You are on page 1of 10

ANTAGONISME ANTAR MIKROBA

LAPORAN PRAKTIKUM
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi yang Dibina
Oleh Ibu Dr. Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si

Oleh Offering I/ kelompok 5:


Affan Wudy Alifianto 160342606222
Hana Veronica 160342606281
Septianti amalia 160342606226
Vitri alfia nur A 160342606261
Wardatun nafisah 160342606208

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
BIOLOGI
April 2018
A. Topik
Antagonisme antar mikroba.

B. Tujuan
Untuk mempelajari sifat antagonisme antara kapang dengan bakteri.

C. Dasar Teori
Pada suatu lingkungan yang kompleks dimana terdapat berbagai macam organisme.
Aktivitas metabolisme suatu organisme akan berpengaruh terhadap lingkungannya.
Mikroorganisme seperti halnya organisme lain yang berada dalam lingkungan yang kompleks
tidak lepas dari interaksi satu dengan yang lain beserta pengaruh faktor biotik dan faktor
biotik. Sedikit sekali suatu mikroorganisme yang hidup di alam mampu hidup secara
individual. Hubungan mikroorganisme dapat terjadi baik dengan sesama mikroorganisme,
hewan ataupun dengan tumbuhan. Hubungan ini membentuk suatu pola interaksi yang
spesifik yang dikenal dengan simbiosis.
Interaksi mikrobial (interaksi antar mikroba) terbagi menjadi interaksi simbiotik dan
non-simbiotik. Dikatakan simbiotik apabila spesies yang satu dengan yang lain saling
berkaitan dan membutuhkan. Dalam asosiasi ini, hubungan antar mikroba terbagi menjadi
hubungan mutualisme, komensalisme, dan parasitisme. Sementara asosiasi non-simbiotik
terjadi pada 2 spesies yang tidak saling terkait untuk mendukung Kehidupannya. Dalam
hubungan ini terdapat hubungan sinergisme dan antagonism (Talaro, 2001) sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada mikroba juga mengalami interaksi yang di ilustrasikan sebagai
berikut:
Gambar 1. Interaksi Mikroba.
Spesies yang satu menghasilkan sesuatu yang bisa meracuni maupun merusak spesies
yang lain, sehingga pertumbuhan spesies yang lain sangat terganggu. Zat yang dihasilkan oleh
mikroba yang pertama mungkin berupa sekret, mungkin juga zat itu berupa suatu sisa
makanan. Asosiasi ini ditunjukkan dengan adanya interaksi antara 2 spesies yang saling
merusak satu sama lain (Jacquelyn, 2012 : 400). Dalam hal ini, suatu mikroba mensekresikan
substansi kimia tertentu ke lingkungan sekitar yang dapat menghambat atau menghancurkan
mikroba lain di habitat yang sama. Mikroba yang mensekresikan substansi tersebut biasanya
mendapat keuntungan karena dapat memperluas wilayah dan menyerap nutrisi yang ada pada
daerah tersebut (Talaro, 2001: 217). Biasanya, interaksi ini terjadi di lingkungan tanah,
dimana pada lingkungan tersebut banyak terdapat nutrisi dan koloni-koloni microbial. Namun
begitu, interaksi antagonisme juga terdapat di dalam tubuh manusia, semisal pada sistem
respiratori, di usus besar, maupun di sistem reproduksi (Cowan, 2012: 624).

D. Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Jarum Inokulasi berkolong 1. Medium lempeng Skim Milk Agar
2. LAF (Laminar Air Flow) 2. Medium tegak Nutrien Agar Steril
3. Kompor gas 3. Biakan murni Penicillium chrysogenum
4. Inkubator dan Staphylococcus aureus
5. Beaker Glass
6. Spirtus
7. Cawan Petri Steril
E. Cara Kerja

Menginokulasikan satu ose penuh spora biakan murni Penicillium chrysogenum ke


medium SMA

Menginkubasikan pada suhu kamar dengan cawan dalam keadaan terbalik selama 6-7
x 24 jam pada suhu 25 C sampai terdapat bintik cairan kekuningan di sekitar koloni
kapang

Mencairkan medium nutrien agar lalu didinginkan sampai suhu kira-kira 50 C

Menginokulasikan segera 2 ose biakan murni Staphylococcus aureus, goyangkan


diantara kedua tangan lalu dituangkan secara aseptis ke dalam cawan petri steril

Setelah agar menjadi padat pada permukaan nutrien agar diltekkan potongan koloni
Penicillium chrysogenum berbentuk lingkran dengan diameter 5 mm

Menginkubasikan pada suhu 37 C (jangan dibalik) selama 1 x 24 jam

Mengamati adanya zone-zone penghambat pertumhuhan bakeri pada medium tersebut.

