Professional Documents
Culture Documents
OLEH
KELOMPOK 4
Kelas A9.A
Nama Kelompok :
2017
PRINSIP-PRINSIP EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
Kausal langsung
Kausal tidak langsung
Riwayat alamiah penyakit adalah riwayat perjalanan atau proses terjadinya suatu
penyakit dari awal sampai akhir. Tiap penyakit mempunyai perjalanan alamiah masing-
masing. Tetapi kerangka konsep yang bersifat umum perlu dibuat untuk
mendeskripsikan riwayat perjalanan penyakit pada umumnya.
Riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik akan mengarahkan pemeriksa (tenaga
kesehatan) untuk menetapkan diagnosis dan kemudian memahami bagaimana
perjalanan penyakit yang telah didiagnosis. Hal ini penting untuk dapat menerangkan
tindakan pencegahan, kegansan penyakit, lama kelangsungan hidup penderita (five-year
survival), atau adanya gejala sisa (cacat atau carier). Informasi-inforrmasi ini akan
berguna dalam strategi pencegahan, perencanaan lama perawatan, model pelayan yang
akan dibutuhkan kemudian dan lain sebagainya.
Tahapan
Riwayat alamiah penyakit terdiri dari empat fase: (1) fase rentan, (2) fase subklinis, (3)
fase klinis, (4) fase penyembuhan (konvalesens), cacat dan kematian (terminal). Namun
dapat juga dibuat dalam dua kelompok yaitu periode prepatogenesis dan patogenesis.
Periode prepatogenesis
Periode prepathogenesis adalah adanya interaksi awal antara faktor-faktor host, agent
dan environment. Pada fase ini penyakit belum berkembang tapi kondisi yang
melatarbelakangi untuk terjadinya penyakit telah ada. Fase rentan termasuk dalam
tahapan prepathogenesis.
Fase rentan adalah tahap berlangsungnya proses etiologis, di mana faktor penyebab
pertama untuk pertama kalinya bertemu dengan pejamu. Di sini faktor penyebab
pertama belum menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan dasar-dasar bagi
berkembangnya penyakit. Contoh kolesterol LDL (low density lipoprotein) yang tinggi
meningkatkan kemungkinan kejadian penyakit jantung koroner (PJK), kebiasaan
merokok meningkatkan probabilitas kejadian Ca paru, dsb.
Periode Pathogenesis
Yaitu periode dimana telah dimulai terjadinya kelainan/gangguan pada tubuh manusia
akibat interaksi antara stimulus penyakit dengan manusia sampai terjadinya
kesembuhan, kematian, kelainan yang menetap dan cacat. Periode pathogenesis dapat
dibagi menjadifase subklinis, fase klinis dan fase penyembuhan.
Fase Subklinis
Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana perubahan faali atau system
dalam tubuh manusia (proses terjadinya sakit) telah terjadi, namun perubahan tersebut
di atas tidak cukup kuat untuk menimbulkan keluhan sakit. Akan tetapi jika dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat kesehatan seperti pap smear (alat untuk
mendeteksi adanya kelainan jaringan pada serviks uterus), atau mammografi (alat untuk
mendeksi adanya kelainan jaringan pada payudara) maka akan ditemukan kelainan pada
tubuh mereka. Pada keadaan ini umumnya pencarian pengobatan belum dilakukan.
Penemuan kasus (kelainan) pada tahap pre symptomatic ini pada penyakit tertentu
umumnya akan memberikan keuntungan yang lebih baik I(angka kesembuhan lebih
tinggi atau angka kegansan penyakit lebih rendah). Keadaan ini sering juga disebut
sebagai masa clinically inapparent.
Fase Klinis
Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup untuk
memunculkan gejala-gejala (symptoms) dan tanda-tanda (signs) penyakit. Fase ini dapat
dibagi menjadi fase akut dan fase kronis.
Fase Konvalesens
Merupakan tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa fase konvalesens
(penyembuhan) dan meninggal. Fase konvalesens dapat berkembang menjadi sembuh
total, sembuh dengan cacat atau gejala sisa (disabilitas atau sekuele) dan penyakit
menjadi kronis.
