You are on page 1of 16

Implementasi Pendidikan Multikultural Berbasis PPK

Di SMPK Mardi Wiyata Malang

Disusun untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Multikulturalisme dan


Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Sejarah

Dosen Pengampu Prof. Dr. Sariyatun, M. Pd., M. Hum

Oleh

Jeffry Dwi Kurniawan

S861708012

PROGRAM STUDI PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN


SEJARAH

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017
Implementasi Pendidikan Multikultural Berbasis PPK
Di SMPK Mardi Wiyata Malang

Jeffry Dwi Kurniawan


Program Studi S2 Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret
jeffrydwikurniawan762@gmail.com

Abstrak: SMPK Mardi Wiyata Malang merupakan sekolah berbasis agama yang
secara tegas menerapkan multikulturalisme sebagai pionir dasar dalam membentuk
iklim sekolah yang kondusif bagi warganya maka perlu pendekatan yang dinamis
dan diintegrasikan dengan pendidikan multikultural berbasis PPK yang sesuai
dengan poin ke 8 nawacita sehingga dapat mewujudkan keharmonisasian kehidupan
berbangsa dan bernegara. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, jenis
penelitian studi kasus. Tujuan Penelitian ini yaitu 1) untuk mengetahui implementasi
pendidikan multikultural berbasis PPK. 2) untuk mengetahui faktor pendukung dan
penghambat implementasi pendidikan multikultural berbasis PPK. Hasil temuan
yang didapat, secara umum implementasi pendidikan multikultural berbasis PPK di
SMPK Mardi Wiyata Malang, meliputi dua aspek yang pertama kegiatan rutin dan
kegiatan spontan. Implementasi pendidikan multikultural berbasis PPK dalam setiap
mata pelajaran yang diintegrasikan kedalam pelajaran yang disesuaikan dengan
tujuannya. Kemudian dipadukan dengan pembelajaran yang terkait dengan sistem
dan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat. Dengan demikian membantu
peserta didik untuk memahami kehidupan dilingkungan yang multikultural dan
mampu menerima keberagaman. Faktor pendukung meliputi iklim sekolah,
kurikulum sekolah, sarana dan prasarana, peran guru, peserta didik, program dan
kegiatan sekolah. Faktor penghambatnya seperti peserta didik membutuhkan
adaptasi karena perbedaan budaya..
Kata Kunci: Pendidikan Mulitkultural, Penguatan Pendidikan Karakter, Smpk
Mardi Wiyata Malang.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan suku dan budaya karena
masing-masing suku memiliki budayanya sendiri sehingga tak heran bila dari
masa lalu masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan perbedaan. Indonesia
memiliki pancasila yang tidak dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia. Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang memang ditakdirkan dalam perbedaan dan
pancasilalah yang menyatukan perbedaan itu. Kota Malang merupakan kota
pendidikan dimana banyak sekolah maupun universitas terbaik yang berdiri di
kota ini. Tak heran bila masyarakat luar Malang tertarik untuk sekolah, kuliah,
kerja dan menetap di Kota Malang. Selain kota pelajar, Kota Malang merupakan
kota sejarah dimana banyak tempat-tempat bersejarah yang dikembangkan
menjadi destinasi wisata sehingga menarik antusiasme para wisatawan lokal dan
mancanegara. Kota Malang dahulunya merupakan hunian orang-orang Belanda
maka tak heran banyak ditemukan rumah, sekolah, atau fasilitas umum dengan
arsitektur Belanda. Sekolah-sekolah Belanda yang ada di Kota Malang merupakan
sekolah berbasis agama katolik yang bertahan hingga sekarang.
Salah satu sekolah katolik yang bertahan hingga sekarang adalah sekolah
menengah pertama katolik Mardi Wiyata Malang yang berada di bawah yayasan
Mardi Wiyata. Mardi Wiyata merupakan yayasan yang menangani karya
pendidikan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus yang berpusat di Kota Malang.
SMPK Mardi Wiyata Malang merupakan sekolah berbasis agama yang secara
tegas menerapkan multikulturalisme sebagai pionir dasar dalam membentuk iklim
sekolah yang kondusif bagi warganya. Hal ini terbukti bahwa guru karyawan, dan
para peserta didiknya tidak hanya dikhususkan yang beragama katolik saja
melainkan ada guru dan karyawan yang beragama Kristen dan Islam sedangkan
peserta didiknya beragama Katolik, Kristen, dan Islam. Setiap hari Jumat ada
kegiatan keagamaan untuk mengisi sisi kerohanian bagi warga sekolah. Selain
agama, etnis yang ada di SMPK Mardi Wiyata Malang terdiri dari etnis Batak,
Sunda, Jawa, Bali, Flores, Manado, Ambon, Papua, Cina, dan keturunan Belanda
sehingga SMPK Mardi Wiyata Malang menjadi rumah bersama bagi warga
sekolah. Dengan demikian, terbentuklah iklim kekeluargaan yang terangkum
dalam budaya sekolah yang berisi kasih persaudaraan, kegembiraan, dan
kesederhanaan dalam segala aspek kehidupan. Hal inilah yang diajarkan Gereja
Katolik bahwa penyelenggaraan pendidikan dalam institusi sekolah sendiri
merupakan bentuk pelayanan umat, tanpa memandang agama, kepercayaan, ras,
suku, dan lain sebagainya dikarenakan pendidikan sendiri merupakan hak
universal bagi setiap insan.
Yaqin, (2005:25) menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah
strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan
cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para peserta didik
seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan
umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural
sekaligus juga untuk melatih dan membangun karakter peserta didik agar mampu
bersikap demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat. Parekh (2010:6) menyatakan bahwa multikulturalisme bukanlah
doktrin politik pragmatik, melainkan sebuah cara pandang dalam kehidupan
manusia. Esensi mendasar tentang perilaku multikulturalisme adalah saling
mengerti dan saling memahami antarsesama manusia. Adapun proses untuk
membangun pengertian dan pemahaman tersebut dapat dimulai dengan penguatan
pendidikan karakter yang biasa disingkat dengan PPK dimana obyek PPK ini
adalah peserta didik yang dinamis yang dipersiapkan untuk menghadapi Indonesia
Emas 2045.
Menurut Budhiman (2017:8) Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah
program pendidikan di sekolah untuk memperkuat peserta didik melalui
harmonisasi olah hati, olah karsa, olah pikir, dan olah raga dengan dukungan
pelibatan publik dan kerjasama antar sekolah, keluarga, dan masyarakat yang
merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Urgensi
PPK meliputi 3 aspek yaitu 1) pembangunan SDM merupakan pondasi
pembangunan bangsa, 2) keterampilan abad 21 yang dibutuhkan peserta didik
mewujudkan keunggulan bersaing generasi emas 2045 meliputi kualitas karakter,
literasi sekolah, kompetensi 4c (critical thinking an problem solving, creativity,
communication skills, dan ability to work Collaboratively), 3) kecenderungan
kondisi degradasi moralitas, etika, dan budi pekerti.
Bangsa besar adalah bangsa yang memiliki karakter kuat berdampingan
dengan kompetensi yang tinggi, yang tumbuh dan berkembang dari pendidikan
yang menyenangkan dan lingkungan yang menerapkan nilai-nilai baik dalam
seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya dengan karakter yang
kuat dan kompetensi yang tinggilah jati diri bangsa menjadi kokoh, kolaborasi dan
daya saing bangsa meningkat sehingga mampu menjawab berbagai tantangan
abad 21. Untuk itu, pendidikan multikultural berbasis penguatan pendidikan
karakter memang harus diterapkan selain sudah tertuang didalam butir 8 nawacita:
revolusi karakter bangsa dan gerakan revolusi mental dalam pendidikan yang
hendak mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengadakan perubahan
paradigma yaitu perubahan pola pikir dan cara bertindak dalam mengelola sekolah
namun juga sebagai kebutuhan jangka panjang dalam mengelola SDM Indonesia
agar tidak terbengkalai pada tahun 2045.
Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam
pendidian yang membudayakan dan memberadabkan para pelaku pendidikan. Hal
ini sangat penting dilakukan karna bangsa kita secara umum membutuhkan
revolusi mental dimana disintegrasi bangsa semakin terlihat jelas karena banyak
oknum yang tidak menyukai keberagaman dan berusaha mengganti ideologi
bangsa. Secara khusus memang perlu diterapkan di SMPK Mardi Wiyata Malang
karena sekolah ini merupakan miniatur Indonesia dimana warga sekolah terdiri
dari berbagai jenis suku, agama, dan ras serta dalam kalkulasinya Indonesia emas
2045, peserta didik sekaranglah yang akan memimpin Indonesia emas. Mengingat
pentingnya gerakan ini, peneliti akan memaparkan hasil penelitiannya yaitu
Implementasi Pendidikan Multikultural berbasis PPK di SMPK Mardi
Wiyata Malang.
METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yang secara spesifik lebih diarahkan pada penggunaan metode studi
kasus hal ini dilakukan karena peneliti merupakan mantan guru IPS di SMPK
Mardi Wiyata Malang sehingga mengetahui seluk beluk tempat penelitian dan
karakter warga sekolah. Sukmadinata, (2007: 60) menyatakan bahwa penelitian
kualitatif (qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendiskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan kepada seluruh warga sekolah SMPK Mardi
Wiyata Malang yang dilakukan secara random sampling. Pemilihan studi kasus ini
bertujuan untuk memperoleh informasi secara detail tentang realita nilai-nilai
multikultural, dimensi spiritual, dan implikasinya di SMPK Mardi Wiyata
Malang. Adapun instrumen yang digunakan untuk dapat mengolah data primer
maupun sekunder didapat dari hasil wawancara dengan pihak terkait, mulai Frater
Valent, Pak Jeremias Torimtubun selaku Kepala Sekolah, dan Bu Sofia Ira selaku
guru IPS dam para peserta didiknya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode wawancara dan partisipasi langsung di lapangan. Data diperoleh dengan
cara menjadi partisipan pasif selama di dalam kelas sehingga dapat melihat secara
langsung proses pembelajaran yang berlangsung antara guru dan peserta didik.
Selain teknik tersebut, data juga diperoleh melalui wawancara dengan para peserta
didik, baik yang seiman maupun antariman sehingga dari situ kemudian
ditemukan proses verifikasi dan kesesuian data antara data verbal dengan data
tulis. Data dianalisis dengan menggunakan teknik verifikasi, yakni peneliti
melakukan proses verifikasi antara berbagai data yang kemudian diklasifikasikan
dalam berbagai skope. Kemudian, ditarik benang merah antara kesesuaian data
yang satu dengan yang lain. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
implementasi pendidikan multikultural berbasis PPK dan untuk mengetahui faktor
pendukung dan penghambat implementasi pendidikan multikultural berbasis PPK
di SMPK Mardi Wiyata Malang.