F. Data Pengamatan Antagonisme Antar Mikroba


Ulanga Diameter Diamter Zone Diamter Zone
n Ke- Zone Jernih P.Chrysogenum Hambat (mm)
(mm) (5 mm)
U1 2,3 7,2 9,5
U2 3,25 7,35 10,6
rata- 2,775
rata

diameter zone jernih = diameter zone hambat - diameter zone


p.chrysogenum

U1  9,5 (mm) - 7,2 (mm) = 2,3 (mm)


U2  10,6 – 7,35 = 3,25

Rata-rata diameter jernih  (2,3 + 3,25) / 2 = 2,775

G. Analisis data

Pada praktikum ini kami mengamati dan menghitung diameter zona


hambat, diameter Zone P.Chrysogenum dan diameter zone jernih.
Pengukuran diameter ini menggunakan jangka sorong. Pada medium dan
objek tampak adanya lingkaran luar, tengah dan dalam. lingkaran luar ini
menunjukka zona hambat antara bakteri S.aureus dengan P.Chrysogenum,
pada kedua bakteri tersebut terjadi interaksi sehingga terbentuk lingkaran
luar. Lingkaran tengah menunjukkan zona jernih, dimana pada zona
tersebut merupakan hasil interaksi yang kuat, karena zona ini berada
diantara zona P.Chrysogenum dan zona yang berbatasan dengan medium
yang telah berisi S.aureus. pada lingkaran dalam menunjukka zona dari
P.Chrysogenum yang memeiliki diameter 5 mm.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan jangka sorong


diperoleh data, pada ulangan ke-1 diameter zone hambat bakteri yang
berbatasan dengan S.aureus sebesar 9,5 mm. Kemudian diameter dari
P.Chrysogenum yang berada pada lingkaran dalam sebesar 7,2 mm, maka
setelah dilakukan pengurangan diperoleh angka yang menunjukkan zona
jernih sebesar 2,3 mm. Pada ulangan ke-2, diameter zone hambat bakteri
yang berbatasan dengan S.aureus sebesar 10,6 mm. Kemudian diameter
dari P.Chrysogenum yang berada pada lingkaran dalam sebesar 7,35 mm,
maka setelah dilakukan pengurangan diperoleh angka yang menunjukkan
zona jernih sebesar 3,25 mm. Selanjutnya dihitung rata-rata diameter
zona jernih antara kedua ulangan, sehingga diperoleh rata-rata sebesar
2,775. Maka dapat kita ketahui bahwa hasil interaksi / antagonisme antara
kedua bakteri sebesar 2,775.

