You are on page 1of 16

PEMBERIAN NAFAS BUATAN

Kita sering melihat di televisi, ketika ada orang yang tenggelam atau kecelakaan atau mengalami serangan jantung,
tiba-tiba orang lain yang melihat langsung menggenjot dada dan memberikan nafas buatan mulut ke mulut. Hal ini
mungkin tidak ada di Indonesia, orang yang tenggelam bukan malah diberikan nafas buatan akan tetapi malah
memukul perut untuk dikeluarkan airnya.

Tindakan seperti diatas, diluar negeri adalah hal yang umum dan sering dilakukan, karna sebagian besar penduduk
disana sudah diberi pendidikan untuk melakukan tindakan nafas buatan serta indikasi kapan tindakan tersebut
dibutuhkan.

Nafas Buatan disebut juga Resusitasi Jantung Paru atau Bantuan Hidup Dasar atau CPR (CardioPulmonary
Resuscitation), merupakan suatu tindakan kegawatan sederhana tanpa menggunakan alat bertujuan menyelamatkan
nyawa seseorang dalam waktu yang sangat singkat (Rahmad, 2009).

Saya juga menyediakan modul lengkap di akhir halaman, silahkan di download.


Kapan kita harus mempraktekkan RJP (Resusitasi Jantung Paru) ?
Prinsip utamanya adalah, orang yang tidak bernafas dan atau jantungnya tidak berdetak (Henti Jantung)

1. Orang yang tidak bernafas


Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban/pasien. Henti
napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada
keadaan:
• Tenggelam
• Stroke (Mempunyai riwayat hipertensi, trus tiba-tiba jatuh/pingsan)
• Obstruksi jalan napas (Kerusakan daerah tenggorokan)
• Epiglotitis (Peradangan Pita Suara)
• Overdosis obat-obatan
• Tersengat listrik
• Infark miokard (Serangan Jantung)
• Tersambar petir
• Koma akibat berbagai macam kasus (Pingsan tanpa penyebab)
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat
mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat
bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.

2. Henti jantung
Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi darah. Henti sirkulasi ini akan dengan
cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal)
merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.

Jika Kita Bertemu Dengan Orang Seperti Diatas, Apa Yang Kita Lakukan ?
Ada dua prinsip penting, yaitu pertama jika kita bertemu dengan orang seperti diatas, jangan lupa untuk memanggil
bantuan, karna RJP hanyalah tindakan pertolongan partama yang selanjutnya perlu tindakan medis, yang kedua
pastikan kondisinya memang sesuai dengan kriteria RJP melalui pemeriksaan primer.
See Picture :

Pemeriksaan Primer

Prinsip pemeriksaan primer adalah bantuan napas dan bantuan sirkulasi. Untuk dapat mengingat dengan mudah
tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, yaitu :
• A airway (jalan napas)
• B breathing (bantuan napas)
• C circulation (bantuan sirkulasi)
Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban/pasien, yaitu :

1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong


2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat
memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien
dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! /
Bu!!! / Mas!!! /Mbak !!!.
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara
berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban/pasien.
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada
permukaan yang rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke
posisi terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu
digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal
dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak
perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
See Picture:

(Posisi Penolong Yang Benar)


A. (AIRWAY) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukkan tindakan :
a) Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari
tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
b) Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot
menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan
napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild –
chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).

B. (BREATHING) Bantuan napas


Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada
saat setelah kompresi. Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas
korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

2. Memberikan bantuan napas.


Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung
atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2
kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang
dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong
harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari
korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :
o Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara
ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil
napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar
tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung
korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara
yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan
dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

o Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau
dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus
menutup mulut korban/pasien.
o Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila
pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

C. (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi


Terdiri dari 2 tahapan :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di daerah leher
korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan
leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm raba
dengan lembut selama 5 – 10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver
tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan
pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

2. Memberikan bantuan sirkulasi.


Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut
dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
o Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan
tulang dada (sternum).

o Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut
merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.

o Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan
yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau
menyilang.
o Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya
secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi) dengan kedalaman penekanan berkisar antara
1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).

o Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi
semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus
sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
o Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan
kompresi.
o Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan
nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong.
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 – 80 mmHg, dan diastolik yang
sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai
dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi
dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