PEMBAHASAN
Implementasi Pendidikan Multikultural Berbasis PPK Di SMPK Mardi
Wiyata Malang.
Pendidikan Multikultural pada dasarnya merupakan pendidikan yang
berbasiskan pada tumbuh kembangnya sikap tenggang rasa akan kemajemukan
budaya dan toleransi terhadap sesama manusia yang berbeda jenis kelamin,
agama, suku, ras dan lain sebagainya. Menurut Banks (2001: 28) dasar pendidikan
multikultural yaitu konsep, ide, atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan
dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan
etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,
kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.
Adanya rasa percaya tersebut kemudian dituangkan ke dalam kurikulum.
Berkaitan dengan kurikulum, orientasi pendidikan kita masih terbelenggu dengan
transfer pengetahuan (transfer of knowledge), tanpa menekankan transfer nilai-
nilai (transfer of values).
Secara umum indikator nilai multikultural menurut Tilaar (dalam
Zakiyatun Baidhawy, 2007:77-95) belajar hidup dalam perbedaan, membangun
saling percaya (mutual trust), memelihara saling pengertian (mutual
understanding), menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect), terbuka
dalam berpikir, apresiasi dan interdepedensi, resolusi konflik dan rekonsiliasi nir
kekerasan. Untuk memahami nilai-nilai multikultural secara umum terdapat empat
nilai inti (core values) antara lain 1) apresiasi terhadap adanya kenyataan
pluralitas budaya dalam masyarakat. 2) pengakuan terhadap harkat manusia dan
hak asasi manusia. 3) pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia, 4)
pengembangan tanggung jawab manusia terhadap planet bumi. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa inti dari nilai-nilai pendidikan multikultural berupa
demokratis, humanisme, pluralisme. Sedangkan untuk PPK, Budhiman, (2017:7-
12) menyatakan ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk
jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan PPK. Kelima
nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah 1) religius, 2) nasionalis, 3)
mandiri, 4) gotong royong, 5) integritas dan prinsip pengembangan. Implementasi
PPK meliputi nilai moral universal, holistik, terintegrasi, partisipatif, kearifan
lokal, kecakapan abad XXI, adil dan inklusif, selaras dengan perkembangan
peserta didik, terukur, dan fokus gerakan PPK.
Berangkat dari teori-teori ini, kegiatan belajar mengajar di SMPK Mardi
Wiyata Malang mengimplementasikan dengan mengintegrasikan materi
pembelajaran dengan pendidikan multikultural berbasis PPK sehingga akan
membentuk karakter dan membangun harmonisasi dalam kehidupan dikelas,
sekolah, dan masyarakat. Secara umum implementasi pendidikan multikultural
berbasis PPK di SMPK Mardi Wiyata Malang, meliputi dua aspek kegiatan yang
pertama kegiatan rutin dan kegiatan spontan. Kegiatan yang rutin dilakukan setiap
paginya yaitu kegiatan religi meliputi doa bersama antara guru dan siswa yang
beragama katolik didepan goa Maria yang ada di dalam sekolah, sebelum masuk
kelas dan mengikuti pelajaran, doa angelus pada jam 12 siang, kegiatan bina iman
Islam, Kristen, dan Katolik, ziarah di goa Maria Sendangrejo di Blitar, pembagian
takjil gratis pada waktu bulan puasa, kegiatan nasionalis meliputi upacara sekolah
setiap hari senin, apel pagi paskib, kegiatan bulan bahasa, hormat bendera
sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar. Kegiatan gotong royong meliputi
para peserta didik berbaris didepan kelas untuk memeriksa kerapian dan operasi
semut dan operasi gajah dengan tujuan menciptakan kenyamanan dalam
pembelajaran. Kegiatan mandiri meliputi diskusi kelompok, membaca buku
(literasi sekolah yang dipantau wali kelas). Kegiatan integritas meliputi setiap
penilaian tidak pernah mencontek, mengerjakan PR disekolah dll. Hal ini senada
dengan apa yang dikatakan Hilaria
Saya setiap hari berangkat dari rumah sebelum jam 6 pak jadi
sampai disekolah sebelum 6.30 untuk ikut doa pagi didepan goa
Bunda Maria. Selain itu saya sering jadi petugas doa pak.
Operasi semut itu membersihkan sampah-sampah kecil didalam
dan sekitar kelas sedangkan operasi gajah itu membersihkan
sampah-sampah besar pak. Kalau kelas kotor pasti kena tatibsi
yang piket pak. (Wawancara dengan Hilaria Putri Saraswati,
peserta didik kelas 9B)