Kesimpulan sementara hasil pengukuran ini adalah interaksi dan


hubungan antagonisme kedua bkateri yaitu S.aureus dengan
P.Chrysogenum tidak terlalu besar, dan berdasarkan data tersebut
S.aureus memiliki daya hambat yang besar terhadap P.Chrysogenum, hal
ini ditunjukkan oleh zona jernih yang memiliki rata-rata kecil.
H. Pembahasan
Lingkungan yang kompleks berisi berbagai macam organisme. Aktivitas metabolisme
suatu organisme akan berpengaruh terhadap lingkungannya. Terdapat Mikroorganisme,
seperti fungi (kapang dan khamir) dan bakteri yang menempati habitat sama dapat saling
berinteraksi satu sama lain. Hubungan ini membentuk suatu pola interaksi yang spesifik yang
dikenal dengan simbiosis (Kusnadi, 2003).
Salah satu bentuk interaksi antar mikroorganisme adalah antagonisme yaitu, interaksi
yang menimbulkan efek merugikan pada pertumbuhan salah satu mikroorganisme, sedangkan
mikroorganisme lain diuntungkan (Batzing,2002). Kemampuan mikroorganisme dalam
menghambat atau membunuh mikroorganisme lain disebut sebagai kemampuan antagonistik.
Mikroorganisme yang memiliki kemampuan antagonistik disebut sebagai mikroorganisme
antagonis (Lima, G 1999) .
Pada praktikum ini digunakan koloni Penicillium chrysogenum yang sebelumnya
dikembangbiakan di dalam medium SMA (Skim Milk Agar), koloni ini menghasilkan cairan
berwarna kekuning-kuningan. Digunakan medium Skim Milk Agar karena di dalam medium
ini terkandung banyak nutrisi sehingga pertumbuhan Penicillium chrysogenum akan lebih
optimal (rathnayaka,2013)
Langkah kedua yaitu dengan menginkubasikan pada suhu kamar dengan cawan dalam
keadaan terbalik selama 1 x 24 jam pada suhu 25˚C sampai terdapat bintik cairan kekuningan
di sekitar koloni kapang, penerapan rentang waktu tersebut dikarenakan dalam kisaran waktu
1x 24 jam Penicillium chrysogenum telah menghasilkan penisillin. penisilin merupakan
senyawa metabolit sekunder yang disintesis oleh mikrobia pada fase stasioner (volkdan
Wheeler 1993). Fase stasioner dipengaruhi oleh komposisi medium dan faktor lingkungan.
Sedangkan digunakan suhu 25 ˚C pada inkubasi Penicillium chrysogenum dikarenakan suhu
tersebut merupakan suhu optimun kapang jenis ini tumbuh.Koloni Penicillium chrysogenum
tumbuh secara cepat di atas medium standar pada suhu 25˚C ( Pitt dan Hocking 1979).
Kemudian digunakan bakteri Staphyllococcus aureus yang sudah diinokulasikan
kedalam cawan steril dari medium NA. Menurut Baird-Parker, (2000) menyatakan bahwa
Staphyllococcus aureus merupakan suatu bakteri yang dapat memproduksi toksin, Gram
positif, dan termasuk bakteri aerob (Baird-Parker, 2000). Kemudian memotong Penicillium
chrysogenum berbentuk lingkaran dengan diameter 0,7 cm. Potongan tersebut disertakan
cairan kekuning-kuningan yang merupakan senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh kapang
Penicillium chrysogenum. Setelah itu meletakkan potongan kapang diatas medium NA yang
telah diinokulasikan bakteri Staphyllococcus aureus. Tahap selanjutnya menginkubasikan
pada suhu 37˚C selama 1 x 24 jam dengan posisi tidak terbalik, suhu tersebut merupakan suhu
pertumbuhan maksimal dari Staphyllococcus aureus. Dan diamati terbentuknya zona
penghambat yang berada disekitar kapang Penicillium chrysogenum.
Berdasarkan praktikum ini zona penghambat berwarna lebih jernih (putih) daripada
daerah disekitarnya. Hasil praktikum pada ulangan 1 adalah 9,5 cm dan pada ulangan 2
adalah 10,6 cm. Hal ini menunjukkan bahwa Penicillium chrysogenum menghambat
pertumbuhan dari bakteri Staphyllococcus aureus sehingga dapat diketahui hubungan di
antara kedua mikroorganisme tersebut bersifat antagonis.
Antagonisme menyatakan hubungan yang berlawanan, dapat dikatakan sebagai
hubungan yang asosial. Spesies yang satu menghasilkan sesuatu yang meracuni spesies yang
lain, sehingga pertumbuhan spesies yang terakhir sangat terganggu. Zat yang dihasiIkan oleh
spesies yang pertama mungkin berupa suatu ekskret, sisa makanan dan yang jelas bahwa zat
itu "menentang" kehidupan yang lain. Zat penentang tersebut dinamakan antibiotika
(Lasriantoni, 2010). Mekanisme antagonis Penicillium chrysogenum dan bakteri
Staphyllococcus aureus merupakan mekanisme antagonis pada mikroba karena adanya
metabolik sekunder yang bersifat toksin, yang mana daerah bening sekitar koloni jamur
menunjukkan bahwa jamur memproduksi suatu senyawa yang mematikan bakteri atau tidak
mengijinkannya tumbuh( Lasriantoni, 2010).
Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang terhambat terbatas pada daerah tertentu
saja yaitu pada daerah yang terjangkau oleh sekret yang terbatas pada daerah di sekitar
cetakan P. chrysogenum saja. Dwidjoseputro (2010) menggunakan istilah amensalisme untuk
hubungan antagonisme tersebut. Spesies yang terhambat pertumbuhannya disebut amensal,
sedang spesies yang menghambat pertumbuhan disebut antagonis. Pada praktikum ini,
Staphylococcus aureus berperan sebagai amensal dan kapang Penicillium chrysogenum
berperan sebagai antagonis. Berdasarkan mekanisme kerja anti bakterinya, antibiotika
dibedakan beberapa macam, yaitu:
a. Penghambat sitesis dinding sel
b. Penghambat sintesis protein
c. Kerusakan membran sel
d. Penghambatan sintesis DNA atau RNA
Bakteri Penicillium chrysogenum mensekresikan substansi kimia berupa antibiotik
penicilin yang menyebabkan Staphilococcus aureus tidak bisa tumbuh di medium NA . Antibiotik
penicillin ini menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara yang pertama yaitu mengahambat
sintesis dinding sel ( Lasriantoni, 2010). Penisilin menghambat pembentukkan dinding sel
dengan cara mencegah digabungkannya asam N-asetilmuramat, yang dibentuk di dalam sel,
yang biasanya memberi bentuk kaku pada dinding sel bakteri. Gagalnya pembentukan dinding
sel bakteri menyebabkan bakteri lebih mudah mengalami lisis dan tidak bisa tumbuh dengan
baik. Karena Staphilococcus aureus tidak bisa tumbuh pada daerah tersebut, maka medium
tampak berwarna jernih. Mekanisme kerja ini konsisten dengan kenyataan bahwa penisilin
hanya bekerja pada bakteri yang sedang tumbuh aktif (Pelczar dan Chan, 1988).

