Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sekarang banyak masalah-masalah yang melibatkan anggota masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah muamalah(akad, transaksi) dalam
berbagai bidang . Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia
dalam masyarakat. Dari sekian banyak transaksi atau akad yang ada, diantaranya
adalah akad al-musyarakah.
Al- Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (atau amal /expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Musyarakah dalam
perbankan Islam telah dipahami sebagai suatu mekanisme yang dapat menyatukan
kerja dan modal untuk produksi barang dan jasa yang bermanfaat untuk
masyarakat. Musyarakah dapat digunakan dalam setiap kegiatan yang dijalankan
untuk tujuan menghasilkan laba.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan di bahas tentang akad
musyarakah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian tentang al-Musyarakah?
2. Apa dasar hukum (landasan syariah) al-Musyarakah itu?
3. Apa saja rukun dan syarat al-musyarakah?
4. Apa saja jenis-jenis al-Musyarakah itu?
5. Apa saja bentuk –bentuk al-musyarakah itu?
6. Bagaimana aplikasi musyarakah dalam perbankaan?
7. Bagaimana ketentuan umum dari al-Musyarakah?
8. Apa manfaat dan resiko al-musyarakah itu?
BAB II
PEMBAHASAN
2. Al-Hadits
ُش ِري َكي ِْن ما َ لَ ْم َي ُخ ْن آ َ َحد ُ هُما َ صا َ ِحبَه ُ َع ْن آبي ه َُري َْر ة َ َرفَ َعهُ قَا َل ا َِّن للاَ يَقو ُل آَنا َ ثَا ِل
َّ ث ال
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda, “ sesungguhnya Allah Azza
wa Jalla berfirman, Aku pihak dari ketiga dari dua orang yang berserikat selama
salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” ( HR Abu Dawud No.2936, dalam
kitab al-Buyu, dan Hakim)
3. Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata,” kaum muslimin
telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun
terdapat perbedaan pendapat dari beberapa elemen darinya.
1. Rukun-rukun al-Musyarakah:
a.) Pelaku akad, yaitu para mitra harus cakap hukum dan baligh
b.) Objek akad , yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh),
Kerja
a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah.
b. Tidak dibenarkan bila salah seorang diantara mitra mengatakan tidak ikut
serta menangani pekerjaan dalam kemitraan tsb.
c. Meskipun porsi kerja antara satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus sama.
Mitra yang porsi kerjanya lebih banyak boleh meminta bagina keuntungan yang
lebi besar.
d. Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya.
e. Para mitra harus menjalankan usaha sesuai denga syariah
f. Seorang mitra yang melaksanakan pekerjaan di luar wilayah tugas yang ia
sepakati, berhak mempekerjakan orang lain untuk menangani pekerjaan tersebut.
g. Jika seorang mitra yang mempekerjakan pekerja lain untuk melaksanakan
tugas yang menjadi bagiannya, biaya yang timbul harus di tanggungnya sendiri.
c.) Shighah
yaitu Ijab dan Qabul Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela di antara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
d.) Nisbah
a. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh
para mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan diantara para mitra dapat
dihilangkan.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan
keuntungan tersebut. Misalnya, bagi hasil atau bagi laba.
d. Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan
tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
e. Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri.
f` Pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan
mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati.
2. Syarat-syarat al-musyarakah
Beberapa syarat pokok musyarakah menurut Usmani (1998) antara lain:
a. Syarat akad
Ada empat syarat akad:
1) Syarat berlakunya akad (In’iqod)
2) Syarat sahnya akad (shihah)
3) Syarat terealisasikannya akad (Nafadz)
4) Syarat Lazim
b. Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan harus
dipenuhi hal-hal berikut:
1) Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada para mitra usaha harus disepakati di
awal kontrak/ akad. Jika proporsi belum ditetapkan , akad tidak sah menurut
syariah.
2) Rasio /nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan
sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan
berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan
lumsum untuk mitra tertentu, atau tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan
dengan modal investasinya.
c. Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntungan terdapat
beberapa pendapat dari para ahli hukum Islam sebagai berikut:
1) Imam malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungan dibagi di
antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad
sesuai dengan proporsi modal yang disertakan.
2) Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari
proporsi modal yang disertakan.