Kegiatan spontan yang dilakukan sebagai wujud implementasi pendidikan


multikultural berbasis PPK di sekolah diantaranya pembiasaan 3S senyum, sapa,
dan salam, meminta maaf, berterima kasih, peduli terhadap sesama (solidaritas),
dan menolong orang yang dalam kesulitan baik diminta atau tidak sedangkan
untuk kegiatan keteladan yang dilakukan sekolah diantaranya mendahulukan
kepentingan bersama daripada kepentingan diri sendiri dan kelompok,
mendahulukan yang lebih tua, perempuan, menghargai pendapat orang lain,
toleran terhadap perbedaan pendapat, santun dalam bertindak dan berbicara, dan
menghargai orang lain. Seluruh kegiatan tersebut terdapat dalam kurikulum
sekolah yang memang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat
dan minat. Hal ini senada dengan apa yang diucapkan Pak Jerry
Peraturan di sekolah ini dari dulu guru wajib datang sebelum pukul
6.30 dan ada pembagian piketnya untuk menyalami anak-anak di
depan gerbang. Guru yang beragama katolik ikut doa bersama
didepan goa sedangkan lainnya yang piket ada didepan untuk
menyalami anak-anak sedangkan yang lain mempersiapkan diri
dikantor. Kan jadinya lucu kalau gurunya telat sedangkan anak-
anak datangnya ontime. Jadi guru disini harus bisa jadi teladan dan
pemimpin. (Wawancara dengan Pak Jerry selaku Kepala Sekolah)