Sekuele lebih cenderung kepada adanya defect/cacat pada structural jaringan sehingga
menurunkan fungsi jaringan, akan tetapi tidak sampai mengganggu aktifitas seseorang.
1. promosi kesehatan
2. memberi perlindungan yang spesifik (specific protection)
1. imunisasi
2. kebersihan perorangan
3. penggunaan sanitasi lingkungan
4. perlindungan terhadap bahaya pekerjaan
5. perlindungan terhadap kecelakaan
6. penggunaan bahan gizi tertentu
7. perlindungan terhadap karsinogen
8. menghindari allergen
AGENT
ENVIRONMENT
HOST
Periode prepathogenesis
Periode pathogenesis
a. Interaksi lanjutan antara stimulus dengan host yang menghasilkan respons berupa
(a) akumulasi lemak jaringan, (b) meningkatnya berat badan melebihi standard
berdasarkan umur, sex dan tinggi badan, (c) distribusi lemak secara menyeluruh
pada tubuh. Fase ini masih dalam clinical inapparent.
b. Bila reaksi antara stimulus dan host terus berlanjut dan telah melibatkan system
organ maka akan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda klinis sehingga terjadi hal-
hal seperti: (a) penurunan efisiensi kerja dan aktifitas fisik, (b) efek penurunan
mortalitas meningkat oleh karena aterosklerosis, hipertensi dan diabetes.
c. Akhir perjalanan penyakit dapat berupa:
Bakteri
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri
dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya,
bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh
dan benda mati lainnya.
Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk dalam
sel hidup untuk diproduksi.
Fungi
Fungi terdiri dari ragi dan jamur
Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit adalah
protozoa, cacing dan arthropoda.
TIPE INFEKSI
Kolonisasi
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora yang
menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa tumbuh dan berkembang biak tetapi
tidak dapat menimbulkan penyakit. Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang
menetap tadi sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang
sistem pertahanannya tidak efektif dan patogen menyebabkan kerusakan
jaringan.
Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana mikroorganisme
tinggal.
Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik
Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama
(dalam hitungan bulan sampai tahun)
RANTAI INFEKSI
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor
yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara penularan,
portal of entry dan host/ pejamu yang rentan.
AGEN INFEKSI
Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora transient
maupun resident. Organisme transient normalnya ada dan jumlahnya stabil,
organisme ini bisa hidup dan berbiak di kulit. Organisme transien melekat pada
kulit saat seseorang kontak dengan obyek atau orang lain dalam aktivitas
normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan cuci tangan.
Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan
dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan dilakukan dengan
seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah
microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan
untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari host/penjamu.
PROSES INFEKSI
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari
tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan
proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir penyebaran dan
meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan
keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks
mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh
terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan,
komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan
hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang
mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi
hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan
kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes
yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes
bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang
berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi kronik,
ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan
terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
Tahap Prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan,
keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme
tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke
orang lain.
Tahap Sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi.
Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps
dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan kelenjar
parotid dan saliva.
Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi
Flora Normal
Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan
permukaan dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal.
Manusia secara normal mengekskresi setiap hari trilyunan mikroba melalui usus.
Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut berperan
dalam memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme
penyebab penyakit unuk mendapatkan makanan. Flora normal juga
mengekskresi substansi antibakteri dalam dinding usus. Flora normal kulit
menggunakan tindakan protektif dengan meghambat multiplikasi organisme
yang menempel di kulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan
keseimbangan yang sensitif dengan mikroorganisme lain untuk mencegah
infeksi. Setiap faktor yang mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan
individu semakin berisiko mendapat penyakit infeksi.