I. Kesimpulan
Sifat antagonis antara Penicillium chrysogenum dan bakteri Staphyllococcus aureus
karena adanya metabolik sekunder yang bersifat toksin, Penicillium sp menghasilkan
antibiotik berupa penicillin. Penisilin menghambat pembentukkan dinding sel dengan cara
mencegah digabungkannya asam N-asetilmuramat, yang dibentuk di dalam sel, yang biasanya
memberi bentuk kaku pada dinding sel bakteri. Gagalnya pembentukan dinding sel bakteri
menyebabkan bakteri lebih mudah mengalami lisis dan tidak bisa tumbuh dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baird-Parker, T.C. 2000. Staphylococcus aureus. p1317-1335. In The Microbiological Safety
and Quality of Food. Volume II. Lund, B.M., Baird-Parker, T.C. and Gould, G.W. eds.
Published by Aspen Publishers.
Batzing, B.L., 2002. Microbiology: An introduction. Brooks/Cole Thomson Learning, Inc.,
London: xx + 780 hlm.
Cowan, Marjerie Kelly. 2012. Microbiology, a system approach 3rd edition. USA: McGraw-
Hill companies.
Dwidjoseputro, D. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Jacquelyn, Black. 2012. Microbiology 8thed, Principles and Exploration. USA: John Wiley &
sons, Inc.
Kusnadi et al. 2003. Mikrobiologi. Bandung: JICA-IMSTEP
Lasriantoni, Redho. 2010. Hubungan Antar Spesies. (Online). (http://id.shvoong.com/exact-
sciences/biology/2081945-hubungan-antar-spesies/, diakses pada 17 april pukul 08.00)
Lima, G., S. Arru, F. De Curtis & G. Arras. 1999. Influence of antagonist, host fruit and
pathogen on the biological control of postharvest fungal diseases by yeasts. J.l of Ind.
Microbiol. Biotechnol. 23: 223--229.
Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jilid 1. Jakarta: UI Press.
Pitt, J.I., dan Hocking,A.D., 1979, Fungi dan Food Spoilage, Secon edition, Blackie
Academic and Professional an imprint of Chapman & Hall, London, p. 289,762-789.
Prescott, Lansing M. 2002.Microbiology 5th edition. USA: McGraw-Hill companies
Rathnayaka K. 2013. Effect of freeze-drying on viability and probiotic properties of a mixture
of probiotic bacteria. Journal of Science and Technology. Vol 3(11): 1074.
Talaro, Kathleen Park & Arthur Talaro. 2001. Foundations in Microbiology 4th edition. USA:
McGraw-Hill companies
Lampiran

Gambar 2. Hasil pengamatan Antagonisme Antar Mikroba.

You might also like