Implementasi pendidikan multikultural berbasis PPK dilakukan pada


setiap pokok bahasan atau tema pada setiap pelajaran. Dalam tulisan ini, peneliti
memberikan contoh di pelajaran IPS yang didalamnya terdapat materi geografi,
ekonomi, sosiologi, dan sejarah yang memiliki kompetensi inti (KI) yang sama
seperti KI 1 menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya dan KI 2
menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli
(toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya. Dari KI ini diintegrasikan kedalam pembelajaran yang
disesuaikan dengan tujuannya dan kemudian dipadukan dengan pembelajaran
yang terkait dengan sistem dan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat
sehingga membantu peserta didik untuk memahami kehidupan dilingkungan yang
multikultural dan mampu menerima keberagaman. Hal ini senada dengan apa
yang dikatakan Bu Sofie
Untuk penerapan nilai-nilai multikultur pada pelajaran IPS
sebenarnya sudah termuat di KI 1 dan KI 2 Pak cuma belum rinci
saja. Dalam pembelajaran dikelas saya, saya selalu menekankan
pentingnya kejujuran, kebersamaan, saling menghargai, bebas
berpendapat tapi harus sesuai konteks tidak clometan apalagi K13
yang student oriented jadi terlihat jelas dalam pengawasan pada
anak-anak. Saya muslim dan nyaman disini pak tidak ada
pembedaan antara guru yang beragama katolik, islam kristen yang
penting kinerja dan profesionalitas dan terbukti saya sudah
menjadi pegawai tetap yayasan.
(Wawancara dengan Bu Sofia Ira selaku guru IPS)
Penanaman tersebut dilakukan baik langsung maupun tidak langsung
melalui pemberian nasihat saat pembelajaran dan dipraktekan didalam kelas dan
didalam sekolah yang diawasi oleh guru. Pada saat mengajar di kelas guru juga
menerapkan pendidikan multikultural berbasis PPK dengan membiasakan sikap
saling menghargai satu sama lain, menciptakan suasana kelas yang demokratis,
serta menanamkan secara rutin nilai-nilai multikultural dan karakter bangsa.
Dalam kegiatan pembelajaran peserta didik dapat mengemukakan pendapat secara
bebas namun sopan, semua peserta didik diperlakukan sama dan tidak ada yang
dibeda-bedakan. Guru menanamkan kebiasaan-kebiasaan seperti menghargai
pendapat, menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan dan
Guru memberi contoh serta teladan kepada peserta didik.

Faktor Pendukung dan Penghambat Pengimplementasian Pendidikan


Multikultural Berbasis di SMPK Mardi Wiyata Malang.
Dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural berbasis PPK di
SMPK Mardi Wiyata Malang terdapat beberapa faktor pendukung yang
diantaranya adalah
a. Iklim Sekolah
Iklim SMPK Mardi Wiyata Malang sangat mendukung untuk hidup
toleransi menerima perbedaan. Bukan hanya lingkup smp saja tetapi juga jenjang
TK dan SD bercampur jadi satu karena sekolah ini merupakan sekolah kompleks
sehingga didalam lingkungan sekolah terdapat tiga jenjang pendidikan dari TK,
SD, dan SMPK yang peserta didik hidup rukun tanpa ada konflik. SMPK Mardi
Wiyata Malang menerapkan pendidikan budi pekerti luhur yang dijiwai dengan
semangat konggregasi Bunda Hati Kudus kepada seluruh warga sekolah sehingga
iklim sekolah terbangun menjadi lingkungan yang memiliki kesadaran dan
mampu menerima segala perbedaan, saling menghargai, menghormati, dan
bersikap toleransi terhadap perbedaan yang ada, dengan rasa kekeluargaan yang
dimiliki antar warga sekolah dan semangat hati yang mengabdi. Dengan adanya
iklim sekolah seperti ini maka guru dalam menerapkan pembelajaranpun lebih
mudah seperti pelajaran IPS baik materi Geografi, Ekonomi, Sosiologi, dan
Sejarah sangat mudah karena sekolah ini sudah termasuk laboratorium kehidupan.
Hal ini senada dengan apa yang diucapkan Bu Sofia
Iklim disini sangat nyaman pak apalagi orang-orang disini
banyak etnis yang berbeda karena ada orang tua yang
nungguin anaknya yang masih TK dan SD, ada tacik yang
jualan dikantin SD, dan mbak mas yang jualan dikantin SMP.
Semua orang yang ada disini welcome semua pak dan rukun-
rukun jadi dalam pembelajaran yang materinya sesuai, pasti
saya suruh observasi sekolah dan orang-orang yang ada
dilingkungan Mardi Wiyata sudah hapal, kalau ditanya pasti
tugas dari Bu Sofi. (Wawancara dengan Bu Sofi)

b. Kurikulum Sekolah
Sesuai dengan visinya yaitu terwujudnya sumber daya manusia yang
cerdas, unggul, tanggung jawab, dan berbudi luhur serta di jiwai hati yang
mengabdi membawa SMPK Mardi Wiyata Malang menerapkan pendidikan
berkonsep nilai-nilai budi pekerti luhur yang dijiwai semangat Bunda Hati Kudus
secara integral dalam pembelajaran khususnya dan pendidikan pada umumnya.
Kurikulum sekolah selain mengikuti pemerintah juga menggabungkan dengan
karakter konggregasi Bunda Hati Kudus yang memerhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta
menghargai, dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya,
adat istiadat, status sosial-ekonomi, dan gender. Disediakan pula buku tatibsi
sekolah yang menjadi ciri khas sekolah ini agar perilaku peserta didiknya
terkontrol dan tercatat. Hal ini senada dengan apa yang diucapka Frater Valent
Mardi Wiyatakan dibawah naungan konggregasi Bunda Hati
Kudus pak. Jadi kurikulum pemerintah harus diintegrasikan
dengan konggregasi sehingga output yang keluar sesuai
dengan apa yang kami harapkan. Visi-misinya sekolah ini kan
sudah jelas jadi anak-anak lama kelamaan terbiasa apalagi
anak-anaknya berbeda suku dan budaya ya buktinya bisa
berbaur tanpa adanya konflik yang berarti. Namanya juga
anak-anak pak jadi misalkan ada konflik ya nanti baikan
sendiri, masih dalam tahap kewajaran. Disini kan ada buku
tatibsi jadi anak-anak sudah paham dengan sendirinya.
(Wawancara dengan Frater Valent selaku frater dan guru
kemardiwiyataan)