1. Kulit
a. Permukaan, lapisan yang utuh
b. Pergantian lapisan kulit paling luar
c. Sebum
Luka abrasi, luka pungsi, daerah maserasi
Mandi tidak teratur
Mandi berlebihan
2. Mulut
a. Lapisan mukosa yang utuh
b. Saliva
Laserasi, trauma, cabut gigi
Higiene oral yang tidak baik, dehidrasi
3. Saluran pernafasan
a. Lapisan silia di jalan nafas bagian atas diselimuti oleh mukus
b. Makrofag
Merokok, karbondioksida & oksigen konsentrasi tinggi, kurang lembab, air
dingin
Merokok
4. Saluran urinarius
a. Tindakan pembilasan dari aliran urine
b. Lapisan epitel yang utuh
Obstruksi aliran normal karena pemasangan kateter, menahan kencing, obstruksi
karena pertumbuhan tumor.
Memasukkan kateter urine, pergerakan kontinyu dari kateter dalam uretra.
5. Saluran gastrointestinal
a. Keasaman sekresi gaster
b. Peristaltik yang cepat dalam usus kecil
Pemberian antasida
Melambatnya motilitas karena pengaruh fekal atau obstruksi karena massa
6. Vagina
a. Pada puberitas, flora normal menyebabkan sekresi vagina untuk mencapai pH
yang rendah
Antibiotik dan kontrasepsi oral mengganggu flora normal
Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan,
produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini
menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan
memulai cara-cara perbaikan jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak,
kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang
terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda dan gejala
demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan pembesaran kelenjar
limfe.
c. perbaikan jaringan
Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru
mengalami maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur
dan bentuk yang sama dengan sel sebelumnya
Respon Imun
Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang oleh
monosit. Sisa mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon imun. Materi
asing yang tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan respon yang mengubah
susunan biologis tubuh. Setelah antigen masuk dala tubuh, antigen tersebut
bergerak ke darah atau limfe dan memulai imunitas seluler atau humural.
1. Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T
memainkan peran utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada
membran permukaan limfosit CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang
reseptor permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan
ini mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk
membentuk sel yang peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi,
berikatan dengan antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik &
menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen
2. Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan sintesa
imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B plasma dan sel B
memori akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu antigen. Sel B
mensintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan imunitas,
sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh menghadapi invasi
antigen.
3. Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A, M, D,
E, G. Imunoglobulin M dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen,
sedangkan IgG menandakan infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi
merupakan dasar melakukan imunisasi.
4. Komplemen
Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah. Komplemen
diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat. Komplemen diaktifkan, maka akan
terjadi serangkaian proses katalitik.
5. Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu kemampuan
virus dalam bermultiplikasi.
Infeksi Nosokomial
Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit.
Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit" kata infeksi
cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit.Menurut Patricia C Paren,
pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum
mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi
terinfeksi Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien
yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari
lingkungan Rumah Sakit
Unit perawatan intensif (UPI) merupakan area dalam RS yang berisiko tinggi
terkena Inos. Alasan ruang UPI berisiko terjadi infeksi nosokomial:
a. Klien di ruang ini mempunyai penyakit kritis
b. Peralatan invasif lebih banyak digunakan di ruang ini
c. Prosedur invasif lebih banyak dilakukan
d. Seringkali prosedur pembedahan dilakukan di ruang ini karena kondisi darurat
e. Penggunaan antibiotik spektrum luas
f. Tuntutan tindakan yang cepat membuat perawat lupa melakukan tehnik
aseptik
Traktus respiratorius:
Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi
Tdk tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction
Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Luka bedah/traumatik:
Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Tdk memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka
Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi
Aliran darah:
Kontaminasi cairan intravena saat penggantian
Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena
Perawatan area insersi yg kurang tepat
Jarum kateter yg terkontaminasi
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Asepsis
Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit. Tehnik aseptik adalah
usaha yang dilakukan untuk mempertahankan klien sedapat mungkin bebas dari
mikroorganisme. Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis
medis dimaksudkan untuk mencegah penyebaran mikroorganisme. Contoh
tindakan: mencuci tangan, mengganti linen, menggunakan cangkir untuk obat.
Obyek dinyatakan terkontaminasi jika mengandung/diduga mengandung
patogen. Asepsis bedah, disebut juga tehnik steril, merupakan prosedur untuk
membunuh mikroorganisme. Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme dan
spora, tehnik ini digunakan untuk tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika
tersentuh oleh benda tidak steril.