RINGKASAN MELAKUKAN RJP (RESUSITASI JANTUNG PARU)


Sebagai Ringkasan, Penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :
1. Penilaian korban
Tentukan kesadaran korban/pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap), jika tidak sadar,
maka
2. Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi
3. Jalan napas (AIRWAY)
o Posisikan korban/pasien
o Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala-topang dagu.
4. Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan korban/pasien.
5. Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak ada trauma leher (trauma tulang
belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery positiotion), dengan tetap menjaga jalan napas tetap
terbuka.
6. Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukkan bantuan napas. Di Amerika serikat dan di
negara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand
diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala
korban/pasien, atau ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
ü Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali
membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika
terlihat usahakan dikeluarkan.
ü Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan napas oleh benda asing.
ü Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan pernapasan.
ü Setelah memberikan napas 12 kali (1 menit), nilai kembali tanda-tanda adanya sirkulasi dengan meraba arteri
karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas lanjutkan kembali bantuan napas.
7. Sirkulasi (CIRCULATION)
Periksa tanda-tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan cara melihat ada
tidaknva pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa
denyut nadi pada arteri Karotis.
1. jika ada tanda-tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi dada, hanya menilai pernapasan
korban/pasien (ada atau tidak ada pernapasan)
2. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, denvut nadi tidak ada lakukan kompresi dada
3 Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar
4 Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali tiap 10 detik
5 Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.
6 Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali kompresi 30 kali tiap 10 detik.
7 Lakukan 4 siklus secara lengkap (30 kompresi dan 2 kali bantuan pernapasan)
8. Penilaian Ulang
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali,
9 Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan
napas dengan rasio 30 : 2.
10 Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap
11 Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 10 – 12 kali permenit dan monitor
nadi setiap saat.
12 Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan napas tetap terbuka
kemudian korban/pasien ditidurkan pada posisi sisi mantap.

Selasa, 11 Oktober 2011

Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP)

American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan pedoman cardio pulmonary
resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular 2010. Se[erti kita ketahui, para ilmuan dan praktisi
kesehatan terus mengeavaluasi CPR atau yang lebih kita kenal dengan RJP ini dan mempublikasikannya
setiap 5 tahun.

Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah CPR dan
disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini unutk mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak
terbesar pada kelangsungan hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang tersedia, mereka mengembangkan
rekomendasi untuk mendukung intervensi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan.

Rekomendasi di 2010 Pedoman mengkonfirmassi keamanan dan efektifitas dari banyak pendekatan,
mengakui ketidakefektifan orang lain fan memperkenalkan perawatan baru berbasis evaluasi bukti
intensif dan konsesnsus para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa
pedomansebelumnya tidak aman atau tidak efektif.

Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA
mengeluarkan Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 2010. Faokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas
kompresi dada. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Apnduan RJP 2005 dengan RJP 2010.

1 Bukan ABC lagi tapi CAB


Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC: airway, breathing dan chest
compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada
didahulukan, baru setelah itu kita bisa fokus pada airway dan breathing. Pengecualian satu-satunya
adalah hanya untuk bayi baru lahir. Namun untuk RJP bayi, RJP anak, atau RJP dewasa, harus menerima
kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.

2. Tidak ada lagi looking, listening dan feeling


Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan bertindak, bukan menilai.
Telepon ambulans segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik.
Percayalah pada nyali anda, jika anda mencoba menilai korban bernafas atau tidak dengan mendekatkan
pipi anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafaas dan
tindakan look feel listen ini hanya akna menghabiskan waktu

3. Kompresi dada lebih dalam lagi


Seberapa dalam anda harus menekan dada telah berubah pada RJP 20110 ini. Sebelumnya adalah 1 ½
sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk menekann setidaknya 2 inchi (5
cm) pada dada.

4. Kompresi dada lebih cepat lagi


AHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekaan dada sekitar 100 kompresi per menit.
Sekarang AHA merekomndasikan kita untuk menekan dada minimal 100 kompresi per menit. Pada
kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.

5. Hands only CPR


Ada perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong RJP seperti ini pada 2008. AHA
masih menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands only CPR pada korban dewasa
yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan besarnya adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak
terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa/ AHA memang
tidak memberikan jawaban tentang hal ini namun ada saran sederhana disini: berikan hands only CPR
karena berbuat sesuatu lebih baik daripda tidak berbuat sama sekali.