c. Sarana dan Prasarana


Sarana prasarana yang dimiliki SMPK Mardi Wiyata Malang meskipun
terbilang sederhana, tetapi sudah mampu memenuhi dan memfasilitasi berbagai
kebutuhan peserta didik serta memfasilitasi perbedaan yang ada. Contohnya
sekolah menyediakan ruang agama dan memiliki program bina iman dimana
setiap jumat siang diisi bina iman baik yang beragama Kristen, Katolik, dan
Islam. Selain itu, sekolah juga memiliki alat-alat musik modern dan tradisional
untuk pendidikan seni budaya dan bangsal untuk olahraga atau kegiatan sekolah.
Dengan adanya bangsal ini, guru-guru dapat memanfaatkan untuk pembelajaran
diluar kelas tanpa khawatir peserta didik kepanasan atau kehujanan. Hal ini sesuai
dengan apa yang diucapkan pak Jerry
Sarana dan prasarana disini memang sederhana tapi mampu
memenuhi kebutuhan kegiatan belajar pembelajaran. Ada
bangsal yang bisa digunakan dalam pembelajaran diluar kelas
tanpa takut kepanasan dan kehujanan. Disekolah juga ada
kulintang dan alat-alat band untuk anak-anak dan program
unggulan dalam multikultur saya membuat kebijakan setiap
hari jumat siang anak-anak wajib mengikuti bina iman, yang
muslim jumatan sama Pak Damai di masjid depan, yang putri
ikut Bu Sofie. Yang katolik ikut pak Billy ke greja setiap
jumat pertama dan dikelas untuk jumat ke 2, 3, dan 4 yang
dibantu anak magang dari IPI sedangkan yang kristen ikut
bina iman sama pak Rama dan Pak Dika yang kadang
mengundang wali murid yang bekerja sebagai pendeta. Jadi
program ini untuk mengisi sisi kerohanian anak-anak.
(Wawancara dengan pak Jerry selaku Kepala Sekolah)

d. Peran Guru
SMPK Mardi Wiyata Malang menerapkan sistem among dengan tekanan
keteladanan silih asah, silih asih, dan silih asuh untuk mengimplementasikan
pendidikan budi pekerti luhur sehingga seluruh guru memiliki kesadaran akan
perannya sebagai teladan dan contoh bagi siswa di sekolah dalam menanamkan
dan melaksanakan nilai-nilai pendidikan multikultural berbasis PPK. Guru Mardi
Wiyata melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta
didik, tanpa membedabedakannya. Selain itu, guru-guru di sekolah ini setiap
bulannya dibekali pelatihan-pelatihan intern dan ekstern baik dari sekolah,
yayasan, maupun dinas pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas,
kapasitas, dan kapabilitas dalam proses kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan pak Jerry
Sekolah ini menerapkan sistem among Ki Hajar Dewantara
dengan menekankan silih asah, silih asih, silih asuh sehingga
guru harus menjadi teladan untuk anak-anak dan juga setiap
bulan saya memiliki program untuk menambah kemampuan
guru (Wawancara dengan pak Jerry selaku Kepala Sekolah)

e. Peserta Didik
Peserta didik SMPK Mardi Wiyata Malang sudah memiliki kesadaran dari
dalam dirinya untuk menghargai perbedaan yang ada disekitarnya. Semua peserta
didik dapat berbaur dengan peserta didik yang lain tanpa ada masalah dengan
perbedaan yang ada, baik dari segi agama, suku, budaya, perekonomian sampai
dengan kemampuannya dan yang terpenting memiliki sikap jujur yang sangat
tinggi, bila menemukan sesuatu dilingkungan sekolah maka diserahkan ke guru-
guru agar diumumkan sehingga membantu teman yang kehilangan barang. Hal ini
senada dengan pernyataan Yohanes Kaize
Saya senang bersekolah disini bapak, guru-guru disini baik hati
dan perhatian meskipun saya sering dimarahi tapi saya senang
karena mereka perhatian sama saya. Saya dari papua dan
teman-teman menerima saya bapak, meskipun awal-awal saya
sekolah disini diketawain sama teman-teman tapi setelah
ditegur anak-anak malah ngajak saya bermain terus.
(wawancara dengan Yohanes Kaize kelas 8C).