2. Contact isolation
Untuk infeksi pernafasan akut, influensa pada anak-anak, infeksi kulit, herpes
simplex, rubela scabies
Mencegah penyebaran infeksi dengan membatasi kontak
Perlu ruangan khusus
Harus menggunakan gaun jika ada cairan
Harus menggunakan masker jika kontak dengan klien
Memakai sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal
3. Respiratory isolation
Untuk epiglotis, meningitis, pertusis, pneumonia dll
Untuk mencegah penyebaran infeksi oleh tisu dan droplet pernapasan karena
batuk, bersin, inhalasi
Perlu ruangan khusus
Tidak perlu gaun
Harus memakai masker
Tidak perlu menggunakan sarung tangan
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal
4. Tuberculosis isolation
Untuk TBC
Untuk mencegah penyebaran acid fast bacilli
Perlu ruangan khusus dengan tekanan negatif
Perlu menggunakan gaun jika pakaian terkontaminasi
Harus memakai masker
Tidak perlu menggunakan sarung tangan
Perlu cuci tangan setiap kontak
Bersihkan disposal dan disinfektan meskipun jarang menyebabkan perpindahan
penyakit
5. Enteric precaution
Untuk hepatitis A, gastroenteritis, demam tipoid, kolera, diare dengan penyebab
infeksius, encepalitis, meningitis
Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui kontak langsung atau tidak
langsung dengan feces
Perlu runagn khusus jika kebersihan klien buruk
Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
Tidak perlu masker
Perlu sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal
Disease-Specific Isolation
Untuk pencegahan penyakit specifik
Contoh tuberkulosis paru
Kamar khusus
Gunakan masker
Tidak perlu sarung tangan
Elemen BSI
Cuci tangan
Memakai sarung tangan bersih
Menggunakan gaun, masker, cap, sepatu, kacamata
Membuang semua alat invasif yg telah digunakan
Tempat linen sebelum dicuci
Tempatkan diposibel pada sebuah plastik
Cuci dan sterilkan alat yang telah digunakan
Tempatkan semua specimen pada plastik sebelum ditranport ke laboratorium
a. Penularan Langsung
b. Penularan tidak langsung
1. Melalui Udara => Daroplet Nuclei, keluar melalui mulut / hidung, dapat
bertahan di debu, lantai, tempat tidur dalam waktu yang lama dan mempunyai
daya tahan yang kuat terhadap lingkungan dan kekeringan
2. Melalui asupan makanan penyakit saluran pencernaan, dimana dapat dibagi lagi
menjadi
a. Water Borne Disesase (Air), Port D’entry nya mulut & kulit
b. Food Borne Disease (makanan)
c. Milkborne Disease (susu)
3. Melalui vektor
Sumber Infeksi
a) Peranan
Proses terjadinya penyakit merupakan interaksi antara agent penyakit, host dan
lingkungan sekitarnya.
1. Untuk penyakit menular, proses terjadinya penyakit akibat interaksi antara : Agent
penyakit (mikroorganisme hidup), manusia dan lingkungan
2. Untuk penyakit tidak menular proses terjadinya penyakit akibat interaksi antara agen
penyakit (non living agent), manusia dan lingkungan.
PENYAKIT – PENYAKIT TIDAK MENULAR YANG BERSIFAT KRONIS
1. Penyakit yang termasuk di dalam penyebab utama kematian, yaitu :
a. Ischaemic Heart Disease
b. Cancer
c. Cerebrovasculer Disease
d. Chronic Obstructive Pulmonary Disease
e. Cirrhosis
f. Diabetes Melitus
2. Penyakit yang termasuk dalam special – interest , banyak menyebabkan masalah
kesehatan tapi jarang frekuensinya (jumlahnya), yaitu
a. Osteoporosis
b. Penyakit Ginjal kronis
c. Mental retardasi
d. Epilepsi
e. Lupus Erithematosus
f. Collitis ulcerative
3. Penyakit yang termasuk akan menjadi perhatian yang akan datang, yaitu :
a. Defisiensi nutrisi
b. Akloholisme
c. Ketagihan obat
d. Penyakit-penyakit mental
e. Penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan.
