You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem operasional dalam tata kelola usaha yang maksimal atau dikenal
dengan nama Good Corporate Governance (GCG) muncul tidak semata-mata
karena adanya kesadaran akan pentingnya konsep GCG namun dilatar
belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-
perusahaan besar. Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan
(korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas
menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan tersebut
terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara,
sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi penyimpangan perilaku yang
dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Semua itu terjadi
karena perilaku tidak etis dan bahkan cenderung criminal yang dilakukan oleh
para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang
sangat besar disatu sisi, dan ketidak berdayaan aparat pemerintah dalam
menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis tersebut.
Disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan pemerintahan yang
buruk. Salah satu dampak signifikan yang terjadi adalah krisis ekonomi disuatu
negara, dan timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Sebagai akibat adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh
perusahan-perusahaan besar yang mana mengakibatkan terjadinya krisis
ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di Amerika
pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya beberapa
perusahan besar dan ternama dunia. Disamping juga menyebabkan krisis global
dibeberapa belahan negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis
tersebut, pemerintah amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act tahun 2002.
undang-undang dimaksud berisikan penataan kembali akuntansi perusahaan
publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap investor.
Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam
penjabaran dan penciptaan GCG diberbagai negara. Konsep GCG belakangan
ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan
mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam
suatu organisasi yang mencakup:
1. Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya

1
2. Peran para karyawan dan pihak-pihak yangberkepentingan ( stakeholders)
lainnya
3. Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu
4. transparansi terkait dengan struktur danoperasi perusahaan
5. tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadp perusahaan itu sendiri,
kepada para pemegang saham dan pihaklain yang berkrpentingan
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis merumuskan permasalahan
didalamnya. Berikut ini rumusan masalah yaitu :
1. Apa definisi Good Corporate Governance (GCG)
2. Apa arti penting Good Corporate Governance (GCG)
3. Apa sajakah prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance (GCG)
4. Apa tujuan penerapan Good Corporate Governance
5. Apa manfaat penerapan GCG
C. Tujuan Penulisan
Penulis mempunyai tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini, berikut
tujuan penulisannya:
1. Untuk mengetahui definisi Good Corporate Governance (GCG)
2. Untuk mengetahui arti penting Good Corporate Governance (GCG)
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam Good Corporate
Governance (GCG)
4. Untuk mengetahui tujuan penerapan Good Corporate Governance
5. Untuk mengetahui manfaat penerapan GCG

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Good Corporate Governance (GCG)


Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal.
Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal
dengan sebutan Cadburry Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang
GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholderskhususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal
ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham,
dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di
lingkungan tertentu.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG.
Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip
walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD),
umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan
bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di
perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut
mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus
utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan
yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan
tentu sajafairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa
GCG mengandung empat nilai utama yaitu:
Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain
datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut
lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan
untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah
peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan
akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap
memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air,
secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun
dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau

3
penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di
telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara
umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan,
meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan
kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan
yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian,
berikut pengukuran kinerjanya.
B. Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan
GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan
perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan
masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang
harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara
konsisten (consistent law enforcement) .
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar
pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang
terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan
melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung
jawab.
Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah suatu
subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola
perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab/
mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan

4
perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama
lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola
perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain
yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang
pemangku kepentingan, yang menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih
terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau
lingkungan.
Sampai saat ini para ahli tetap menghadapi kesulitan dalam
mendefinisikan GCG yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan.
Tidak terbentuknya definisi yang akomodatif bagi semua pihak yang
berkepentingan dengan GCG disebabkan karena cakupan GCG yang lintas
sektoral. Definisi CGC menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan
organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan,
direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta
pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur).
Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan dan
keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari
sumber daya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan
perusahaan.
Inti dari kebijakan tata kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang
berperan dalam menjalankan perusahaan memahami dan menjalankan fungsi
dan peran sesuai wewenang dan tanggung jawab. Pihak yang berperan meliputi
pemegang saham, dewan komisaris, komite, direksi, pimpinan unit dan
karyawan.
Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah
saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia, karena melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang
terdiri dari unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan
dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang
harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai
perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.