6. Kenali henti jantung mendadak


RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan AHA meminta kita waspada dan
melakukan RJP saat itu terjadi.

7. Jangan berhenti menekan


Setiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak yang mengakibatkan kematian
jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama. Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk
mengalirkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus menekan selama kita bisa. Terus tekan
hingga alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung. Jika sudah tiba
waktunya untuk pernafasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera kembali pada menekan
dada.

Sumber: majalah dokter kita

Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur
CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru)
yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan
tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-
Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation – Airway – Breathing). Namun perubahan yang
ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak
berlaku pada neonatus.

Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka
jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin
oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.

Selasa, 11 Oktober 2011

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan
nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan
tindakan yang dinamakan dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan
hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan
membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu
mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak
terjaga untuk mencegah matinya sel otak.

Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan
ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap
tanggapan korban pada proses pertolongan.

Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan
istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).

Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal.

A = Airway control atau penguasaan jalan nafas

B = Breathing Support atau bantuan pernafasan

C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan
menghentikan perdarahan besar

Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian :


penilaian respons, pernafasan dan nadi.
Penilaian respons.

Setelah memastikan keadaan aman (penilaian korban bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat
kejadian harus segera melakukan penilaian dini (penilaian korban bag. 2). Lakukan penilaian respons
dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.

Aktifkan sistem SPGDT

Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik,
penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem
SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak
respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.

Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)

Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai
pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang
dengan jalan nafas terbuka.

Airway control

Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada
respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot
dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah
adanya benda asing terutama pada bayi dan anak.
Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai
dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil
peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu.

Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas

a. Angkat Dagu Tekan Dahi :

Angkat Dagu Tekan Dahi

Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang
belakang.

b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)

Jaw Thrust Maneuver


Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan
tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma
pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal.

Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang
belakang

Pemeriksaan Jalan Nafas

Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan
bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban
sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.

Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk
korban dengan gangguan mental.

Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai
kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut
akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.

C. Membersihkan Jalan Nafas

- Posisi Pemulihan

Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung
atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi
pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap.

Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui
mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.
- Sapuan Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk
membuang benda yang mengganggu jalan nafas.

BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)


Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan
pernafasan.

Breathing Support

Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:

a. Menggunakan mulut penolong:

1. Mulut ke masker RJP

2. Mulut ke APD

3. Mulut ke mulut / hidung

b. Menggunakan alat bantu:

Masker berkatup
Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)

Frekuensi pemberian nafas buatan:


Dewasa : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik
Anak (1-8th) : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi (0-1th) : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi baru lahir : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik

Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita

Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara
yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan
karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan
mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka
lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas.

Beberapa tanda-tanda pernafasan:


Adekuat (mencukupi)
- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan
- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman
- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)

Kurang Adekuat (kurang mencukupi)


- Gerakan dada kurang baik
- Ada suara nafas tambahan
- Kerja otot bantu nafas
- Sianosis (kulit kebiruan)
- Frekuensi kurang atau berlebihan
- Perubahan status mental

Tidak Bernafas
- Tidak ada gerakan dada dan perut
- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung
Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran
udara saat memberikan bantuan pernafasan.

CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)


Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat
dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung
sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai
cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.

Circulatory Support

Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan.
Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
- Dewasa : 4 - 5 cm
- Anak dan bayi : 3 - 4 cm
- Bayi : 1,5 - 2,5 cm

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung
mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami
kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti
henti jantung karena kekurangan oksigen.

Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian
di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.

Diposkan oleh sygiet tyo di 07.22

Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih terdapat
oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu
diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin.
Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas
(Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama.

AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan review terakhir
dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.

Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada
petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.

sumber: proemergency.com

Untuk mengunduh pedoma CPR 2010 dari AHA, silakan klik:


http://www.heart.org/idc/groups/heart-
public/@wcm/@ecc/documents/downloadable/ucm_317350.pdf

Di dalamnya terdapat materi yang berguna terutama bagi sejawat di emergency unit seperti Neonatal
Resuscitation, Pediatric BLS dan ALS, Adults BLS dan ALS, CPR dan First Aid.

You might also like