Beberapa Istilah
a. Epidemik = Wabah = KLB
b. Pandemik = Epidemi Lintas negara / Benua
c. Endemik = penyakit yg selalu ada di suatu area tertentu
d. Sporadis = kasus-kasus yg tdk mempunyai hub epid
e. Common Source = epidemik yg timbul dari sumber yg sama
f. Propagated = epidemik yg timbul akibat penyebaran
g. Cluster KLB
h. Exposure = Terpapar
Kesempatan dari suatu Host yg rentan mendapat infeksi
i. Patogen = kemampuan Agent menimbulkan penyakit
Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada
tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih ringan. Umumnya penderita
masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat.
Selanjutnya, bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan,
karena penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Tahap penyakit dini ini
sering menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat
pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak datang
berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit
yang di derita, sehingga saat datang berobat sering talah terlambat.
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit
tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :
Epidemiologi sebagai suatu ilmu berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan itu
dilatar-belakangi oleh beberapa hal:
1. Tantangan zaman di mana terjadi perubahan masalah dan perubahan pola
penyakit. Sewaktu zaman John Snow, epidemiologi mengarahkan dirinya untuk
masalah penyakit infeksi dan wabah. Dewasa ini telah terjadi perubahan pola penyakit
ke arah penyakit tidak menular, dan epidemiologi tidak hanya diperhadapkan dengan
masalah penyakit tetapi juga hal lain baik yang berkaitan langsung atau tidak langsung
dengan penyakit atau kesehatan, serta masalah non kesehatan.
2. Perkembangan ilmu pengatahuan lainnya. Pengetahuan klinik kedokteran
berkembang begitu pesat disamping perkembangan ilmu lainnya seperti biostatistik,
administrasi dan ilmu perilaku. Perkembangan ilmu ini juga meniupkan angin segar
untuk perkembangan epidemiologi
Dengan demikian terjadilah perubahan dan perkembangan pola pikir para ahli
kesehatan masyarakat dari masa ke masa sesuai dengan kondisi zaman dimana mereka
berada.
Khusus mengenai pandangan terhadap proses terjadinya atau penyebab penyakit
telah dikemukakan beberapa konsep atau teori. Beberapa teori tentang kausa terjadinya
penyakit yang pernah dikemukakan adalah:
a. Contagion Theory
Di Eropa, epidemi sampar, cacar dan demam tifus merajalela pada abad ke-14 dan 15.
Keadaan buruk yang dialami manusia pada saat itu telah mendorong lahirnya teori
bahwa kontak dengan makhluk hidup adalah penyebab penyakit menular. Konsep itu
dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553). Teorinya menyatakan bahwa
penyakit ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui zat penular (transference) yang
disebut kontagion.
Fracastoro membedakan tiga jenis kontagion, yaitu:
1. Jenis kontagion yang dapat menular melalui kontak langsung, misalnya
bersentuhan, berciuman, hubungan seksual.
2. Jenis kontagion yang menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut tidak
tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain)
misalnya melalui pakaian, handuk, sapu tangan.
3. Jenis kontagion yang dapat menularkan pada jarak jauh
Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad renik atau
mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori tersebut tidak dapat diterima dan
tidak berkembang. Tapi penemunya, Fracastoro, tetap dianggap sebagai salah satu
perintis dalam bidang epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai
terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan kegiatan-kegiatan
epidemik lainnya merupakan tindakan yang diperkenalkan pada zaman itu setelah
efektivitasnya dikonfirmasikan melalui pengalaman praktek.
b. Hipocratic Theory
Hipocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak Kedokteran Modern, telah
berhasil membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman itu yang bersifat
spekulatif dan superstitif (tahayul) dalam memahami kejadian penyakit. Ia
mengemukakan teori tentang sebab musabab penyakit, yaitu bahwa:
1. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan
2. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal seseorang. Teori itu
dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and Places”.