5
C. Prinsip-prinsip dalam Good Corporate Governance (GCG)
Dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good
Corporate Governance harus mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :
1. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-undang seperti
misalnya mengumukan pendirin PT dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia ataupun Surat Kabar. Serta keterbukaan yang dilakukan
oleh perusahaan menyangkut masalah keterbukaan informasi ataupun dalam
hal penerapan management keterbukaan, informasi kepemilikan Perseroan
yang akurat, jelas dan tepat waktu baik kepada share holders maupun
stakeholder.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus
menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada
berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap
perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan
serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja
perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus
dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat
diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini.
Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi
dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya
informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu,
jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya
efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan
baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan
(conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.
2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban
manajemen organisasi (perusahaan) sehingga pengelolaan organisasi
(perusahaan) berjalan efektif. Suatu organisasi dinyatakan mampu meraih
tingkat akuntabilitas, apabila organ-organ organisasi mampu berfungsi
secara optimal dan mampu mempertanggung jawabkan atas tugas dan
fungsinya secara efektif. Organ-organ organisasi, seperti, komisaris, direksi,
manajer, satuan pengendali internal/SPI mampu berfungsi sesuai tugasnya.

6
Kondisi ini (akuntabel) hanya dapat terjadi jika, ada kejelasan aturan, tugas,
fungsi, mekanisme kerja, job diskripsi setiap organ organisasi. Keberadaan
orang (SDM) yang kompeten di masing-masing pos di setiap organ
organisasi, serta ada ukuran kinerja yang jelas untuk mengukur prestasi
tugas.
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Adanya keterbukaan informasi dalam bidang financial dalam hal ini
ada dua pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi
menjalankan operasional perusahaan, sedangkan komisaris melakukan
pengawasan terhadap jalannya perusahaan oleh Direksi, termasuk
pengawasan keuangan. Sehingga sudah sepatutnya dalam suatu perseroan,
Komisaris Independent mutlak diperlukan kehadirannya. Sehingga adanya
jaminan tersedianya mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran
manajemen yang professional atas semua keputusan dan kebijakan yang
diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan.
Pertanggung jawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini
termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial,
perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar
penggajian, dan persaingan yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat
sertifikat “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa
yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa
dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan
Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin
loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan
kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi
manfaat maksimal bagi pemegang saham.
b. Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat
umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi
masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa

7
merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi
Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan
lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut
merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat
dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.
4. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai
perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-
hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem
hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor –
khususnya pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan.
Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang
melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai
perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat
merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan,
penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan
lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola
secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan
kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga
diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek
korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek
kata, fairnessmenjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang
adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat
agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan
perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan
secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi
penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun,
tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga
peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah
penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil

8
keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu
kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari
kewajiban yang harus dibayarkannya.
Prinsip GCG yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan
mekanisme internal perusahaan adalahaccountability. Berdasarkan prinsip
ini, pertama-tama masing-masing komponen perusahaan, seperti komisaris,
direksi, internal auditor dituntut untuk mengerti hak, kewajiban, wewenang
dan tanggung jawabnya. Hal tersebut penting sehingga masing-masing
komponen mampu melaksanakan tugas secara professional.
Dengan demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun
Komisaris perlu mengamankan investasi dan aset perusahaan. Dalam hal ini
Direksi harus memiliki sistem dan pengawasan internal, yang meliputi
bidang keuangan, operasional, risk management dan kepatuhan
(compliance). Sedangkan Komisaris menjaga agar tidak terjadi
mismanagement dan penyalahgunaan wewenang oleh Direksi dan para
pejabat eksekutif perusahaan.
D. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan
berikut:
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi
yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang
saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan
dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan
dapat dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan
stakeholders.
Dalam menerapkan nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan
menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari
penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan yang
kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai
standar internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola Perusahaan
diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi, Perseroan
menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain

9
acuan yang disusun sendiri, Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan
Tata Kelola Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas
kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh
jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui
penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku
bisnis.
Dengan pemberlakukan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas akankah implementasi GCG di Indonesia akan terwujud ?
Hal ini tergantung pada penerapan dan kesadaran dari perseroan tersebut akan
pentingnya prinsip GCG dalam dunia usaha.
E. Manfaat Penerapan GCG
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG
telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan
investasi. Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance
dengan karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai
dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of
investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin
menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal
jangka panjang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan
mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada
sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat
meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan
sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa
biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari
pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas
dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring
dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

10
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra
perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan)
dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai
strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka
mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari
segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran
dan kesejahteraan.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk
semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama,
pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan
tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good
Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan
responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip
Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa
kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan.
Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa
pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini
terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia
belum sepenuhnya memiliki Corporate Culture sebagai inti dari Corporate
Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum
dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum menjalankan
governansi.
B. Saran
Untuk dapat memperoleh tata kelola perusahaan yang baik, kita perlu
memahami lebih dalam tentang Good Corporate Governance yang mana
dapat membantu kita membentuk perusahaan yang baik sesuai dengan tujuan
yang ditentukan oleh perusahaan sebelumnya. Oleh sebab itu, pembahasan ini
dapat membantu para pembaca untuk dapat dijadikan referensi yang mengacu
pada tata kelola perusahaan yang baik.

12

You might also like