Hal ini senada dengan pernyataan Laura Permatasari


Sekolah disini sangat enak pak meskipun guru-gurunya galak
kalau saya dan teman-teman saya melakukan kesalahan,
apalagi saya tidak masuk tiga hari aja sudah ditelfoni sama Bu
Dewi walikelas saya bahkan beliau mengunjungi kerumah saya
pak. Selain itu, saya dulu pernah kehilangan uang SPP
disekolah pak dan saya ketakutan, setelah istirahat kedua
diumumkan lewat sound telah ditemukan uang 300 ribu
ditoilet, saya langsung ke kantor dan uang itu diberikan kesaya
pak. Teman-teman dan guru-guru disini jujur pak. Saya betah
sekolah disini pak. (wawancara dengan Laura Pematasari 8B)

f. Program dan Kegiatan Sekolah


Secara umum SMPK Mardi Wiyata Malang memiliki kegiatan
pengembangan diri dan ekstrakurikuler terlengkap di Kota Malang yang
memberikan kesempatan peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat, untuk seluruh
peserta didik tanpa terkecuali. Sekolah ini juga memiliki kegiatan pembiasaan
yang dijadikan proses pembentukan, penanaman, dan pengamalan nilai-nilai budi
pekerti luhur yang tentunya juga mendukung penanaman nilai-nilai multikultural
seperti 3S senyum, sapa, salam yang dilakukan guru dan peserta didik setiap pagi
sebelum masuk kelas. Secara khusus dalam pembelajaran Matematika, IPA, IPS,
dan Bahasa Inggris, SMPK Mardi Wiyata Malang memiliki program untuk
pengayaan pelajaran-pelajaran tersebut yang bertujuan untuk disiapkan mengikuti
olimpiade tingkat kota maupun tingkat nasional. Selain itu ada cross curriculum
antar mata pelajaran untuk studi lapangan seperti mengunjungi di candi-candi
yang ada di Kota Malang, berkunjung ke Museum biologi Viane milik yayasan,
dan kunjungan industri baik di Pabrik Pocary Sweat, Pabrik Tekstil, ataupun ke
tempat pariwisata di Batu. Tujuannya untuk mengenalkan dan menerapkan teori
yang sudah dipelajari di kelas dan dipraktekan dengan dunia kerja hal ini sesuai
dengan pernyataan Bu Sofi
Untuk pembelajaran, kami menerapkan cross curriculum pak
antara IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris dalam
pembelajaran di luar sekolah, seperti anak-anak kelas 7 saya
ajak ke candi Badhut dan museum Viane milik yayasan
kerjasama dengan guru-guru IPA karena materinya sesuai dan
tempatnya pun berdekatan, jadi jalan kakipun sampai. Kelas 8
studi wisata ke Bali, dan kelas 9 saya aja kunjungan industri ke
pabrik pocary sweat yang ada di Pandaan, pabrik tekstil yang
ada di Lawang atau ke Batu. Program ini bertujuan untuk
mengaplikasikan teori yang ada di kelas dan didunia nyata.
(Wawancara dengan Bu Sofia selaku guru IPS)

Penjabaran diatas merupakan faktor pendorong implementasi pendidikan


multikultural berbasis PPK, namun terdapat pula hambatan-hambatan dalam
pengimplementasian pendidikan multikultural berbasis PPK di SMPK Mardi
Wiyata Malang, seperti Masih ada sebagian peserta didik yang belum bisa
berkomunikasi dengan baik dengan peserta didik yang lain terutama peserta didik
dari luar Jawa sehingga membutuhkan adaptasi dan butuh waktu tiga bulan lebih
bagi peserta didik yang berasal dari SD negeri untuk bisa beradaptasi dengan
lingkungan SMPK Mardi Wiyata yang plural dan disiplin tinggi. Selain itu masih
ada orang tua yang kurang bisa bekerjasama dengan dewan guru sehingga ada
protes bila anaknya diberi tugas yang dianggap berlebihan atau penyesuaian
kedisiplinan karena ada beberapa peserta didik yang terlambat bukan karena
dirinya melainkan orang tuanya yang membuat terlambat. Dengan demikian, apa
yang sudah dikerjakan dan diajarkan guru-guru dan program sekolah di SMPK
Mardi Wiyata sudah mengimplementasikan pendidikan multikultural berbasis
PPK.