c. Miasmatic theory
Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma sebagai dasar
pemikiran untuk menjelaskan timbulnya wabah penyakit. Kosnep ini dikemukakan oleh
Hippocrates. Miasma atau miasmata berasal dari kata Yunani yang berarti something
dirty (sesuatu yang kotor) atau bad air (udara buruk). Miasma dipercaya sebagai uap
yang dihasilkan dari sisa-sisa makhluk hidup yang mengalami pembusukan, barang
yang membusuk atau dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara,
yang dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit. Contoh pengaruh teori miasma
adalah timbulnya penyakit malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang
artinya udara yang busuk. Pada masa yang lalu malaria dianggap sebagai akibat sisa-
sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa. Penduduk yang
bermukim di dekat rawa sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara yang
busuk tersebut.
Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka ia
akan terjangkit penyakit. Tindakan pencegahan yang banyak dilakukan adalah menutup
rumah rapat-rapat terutama di malam hari karena orang percaya udara malam cenderung
membawa miasma. Selain itu orang memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai
salah satu upaya untuk terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep miasma pada masa
kini dianggap tidak masuk akal, namun dasar-dasar sanitasi yang ada telah
menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam menurunkan tingkat kematian.
Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan mikroskop oleh Anthony van
Leuwenhoek, Louis Pasteur menemukan bahwa materi yang disebut miasma tersebut
sesungguhnya merupakan mikroba, sebuah kata Yunani yang artinya kehidupan mikro
(small living)
d. Germ Theory
Penemuan-penemuan di bidang mikrobiologi dan parasitologi oleh Louis
Pasteur (1822-1895), Robert Koch (1843-1910), Ilya Mechnikov (1845-1916) dan para
pengikutnya merupakan era keemasan teori kuman. Para ilmuwan tersebut
mengemukakan bahwa mikroba merupakan etiologi penyakit.
Louis Pasteur pertama kali mengamati proses fermentasi dalam pembuatan
anggur. Jika anggur terkontaminasi kuman maka jamur mestinya berperan dalam proses
fermentasi akan mati terdesak oleh kuman, akibatnya proses fermentasi gagal. Proses
pasteurisasi yang ia temukan adalah cara memanasi cairan anggur sampai temperatur
tertentu hingga kuman yang tidak diinginkan mati tapi cairan anggur tidak rusak.
Temuan yang paling mengesankan adalah keberhasilannya mendeteksi virus rabies
dalam organ saraf anjing, dan kemudian berhasil membuat vaksin anti rabies. Atas
rintisan temuan-temuannya memasuki era bakteriologi tersebut, Louis Pasteur dikenal
sebagai Bapak dari Teori Kuman.
Robert Koch juga merupakan tokoh penting dalam teori kuman. Temuannya
yang paling terkenal dibidang mikrobiologi adalah Postulat Koch yang terdiri dari:
1. Kuman harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak pada yang sehat,
2. Kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya,
3. Kuman yang dibiakkan dapat ditularkansecara sengaja pada hewan yang sehat dan
menyebabkan penyakit yang sama
4. Kuman tersebut harus dapat diisolasi ulang dari hewan yang diinfeksi.
e. Epidemiology Triangle
Model tradisional epidemiologi atau segitiga epidemiologi dikemukakan oleh
Gordon dan La Richt (1950), menyebutkan bahwa timbul atau tidaknya penyakit pada
manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu host, agent, dan environment. Gordon
berpendapat bahwa:
1. Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan manusia (host)
2. Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan host
(baik individu/kelompok)
3. Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut akan
berhubungan langsung pada keadaan alami dari lingkungan (lingkungan sosial, fisik,
ekonomi, dan biologis).
