You are on page 1of 45

Penyakit Difteri dan

Penanggulangannya

Sri Rezeki S Hadinegoro


KOMNAS KIPI
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM Jakarta
Pokok bahasan
• Situasi penyakit difteri di Indonesia 2017
• Klasifikasi difteri
• Perjalanan penyakit difteri
• Gejala klinis difteri dan komplikasi
• Tata laksana kasus difteri
• Penanggulangan kontak
• Kesimpulan
KABUPATEN/KOTA DENGAN KASUS DIFTERI
JANUARI – NOVEMBER 2017
2017 : 591 kasus
KASUS DIFTERI TAHUN 201
7
• Jumlah kasus 1 Januari–4 November 2017: 591 kasu
s dengan 32 kematian (5,4%)
• Dilaporkan dari 95 kabupaten/kota di 20 provinsi
• Kasus terbanyak pada usia 5 -9 tahun,cukup banyak
pada kelompok umur lainnya. Bahkan terdapat kas
us di atas usia 14 tahun
KASUS DAN KEMATIAN DIFTERI PER PROVINSI
JANUARI – NOVEMBER 2017
PROVINSI KAB/KOTA JUMLAH KASUS KEMATIAN
ACEH 9 76 3
BANTEN 8 57 3
JAWA TIMUR 33 265 11
GORONTALO 1 1 0
BABEL 2 3 2
KALIMANTAN BARAT 1 3 1
KALIMANTAN TENGAH 1 1 0
LAMPUNG 1 1 0
PAPUA 1 1 0
SULAWESI SELATAN 1 3 0
SULAWESI TENGGARA 1 4 0
SULAWESI TENGAH 1 1 0
RIAU 2 8 0
SUMATERA BARAT 3 17 0
SUMATERA SELATAN 2 2 0
SUMATERA UTARA 1 2 0
JAWA TENGAH 4 12 0
DKI JAKARTA 4 13 2
JAMBI 4 4 0
JAWA BARAT 15 117 10
TOTAL 95 591 32
KASUS DIFTERI MENURUT UMUR
JANUARI – NOVEMBER 2017

Umur 1-4 th: 19,3%


Umur >14 th: 14,5%

Umur 5-9 th: 30,1%


Umur 10-14 th: 16,1%
Kasus difteri menurut
status imunisasi
• 74% kasus tidak diketahui
• 9% tidak diimunisasi sama sekali
• 3% mendapat imunisasi 1 dosis
• 1% mendapat imunisasi 2 dosis
• 12% mendapat imunisasi 3 dosis
• 1% mendapat imunisasi 4 dosis
Difteri
• Sangat menular
• Penyebab Corynebacterium
diphtheriae
• Hanya manusia sebagai sumber
penularan
• Penularan melalui ludah (droplet)
saat batuk, bersin
• Kematian tinggi pada usia muda Corynebacterium diphtheriae
dan dewasa

1. Bethell & Hien 2003, In: Oxford Textbook of Medicine (Ch 7.11.1)
2. CDC Pink Book. 2008:55–70
Patogenesis Difteri
Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.
Atkinson W. et al., in Epidemiology and Prevention of Vaccine-preventable
Diseases, 1996d.
Perjalanan penyakit Difteri
Penularan difteria
Masa inkubasi (2–5 hari)
Gejala awal
● Gelisah
● Kurang beraktifitas
● Tampak selaput keabuan di farings
Days to months

2–3 hari
Gejala akut
● Selaput keabuan tebal, membentuk membran menutupi farings
● Pembesaran kelenjar leher, lunak dalam perabaan
● Tanda peradangan dan udem psekitar farings dan jaringan lunak
dikenal sebagai ‘bull-neck’
● Nadi cepat Komplikasi
7 hari

Selaput secara bertahap menghilang


Kematian 5%–10%

1. Wharton & Vitek 2004, In: Vaccines (Ch 13)


Penyembuhan 2. CDC Pink Book. 2008:59–70
Perjalanan penyakit Difteri
• Menyerang tenggorokan, hidung, kulit
• Membentuk selaput di tenggorokan
• Pembesaran kelenjar leher
• Membentuk toksin (racun) menyebar ke
otot jantung dan syaraf
• Dapat menyerang semua golongan umur
• Masa penularan dapat sampai 2-4 minggu
Masalah dalam perjalanan
difteri
• Kalinan denyut
• Demam tidak tinggi jantung
• Nafas berbunyi • Mudah tersedak
• Pembesaran kel leher • Suara sengau
• Kelainan denyut • Penyembuhan
jantung • Istirahat
• Monitor EKG