KESIMPULAN
Orientasi pendidikan kita masih terbelenggu dengan transfer pengetahuan
(transfer of knowledge), tanpa menekankan transfer nilai-nilai (transfer of values).
Dalam pembelajaran di SMPK Mardi Wiyata Malang berusaha menekankan,
mengimplementasikan dan mengintegrasikan materi pembelajaran dengan nilai-
nilai multikultural seperti demokratis, humanisme, dan pluralisme sehingga akan
membangun harmonisasi dalam kehidupan dikelas, sekolah, dan masyarakat.
Implementasi pendidikan multikultur berbasis PPK secara umum terdapat pada
dua kegiatan yaitu kegiatan rutin dilakukan setiap paginya seperti doa bersama
antara guru dan peserta didik, sebelum masuk kelas para peserta didik berbaris
didepan kelas untuk memeriksa kerapian dan operasi semut dan operasi gajah
dengan tujuan menciptakan kenyamanan dalam pembelajaran, doa angelus,
berdoa sebelum dan sesudah pelajaran (kegiatan religi), upacara bendera, apel
pagi paskib, bulan bahasa, sebelum dan sesudah pelajaran melakukan hormat
bendera (kegiatan nasionalis), operasi semut, operasi gajah dan jumat hijau
(kegiatan gotong royong). Kegiatan spontan yang dilakukan sebagai wujud
implementasi pendidikan multikultural di sekolah diantaranya pembiasaan
senyum, sapa, dan salam, meminta maaf, berterima kasih, peduli terhadap sesama,
mendahulukan kepentingan bersama, mendahulukan yang lebih tua, perempuan,
menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat, santun
dalam bertindak dan berbicara.
Implementasi pendidikan multikultural berbasis PPK dalam semua mata
pelajaran memiliki kompetensi inti (KI) yang sama. Dari KI ini diintegrasikan
kedalam pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuannya dan kemudian
dipadukan dengan pembelajaran yang terkait dengan sistem dan nilai-nilai sosial
yang berlaku dimasyarakat sehingga membantu peserta didik untuk memahami
kehidupan dilingkungan yang multikultural dan mampu menerima keberagaman.
Faktor pendukung implementasi ini meliputi iklim sekolah, kurikulum sekolah,
sarana dan prasarana, peran guru, peserta didik, program dan kegiatan sekolah.
Faktor penghambat dalam implementasi ini meliputi peserta didik membutuhkan
adaptasi karena perbedaan budaya. Dengan demikian, apa yang sudah dikerjakan
dan diajarkan guru-guru di SMPK Mardi Wiyata sudah mengimplementasikan
antara pendidikan multikultural berbasis PPK dan untuk lebih konkritkan dapat
dilihat pada video implementasi pendidikan multikultural berbasis PPK di SMPK
Mardi Wiyata Malang.
Daftar Rujukan.
Banks, JA. 2002. An introduction to Multicultural Education. Boston-London:
Allyn and Bacon Press.
Budhiman, A dkk. 2017. Konsep dan Pedoman: Penguatan Pendidikan Karakter
Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Parekh, B. 2010. Rethiniking Multiculturalism. Yogyakarta: Kanisius.
Sukmadinata, NS. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tilaar, HAR. 2007. Mengidonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Yaqin, MA. 2005. Pendidikan multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar media.
Daftar Wawancara
Pertama
Nama : Jeremian Torimtubun
Alamat: SMPK Mardi Wiyata Malang Jalan Semeru 36 Malang.
Status : Kepala Sekolah

Kedua
Nama : Frater Valent
Alamat: SMPK Mardi Wiyata Malang Jalan Semeru 36 Malang.
Status : Frater sekolah dan guru kemardiwiyataan

Ketiga
Nama : Sofia Ira
Alamat: SMPK Mardi Wiyata Malang Jalan Semeru 36 Malang.
Status : Guru IPS

Keempat
Nama : Hilaria Putri Saraswati
Alamat: SMPK Mardi Wiyata Malang Jalan Semeru 36 Malang.
Status : Peserta didik kelas 9b

Kelima
Nama : Yohanes Kaize
Alamat: SMPK Mardi Wiyata Malang Jalan Semeru 36 Malang.
Status : Peserta didik kelas 8C

Kelima
Nama : Dionisius Bayu
Alamat: SMPK Mardi Wiyata Malang Jalan Semeru 36 Malang.
Status : Peserta didik kelas 9B

You might also like