3) Imam Abu Hanifah, yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah,
berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modal pada
kondisi normal..
d. Pembagian kerugian. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa setiap mitra
menanggung kerugian sesuai dengan porsi investasinya.
e. Sifat modal. Sebagian besar ahli hukum Islam berpendapat bahwa modal yang
diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid.
f. Manajemen musyarakah. Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitra
mempunyai hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk usaha
patungan ini. Namun demikian, para mitra dapat pula sepakat bahwa manajemen
perusahaan akan di dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan mitra lain tidak
akan menjadi bagian manajemen dari musyarakah.
g. Penghentian musyarakah
1) Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah
menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini.
2) Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih berjalan,
kontrak dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan.
3) Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak mampu
melakukan transaksi komersial, maka kontrak musyarakah berhasil.
h. Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha. Jika salah seorang mitra ingin
mengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain ingin tetap meneruskan usaha, maka
hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama.
E. Bentuk-bentuk musyarakah:
1) Musyarakah tetap
Bentuk akad musyarakah yang paling sederhana adalah musyarakah tetap
ketika jumlah porsi modal yang disertakan oleh masing-masing mitra tetap selama
periode kontrak.
2) Musyarakah menurun
Pada kerja sama ini, dua pihak bermitra untuk kepemilikan bersama suatu
aset dalam bentuk properti, peralatan, perusahaan, atau lainnya.
3) Musyarakah mutanaqishah
Suatu penyertaan modal secara terbatas dari mitra usaha kepada perusahaan
lain untuk jangka waktu tertentu.
1. Manfaat al-Musyarakah:
a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil usaha bank,
sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha
nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar
halal, aman, dan menguntungkan.
e. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di
mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga
tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.
2. Risiko al-Musyarakah:
a. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam
kontrak.
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengertian al-musyarakah
Al –Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau
amal /expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2. Landasan syariah
a. Al-Qur’an
b. Hadist
c. Ijma’
3. Rukun dan Syarat al-Musyarakah
a. Rukun-rukun al-Musyarakah:
1) Pelaku akad, yaitu para mitra usaha
2) Objek akad , yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh),
3) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul
b. Syarat al-Musyarakah:
1) Syarat akad
2) Pembagian proporsi keuntungan
3) Penentuan proporsi keuntungan
4) Pembagian kerugian
5) Sifat modal
6) Manajemen musyarakah
7) Penghentian musyarakah
8) Penghentian musyarakah tanpa usaha
4. Jenis-jenis al-Musyarakah
a. Musyarakah pemilikan
b. Musyarakah akad
5. Bentuk-bentuk al-Musyarakah
a. Musyarakah tetap
b. Musyarakah menurun
c. Musyarakah mutanaqishah
6. Aplikasi dalam Perbankan
a) Pembiayaan Proyek
b) Modal ventura
7. Ketentuan Umum al-musyarakah
a. Mengabungkan dana proyek dengan harta pribadi
b. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal
lainnya.
c. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaannya atau digantikan oleh
pihak lain.
d. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila, menarik diri dari
perserikatan, meninggal dunia dan menjadi tidak cakap hukum.
e. Biaya yang timbul dari pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus
diketahui bersama, keuntungan dibagi sesuai dengan porsi konstribusi modal.
f. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai
nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati
untuk bank
8. Manfaat dan Risiko al-Musyarakah:
a. Manfaat
1) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil usaha bank,
sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha
nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar
halal, aman, dan menguntungkan.
5) Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di
mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga
tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.
b. Risiko al-Musyarakah:
1. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam
kontrak.
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2013
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan SYARIAH, Yogyakarta, P3EI,
2004
Muhammad syafi’i Antonio , Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema
Insani, 2001
http://id.m.wikipedia.org/wiki/musyarakah(23-03-2015)
MAKALAH
TENTANG AKAD MUSYARAKAH
KELOMPOK 6 :
RAFIKA MULIA MAHMUDA C 301 15 293
INDRI PRATIWI IKA PUTRI C301 15 317
JAYDEE AMAANDA PALUNGKUN C301 15 255
RIZKA ATILA C301 15 254
IKA LESTARI C301 13 272
CINDY AMELIA C301 13 225