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

• Miokarditis
• Obtruksi jalan nafas
• Kelumpuhan syaraf
• Kematian karena
perifer
hipoksia
• Obtruksi jalan nafas • Lengkapi imunisasi
• Miokarditis
Klasifikasi Difteri

• Suspect diphtheria
• Probable diphtheria
• Confirmed diphtheria
• Carrier diphtheria
Suspek difteri
• Adalah orang dengan gejala faringitis,
tonsilitis, laringitis, trakeitis (atau
kombinasi),
• Tanpa demam atau kondisi subfebris
• Terdapat pseudomembran putih keabu-
abuan/ kehitaman pada salah satu atau
kedua tonsil yang berdarah bila terlepas
dan dilakukan manipulasi
• 94% kasus difteri mengenai tonsil dan
faring.
Probable Difteri
• Gejala laringitis, nasofaringitis, atau tonsilitis ditambah
pseudomembran putih keabu-abuan yang tidak mudah
lepas dan mudah berdarah di faring, laring, tonsil
(suspek Difteri)
• Ditambah salah satu dari
– Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu)
– Status imunisasi tidak lengkap, termasuk belum
dilakukan booster
– Stridor dan bullneck
– Perdarahan submukosa atau petekie pada kulit
– Gagal jantung toksik, gagal ginjal akut
– Miokarditis dan/ atau kelumpuhan motorik 1 s/d 6
minggu setelah onset
– Meninggal
Confirmed Diphtheria

• Gejala seperti probable difteri


• Dikonfirmasi dengan biakan
Corynebacterium diphtheriae
positif
Karier difteri
• Seseorang yang mengandung kuman
difteri di tenggorokannya
– Yang bersangkutan tidak sakit
– Namun menular ke sekitarnya
– Perlu diberikan pengobatan untuk
menghilangkan Corynebactrium
diphtheriae dari tenggorokannya
– Masa penularan dari karier berlangsung hingga
6 bulan
Gejala difteri
• Demam tidak tinggi
• Nyeri menelan
• Terdapat selaput pada tenggorokan
• Nafas berbunyi (stridor)
• Leher membengkak (bullneck)
• Apabila tidak segera diobati terjadi komplikasi
o Sesak nafas
o Muka biru (hipoksia)
o Suara sengau, mudah tersedak (kelumpuhan otot
larings)
o Perubahan denyut jantung
o Kelumpuhan syaraf
Gambaran selaput putih keabuan
(beslag) pada farings dan tonsil

Hari rawat pertama Tiga hari pengobatan Empat hari pengobatan

Berwarna putih keabu-abuan, mudah berdarah,


cepat menyebar di sekitarnya sehingga menutupi jalan nafas sehingga
nafas berbunyi & sesak nafas
Gambaran Klinis
Diagnosis Banding
• Other pathogens can cause a
membrane of the throat and tonsils,
– Streptococcus,
– Epstein-Barr virus
– Cytomegalovirus (infectious
mononucleosis syndrome),
– Candida albicans;
– Anaerobic organisms (Vincent’s angina),
– Some viruses.
Komplikasi Difteri
• Obstruksi jalan nafas
– Diawali dengan nafas berbunyi dan sesak nafas
– Muka biru akibat hipoksia
• Miokarditis
– Perubahan denyut jantung (aritmia, iregular)
– Henti jantung
• Kelumpuhan syaraf
– Kelumpuhan otot larings: suara sengau, mudah
tersedak
– Kelemahan anggota badan
Kasus Difteri, RSCM Jakarta, 2006-2014
(34 kasus)
Demam Pseudomembran Stridor Bullneck Miokarditis Trakeostomi
16
16 14
14 Komplikasi Difteri
12

