanah, yang dihitung dalam
harga faktor kekakuan, R dan T.
Pada tanah lempung overconsolidated (OC), modulus elastisitas tanah dapat
diasumsikan konstan sepanjang kedalaman. Pada kasus ini
1/ 4
EI
Faktor kekakuan R
KB
dimana K = k1/1,5 ( k1 adalah Terzaghi’s subgrade modulus – Tabel 2.1)
B = diameter tiang, dan EI = kekakuan tiang
Tabel 2.1. Hubungan antara k1 dan kuat geser tak terdrainase tanah lempung OC (Terzaghi)
Consistency Stiff Very Stiff Hard
Undrained Cohesion (cu) kN/m 2
100 – 200 200 – 400 > 400
2
tons/ft 1-2 2-4 >4
Range of k1 MN/m2 18 – 36 36 – 72 > 72
tons/ft2 50 - 100 100 - 200 > 200
Recommended k1 MN/m2 27 54 > 108
tons/ft2 75 150 > 300
Pada tanah lempung normaly consolidated (NC) dan tanah non kohesif, modulus elastisitas
tanah diasumsikan semakin besar secara linier sepanjang kedalaman tanah. Pada kasus ini,
1/ 5
EI
Faktor kekakuan T
nh
dimana nh = K B/x = koefisien variasi modulus tanah
Harga nh untuk tanah lempung NC lunak antara 350 - 700 kN/m3 (1 – 2 ton/ft3).
Harga nh untuk tanah organis 150 kN/m3 (0.5 ton/ft3).
Tabel 2 menunjukkan harga nh untuk tanah non kohesif.
Gambar 2.3 Defleksi, slope, momen, gaya geser, dan reaksi tanah untuk kondisi elastik
(Reese & Matlock 1956)
Defleksi:
Dengan y0 max = 6 mm
Tabel 2.3 Koefisien A untuk tiang panjang yang dibebani lateral (Menurut Matlock and Reese,
1961 dan 1962)
Tabel 2.4 Koefisien B untuk tiang panjang yang dibebani lateral (Menurut Matlock and Reese,
1961 dan 1962)