Agen Penyakit
Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis, namun
kadang-kadang untuk penyakit tertentu, penyebabnya tidak diketahui seperti pada
penyakit ulkus peptikum, penyakit jantung koroner dan lain-lain.
unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua bagian utama, yakni :
1. Penyebab kausal primer
Unsur ini dianggap sebagi faktor kausal terjadinya penyakit, dengan ketentuan
bahwa walaupun unsur ini ada, belum tentu terjadi penyakit. Sebaliknya pada penyakit
tertentu, unsur ini selalu dijumpai sebagai unsur penyebab kausal. Unsur penyebab
kausal ini dapat dibagi dalam 5 kelompok utama.
1) Unsur penyebab biologis, yakni semua unsur penyebab yang tergolong makhluk hidup
termasuk kelompok mikroorganisme (Nur Nasry Noor, 2008:30). seperti :
a. Virus,
b. Bakteri,
c. Jamur,
d. Parasit,
e. Protozoa,
f. Metazoa.
(Eko Budiarto. 2002: 15).
Unsur penyebab ini pada umumnya dijumpai pada penyakit infeksi dan penyakit
menular. (Nur Nasry Noor, 2008:30).
1) Unsur penyebab nutrisi, yakni semua unsur penyebab yang termasuk golongan zat
nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit tertentu karena kekuranagn maupun
kelebihan zat nutrisi tertentu seperti protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral
2) Unsur penyebab kimiawi yakni semua unsur dalam bentuk senyawaan kimia yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan/penyakit tertentu. Unsur ini pada umumnya
berasal dari luar tubuh termasuk berbagai jenis zat racun, obat-obat keras, berbagai
senyawaan kimia tertentu dan lain sebagainya, bentuk senyawaan kimia ini dapat
berbentuk padat, cair, uap, maupun gas. Adapula senyawaan kimiawi sebagai hasil
produk tubuh (dari dalam) yang dapat menimbulkan penyait tertentu seperti ueum,
kolesterol, dan lain-lain
3) Unsur penyebab fisika yakni semua unsur yang dapat menimbulkan penyakit melalui
proses fisika, umpamanya panas (luka bakar), irisan, tikaman, pukulan (rudapaksa)
radiasi dan lain-lain. Proses kejadian penyakit dalam hal ini terutama melalui proses
fisika yang dapat menimbulkan kelainan dan gangguan kesehatan.
4) Unsur penyebab psikis yakni semua unsur yang bertalian dengan kejadian penyakit
gangguan jiwa serta gangguan tingkah laku sosial. Unsur penyebab ini belum jelas
proses dan mekanisme kejadian dalam timbulnya penyakit, bahkan sekelompok ahli
lebih menitikbertkan kejadian penyakit pada unsur penyebab genetika. Dalam hal ini
kita harus berhati-hati terhadap factor kehidupan sosial yang bersifat nonkausal serta
lebih menampakkan diri dalam hubungannya dengan proses kejadian penyakit
maupun gangguan kejiwaan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada sifat hubungan kausal, antara
lain:
1. Kuatnya hubungan statistik, artinya makin kuat hubungan statistik antara kausal
dan efek makin besar kemungkinannyya mempunyai hubungan kausal.
2. Adanya hubungna dosis respons, artinya peningkatan dosis pada factor kausal
akan meningkatkan pula kemungkinan terjadinya efek, dan sebaliknya.
3. Adanya konsistensi berbagai penemuan penelitian, artinya hasil yang dicapai
relevan dengan penemuan-penemuan sebelumnya.
4. Hubungannya bukan hasil sementara, artinya hasil hubungan tersebut bukan
situasi sementara, melainkan lebih bersifat lanjut.
5. Sesuai dengan teori yang sudah ada, artinya hasil yang dicapai dalam hubungan
tersebut sesuai pula dengan teori yang sudah ada atau tidak bertentangan dengan teori
yang telah di uji kebenarannya.
6. Sesuai dengan hasil percobaan laboratorium, artinya bila dilakukan uji coba
laboratorium akan memberikan hasil yang tidak berbeda.
7. Sesuai dengan hukum biologis artinya hubungan tersebut tidak bertentangan
dengan hokum biologis yang ada.
(Nur Nasry Noor, 2008:30-32)
3. Faktor lingkungan
“Lingkungan” merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit.