10
8
Axis Title

8 7
6
4
4
2
2

0
Demam Pseudomembran Stridor Bullneck Miokarditis Trakeostomi
Ada 14 16 7 8 2 4
Tidak 5 2 11 8 16 14
Tidak Ada Data 4 5 5 7 5 5
Penyebab Kematian
• Kematian terjadi akibat komplikasi yang tidak
diobati dengan segera,
• Angka kematian
– pada anak <5 tahun : 5%-10%
– Pada dewasa > 40 tahun : 20%
Pengobatan
• Pengobatan dilakukan berdasarkan
diagnosis klinis
• Tanpa menunggu hasil biakan
• Jika terdapat keraguan: perlakukan
sebagai difteri sampai terukti bukan
Strategi pengobatan
Antibiotik

×
Bakteri
Corynebacterium diphtheriae

Toksin Anti Difteri Serum (ADS)

×
Masuk dalam peredarahan darah
Komplikasi

Kematian
Tata laksana
• Stabilisasi jalan nafas: pastikan airway,
breathing dan circulation aman
• Berikan anti difteri serum (ADS)
• Antibiotik penisilin prokain (PP) 50.000-
100.000 IU/kg berat badan/hari selama
10-14 hari
• Lakukan swab tenggorok dan hidung
• Pemberitahuan kepada Dinkes setempat
dan internal rumah sakit yang
bersangkutan
Pemberian Anti Difteri Serum
Pemeriksaan laboratorium
NILAI

Hb (g/dl) 11,9
Ht (%) 36,5
Trombosit (/l) 104.000
Leukosit (/l) 12.200
MCV (fl) 73,5
MCH (pg ) 24,0
MCHC (g/dl) 32,6
Hitung jenis* 0/0/3/73/18/6
SGOT/SGPT 79/59
Ureum / Creatinin (mg/dL) 53,5/ 0,6
Natrium (mEq/L) 135 (132-147)
Kalium (mEq/L) 4,2 (3,3-5,4)
Klorida (mEq/L) 92 (94-111)
Pemeriksaan EKG

Pemantuan EKG dilakukan setiap


minggu atau apabila perlu
Pencegahan Penyebaran
Infeksi
• Pasien harus dirawat di ruang isolasi
• Lakukan standar precaution termasuk
kebersihan tangan terus menerus
• Perhatikan precaution untuk droplet
• Pasien pada umumnya tidak menular lagi
setelah 24 jam pengobatan yang adekuat
• Setelah pulang, jangan kontak dengan
orang lain sampai pemberian antibiotik
selesai
Perhatian untuk Probable Case
Penanggulangan Kontak
Serumah
Upaya penanggulangan

• Penyakit difteri dapat dicegah dengan


imunisasi (PD3I)
• Imunisasi DPT di Indonesia telah
dilakukan sejak tahun 1977
• Program imunisasi nasional telah
menurunkan kematian dan kecacatan
PENOLAKAN TERHADAP IMU
NISASI
• Sejak 20 tahun yang lalu muncul isu negatif tentang im
unisasi di berbagai negara baik maju maupun berkemb
ang termasuk Indonesia.
• Isu negatif terhadap imunisasi umumnya terkait denga
n pemberitaan dan penyebaran informasi yang tidak b
enar tentang imunisasi melalui media cetak, media el
ektronik dan tatap muka oleh kalangan tertentu.
• Penolakan terhadap imunisasi berakibat pada muncul
nya daerah kantong dengan cakupan imunisasi rend
ah yang berisiko terjadinya KLB, termasuk KLB Difteri
KLB Difteri
• Suatu wilayah dinyatakan KLB Difteri jika ditemuk
an satu kasus difteri klinis dilaporkan dalam 24 ja
m

• Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala


Dinas Kesehatan Provinsi atau Menteri dapat me
netapkan daerah dalam keadaan KLB apabila sua
tu daerah memenuhi salah satu kriteria KLB (Per
menkes 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wab
ah dan Upaya Penanggulangan)
SURAT EDARAN KEWASPADAAN : FEBRUARI 2015
SURAT EDARAN KEWASPADAAN : APRIL 2017
Kesimpulan
• Diagnosis difteri dalam situasi KLB harus
ditangani sesegera mungkin
• Pengobatan berdasarkan temuan klinis tidak
menunggu hasil laboratorium, sampai terbuti
bukan
• Tata tatalaksana terdiri dari antibiotik, ADS,
monitor obstruksi larings, miokarditis dan
kelumpuhan syaraf
• Pemantauan kontak serumah
• Pemberian imunisasi pada kasus dan kontak
Terima kasih

You might also like