Faktor ini disebut “faktor ekstrinsik”. (Eko Budiarto. 2002: 16).
Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan
terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsure penyebab dalam proses
terjadinya penyakit. Secara garis besarnya, maka unsure lingkungan dapat dibagi dalam
3 bagian utama.
a. Lingkungan biologis
Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang antara lain meliputi:
1. Berbagai mikroorganisme pathogen dan yang tidak pathogen.
2. Berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan
manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan makanan dan obat-obatan),
maupun sebagai reservoir/ sumber penyakit atau pejamu antara (host intermedia).
3. Fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vector penyakit tertentu
terutama penyakit menular.
Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan penting
dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsure penyebab, baik
sebagai unsure lingkungan yang menguntungkan manusia (sebagai sumber
kehidupan) maupun yang mengancam kehidupan/ kesehatan manusia.
b. Lingkungan fisik
Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara
langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia.
Lingkungan fisik (termasuk unsure kimiawi dan radiasi) meliputi:
1. Udara, keadaan cuaca, geografis, dan geologis.
2. Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai sumber penyakit serta berbagai
unsure kimiawi serta berbagai bentuk pencemaran pada air.
3. Unsur kimiawi lainnya dalam bentuk pencemaran udara, tanah dan air, radiasi dan
lain sebagainya.
Lingkungan fisik ini ada yang terbentuk secara alamiah, tetapi banyak pula yang timbul
akibat kegiatan manusia sendiri.
Dari keseluruhan unsur tersebut di atas, hubungan interaksi antara satu dengan lainnya
akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik pada perorangan,
maupun dalam masyarakat. Dengan demikian, maka terjadinya suatu penyakit tidak
hanya ditentukan oleh unsure penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana
rantai penyebab dan hubungan sebab akibat dipengaruhi oleh berbagai factor maupun
unsure lainnya. Oleh sebab itu, dalam setiap proses terjadinya penyakit, kita selalu
memikirkan adanya penyebab jamak (multiple causation). Hal ini sangat berpengaruh
dalam menetapkan progam pencegahan maupun penanggulangan penyakit tertentu,
karena usaha tersebut hanya akan memberikan hasil yang diharapkan bila dalam
perencanaannya, kita memperhitungkan berbagai unsure tersebut di atas.
Dengan epidemiologi modern dewasa ini, proses kejadian penyakit tidak hanya
dititikberatkan pada penyebab kausal semata, tetapi terutana diarahkan pada interaksi
antara penyebabnya, pejamu dan lingkungan, yang menyatu dalam satu kondisi, baik
pada individu maupun pada masyarakat. Kondisi ini menentukan proses kejadian
penyakit yang dikenal dengan kondisi atau factor resiko (risk factor).
(Nur Nasry Noor, 2008: 33-35)
f. The Web of Causation
Model ini dicetuskan oleh MacMahon dan Pugh (1970). Prinsipnya adalah setiap efek
atau penyakit tidak pernah tergantung hanya kepada sebuah faktor penyebab, melainkan
tergantung kepada sejumlah faktor dalam rangkaian kausalitas sebelumnya sebagai
akibat dari serangkaian proses sebab akibat. Ada faktor yang berperan sebagai
promotor, ada pula sebagai inhibitor. Semua faktor tersebut secara kolektif dapat
membentuk “web of causation” dimana setiap penyebab saling terkait satu sama lain.
Perubahan pada salah satu faktor dapat berakibat bertambah atau berkurangnya
penyakit. Kejadian penyakit pada suatu populasi mungkin disebabkan oleh gejala yang
sama (phenotype), mikroorganisme, abnormalitas genetik, struktur sosial, perilaku,
lingkungan, tempat kerja dan faktor lainnya yang berhubungan. Dengan demikian
timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada
berbagai titik. Model ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh perilaku
dan gaya hidup individu
Penyebab non kausal (sekunder)
Dan penyebab agent menurut model segitiga epidemilogi terdiri dari biotis
dan abiotis.